Pengaturan Pemanfaatan

1. Pengaturan Pemanfaatan

Sumberdaya Ikan

Pengaturan tertinggi mengenai pengelolaan sumberdaya ikan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan. Undang- undang ini memperluas cakupan pengaturan sebelumnya yang dirasakan kurang mampu menampung perkembangan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Pengelolaan sumberdaya ikan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan pengelolaan secara terarah melalui pengendalian pemanfaatannya dan pelestarian sumberdaya ikan beserta lingkungannya. Ruang lingkup pengaturan pengelolaan sumber daya ikan meliputi ketentuan mengenai:

a. alat penangkapan ikan

b. syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi oleh kapal-kapal perikanan;

c. jumlah ikan yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap;

d. daerah penangkapan serta musim penangkapan;

Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

e. pencegahan kerusakan dan rehabilitasi sumber- ketidakpastian, baik dalam perumusan peraturan sumber perikanan serta lingkungannya;

maupun dalam pelaksanaannya.

f. introduksi ikan jenis baru; Pantai adalah daerah pertemuan antara air

g. pembudidayaan ikan dan perlindungannya; pasang tertinggi dengan daratan. Sedangkan garis

h. pencegahan dan pemberantasan hama dan pantai adalah garis air yang menghubungkan titik- penyakit ikan; dan,

titik pertemuan antara air pasang tertinggi dengan

i. hal-hal lain yang dipandang perlu untuk mencapai daratan. Garis pantai akan terbentuk mengikuti tujuan pengelolaan..

konfigurasi tanah pantai/daratan itu sendiri. Pesisir adalah daerah pertemuan antara

2. Pengaturan Perlindungan

pengaruh daratan dan pengaruh lautan. Ke arah

daratan mencakup daerah-daerah tertentu di mana Mengingat fungsinya yang sangat penting dalam pengaruh lautan masih terasa (angin laut, suhu, memelihara ekosistem pantai serta luasannya yang tanaman, burung laut, dsb). Sedangkan ke arah

Hutan Mangrove

semakin menyusut, status hukum hutan mangrove sudah lautan daerah pesisir dapat mencakup kawasan- dimasukkan kedalam katagori kawasan perlindungan kawasan laut dimana masih terasa atau masih setempat (Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tampak pengaruh dari aktifitas di daratan (misalnya tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Dalam penampakan bahan pencemar, sedimentasi, dan pelaksanaannya pemerintah propinsi memiliki warna air). Dengan demikian maka pengertian wewenang untuk menetapkan kebijakan dan ‘pesisir’ mencakup kawasan yang lebih luas dari pengaturan pengelolaannya. Selanjutnya daerah pengertian ‘pantai’. kabupaten/kotamadya menjabarkan lebih lanjut sesuai

Dari kedua pengertian di atas dapat pula dengan kondisi daerahnya masing-masing secara dibedakan antara ‘tanah pantai’ dan ’tanah pesisir’. terpadu dan lintas sektoral untuk kemudian Tanah pantai adalah tanah yang berada antara garis

disosialisasikan kepada segenap anggota masyarakat. air surut terendah dan garis air pasang tertinggi, termasuk ke dalamnya bagian-bagian daratan mulai

3. Pengaturan Perlindungan

dari garis air pasang tertinggi sampai jarak tertentu

Terumbu Karang

ke arah daratan, yang disebut sebagai sempadan Sebagaimana halnya dengan hutan mangrove, pantai. Dari pengertian tersebut yang masih menjadi

terumbu karang merupakan ekosistem yang sudah masalah adalah lebar sempadan pantai yang harus dilindungi oleh ketentuan hukum (Undang-Undang ditetapkan dan dibuat tanda-tanda batasnya agar Nomor 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan tampak jelas di dalam kenyataan. Pasal 1 ayat (6) Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Perlindungan terhadap terumbu karang diperlukan Kawasan Lindung, menyatakan bahwa: “Sempadan untuk mencegah berlanjutnya praktek-praktek yang pantai adalah kawasan tertentu sepanjang bersifat destruktif yang akan memerlukan waktu lama pantai yang mempunyai manfaat penting untuk untuk memulihkannya. Praktek-praktek pemanfaatan mempertahankan kelestarian fungsi pantai .” yang bersifat destruktif meliputi penangkapan ikan Selanjutnya Pasal 14 menyatakan bahwa: “Kriteria dengan menggunakan bom, tenaga listrik, atau dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang menggunakan racun telah diatur di dalam Undang- tepian yang lebarnya proporsional dengan Undang Perikanan.

bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik air pasang tertinggi ke arah

4. Pengaturan Penguasaan Tanah Pantai

darat ”.

Dalam pembicaraan sehari-hari, penggunaan kata Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa ‘pantai’ dan ‘pesisir’ biasanya tidak selalu dibedakan tanah pantai yang disebut sebagai ‘sempadan pantai’

bahkan tidak terlalu dipermasalahkan. Walaupun secara yuridis telah memiliki status yang jelas yaitu demikian apabila ditinjau secara yuridis tampaknya sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’. Status kedua istilah tersebut harus diberi pengertian secara hukum yang sama juga berlaku untuk sempadan jelas. Pemaknaan kembali kedua istilah tersebut sungai yang lebarnya 100 meter di kiri kanan sungai dimaksudkan untuk menghindarkan keraguan atau besar, dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang bahkan tidak terlalu dipermasalahkan. Walaupun secara yuridis telah memiliki status yang jelas yaitu demikian apabila ditinjau secara yuridis tampaknya sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’. Status kedua istilah tersebut harus diberi pengertian secara hukum yang sama juga berlaku untuk sempadan jelas. Pemaknaan kembali kedua istilah tersebut sungai yang lebarnya 100 meter di kiri kanan sungai dimaksudkan untuk menghindarkan keraguan atau besar, dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang

Selanjutnya yang agak sulit untuk ditetapkan batasnya adalah pengertian tanah pesisir. Walaupun demikian apabila telah ditetapkan batas tanah pantai (misalnya dengan dibangun jalan inspeksi atau jalan umum) maka batas tanah pesisir akan tampak dengan jelas, yaitu dimulai dari jalan umum tersebut ke arah daratan. Sebenarnya apabila telah dibuat jalan umum sebagai tanda batas tanah pantai, maka separuh persoalan sudah dapat diatasi. Jalan umum akan merupakan batas yang secara visual dapat membedakan status hukum ‘tanah pantai’ dan ‘tanah pesisir’. Berdasarkan peraturan yang berlaku, tanah pantai (yang biasanya digunakan sebagai lahan tambak) tidak dapat dibebani dengan hak milik, karena merupakan tanah negara yang berfungsi sebagai zona perlindungan setempat. Dengan demikian maka bagian-bagian tanah yang dapat diberi status sebagai hak milik dan atau hak-hak lainnya baru dapat dimulai dari batas luar tanah pantai, atau dimulai dari jalan umum ke arah daratan yang disebut sebagai tanah pesisir.

Masalah hukum yang paling menonjol di wilayah pesisir adalah mengenai penguasaan tanah pantai. Melihat fungsi ekologisnya yang sangat penting, dapatlah dimengerti bahwa pengukuhan sta- tus hak atas tanahnya tidak dapat dilakukan melalui pensertifikatan berdasarkan atas hak terkuat yaitu hak milik, walaupun menurut pemahaman penduduk, lahan yang sekarang mereka tempati adalah lahan hak milik mereka berdasarkan ketentuan hukum adat. Oleh karena itu pensertifikatan dengan hak-hak lain (misalnya HGU, Hak Pakai, atau HGB) diperkirakan tidak akan dapat diterima oleh penduduk karena derajatnya lebih rendah dari hak milik berdasarkan hukum adat setempat. Apabila karena keadaan tertentu harus diberikan sertifikat hak milik, maka tanah yang dapat diberikan status hak milik hanyalah bagian- bagian tanah tertentu yang secara turun-temurun telah digunakan sebagai lahan pemukiman penduduk. Walaupun demikian terlebih dahulu perlu ditetapkan syarat-syarat yang sangat ketat di dalam pemberian sertifikatnya, agar tidak terlalu mudah untuk dipindahtangankan atau dirubah tatagunanya sehingga tidak sesuai dengan peruntukannya menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap melalui pengundangannya dalam bentuk peraturan daerah.

