Kerangka Pemikiran

2.2 Kerangka Pemikiran

  Paralel dengan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan pembangunan desa dari pola sentralistik ke desentralisasi berimplikasi pada perubahan kebijakan sistem pemerintahan ,maka diperlukan suatu strategi atau arah kebijakan pembangunan yang bersifat terpadu. Strategi itu pada dasarnya mempunyai tiga arah.

  Pertama, pemihakan dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, pemberian otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan di daerah yang mengembangkan peran serta masyarakat. Ketiga, modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah dari perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran serta masyarakat lokal. (Sumodiningrat, 1999 : 130)

  Pemberdayaan menunjukan pada kemampuan orang khususnya kelompok lemah, sehingga mereka memiliki kemampuan atau keberdayaan dalam :

  a. Memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan hanya kebebasan dalam mengeluarkan

  pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, kebodohan, kemiskinan.

  b. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang dan jasa yang diperlukan.

  c. Berpartisiapsi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi masa depannya. (Suharto, 2005 : 58).

  Sebagai proses, pemberdayaan berarti serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan terutama kelompok lemah dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari 2 aspek penting yaitu : Pertama, pemberdayaan sebagai proses mengembangkan kemandirian, keswadayaan, memperkuat posisi (bargaining position) terhadap setiap keputusan atau kebijakan pemerintah. Kedua sebagai proses memfasilitasi masyarakat dalam memperoleh akses terhadap sumber-sumberdaya,memberikan ruang gerak dan Sebagai proses, pemberdayaan berarti serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan terutama kelompok lemah dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari 2 aspek penting yaitu : Pertama, pemberdayaan sebagai proses mengembangkan kemandirian, keswadayaan, memperkuat posisi (bargaining position) terhadap setiap keputusan atau kebijakan pemerintah. Kedua sebagai proses memfasilitasi masyarakat dalam memperoleh akses terhadap sumber-sumberdaya,memberikan ruang gerak dan

  Guna meningkatkan pemberdayaan masyarakat, banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, Tjokroamidjojo menyebutkan beberapa faktor fundamental dalam rangka pemberdayaan yaitu ditentukan oleh “Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi dan pendidikan.” (Tjokroamidjojo, 1991 : 226).

  Komunikasi memegang peranan penting untuk menyebarluaskan berbagai program, kegiatan, kebijakan dan melakukan perubahan serta menjalin hubungan dengan berbagai kelompok atau lembaga terkait. Tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi. Hal ini bertolak dari asumsi bahwa organisasi dan dinamikanya tidak berada dalam isolasi, ia sebantiasa berinteraksi kedalam maupun keluar organisasi. Seperti dikatakan Tjokroamidjojo (1991 : 227), bahwa : “Komunikasi juga dimaksudkan untuk menumbuhkan berbagai perubahan nilai dan sikap yang inheren dalam proses pembaharuan tanpa menimbulkan tekanan, frustasi dan friksi.”

  Menyadari pentingnya komunikasi oleh pimpinan dalam suatu organisasi, Lindgren (dalam Effendy, 1981 : 39) menyatakan “Effective leadership means effective communication”. Hakekat kepemimpinan ialah apa yang si pemimpin komunikasikan dan bagaimana ia mengkomunikasikannya. Karena itulah, maka dinyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif berarti komunikasi yang efektif. Ini berarti pula bahwa seseorang yang ingin menjadi pemimpin harus bisa berkomunikasi secara efektif. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus Menyadari pentingnya komunikasi oleh pimpinan dalam suatu organisasi, Lindgren (dalam Effendy, 1981 : 39) menyatakan “Effective leadership means effective communication”. Hakekat kepemimpinan ialah apa yang si pemimpin komunikasikan dan bagaimana ia mengkomunikasikannya. Karena itulah, maka dinyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif berarti komunikasi yang efektif. Ini berarti pula bahwa seseorang yang ingin menjadi pemimpin harus bisa berkomunikasi secara efektif. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus

  

  Dalam kaitannya ini dapat diungkap seberapa besar pemimpin atau Kepala Desa sebagai agen pembangunan, katalisator, fasilitator mampu menyampaikan pesan, perintah dan setiap informasi atau kebijakan secara jelas kepada masyarakat. Bagaimana saluran-saluran (media) yang digunakanan cocok dengan situasi kondisi dan latar belakang khalayak sasaran. Seberapa besar tingkat keterbukaan dan intensitas komunikasi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang terlibat, baik masyarakat maupun lembaga-lembaga terkait sehingga dapat memperluas dukungan dan akses masyarakat terhadap sumber-sumber daya pembangunan perdesaan. Untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat diperlukan komunikasi organisasi yang efektif, agar pesan-pesan atau program- program pembangunan yang dapat diterapkan dan diterima lingkungannya.

  Ukuran keberdayan dapat dilihat berbagai aspek yaitu diantaranya dari perspektif politik, sosial maupun psikologis (Friedmenn, 1992). Pertama, dari perspektif politik, diukur melalui akses setiap individukelompok terhadap sumber informasi, pendanaan, keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan, kesempatan untuk memperoleh informasi secara merata, kejelasan wewenang untuk melakukan pilihan keputusantindakan sesuai kebutuhan dan kemampuan yang ada.(Hanna and Robinson, 1994 : xii; Paul, 1987).

  Kedua dari perspektif sosial, diukur melalui : bagaimana masyarakat mampu memiliki akses terhadap resources baik material, informasi, maupun kekuasaan, melalui proses penguatan kelembagaan untuk dapat berpartisipasi dalam setiap tahap proses pembangunan, memperoleh faktor-faktor produktif dan menentukan pilihan masa depannya sebagai bagian dari dinamika, tanpa menimbulkan hambatan atau konflik yang berarti. Adanya peningkatan ketrampilan dan pengetahuan untuk ikut mengelola proses pemerintahanpembangunan. Mayo and Craig (1995 : 5); (Kabeer dalam Pranarka dan Moeljarto, 1996 : 64). Ketiga, dari perspektif psikologis, yang diukur melalui berkembangnya rasa potensi individu (individual sense of potency). (Pranarka; Moeljarto, 1996 : 61). Pemberdayaan psikologis berarti berkembangnya motivasi, rasa percaya diri, rasa memiliki, berkembangnya kreasi, kebersamaan, harga diri manusia, hasrat dan kebebasan seseorang terhadap lingkungan yang mempengaruhi dirinya. Rasa potensi diri akan memberi pengaruh positif untuk meningkatkan kekuatan sosial politiknya, menciptakan kelompok kerja yang dinamis (groups dynamics), dan merubah perilakunya (changing behavior) dengan membiasakan perilaku yang positip yang lebih menguntungkan dalam melakukan kegiatan.