BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak perempuan hamil di luar nikah dan melakukan tindakan pengguguran kandungan sebagai pertanda degradasi moral. Akan tetapi
kehamilan tersebut bukan alasan untuk membunuh janin, janin bayi adalah Makhluk Tuhan, lalu mengapa harus dibunuh. Janin juga punya hak untuk hidup.
Melegalkan tindakan pengguguran kandungan bukan solusi untuk menekankan AKI Angka Kematian Ibu. Jumlahnya malah akan bertambah, sebab ada
kemungkinan pemilik janin bayi tersebut mengaku diperkosa agar dapat dilakukan pengguguran pada kandungannya.
Seorang wanita mungkin tidak menyukai kandungannya karena alasan tertentu. Untuk itu ia membujuk orang lain agar bersedia melakukan pengguguran
kandungan. Apabila pengguguran kandungan itu dilaksanakan, ada kemungkinan wanita tadi akan menderita dan menjadi korban orang yang menggugurkan
kandungan atau pelaku kejahatan abortus. Kalaupun kandungan berhasil digugurkan dan wanita tersebut selamat, pada hakikatnya wanita korban tadi turut
menjadi pelaku bersama dengan pelaku yang telah melaksanakan abortus kriminalis.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi aborsi di dunia menyebutkan bahwa
1
1. Sebanyak 19 juta perempuan di seluruh dunia melakukan tindakan
pengguguran pada kandungannya secara tidak aman setiap tahunnya. 18,5 juta :
terjadidi Negara-negara berkembang. Negara-negara Afrika sebanyak 4,2 juta, di Negara-negara Asia sebanyak 10,5 juta, di Negara-negara Amerika Latin
dan Karabia sebanyak 3,8 juta. 2.
Sebanyak 68.000 perempuan di Negara berkembang meninggal akibat komplikasi terhadap pengguguran kandungan yang tidak aman setiap
tahunnya. Di Negara-negra Afrika sebanyak 30.000, di Negara-negara Asia sebanyak 34.000, di Negara-negara Amerika Latin dan Karibia sebanyak
4.000. 3.
Di Afrika 59 dari seluruh kasus tindakan pengguguran kandungan tidak aman dilakukan oleh perempuan berusia 15-24 Tahun.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana dibuat pada zaman Belanda untuk menyelamatkan ibu dari kematian akibat tindakan pengguguran kandungan yang
tidak aman oleh tenaga yang tidak terlatih misalnya dukun. Akibat tindakan itu dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia menjadi tinggi karena ibu
mencari pelayanan pada tenaga tidak terlatih padahal pengguguran kandungan bisa dilakukan secara aman. Pengguguran kandungan yang aman seharusnya
2
1
Dadang Hawari, Aborsi Dimensi Psikoreligi,Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006, hal 56.
2
ibid, hal 60
:
Universitas Sumatera Utara
1. Dilakukan oleh dokter ahli kandungan atau dokter umum yang ditunjuk dan
terlatih bersertifikat. 2.
Diajukan di rumah sakit atau klinik yang ditunjuk.
3. Fasilitas kesehatan yang tidak ditunjuk pemerintah dilarang melakukan
pelayanan pengguguran kandungan. 4.
Rumah sakit dan klinik yang ditunjuk hanya diisinkan memberikan pelayanan pengguguran kandungan pada perempuan dengan usia kehamilan tidak lebih
dari usia kehamilan yang ditentukan. 5.
Disetujui oleh sekurang-kurangnya seorang konselor dan seorang dokter yang ditunjuk, atau oleh seorang dokter bila dalam keadaan darurat emergency
Dalam menentuka resiko terhadap tindakan pengguguran kandungan maka dokter harus mempertimbangkan keadaan si ibu terlebih dahulu. Melakukan
tindakan pengguguran kandungan diperbolehkan dalam kondisi perempuan sebagai berikut
3
1. Usia kandungan tidak lebih dari 12 minggu dan hasil diagnosis menunjukkan
munculnya resiko lebih besar pada si ibu bila kehamilan itu dilanjutkan, seperti gangguan mental, fisik dan psikososial.
:
2. Ancaman gangguancacat mental permanen pada si ibu.
3. Membahayakan jiwa si ibu jika kehamilan dilanjutkan.
4. Resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat
fisikmental yang serius.