Untuk menjamin konsistensi dan keadilan di dalam pelaksanaannya, maka setiap bentuk pemanfaatan tanah pantai harus dilandasi oleh prinsip- prinsip pengaturan sebagai berikut:

a. Prinsip Non-Pemilikan Non-Appropriation) (

Telah dikemukakan di bagian terdahulu bahwa, dengan pengecualian-pengecualian yang sangat terbatas, tanah pantai tidak dapat dibebani dengan hak milik. Pengaturan demikian dimaksudkan supaya tidak mengurangi kebebasan publik untuk dapat menikmati bagian-bagian tertentu dari tanah pantai sebagai kawasan pariwisata atau kegiatan-kegiatan lain yang dapat menambah sumber pendapatan asli pemerintah daerah yang bersangkutan.

b. Prinsip Terbuka untuk Umum Open Access) (

Kebebasan publik untuk mendapatkan akses guna menikmati lingkungan pantai merupakan hak yang sifatnya universal. Oleh karena itu pembangunan fisik dalam bentuk apapun (misalnya rumah, villa atau ho- tel) yang dilakukan di atas tanah pantai hampir dapat dipastikan akan menghambat kebebasan akses publik ke laut. Mengingat kenyataan bahwa semua orang hidup di atas pulau maka sangat masuk akal apabila kebebasan setiap orang untuk memperoleh akses ke laut mendapatkan jaminan hukum yang kuat. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus mulai mengambil prakarsa untuk melindungi kebebasan publik ini secara terencana, konsepsional, dan dilaksanakan dengan konsisten. Salah satu alternatif adalah dengan cara membuat jalan sepanjang pantai sebagai batas visual antara tanah pantai dan tanah pesisir. Dengan adanya jalan tersebut maka perkembangan pembangunan selanjutnya akan lebih mudah untuk dikendalikan. Selain dari itu anggota masyarakat pada umumnya akan lebih mudah melihat dan memahami arah kebijakan Pemerintah tentang peruntukkan setiap zona yang terbentuk karena adanya jalan umum tersebut.

c. Prinsip Perlindungan Kepentingan Penduduk ( Protection of Local Interests)

Kenyataan menunjukkan bahwa bagian-bagian tertentu dari tanah pantai telah digunakan sejak dahulu kala oleh penduduk setempat secara turun

Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

temurun, misalnya untuk perumahan atau untuk pemanfaatan kekayaan alam yang bersifat ekstraktif, pelabuhan perikanan nelayan. Kegiatan-kegiatan maka pemanfaatan jasa-jasa lingkungan merupakan demikian seharusnya mendapat perlindungan hukum potensi ekonomi non-ekstraktif yang dapat melalui pengaturan, terutama terhadap dampak dimanfaatkan pada masa-masa mendatang. invasi kekuatan ekonomi dari luar yang dapat Pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah- mengancam keberlanjutan dan ketentraman langkah yang diperlukan untuk mengamankan penduduk setempat.

potensi jasa-jasa lingkungan dari berbagai bentuk gangguan yang dapat mengakibatkan perusakan

d. Prinsip Prioritas Manfaat Pembangunan

maupun penurunan mutunya.

Development Priority) ( Sesuai dengan konsep pembangunan yang Kelembagaan Pengelolaan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, Wilayah Pesisir dan Lautan

maka manfaat ekonomi dari potensi sumber-sumber Pembahasan mengenai mekanisme kekayaan alam wilayah pesisir dan pantai harus kelembagaan merupakan implementasi dari

diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan ketentuan substantif ke dalam kenyataan. Pada masyarakat setempat. Tidaklah adil bila manfaat tataran nasional. lembaga-lembaga yang memiliki ekonomi diraup oleh orang luar, sedangkan kewenangan atas urusan-urusan yang menyangkut penduduk setempat hanya menjadi penonton saja, pemanfaatan sumber-sumber kekayaan alam apalagi bila menjadi korban penggusuran, walau wilayah pesisir dan lautan ditentukan oleh undang- dengan alasan apapun. Oleh karena itu manfaat undang yang bersangkutan. Sedangkan penyerahan pembangunan wilayah pantai dan pesisir harus urusan-urusan tertentu dari pemerintah pusat kepada diprioritaskan untuk peningkatan kesejahteraan pemerintah daerah biasanya ditetapkan melalui penduduk setempat.

keputusan menteri yang membidangi sektor yang bersangkutan. Kewenangan atas semua jenis

sumber kekayaan alam, termasuk yang terdapat di (Spatial Planning)

e. Prinsip Penataan Ruang

wilayah pesisir dan lautan, diasumsikan telah terbagi Pengaturan pemanfaatan tanah pantai dan habis kepada sektor-sektor. Secara kewilayahan,

pesisir secara rasional seharusnya didahului dengan ruang lingkup kewenangan setiap sektor jatuh rencana tata ruang yang sudah memiliki kekuatan bersamaan (coinsidence) dengan wilayah negara, hukum yang mengikat. Dengan demikian artinya setiap menteri yang membidangi sektor penempatan setiap kegiatan pembangunan di setiap memiliki yurisdiksi atas jenis sumber kekayaan alam bagian dari tanah pantai dan pesisir akan tertentu yang terdapat di seluruh wilayah negara. memperoleh jaminan kepastian hukum sehingga Selanjutnya sektor-sektor yang bersangkutan dapat sarana dan prasarana yang sudah ada akan terhindar menyerahkan urusan tertentu menjadi urusan-urusan dari risiko pembongkaran, antara lain karena adanya yang menjadi wewenang pemerintah daerah, baik perubahan pilihan kebijakan yang dapat daerah propinsi maupun daerah kabupaten/ mengakibatkan investasi yang sudah ditanamkan kotamadya. Dengan kata lain penyerahan urusan menjadi mubazir.

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan kebijakan dari menteri yang

5. Pengaturan Permanfaatan

bersangkutan.

Jasa-jasa Lingkungan

Pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan Jasa lingkungan adalah komponen-komponen lautan berdasarkan ketentuan normatif yang berlaku

biogeofisik yang pemanfaatan potensi ekonominya sampai saat ini sebagian besar merupakan urusan- bersifat non-ekstraktif, seperti keindahan bentang urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat. alam, iklim mikro, energi pasang-surut, angin, arus Hal ini disebabkan karena adanya pertimbangan dan ombak laut, bentukan-bentukan geologi, bahwa belum adanya peraturan pelaksanaan yang peninggalan sejarah, dan sebagainya, yang memerintahkan penyerahan urusan-urusan yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. berkaitan dengan wilayah pesisir dan lautan kepada Karena telah semakin terbatasnya alternatif daerah. Keadaan ini hendak dirubah dengan biogeofisik yang pemanfaatan potensi ekonominya sampai saat ini sebagian besar merupakan urusan- bersifat non-ekstraktif, seperti keindahan bentang urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat. alam, iklim mikro, energi pasang-surut, angin, arus Hal ini disebabkan karena adanya pertimbangan dan ombak laut, bentukan-bentukan geologi, bahwa belum adanya peraturan pelaksanaan yang peninggalan sejarah, dan sebagainya, yang memerintahkan penyerahan urusan-urusan yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. berkaitan dengan wilayah pesisir dan lautan kepada Karena telah semakin terbatasnya alternatif daerah. Keadaan ini hendak dirubah dengan

Secara teoritis, kewenangan sektoral sebenarnya tidak perlu menimbulkan permasalahan, apalagi sampai menimbulkan benturan kepentingan. Jenis-jenis kegiatan setiap sektor sudah ditetapkan batasannya oleh peraturan perundangan tentang pembentukannya, termasuk batas-batas wilayah yurisdiksi untuk pelaksanaan tugasnya yang meliputi seluruh wilayah negara. Oleh karena itu klaim-klaim teritorial secara eksklusif yang dilakukan oleh sektor-sektor tertentu dapat dipastikan akan melampaui wewenang yang telah diserahkan kepadanya. Demikian pula klaim-klaim fungsional maupun administratif tidak perlu dilakukan secara unilateral karena akan mengacaukan prinsip-prinsip pembagian kerja setiap sektor. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa wewenang setiap sektor merupakan visualisasi dari kewenangan negara sebagai satu kesatuan otoritas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bahwa permasalaham pembagian wewenang secara teritorial hanya mungkin timbul apabila tidak dilakukan upaya koordinasi antara sektor-sektor yang terkait. Berdasarkan peraturan yang berlaku sampai saat ini, kewenangan untuk mengkoordinasikan kegiatan sektor di daerah berada pada pemerintah daerah (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah).

