3.3 Faktor-faktor Resiko Perilaku Merokok Remaja
Perilaku merokok merupakan sebuah kelakuan kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan dan adiktif, namun dapat juga
menimbulkan dampak buruk terhadap perokok tersebut maupun orang- orang disekitarnya Soetjiningsih, 2004. Merokok juga memberikan
resiko tinggi terhadap berbagai jenis penyakit serta memberikan resiko kematian Sitepoe, 2000. Seperti penggunaan zat-zat lainnya, terdapat
beberapa faktor resiko perilaku merokok remaja sehingga menjadi perokok yaitu faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor biologis serta faktor
regulasi atau peraturan penjualan rokok Soetjiningsih, 2004.
3.3.1 Faktor Psikologis
Faktor psikologis yaitu merokok dapat dianggap meningkatkan konsentrasi atau hanya sekedar untuk menikmati asap rokok serta
berhubungan dengan aspek perkembangan remaja, merokok pada remaja merupakan sebuah cara agar mereka tampak bebas dan dewasa saat
menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya yang merokok. Adapun faktor psikologis lainnya diantaranya adalah rasa ingin tahu untuk
mencoba sesuatu yang dianggap baru, untuk relaksasi ataupun ketenangan, berhubungan dengan gambaran diri, dalam stres ataupun tekanan, rasa
bosan, ingin terlihat gagah, dan sifat suka menantang Soetjiningsih, 2004.
Universitas Sumatra Utara
Seorang remaja bisa memperlihatkan perilaku merokok yang tampil sebagai pelarian-pelarian karena mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah dan kesulitan bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, taraf kemampuan terletak dibawah
rata-rata dan seorang remaja bisa memperlihatkan perilaku yang tampil sebagai sikap menentang, sikap tidak mudah menerima nasihat-nasihat
orang lain, serta sikap kompensatoris Gunarsa Gunarsa, 2003. Sedangkan faktor resiko lainnya adalah rasa rendah diri, kurang mampu
mengatasi stres, hubungan antar-perorangan yang jelek, sosial ekonomi yang rendah,tingkat pendidikan orang tua yang rendah, serta tahun-tahun
transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Merokok sering dihubungkan dengan remaja putus sekolah, penggunaan alkohol
serta obat-obat, absen sekolah, rendah diri dan suka melawan Soetjiningsih, 2004.
Berhubungan dengan stres dan gambaran diri, penelitian Soewondo 1998 dalam Tandra 2003 dari Fakultas Psikologi UI mengunggkapkan
bahwa merokok dianggap dapat menimbulkan ide-ide ataupun inspirasi, mengatasi susah konsentrasi, gelisah, bahkan kegemukan. Temuan yang
juga penting adalah bahwa remaja dengan gejala depresi dan kecemasan ternyata menunjukkan resiko yang lebih tinggi akan inisiatif merokok
disbanding dengan remaja tanpa gejala serupa. Mausner dan Platt 1971 dalam Oskamp, 1984 menyatakan motif
seseorang merokok pada faktor psikologis adalah: a. Kebiasaan, yang
Universitas Sumatra Utara
mana perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif atau pun positif.
Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu. b. Reaksi emosi positif dimana merokok digunakan untuk
menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. c. Reaksi untuk penurunan emosi, yang mana merokok
ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, cemas biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain. d. Alasan sosial,
maksudnya merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok umumnya pada remaja dan anak-anak, identifikasi dengan perokok lain,
dan untuk menentukan gambaran diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya. e. Leventhal
dan Cleary 1980 dalam Oskamp, 1984 juga menyatakan ketagihan atau kecanduan sebagai akibat dari merokok yang mana seseorang merokok
karena mengaku telah mengalami kecanduan. Yang dikarenakan adanya nikotin yang terkandung didalam rokok. Semula hanya mencoba-coba
rokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan nikotin.
3.3.2 Faktor Lingkungan