3
ibid, hal 61
Universitas Sumatera Utara
Masih dalam garis yang sama, bisa dikatakan juga bahwa dalam kehamilan yang membahayakan hidup si ibu, kita dihadapkan pada persaingan antara dua
persona yang sama-sama bernilai, tetapi berada dalam jalan buntu. Dalam hal ini, kemungkinan untuk hidup diantara salah satu dari dua
orang itu ikut menentukan siapa yang harus diselamatkan. Pada prinsipnya, kalau dua-duanya diselamatkan, maka keduanya harus diselamatkan. Akan tetapi, kalau
sampai harus memilih, maka hidup yang bisa diselamatkan harus lebih diutamakan daripada yang tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, kalau
indikasinya disini menjelaskan bahwa melangsungkan kehamilan itu akan mematikan baik ibu maupun anaknya, maka menyelamatkan ibunya tentu saja
bisa dibenarkan secara moral. Demikian pula, apabila melanjutkan kehamilan berarti kehamilan ibunya dan penghentian kehamilan aborsi bisa menyelamatkan
ibunya, maka menyelamatkan ibunya tentu bisa dibenarkan secara moral. Bagaimana kalau secara medis yang terancam hanya hidup ibunya sedangkan
anaknya tidak? Apakah lebih baik menyelamatkan anaknya? Dalam kasus-kasus tertentu, bisa saja dibenarkan kita memilih menyelamatkan bayinya. Misalnya,
wanita hamil yang entah karena kecelakaan lalu lintas, atau sebab lain berada dalam tahap PVS Persistent Vegetativ State, yakni suatu keadaan seseorang
hidup dalam fase tumnuh-tumbuhan, kehilangan kesadarannya secara permanen karena kerusakan otak, sehingga otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Dalam situasi
semacam ini, bisa dibenarkan melanjutkan kehamilan dan mengadakan intervensi medis untuk menyelamatkan bayinya, meskipun dapat mengakibatkan kematian
ibunya.
Universitas Sumatera Utara
Lepas dari analogi diatas, orang sering membuat pembenaran untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan, dengan berpandangan bahwa aborsi
adalah pelaksanaan otonomi pribadi seorang wanita untuk mengatur tubuhnya sendiri, menentukan sendirinya apa yang baik dan buruk untuk tubuhnya, apa
yang boleh dan tidak boleh bagi tubuhnya. Argumen ini sangat lemah berdasarkan beberapa prinsip, sebagai berikut ini
4
4
Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi,Jakarta:PT.Grasindo,2002,hal164.
: PERTAMA, memang benar bahwa semua orang berhak mengatur
tubuhnya sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh sang empunya tubuh. Bahkan seorang dokter pun tidak berhak melakukan intervensi medis pada tubuh
seorang pasien tanpa izin dari empunya tubuh. Akan tetapi, harus diingat bahwa janin bukanlah bagian dari tubuh wanita, karena itu sang ibu tidak berhak untuk
mengaturnya. Memang benar bahwa sel telur itu keluar dari tubuhnya dan selama belum keluar dari indung telurnya maka dia merupakan bagian dari tubuhnya.
Akan tetapi, begitu sel telur itu dibuahi, ia menjadi entitas yang lain sama sekali, dan bukan bagian dari ibunya. Sebagaimana sudah kita liat dan kita ketahui,
bahwa sejak pembuahan, si janin sudah mempunyai kode genetik yang lain. Ia sama sekali lain dengan bapaknya atau ibunya. Percampuran kromosom dari
bapak dan ibunya yang sama-sama menyumbangkan separuh untuk anaknya tersebut, ternyata membentuk seorang manusia yang unik, yang tidak duanya. Ia
adalah seorang persona yang tidak ada duanya. Ia mempunyai keunikan golongan darah, struktur tulang, wajah, kepribadian dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Kalau benar bahwa janin adalah bagian dari tubuh ibunya maka harus dikatakan bahwa si ibu mempunyai empat kaki, empat tangan, dua wajah, dan bila
janinya laki-laki maka dia mempunyai alat kelamin ganda, pria dan wanita. Benarkah demikian? Program pembuahan artivisial, khususnya surrogate mother
ibu yang dititipin janin orang lain, akan lebih menggaris bawahi keterpisahan
ini. Kalau ovum orang berkulit putih dibuahi oleh sperma orang kulit putih, meskipun sesudah pembuahan dimasukkan kedalam rahim orang yang berkulit
hitam, si bayi akan tetap lahir berkulit putih. Secara genetis si ibu kulit hitam itu tidak mempengaruhi apa-apa terhadap si bayi tersebut, meskipun si bayi berada
selama sembilan bulan didalam kandungannya, dan makan dari gizi yang dimakan oleh si ibu hitam itu. Jadi bagaimanapun juga, sesudah sel telur itu dibuahi, ia
menjadi entitas yang berbeda dari ibunya. Ia bukan dari bagian ibunya lagi, karena itu si ibu tidak berhak untuk mengaturnya sebagaimana dia mengatur tubuhnya
sendiri.