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR MELALUI UPAYA HUKUM

Pengertian tentang pemberdayaan masyarakat pesisir mengindikasikan bahwa masyarakat pesisir pada saat ini memang sedang dalam keadaan tidak berdaya. Masalahnya adalah sedang tidak berdaya dalam menghadapi apa, dan apakah penyebab ketidak berdayaannya itu. Dua pertanyaan tersebut perlu dijawab terlebih dahulu untuk dapat menunjukkan dengan tepat bentuk-bentuk upaya hukum yang relevan untuk memberdayakan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir sedang tidak berdaya, dan oleh karena itu pula mereka memerlukan bantuan pihak luar, untuk menghadapi tantangan yang mengancam kelangsungan hidupnya

(survival). Mereka tidak berdaya dalam menghadapi tantangan alam yang tidak dapat diatasinya di tengah-tengah keterbatasan alternatif penunjang kehidupannya. Karena tidak berdaya maka mereka menjadi golongan masyarakat miskin. Karena miskin mereka tidak mendapatkan hak akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi yang dapat menolongnya sebagaimana halnya golongan masyarakat yang lainnya. Atau mungkin karena sangat terbatasnya hak yang dimilikinya kemudian mereka menjadi golongan masyarakat yang miskin. Hak yang dimaksud adalah landasan hukum untuk menguasai komponen-komponen alam tertentu yang terdapat di sekitar lingkungan hidupnya. Ada atau tidak adanya hak yang dimiliki oleh masyarakat pesisir atas sumber-sumber alam penunjang kehidupannya berkaitan sangat erat dengan kemiskinan yang digelutinya. Masalah ini akan dibahas secara lebih mendalam pada bagian berikut ini.

Pengertian hak adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai landasan dari kekuasaan sesorang untuk melakukan perbuatan tertentu, baik terhadap barang tertentu maupun orang lain tertentu. Suatu hak dapat diperoleh melalui upaya-upaya yang dilakukannya atas prakarsa sendiri maupun diperoleh melalui pemberian oleh pihak lain. Sebagai contoh, hak milik atas tanah dapat diperoleh melalui penguasaan secara efektif (effective occupation) atas suatu bidang tanah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Penguasaan secara efektif artinya memiliki kemampuan secara alamiah untuk mempertahankan segala sesuatu yang telah berada dalam penguasannya itu terhadap tuntutan pihak lain dan atau mampu meyakinkan pihak lain untuk mengakui (recognition) bahwa haknya itu memang benar-benar ada. Perolehan hak secara alamiah tersebut merupakan sendi-sendi hidupnya hukum adat yang berlaku secara terbatas di lingkungan masyarakatnya sendiri. Sedangkan hak yang diperoleh karena pemberian pihak lain terjadi karena tukar menukar atau jual beli dengan pihak lain, atau diberikan oleh penguasa yang berwenang untuk memberikan hak tertentu kepada seseorang, termasuk dalam hal adalah Kepala Adat atau pejabat negara yang telah diberi wewenang formal atas nama negara untuk memberikan hak tertentu atas sesuatu kepada warga negaranya.

Secara alamiah dan berdasarkan akal sehat (common sense) masyarakat pesisir saling

Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

mengakui tentang adanya hak tertentu yang melekat pada para anggotanya, misalnya hak atas tanah atau sumber alam lainnya. Sebaliknya mereka mengakui secara akal sehat bahwa sumber-sumber alam tertentu tidak dapat dimiliki secara perseorangan melainkan harus dimiliki bersama oleh para anggota masyarakatnya. Walaupun hak-hak tersebut telah diakui sebagai hak yang sangat kuat namun legitimasinya hanya berlaku secara terbatas di dalam lingkungan kelembagaan mereka sendiri. Haknya itu tidak dapat diberlakukan untuk memperoleh akses terhadap kepentingan-kepentingan lain yang berada di luar lingkungannya Sebagai contoh, karena haknya tersebut tidak dapat dibuktikan melalui sertifikat maka mereka tidak dapat memperoleh akses terhadap kredit dari perbankan. Hak yang dimilikinya tidak dapat dijadikan jaminan kepada pihak-pihak di luar lingkungannya yang mensyaratkan adanya pengakuan atas haknya melalui bukti-bukti secara formal. Oleh karena itulah masyarakat pesisir menjadi tidak berdaya untuk memperoleh akses terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi yang berada di luar lingkungannya. Oleh karena itu pula mereka menjadi tertinggal sehingga tidak berdaya untuk melepaskan diri dari lilitan kemiskinan yang bukan mustahil harus dialaminya selama hidupnya.

Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir adalah memberikan hak secara eksklusif berupa pengakuan resmi (formal recognition) atas hak-hak mereka yang sangat diperlukan sebagai penopang hajat hidupnya. Pengakuan formal berupa sertifikasi hak atas tanah yang telah dikuasainya secara turun temurun merupakan langkah awal untuk memberikan kemampuan guna memperoleh akses terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi yang berada di luar lingkungannya. Pengakuan formal tersebut hanya dapat dilakukan oleh pejabat negara yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum demikian. Masalah yang dihadapi untuk melaksanakannya adalah adanya kemauan politik (political will) dari pemerintah karena penerbitan sertifikat bukan merupakan hal yang sulit bagi pejabat pemerintah. Dalam hal ini pemberian sertifikat hak atas tanah merupakan upaya hukum yang dapat minimbulkan akibat positif berupa pemberdayaan masyarakat pesisir di bidang ekonomi. Dengan kata lain pemberian sertifikat hak atas tanah akan sama nilainya dengan memberikan

kekuatan kepada masyarakat pesisir untuk memperoleh akses terhadap kepentingan- kepentingan ekonomi yang diperlukannya.

Apabila penduduk pesisir telah memiliki sertifikat hak atas tanahnya, maka mereka akan memiliki kekuasaan yang diperlukan untuk melakukan hubungan hukum yang seimbang dengan pihak-pihak lain yang berasal dari luar lingkungannya. Hak atas tanah yang diperolehnya secara eksklusif akan menjelma menjadi suatu kekuatan yang mau tidak mau harus diakui oleh pihak lain karena telah memperoleh jaminan dari pemerintah atas nama negara. Pemerintah tidak perlu memberi mereka modal untuk membantu meningkatkan taraf hidupnya, tapi berilah mereka pengakuan formal berupa sertifikat hak atas tanah yang dapat memberdayakannya sebagaimana halnya dengan instrumen ekonomi. Perjanjian mengenai pengadaan lahan pertambakan pada masa-masa yang akan datang tidak perlu lagi dilakukan secara di bawah tangan atau sembunyi-sembunyi karena lahan yang sebelumnya berstatus tanah negara telah berubah status hukumnya menjadi hak pakai atas nama para anggota masyarakat pesisir. Mereka tidak lagi diperlakukan sebagai penyerobot tanah negara melainkan sebagai pemegang hak yang sah. Selain dari itu hasrat untuk menjarah tambak akan hilang dengan sendirinya karena apabila masih melakukan penjarahan, maka sertifikat hak atas tanahnya tidak akan ada artinya, baik bagi orang lain maupun untuk dirinya sendiri. Para penanam modal yang selama ini merasa ketakutan akan timbul keberaniannya untuk masuk lagi kedalam bisnis pertambakan karena merasa lebih aman. Mereka akan merasa yakin bahwa mereka sedang berhubungan dengan orang- orang pesisir yang telah memiliki hak yang sah atas lahan pertambakan dan bertanggungjawab untuk menghargai hak-hak orang lain. Demikian pula pemerintah akan mendapatkan sumber pemasukan baru karena tanah negara yang dikuasainya telah berubah menjadi lahan produktif yang mampu menjadi sumber penerimaan pajak dan retribusi sebagai pendapatan asli daerah.

