Konsep Politisasi Birokrasi

3. Konsep Politisasi Birokrasi

  Birokrasi yang pada awalnya diidealkan sebagai institusi resmi yang tidak memihak, namun karena dimasuki oleh kepentingan partai politik, menjadi harus memihak. Birokrasi tak ubahnya sebuah kapal yang ke mana pun arah berlayarnya, sangat tergantung kepada kehendak politis sang nakhoda. Oleh karena itu, baik secara konseptual maupun operasional, tampaknya sulit untuk mengatakan bahwa birokrasi di indonesia memihak kepada kepentingan masyarakat banyak.

  Berkaca dari pengalaman Orde Baru dalam mengelola kehidupan birokrasinya, sebenarnya dapat diketahui bahwa politisasi birokrasi di masa itu sangatlah kental dengan upaya kooptasi penguasa negara terhadap institusi birokrasi. Konsep Bureaucratic-Polity yang pertama kali dikemukakan oleh Fred Riggs dalam melihat kehidupan birokrasi di Thailand, yang Berkaca dari pengalaman Orde Baru dalam mengelola kehidupan birokrasinya, sebenarnya dapat diketahui bahwa politisasi birokrasi di masa itu sangatlah kental dengan upaya kooptasi penguasa negara terhadap institusi birokrasi. Konsep Bureaucratic-Polity yang pertama kali dikemukakan oleh Fred Riggs dalam melihat kehidupan birokrasi di Thailand, yang

  Menurut Harold Crouch, Bureaucratic-Polity di indonesia mengandung 3 ciri utama. Pertama, Lembaga politik yang dominan adalah birokrasi. Kedua, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah, sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrari. Ketiga, massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomis adalah pasif, yang sebagian adalah merupakan kelemahan partai politik dan secara timbal balik menguatkan birokrasi.

  Analisis ini menjelaskan kepada kita, bahwa kepentingan penguasa negara yanag diwakilkan lewat institusi mengalami penguatan bukan hanya karena ketidakberdayaan masyarakat dalam mengontrol birokrasi, tetapi juga karena ketidakmampuan birokrasi sendiri untuk melepaskan diri dari cengkreraman penguasa negara. Jadi, meskipun politisasi birokrasi bukanlah semata-mata identik dengan upaya untuk mempolitiskan birokrasi, ia juga sarat dngan usaha untuk menciptakan Analisis ini menjelaskan kepada kita, bahwa kepentingan penguasa negara yanag diwakilkan lewat institusi mengalami penguatan bukan hanya karena ketidakberdayaan masyarakat dalam mengontrol birokrasi, tetapi juga karena ketidakmampuan birokrasi sendiri untuk melepaskan diri dari cengkreraman penguasa negara. Jadi, meskipun politisasi birokrasi bukanlah semata-mata identik dengan upaya untuk mempolitiskan birokrasi, ia juga sarat dngan usaha untuk menciptakan

  

  Bureaucratic-:Polity

  sedikit

  banyaknya tentu

  berhubungan dengan hal ini.

  Ketidaktranparanan pengelolaan birokrasi kita, jelas teramat rentan bagi tidak sampainya misi pelayanan yang diemban oleh birokrasi. Apalagi untuk konteks indonesia, tingkat pendidikan politik masyarakat yang maasih tergolong rendah, bukan Cuma memungkinkan teradinya kooptrasi birokrasi atas masyarakat, tapi yang lebih parah adalah tendensi penipuan erbentuk produk kebijakan yang dikemas rapi dalam wujud “demi pembangunan nasional”. Tapi bernuansa KKN. Peminggiran posisi masyarakat dalam mainstream pelayanan publik ini, jelas bukan sesuatu hal yang positif. Sebab, bagaimana pun juga kekuatran kontrol birokrasi tidak hanya melibatkan anggota- anggotanya sendiri, namun juga melibatkan masyarakat secara luas dan para kliennya (orang-orang yang memerlukan jasa birokrasi). Itu artinya, masyarakat haruslah diposisikan dalam mainstream pelayanan publik yang berkomitmen kerakyatan.

  Birokrasi secara realitas lebih merujuk kepada cita-cita untuk menguatkan eksistensi masyarakat melalui penghargaan

  terhadap beraneka-ragam kebutuhan dan kepentingan masyarakat, tanpa melihat simbol-simbol politik di belakangnya. Sedangkan politik, meski dalam tataran ideal mengagungkan realisasinya nilai-nilai demokrasi, ia tetap saja cenderung berlaku otoriter yang justri melanggar prinsip-prinsip bekerjanya birokrasi. Dalam bahasa lain yang lebih politis, birokrasi dilatarbelakangi oleh pengalaman profesionalisme dan keahlian di bidangnya masing-masing melalui cara-cara meritokrasi yang tentunya

  juga demokratis, sedangkan

  partai politik

  dilatarbelakangi oleh pengalaman profesi perjuangan untuk mempengaruhi dan bahkan untuk merebut kekuasaan agar bisa memerintah (to govern) , tentunya melalui cara-cara yang demokratis pula”.

  Politisasi birokrasi di indonesia, baik yang dilakukan dengan cara memanfaatkan partai politik atau mempolitisasi masyarakat, adalah bukti dari berlakunya konsep Bureaucratic- Polity seperti yang pernah disampaikan oleh Harold Crouch di atas. Seiring dengan perjalanan waktu, konsep Bereaucratic- Polity mengalami pula perubahan – perubahan mendasar. Kalau Politisasi birokrasi di indonesia, baik yang dilakukan dengan cara memanfaatkan partai politik atau mempolitisasi masyarakat, adalah bukti dari berlakunya konsep Bureaucratic- Polity seperti yang pernah disampaikan oleh Harold Crouch di atas. Seiring dengan perjalanan waktu, konsep Bereaucratic- Polity mengalami pula perubahan – perubahan mendasar. Kalau

  Jika reformasi politik di Indonesia dijadikan alasan pembenar sebagai pertanda bagi dimulainya masa kejayaan partai politik, maka langkah ambisius partai politik untuk menempatkan kader – kadernya di lingkungan birokrasi pemerintahan, tentu adalah dalam rangka mengontrol penyalahgunaan birokrasi oleh penguasa negara lagi.

  Menjelaskan fenomena politisasi birokrasi, selain dilihat dari konsep Bereaucratic-Polity ( Jackson,1978) , juga dirasa tepat dengan menggunakan konsep birokrasi patrimonial- breamtenstaat. Menurut Manuel Kaisiepo, dalam konsep birokrasi yang demikian ini, yang berlaku adalah proposisi “kekuasaan (politik) menghasilkan kekayaan (uang). Tentu bukan rahasia lagi, jika keterlibatan birokrasi dalam pertarungan politik seperti yang selama ini terjadi, lebih dominan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomis. Artinya, birokrasi secara institusional adalah lahan empuk bagi diraihnya sumber-sumber keuangan yang memadai demi perjuangan politik sebuah kekuasaan.