KEDUA, hak untuk mengatur tubuhnya sendiri tersebut tentu saja berlaku
bagi semua orang. Ia mempunyai hak itu bukan hanya ibu yang mengandung tapi semua orang. Pelaksanaan hak itu tentu saja bisa dibenarkan sejauh tidak
menganggu pelaksanaan hak yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, pelaksanaan hak itu tidak pernah bisa dibenarkan kalau pelaksanaannya
menganggu pelaksanaan orang lain. Lebih tidak bisa dibenarkan lagi kalau yang diganggu itu adalah hak dasar setiap manusia, yakni hak untuk hidup. Kebebasan
anda berhenti pada saat pelaksanaannya membentur pelaksanaan kebebasan orang lain. Untuk memahami hal ini, bisa diambil contoh sederhana, masalah
Universitas Sumatera Utara
merokok.Dibanyak negara, merokok ditempat umum itu dilarang sebab sudah terbukti bahwa orang yang tidak merokok terkena juga akibat racun rokok
nikotin. Ada indikasi kuat bahwa nikotin lebih berbahaya bagi yang tidak merokok daripada yang merokok. Yang tidak merokok yang sering disebut
sebagai perokok pasif berada dalam bahaya karena perbuatan orang lain. Oleh karena itu, pemerintah membuat Undang-undang yang membatasi tempat-tempat
boleh merokok atau tidak boleh merokok. Jadi dalam hal ini, pelaksanaan hak untuk merokok harus dibatasi, karena asap rokok mengganggu kesehatan orang
lain. KETIGA,tidak sebanding. Memang harus diakui bahwa kehadiran janin di
dalam kandungan bagi ibu yang tidak menginginkannya bisa menjadi beban mental dan menyebabkan penderitaan bagi ibunya. Meskipun demikian,
penderitaan si ibu itu tidak bisa menjadi alasan yang cukup untuk membalas dendam, menimbulkan penderitaan yang lebih besar lagi kepada penyebabnya,
yakni kepada janinnya sendiri, apalagi kalau balasan itu sampai menghilangkan hidup si bayi tersebut. Tentu saja hal ini merupakan suatu ketidakadailan. Lebih-
lebih kalau balas dendam itu dialamatkan kepada yang lebih lemah dan tidak berdaya, jelas tidak bisa dibenarkan. Disini berlaku ialah prinsip hukum
vulnerability yang berlaku dimana-mana, yakni yang kuat harus melindungi yang lemah. Hanya dengancara inilah maka kita terhindar dari hukum rimba.
Masalah ini menimbulkan isu baru terutama oleh karena adanya anjuran untuk membatasi kelahiran keluarga berencanastatus pengguguran kandungan
menjadi disamarkan,bahkan sudah ada pendapat yang menyatakan bahwa untuk
Universitas Sumatera Utara
kepentingan keluarga berencana pengguguran kandungan sudah diperkenankan yang dengan demikian delik pengguguran kandungan sudah hampir tidak menjadi
delik lagi.Dalam keadaan demikian disamping kurangnya pelapuran terhadap kejahatan ini juga petugas aparat hukum yang berkewajiban melacak terjadinya
delik-delik akan bersikap lebih “dingin”. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan diatas membuat penulis
selaku Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tertarik
mengangkat judul skripsi “TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUGURAN
KANDUNGAN”
B. Permasalahan