PENUTUP

Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Fungsi norma hukum dalam pengelolaan wilayah

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

pesisir dan lautan adalah untuk menciptakan pesisir kedalam proses penyusunan peraturan kepastian, baik bagi pemerintah maupun para

sampai dengan mekanisme penegakan hukumnya. anggota masyarakat, tentang apa yang boleh dan

Dalam hal inilah para stakeholder harus lebih proaktif tidak boleh dilakukan dan apa yang diperkenankan

untuk berani menyuarakan kepentingannya agar untuk dilakukan. Sedangkan peranan norma

pembentukan hukum secara substantif dapat hukum adalah sebagai pemelihara keseimbangan

mengakomodasikan kepentingan dan aspirasi dari antara berbagai kepentingan yang berbeda demi

kalangan yang lebih luas dan prosesnya benar- tercapainya tujuan yang dikehendaki bersama, yaitu

benar dimulai dari bawah (bottom – up). ketertiban.

5. Untuk memberdayakan masyarakat pesisir, maka

2. Anggapan bahwa undang-undang sektoral bagian-bagian tertentu dari tanah pantai yang merupakan landasan utama bagi pelaksanaan tugas

merupakan tanah negara harus dirubah statusnya dan wewenang departemen yang bersangkutan,

menjadi Hak Pengelolaan yang berada dibawah khususnya dalam pemanfaatan sumber-sumber

penguasaan pemerintah daerah. Selanjutnya kekayaan alam pesisir dan lautan, tidak seluruhnya

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, atas benar. Sebenarnya setiap undang-undang sudah

nama pemerintah daerah, dapat mengeluarkan seharusnya diindahkan oleh semua aparat dari

sertifikat hak atas tanah, yaitu Hak Milik untuk departemen yang terkait, walaupun rancangannya

lahan pemukiman dan Hak Pakai untuk lahan diusulkan hanya oleh satu departemen saja. Oleh

usaha. Pemberian hak atas tanah tersebut harus karena itu pengkajian terhadap rancangan peraturan

bersifat eksklusif, artinya sertifikat hak atas tanah secara lintas sektoral mutlak diperlukan sebagai

hanya dapat diberikan kepada penduduk setempat bagian integral dari proses penyusunannya. Sikap

yang memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan masa bodoh, apalagi memaksakan kepentingan

yang berlaku. Hak yang diberikan secara eksklusif sektor sendiri (egosektoral) harus dihindarkan, baik

inilah yang kelak akan menumbuhkan kekuatan pada tahap penyusunan peraturan maupun dan

ekonomi yang diperlukan oleh masyarakat pesisir terutama pada tahap pelaksanaannya.

untuk memberdayakan dirinya sendiri guna

3. Pelaksanaan semua undang-undang sektoral yang melepaskan diri dari lilitan kemiskinan. berlaku saat ini (hukum positif) harus mengacu pada

Kebijaksanaan untuk melanjutkan status tanah pantai ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang

sebagai tanah negara merupakan kebijakan yang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

tidak produktif karena tidak ada pihak yang Daerah, kecuali urusan-urusan tertentu yang secara

memperoleh manfaat ekonomi secara sah eksplisit ditetapkan sebagai urusan yang menjadi

daripadanya. Sebaliknya melalui pemberian status wewenang pemerintah pusat (bidang luar negeri,

hak milik atau hak pakai atas tanah pantai secara pertahanan keamanan, peradilan, fiskal dan moneter,

eksklusif kepada penduduk setempat akan menjadi agama, dan kewenangan lain yang meliputi: kebijakan

dasar bagi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan umum mengenai perencanaan dan pengendalian

dan retribusi dari berbagai kegiatan produktif sebagai pembangunan, dana perimbangan keuangan, sistem

sumber pendapatan asli daerah. administrasi negara dan lembaga perekonomian

6. Langkah awal yang disarankan untuk segera negara, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya

dilakukan adalah pengesahan status hukum Rencana manusia, pemberdayaan sumberdaya alam dan

Tata Ruang Wilayah melalui penerbitan peraturan teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan

daerah agar memiliki kekuatan hukum yang standardisasi nasional).

mengikat, baik terhadap pemerintah, dunia usaha,

4. Apabila kita cenderung hendak menyimpulkan maupun anggota masyarakat. Pengesahan Rencana bahwa pengelolaan wilayah pesisir yang kurang efektf

Tata Ruang Wilayah yang memuat zona lindung dan itu sebagian disebabkan karena kegagalan hukum

zona-zona budidaya merupakan wadah dan arahan dalam melaksanakan fungsinya sebagai pemelihara

bagi berbagai kegiatan pembangunan dan sekaligus keseimbangan ekosistem pesisir, maka alternatif

akan berfungsi sebagai pintu gerbang menuju perbaikannya harus dimulai dari pengintegrasian

pemberdayaan potensi ekonomi masyarakat pesisir. semua aspek yang terkait dengan pengelolaan wilayah

Semoga.

Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

DAFTAR PUSTAKA

Bagir, M dan Kuntana M. 1987. Peranan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum Nasional. Armico, Bandung.

Basah, S. 1989. Tiga Tulisan tentang Hukum. Armico, Bandung.

Dahuri, R. et. al. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta.

Kusumaatmadja, M. 1976. Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional. Bina Cipta, Bandung.

Orians, Gordon H. 1986. Ecological Knowledge and Envi- ronmental Problem-Solving : Concepts and Case Stud- ies. National Academy Press, Washington D.C.

Sorensen, J. C. and Scott T. M. 1990. Institutional Ar- rangement for Managing Coastal Resources and En- vironment (Renewable Resources Information Ser- vices).

Suryaningrat, B. 1981. Desentralisasi dan Dekonsentrasi. Dewaruci Press, Jakarta.

Penyusunan Rencana Pengelolaan Pesisir Terpadu

PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PESISIR TERPADU

DR. M. FEDI A. SONDITA Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

FUNGSI PENGELOLAAN WILAYAH

•• Perlindungan keanekaragaman hayati laut

PESISIR ( Menurut Cicin-Sain dan Knecht,

•• Konservasi dan restorasi ekosistem pesisir dan

laut (terumbu karang, mangrove, tanah basah,

a. Perencanaan wilayah padang lamun dan lain-lain)

b. Pengembangan pembangunan ekonomi

c. Pemeliharaan sumberdaya alam

Penyelesaian Konflik

d. Penyelesaian konflik •• Pengkajian aneka ragam kegiatan pemanfaatan

e. Perlindungan keselamatan masyarakat ruang atau sumberdaya dan interaksi antar

f. Pengaturan hak pengelolaan lahan dan perairan berbagai bentuk kegiatan pemanfaatan umum

•• Penerapan berbagai metode penyelesaian konflik •• Pengurangan dampak negatif sejumlah kegiatan

Perencanaan Wilayah

pemanfaatan

•• Pengkajian lingkungan pesisir dan pemanfaatannya •• Penentuan zonasi pemanfaatan ruang

Perlindungan Keselamatan Masyarakat

•• Antisipasi perencanaan dan perencanaan jenis •• Penghindaran bahaya terhadap bencana alam dan pemanfaatan yang baru

perubahan global

•• Pengaturan proyek-proyek pembangunan pesisir •• Peraturan untuk kawasan-kawasan berbahaya dan kedekatannya dengan garis pantai

dengan cara menetapkan “set back lines” •• Penyuluhan masyarakat untuk apresiasi terhadap •• Pembangunan perlindungan pantai

kawasan pesisir dan lautan •• Penyusunan rencana evakuasi atau contingency •• Pengaturan akses umum terhadap pesisir dan

plan untuk keadaan darurat lautan

Pengaturan Hak Pengelolaan Lahan dan Pengembangan Pembangunan Ekonomi

Perairan Umum

•• Industri perikanan tangkap •• Penetapan sewa dan pajak untuk penggunaan •• Perikanan rakyat

sumberdaya dan ruang milik umum •• Wisata massal dan ekowisata, wisata bahari

•• Penetapan kerjasama untuk memanfaatkan •• Perikanan budidaya

sumberdaya tidak dapat pulih •• Perhubungan laut dan pembangunan pelabuhan

•• Pertambangan lepas pantai

Kerangka Pemikiran Perencanaan ( Logical

•• Penelitian kelautan

Framework)

•• Akses terhadap sumberdaya genetika

•• Tujuan pengelolaan •• Issue-based management

Pemeliharaan Sumberdaya Alam

•• Peluang sukses

•• Pengkajian kondisi dan dampak lingkungan

•• Penyebab-akibat-strategi

•• Penyusunan dan penerapan baku mutu lingkungan •• Input-output-outcome-impacts •• Perlindungan dan perbaikan kualitas air

•• Proses partisipatif dan stakeholder utama •• Penetapan dan pengelolaan daerah perlindungan •• Keterpaduan dan dual track approach

laut •• Sustainability dari manfaat dan dampak

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

PENGKAJIAN KEMBALI TERHADAP

•• Orientasi PROYEK versus PROGRAM

PROFIL UNTUK MENENTUKAN ISU

•• Sustainability dampak pengelolaan

YANG AKAN DITANGANI DAN

•• Kebutuhan EKONOMI jangka pendek versus

PERUMUSAN STRATEGI

upaya KELESTARIAN

PENANGANANNYA

•• KOMUNIKASI antar stakeholder •• Dinamika sosial mempengaruhi kestabilan dan

Dasar Pemilihan isu yang akan Ditangani

konsistensi dukungan politik •• Cakupan masalah : sebaran dampak, skala waktu,

Beberapa Saran Agar Upaya Pengelolaan •• Kapasitas untuk mengelola sumberdaya manusia, Pesisir Dapat Sukses

skala geografi, skala sosial

dana, waktu dan hukum/kewenangan •• Proses awal atau inisiasi dimulai dari yang kecil dan •• Peluang sukses

mudah dulu : learning period dan pembentukan working group dengan team work yang utuh

Penentuan Strategi Pengelolaan

•• Pembangunan pemahaman masyarakat terhadap •• Logical framework dan asumsi

isu (permasalahan) dan kondisi sumberdaya alam •• Perumusan berbagai alternatif strategi pemecahan

yang dimanfaatkannya

permasalahan yang akan ditangani •• Berkonsultasi dengan pihak-pihak yang kompeten •• Penentuan strategi : efektif dan efisien, tidak •• Membangun pendukung atau konstituen menimbulkan konflik (baru)

•• Membangun keterpaduan antar lembaga •• Keberlanjutan efektivitas strategi yang dipilih

•• Memanfaatkan dan membangun enabling con- •• Siapa melakukan apa?

dition : potensi lokal

•• Sumberdaya pengelolaan dari luar : tenaga ahli, •• Membangun kapasitas pemberdayaan masyarakat dana, teknologi, program

dan lembaga yang ada •• Menerapkan pendekatan partisipatif

Penentuan Indikator Keberhasilan

•• Menerapkan adaptive management, continuos

Pengelolaan

monitoring dan self evaluation, learning cul- Sangat erat kaitannya dengan tujuan umum dan

ture

tujuan khusus pengelolaan •• Melaksanakan early actions •• Indikator proses (pelaksanaan program)

•• Melakukan pengkajian ilmiah •• Indikator dampak

•• Membangun dukungan dari sistem politik •• Indikator dampak antara

•• Menentukan waktu yang tepat •• Baseline data tentang indikator pilihan

•• Strategi pengelolaan tidak semata-mata

konservasi

Beberapa Kendala dalam Penerapan

•• Memanfaatkan dari upaya-upaya lain yang pernah

Pengelolaan Pesisir Terpadu

dilakukan

•• Konsekuensi process-oriented program •• Keterbatasan sumberdaya manusia

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

DR. IR. BUDY WIRYAWAN, M.Sc Proyek Pesisir PKSPL IPB. Mess UNILA Email : budyw@indo.net.id

PENDAHULUAN

gas development, etc.), in the splits in jurisdic- Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara tion among different levels of government, and dua fenomena : laut dan darat. Mereka menujukkan in the land-water interface’ perbedaan dua dunia dengan perbedaan flora dan fauna. Wilayah ini secara ekologi tidak dapat berdiri

Oleh karenanya, secara garis besar beberapa sendiri, karena tergantung pada kesetimbangan yang tugas program ICM adalah : ada antara berbagai element alam, seperti : angin •• Menyebarkan informasi dan peningkatan dan air, batu dan pasir, flora dan fauna, yang

kepedulian masyarakat

berinteraksi membentuk ekosistem pesisir yang unik. •• Mengembangkan perencanaan tata ruang yang Kompleksitas wilayah pesisir sebagai multi-

tepat dan efektif

use zone menuntut adanya upaya-upaya pengelolaan •• Mengantisipasi pengaruh-pengaruh yang secara terpadu dengan tahapan yang jelas, yaitu

bersumber dari daratan

mengikuti siklus program (policy cycle). Siklus pro- •• Mengembangkan aturan-aturan yang tepat. gram ini dimulai dengan identifikasi dan pengkajian isu (issue identification and assessment) (Olsen

Beberapa unsur-unsur prospektus pelaksanaan et al , 1999).

program pengelolaan pesisir dalam era otonomi daerah, Siklus program pengelolaan wilayah pesisir yaitu : terdiri dari :

•• Desentralisasi dan otonomi daerah (UU No.22/1999 (1) Identifikasi dan pengkajian isu

dan UU No.25/1999)

(2) Persiapan program •• Kelembagaan di tingkat nasional yang mendukung (3) Adopsi program secara formal dan penyediaan

(DKP)

dana •• Pengalaman Lampung dalam program ICM, sejak (4) Pelaksanaan Program

(5) Evaluasi •• Kehendak berbagai pihak untuk bermitra (stake- Pengalaman global maupun regional menunjukkan

holders )

bahwa program pengelolaan wilayah pesisir menjadi ‘matang’setelah menyelesaikan secara berturut-turut

Kegagalan program ICM umumnya terletak beberapa siklus program tersebut. Satu siklus dapat pada tahap implementasinya, yang sangat ditentukan membutuhkan waktu 8-15 tahun.

oleh :

Pengelolaan wilayah terpadu (Integrated •• Kebijakan-kebijakan yang jelas Coastal Management / ICM), dalam pelaksanaannya •• Konsistensi aturan yang dijalankan mencakup keterpaduan Sistem, Fungsi dan Waktu. •• Sumberdaya pelaksana yang terlatih dan Sehingga oleh Cicin-Saun dan Knecht (1998)

berpengalaman

didefinisikan sebagai berikut : •• Partisipasi masyarakat yang optimal ‘ICM is a process by which rational deci- •• Anggaran/dana yang mencukupi sion are made concerning the conservation and •• Keterpaduan antar sektor dan antar tingkat sustaibable use of coastal and ocean resources

pemerintahan yang efektif. and space. The process is designed to overcome

the fragmentation inherent in single-sector man- PROFIL WILAYAH PESISIR LAMPUNG

agement approaches (fishing operations, oil and Potensi ekonomis penting Wilayah Pesisir

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Lampung, antara lain : menghasilkan kesejahteraan yang langgeng”. Beberapa •• Kehutanan (TNWK, TN BBS, CA Krakatau dan indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas

Tambling) dengan wilayah konservasi 12,8 % keberlanjutan dari ekosistem pesisir, seperti •• Pariwisata bahari (ekowisata), dengan potensi pencemaran, tangkap lebih (over fishing), degradasi obyek wisata di teluk Lampung (18 obyek)

fisik habitat dan abrasi pantai telah terjadi beberapa •• Produksi perikanan 190.441 ton (13.311 ton kawasan pesisir di Lampung.

ekspor dengan nilai US$ 116 juta), mutiara Kerusakan habitat pesisir, seperti di Pantai Timur ~500.000 butir/tahun

Lampung (270 km), selain disebabkan oleh sebab alami •• Pertambangan minyak

(erosi pantai), juga diakselerasi dengan penebangan •• Transportasi laut : Ferry 48 trip/hari dan Con- tanaman pelindung pantai (mangrove) dan konversi

tainer 70.000/tahun, dll. lahan pantai secara besar-besaran, serta pencemaran limbah domestik dan industri. Dengan adanya

Luas perairan pesisir Lampung, termasuk peningkatan kegiatan “pembangunan”, maka wilayah wilayah 12 mil laut, adalah : 16.625 km2 pesisir yang merupakan habitat primer manusia yang (Pemerintah Propinsi Lampung, 2000). Wilayah seharusnya menjadi semakin baik, tetapi justru pesisir Lampung yang mempunyai garis pantai 1105 pengembangan wilayah pesisir menuju ke arah yang km (CRMP, 1998) dengan 184 desa pantai (114 menyebabkan degradasi habitat. Alhasil, wilayah ini 000 Ha), merupakan pusat-pusat kegiatan manusia. sarat dengan konflik pemanfaatan dan konflik Aktifitas ekonomi di wilayah ini yang utama antara kewenangan. lain : kepelabuhannan (penumpang, petikemas, dan

Masalah erosi di Pantai Timur Lampung tidak perikanan), pabrik, perikanan dan pariwisata massal, bisa dipisahkan dengan sedimentasi (deposisi sehingga terjadi pengrusakan habitat karena aktivitas sedimen), adalah suatu proses alami pada awalnya. manusia tersebut.

Tetapi proses ini sering menyebabkan konflik dengan Terlihat nyata, bahwa “Kecenderungan yang kepentingan di daerah pantai. Konflik tersebut akan ada saat ini dari perubahan ekosistem di wilayah menjadi besar, apabila aktifitas manusia menambah pesisir adalah terjadinya penurunan kapasitas jangka cepatnya laju erosi pantai, seperti mengadakan panjang dari sistem ini untuk menyediakan manusia manipulasi-manipulasi di daerah pantai yang dengan suatu kualitas hidup yang cukup dan sebenarnya merupakan usaha proteksi daerah pantai,

Gambar 1. Interpretasi Citra Landsat Pantai Timur

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

Gambar 2: DAS dan Industri di Lampung

tetapi dampak negatifnya lebih besar dari tujuan KERANGKA RENCANA KERJA DALAM awalnya. Tidak jarang, bahwa proses erosi PEMBUATAN RENCANA STRATEGIS diperparah secara langsung, dengan adanya PENGELOLAAN PESISIR

pengembangan atau “pembangunan” di daerah Visi Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung pantai (shorefront-development) yang tidak yang telah disepakati bersama, adalah: “Terwujudnya mempertimbangkan lingkungan. Sudah merupakan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang hal yang umum, seperti penebangan mangrove yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang berlebihan untuk pertambakan udang di Lampung didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya (khususnya pantai timur). Ekploitasi mangrove selain manusia, penaatan dan penegakan hokum, serta akan mempercepat erosi, juga telah menyebabkan penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan intrusi air laut. Sedimentasi yang menyebabkan kesejahteraan rakyat” adanya tanah timbul di beberapa tempat di Pantai

Sedang Visi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Timur telah menyebabkan konflik pemilikan lahan, Lampung, adalah : “Terwujudnya pengelolaan pulau- karena status lahan dan sistem hukumnya belum jelas. pulau kecil dan lingkungan perairan sekitarnya secara

Upaya-upaya untuk menekan laju erosi pun adil dan lestari yang berbasis masyarakat untuk telah dilaksanakan oleh Kanwil / Dinas Kehutanan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat” dengan program reboisasi tanaman pelindung pantai

Suatu rencana strategis dapat dilakukan dengan (mangrove), namun kendala keberhasilan dari pro- berbagai cara. Dijabarkan di bawah ini sebuah gram reboisasi masih besar. Pantai Timur saat contoh pengorganisasian yang mungkin dilakukan sekarang hanya tersisa sekitar 2000 ha mangrove dengan menggunakan isu-isu pesisir sebagai fokus dari jenis Avicennia dan Rhyzophora. Dinas PU pengelolaan yang utama. Apakah kita memakai “isu- Pengairan telah membuat percontohan isu”, “ancaman-ancaman” atau titik pangkal yang lain penanggunlangan erosi pantai di Muara Gading Mas, dalam rencana tersebut, pengorganisasian rencana itu Lampung Timur, dengan ‘ model hard-structure harus sedemikian rupa sehingga terdapat sebuah logika sederhana’untuk 150 m panjang pantai.

yang sangat nyata, yang menghubungkan isu-isu (atau

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

ancaman-ancaman) dengan sebab-sebab (atau faktor kepunahan atau kehancuran batu karang menjadi yang mendukung, dsb.), kebijakan-kebijakan dan sebuah isu daripada mendapat persetujuan sehingga strategi yang disarankan. Bahkan dalam sebuah rencana permasalahannya adalah penggundulan hutan dan strategis yang ringkas, haruslah jelas kepada pembaca/ penyiapan lahan secara besar-besaran - yang pengguna mengapa strategi-strategi yang diusukan yang menimbulkan erosi yang memunahkan batu-batu dipilih dan bagaimana semua hal itu dapat karang. Di samping itu, kepunahan batu karang dan mempengaruhi kondisi-kondisi yang mendukung dampak-dampak yang berkaitan terhadap pencarian kepada isu (atau ancaman) wilayah pesisir.

ikan di wilayah-wilayah terumbu karang telah dapat diduga oleh mereka yang memerlukan verifikasi

ISU-ISU

empiris.

Masalah-masalah atau isu-isu adalah suatu Seperti telah saya tunjukkan dalam diskusi-diskusi rencana yang bermanfaat untuk memfokuskan kita, “ancaman-ancaman” pesisir dapat pula dipakai sebuah rencana strategis. Secara alternatif, kita dapat sebagai suatu kerangka pengorganisasian. Ke dalam memulai dengan sasaran-sasaran, tujuan-tujuan, ancaman-ancaman dapat juga dimasukkan beberapa ancaman-ancaman, peluang-peluang atau beberapa akibat (seperti habitat yang rusak, mutu air yang titik pangkal yang lain. Orang lebih menyukai “isu- tercemar) dengan faktor-faktor penyebab (misalnya isu” terutama karena kebanyakan orang lebih praktek-praktek reklamasi atau tidak adanya terangsang dan terpikat oleh “masalah-masalah” atau koordinasi antar-instansi pemerintah.) Apakah kita “isu-isu” daripada sasaran-sasaran atau tujuan- memakai “isu-isu” atau “ancaman-ancaman” atau tujuan. (Tentu saja, sebuah fokus pada isu tidak beberapa titik pangkal yang lain tidaklah sepenting mendahului pemanfaatan sasaran-sasaran atau seperti menunjukkan hubungan-hubungan antara isu- tujuan-tujuan. Keduanya dapat dipadukan.)

isu, sebab-sebab dan pilihan-pilihan strategi. Bagaimana isu-isu dapat ditentukan? Saya lebih

Jadi isu pengelolaan pesisir (management is- suka menentukan isu-isu sebagai kondisi-kondisi hasil sues ) adalah netral atau dapat diartikan sebagai akhir atau dampak yang orang-orang ingin ubah. permasalahan yang sifatnya negatif (buruk) atau Mengapa hal ini penting? Pertama, hal itu tidak terlalu positif (baik). Suatu isu negatif, jika isu tersebut keliru. Misalnya, “ketiadaan sebuah rencana manajemen dibiarkan atau tidak ditangani akan memberikan sumberdaya pesisir” bukanlah suatu “isu” menurut dampak negatif terhadap kualitas lingkungan atau defisini ini. Rencana manajemen sumber daya pesisir kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya isu positif, dapat, bila dengan hati-hati dirancang dan diterapkan, apabila ditangani akan memberikan dampak positif meningkatkan rencana-rencana pesisir, tetapi itulah terhadap lingkungan atau menyebabkan peningkatan cara-cara untuk mencapai sebuah tujuan (misalnya kesejahteraan masyarakat. kondisi-kondisi habitat yang membaik, meningkatnya

Dalam analisis KEKEPAN (Swot), isu-isu keragaman biota) daripada sebuah tujuan itu sendiri. positif dapat dibedakan menjadi kekuatan (strength) Kedua, kondisi-kondisi hasil akhir kurang dan peluang (opportunity), sedang isu-isu negatif kontroversial. Dalam proses keikutsertaan dapat dibedakan menjadi kelemahan (weakness) masyarakat, banyak orang lebih senang berbicara dan ancaman (threats) (Bryzon, 1995). Namun tentang sebab-sebab permasalahan, seperti demikian, dalam identifikasi isu, daftar isu didominasi pengambilan ikan atau reklamasi secara tidak sah oleh isu negatif, karena manusia mempunyai sifat karena diskusi-diskusi tentang sebab-sebabnya berkeluh-kesah. lebih memudahkan mereka untuk melemparkan

tudingan. Tetapi jika seseorang perlu menetapkan PENYEBAB-PENYEBAB

sebuah rencana strategis dengan kelompok-kelompok Untuk sebuah rencana strategis biasanya lazim masyarakat, mereka harus hati-hati dalam melemparkan menyebut kegiatan-kegiatan pemanfaatan tanah dan kesalahan awal pada kondisi-kondisi buruk wilayah air yang mendukung masalah tersebut. Limbah-limbah pesisir dalam proses perencanaannya. Adalah lebih industri dan tempat-tempat pembuangan air yang tidak mudah memperoleh persetujuan dari wakil-wakil terpelihara merupakan dua penyebab yang jelas di instansi, warga, Lembaga Swadaya Masyarakat sebagian besar kota di Indonesia. Biasanya tidak perlu (LSM) dan para pelaksana pembangunan sehingga dinyatakan betapa besarnya dampak setiap jenis

limbah tercemar bagi kemerosotan mutu air dalam sebuah rencana strategis. Adalah memadai dengan mengenali dan menggolong-golongkan sumber- sumber utama racun (toksin) dan bakteri (patogen). Namun sebelum menginvestasikan milyaran rupiah ke dalam pembangunan instalasi perawatan limbah, adalah bijaksana untuk memperkirakan seberapa besar investasi masyarakat itu memiliki dampak yang bermanfaat kepada mutu perairan pesisir. Kadang- kadang ada manfaatnya memasukkan bagan-bagan sebab-akibat untuk menunjukkan, misalnya, seberapa jauh kegiatan reklamasi merusak habitat dan berpengaruh kepada penduduk. Berbagai penyebab timbulnya isu-isu itu, seperti lenyapnya habitat mangrove (bakau) bervariasi dari satu tempat dengan tempat yang lain. Misalnya, penebangan mangrove untuk kepentingan pembangunan mungkin merupakan sebab utama di satu tempat, sementara konversi mangrove untuk budidaya tanaman dan ikan di kawasan pantai mungkin menjadi penyebab di tempat yang lain. Mengenali tempat-tempat di mana isu-isu berbeda timbul adalah satu cara mengenali mereka yang ikut serta dalam identifikasi isu yang Anda dengar menjadi kepedulian mereka.

SEBAB-SEBAB YANG MENDUKUNG

Telah dirumuskan sebab-sebab yang mendukung (atau sekunder) seperti kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan yang secara tidak langsung mendukung kondisi-kondisi yang merugikan. Misalnya, pertumbuhan penduduk di kawasan pantai bukanlah penyebab langsung dari penurunan kualitas air di kawasan pesisir, tetapi jika tidak dibangun fasilitas limbah buang untuk mengakomodasikan penduduk baru maka kondisi mutu air dapat menurun. Adalah dalam pengertian ini tingkat pertumbuhan penduduk dirumuskan sebagai “sebab yang mendukung”. Banyak sebab-sebab pendukung bersifat administratif. Tanpa penegakan hukum di kalangan pejabat pemerintah, sarana umum yang tidak memadai, dan lain sebagainya, dapat membuat permasalahan lebih buruk.

Adalah tindakan yang baik untuk mengenali instansi-instansi mana yang bertanggung jawab untuk “menangani” kegiatan-kegiatan yang menimbulkan isu dan menentukan mutu keefektifan manajemen yang ada. Sementara banyak pengamat dapat menganggap manajemen yang ada sebagai tidak mampu, adalah penting untuk secara bebas mengecek mengapa instansi yang bersangkutan tidak berkemampuan.

Sementara masyarakat dapat mengangggap departemen yang mengurus sektor perikanan sebagai bermutu rendah dalam ketidakmampuan atau ketidakinginan mereka untuk menghentikan pengeboman ikan, dari sudut pandang instansi yang bersangkutan. Adalah mungkin kelangkaan kapal dan tenaga penegak hukum atau peraturan-peraturan yang tidak berdaya merupakan sebab-sebab “yang nyata”. Sampai ke batas bahwa tim perencanaan CRMP dapat mengenali masalah-masalah manajemen yang spesifik, maka strategi-strategi dapat disesuaikan untuk memecahkan masalah-masalah ini.

LOKASI

Adalah tindakan yang baik untuk mengetahui di mana isu-isu (ancaman-ancaman) tersebut muncul. Sebuah peta sederhana yang disertakan dalam dokumen, sebagai alamat isu, akan dapat membantu.

DAMPAK

Sebuah isu atau ancaman menimbulkan dampak- dampak. Dampak-dampak jenis pertama seringkali berupa dampak lingkungan. Misalnya, pengendapan yang meningkat dapat merusak terumbu karang. Kemusnahan dan kerusakan karang mengurangi keragaman biota. Dampak-dampak kedua acapkali bersifat ekonomi dan sosial. Berkurangnya keragaman biota mengurangi ketersediaan ikan bagi kaum nelayan, sedang penghasilan mereka berasal dari penangkapan ikan. Hal itu juga dapat menekan minat turis dengan akibat kerugian bagi mereka yang kehidupannya tergantung pada pariwisata. Sampai batas itu adalah mungkin untuk mengetahui dampak karena berkurangnya keragaman biota, hilangnya pendapatan atau kerugian bersifat ekonomi bagi bidang usaha, perlunya campur tangan (dalam hal ini dalam bentuk strategi-strategi untuk mengurangi erosi) dilakukan sehingga jauh lebih dramatis.

KEBIJAKAN

Dalam konteks rencana strategis ini, suatu kebijakan adalah suatu pernyataan yang menunjukkan program apa yang diharapkan dapat tercapai dan strategi-strategi adalah yang menunjukkan bagaimana Anda bertindak untuk mencapainya. (Cara lain untuk menyatakannya adalah kebijakan-kebijakan yang menunjukkan ke mana programnya mengarah, strategi-strategi yang menunjukkan jalan yang harus diikuti dan

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

sumberberdaya-sumberdaya spesifik yang dibutuhkan bagi strategi-strategi yang menunjukkan jumlah “bahan bakar” yang dibutuhkan untuk mendorong Anda ke tujuan-tujuan Anda). Kebijakan- kebijakan akan bersifat spesifik. Menetapkan suatu hari untuk pencapaian adalah tindakan yang baik, tetapi hari-hari tidak harus disertakan jika hal itu tidak realistis.

STRATEGI-STRATEGI

Strategi-strategi adalah komponen kunci dari rencana strategis. Hal ini menunjukkan bagaimana kondisi-kondisi pesisir diperbaiki. Hubungan antara pilihan strategi dan penyebab-penyebab isu dapat menjadi jelas. Secara jelas terdapat banyak cara untuk memeriksa kondisi-kondisi penyebab. Dalam pelaksanaan suatu rencana strategis, saya melihat manfaat untuk mempertimbangkan rencana-rencana sebelumnya, berbicara dengan para pakar dan bertukar pikiran dengan para perencana lainnya untuk mengenali jajaran strategi yang mungkin untuk setiap penyebab. Misalnya, memperbaiki mutu air kawasan pesisir dapat melibatkan jajaran strategi yang meliputi sejak dari program-program pendidikan umum yang relatif tidak masuk akal sampai kepada pembangunan instalasi penanganan tempat pembuangan limbah. Tantangannya adalah untuk mengenali kombinasi strategi-strategi yang praktis bernilai efektif yang dapat diterapkan pada waktu pelaksanaan. Pilihan strategi-strategi final akan bersifat spesifik berkaitan dengan instansi-instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan perkiraan biayanya. (Yang ideal, instansi-instansi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan telah dikonsultasikan lebih dahulu selama proses perencanaan atau, lebih baik lagi, memiliki wakil- wakilnya di dalam tim.) Instansi-instansi jangan dibuat terkejut dengan masuknya mereka ke dalam rencana tanpa sepengetahuan mereka sendiri. Melakukan demikian akan merintangi pelaksanaan rencana. (Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan pelaksanaan yang efektif sangat meningkat jika instansi-instansi yang diberi tanggung jawab untuk pelaksanaan agar memahami permasalahan, bagaimana rencana dikembangkan dan mengapa mereka ditugaskan mengemban tanggung jawab.)

Meringkas suatu daftar panjang strategi ke dalam daftar yang singkat yang akan dimasukkan ke dalam rencana dapat dipandang sebagai suatu tugas teknis buat disempurnakan dengan menerapkan kriteria evaluasi dengan beberapa cara yang cermat. Namun, kelompok-kelompok masyarakat dan satuan-satuan tugas instansi juga dapat berguna untuk mengevaluasi strategi-strategi yang potensial. Ada bermacam teknik pemrosesan kelompok yang dapat dipakai bersama kelompok- kelompok untuk memperoleh bantuan mereka dalam mengevaluasi pilihan-pilihan. (Dalam bekerja dengan kelompok-kelompok masyarakat dan satuan-satuan tugas instansi adalah penting untuk diperjelas apakah berbagai peran-peran mereka berada dalam proses. Apakah keberadaan mereka dalam tim perencanaan memberi mereka otoritas untuk menciptakan pilihan strategi-strategi yang aktual? Biasanya tidak. Lebih sering mereka memberi saran atau masukan kepada peserta apa yang mereka minta untuk diberikan. dan bagaimana masukan mereka akan digunakan).

Bagian strategi adalah kelemahan utama dari kebanyakan rencana strategis. Begitu banyak rencana berisi “daftar panjang keinginan” dari strategi yang mungkin, semuanya masuk akal, tetapi sedikit yang dievaluasi dengan hati-hati berkenaan dengan biayanya, penerimaan instansi, kapasitas instansi atau penerimaan secara politis. Memilih strategi yang baik adalah keahlian dan seni. Di atas segala-galanya diperlukan perhatian yang cermat untuk “lingkungan penerapan” yang akan menentukan apakah rencana tersebut akan berdampak positif atau hanya kembali menjadi sebuah laporan yang memenuhi rak.

PATOK DUGA

Patok duga terlihat ketika perencanaan- perencanaan kunci dan tugas-tugas pelaksanaan terjadi. Patok duga (kadang-kadang disebut “hasil antara”) kadangkala dapat dispesifikasikan setepatnya, tetapi lebih sering hal itu diperkirakan. Salah satu nilai utama patok duga bukan mematok orang pada sebuah jadwal (yang berpotensi berubah-ubah), tetapi untuk mengungkapkan secara jelas langkah-langkah dan urutan-urutan sebuah perencanaan dan proses pelaksanaannya.

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

UNSUR KHAS SEBUAH RENCANA

Instansi, staf dari CRMP (?) ; 42,2 juta ru-

STRATEGIS PENGELOLAAN PESISIR

piah.

ISU

Strategi 2: Penegakan peraturan-peraturan Kerusakan dan kepunahan habitat karang.

yang berlak terhadap penangkapan ikan secara tidak sah.

PENYEBAB

Instansi yang bertanggung jawab: ? Pengeboman ikan dan jenis-jenis penangkapan

Sumber-sumber daya: 4 staf tambahan, 2 ikan yang lain; kerusakan karang karena penggundulan perahu motor. hutan, kegiatan-kegiatan reklamasi lahan dan kegiatan- kegiatan penyiapan lahan di wilayah dekat pantai;

Strategi 3: Mengembangkan suatu kehancuran karena lego jangkar oleh kapal-kapal.. pendidikan lingkungan dan kesadaran yang

SEBAB-SEBAB PENDUKUNG

menyeluruh untuk mengembangkan kesadaran Tidak adanya penegakan hukum terhadap masyarakat tentang penting dan pekanya terumbu penangkapan ikan secara tidak sah dan tidak adanya karang, mangrove dan habitat-habitat pesisir penegakan peraturan yang memadai di bidang lainnya . reklamasi.

Instansi yang bertanggung jawab :

BAPEDALDA?

LOKASI

Sumber-sumber daya : Pakar pendidikan Di sini diperlihatkan di Lampung, dan di masalah pesisir. tempat-tempat lain berlangsung kemusnahan karang.

HASIL AKHIR

DAMPAK-DAMPAK

Kurang dari 2% kerusakan atau kemusnahan Penurunan volume tangkapan ikan dan lenyapnya karang pada akhir 2001 (tingkat kerusakannya akan penghasilan kaum nelayan; merosotnya peluang hidup lebih sedikit dari tingkat kehancuran/kepunahan yang para penyelenggara kapal-kapal wisata dan para sedang berlangsung). pemandu wisata.

SUATU CONTOH DARI RENSTRA KEBIJAKAN

PESISIR LAMPUNG (Pemda Propinsi

Contoh 1: “Pelestarian terumbu karang.”

Lampung, 2000)

Contoh 2: “Perusakan dan pemusnahan lahan

dan pemakaian air yang merusak atau memusnahkan Isu D. Degradasi Habitat Wilayah Pesisir

terumbu karang.”

(Mangrove, Padang Lamun, dan Pantai Berpasir)

STRATEGI-STRATEGI

Habitat penting di sepanjang pesisir Lampung Strategi 1: Mendirikan suatu satuan tugas meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, untuk melahirkan program terumbu karang. pantai berpasir dan hutan pantai. Pantai Barat hampir Dalam satuan tugas itu termasuk wakil-wakil dari seluruhnya didominasi oleh pantai berpasir, hutan instansi kelautan dan pelestarian yang utama, instansi- pantai tipe Barringtonia, dengan sisipan tanaman instansi perencanaan, wakil-wakil kelompok perkebunan rakyat, dan dataran rendah berhutan pengguna/penggarap dan mungkin LSM-LSM Meranti (Dipterocarpaceae) sebagai kelanjutan dari pelestarian pesisir (sebuah rencana strategis Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). termasuk memberi lebih banyak informasi tentang (Gambar 1) keanggotaan, batas waktu, dan sebagainya.)

Instansi yang bertanggung jawab: (Siapa yang

D.1 Mangrove

yang menghimpun sebuah satuan tugas seperti itu di Saat ini, vegetasi mangrove di Pantai Timur Lampung?)

Lampung telah mengalami penurunan luasan. Lebar Sumber-sumber daya : Wakil-wakil dari dari luasan mangrove yang tersisa bervariasi dari 0 hingga (seberapa banyak ?)

100. Hamparan vegetasi mangrove di kawasan ini

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

membujur dari daerah Way Sekampung bagian Selatan SASARAN D.1-2 Rehabilitasi mangrove

hingga ke Utara sampai ke perbatasan Taman Nasional

Way Kambas (TNWK). Konversi lahan untuk Indikator D.1-2

budidaya dan permukiman secara besar-besaran telah •• Menurunnya areal mangrove yang rusak menyebabkan luas vegetasi mangrove di Pantai Timur •• Meningkatnya luas tanaman mangrove yang tersisa hanya 1.700 ha (CRMP, 1999a, b).

ditanam dan dijaga masyarakat Penyebab utama hilangnya mangrove adalah :

•• Meningkatnya hasil tangkapan nelayan baik jenis •• Pembabatan dan pengulitan pohon mangrove untuk

maupun jumlahnya

kayu/pengawet.

•• Konversi lahan mangrove untuk tambak udang (sekitar Strategi D.1-2

65.000 Ha). •• Mengembangkan program dan melaksanakan •• Pengelolaan pertambakan tidak berwawasan lingkungan

rehabilitasi mangrove bersama masyarakat •• Penggunaan tanah timbul menjadi tambak

•• Membangun sistem monitoring dan evaluasi •• Pencemaran pantai (limbah industri dan minyak)

terhadap kegiatan rehabilitasi mangrove •• Urbanisasi di Teluk Lampung

•• Mengembangkan program penelitian untuk mendukung inisiatif pengelolaan mangrove Akibat yang ditimbulkan adalah:

•• Membuat atau mengadopsi panduan praktis •• Penurunan luasan vegetasi mangrove

pengelolaan mangrove dan mengadakan •• Penurunan kualitas air

bimbingan kepada masyarakat •• Penurunan hasil tangkapan, terutama kepiting,

kerang, dan udang

SASARAN D.1-3 :Pemanfaatan tanah timbul

•• Penurunan pendapatan pengguna mangrove

untuk jalur hijau

•• Erosi pantai meluas karena penurunan fungsi alami perlindungan pantai

Indikator D.1-3

•• Tidak ada lagi penguasaan dan pengusahaan tanah

SASARAN D.1-1 : Peningkatan pemahaman

timbul oleh masyarakat

dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan •• Meningkatnya luas tanaman mangrove di tanah

mangrove

timbul yang tumbuh secara alami dan dijaga masyarakat

Indikator D.1-1 •• Meningkatnya pengelolaan mangrove berbasis Strategi D.1-3

masyarakat yang berwawasan lingkungan dan •• Penegasan terhadap status penggunaan dan berkelanjutan

penguasaan tanah timbul

•• Terbentuknya kelompok masyarakat pengelola •• Meningkatkan peran masyarakat dalam menjaga mangrove

keberadaan tanah timbul

•• Meningkatnya budidaya tambak berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

B. Pantai Berpasir

•• Meningkatnya nilai tambah ekosistem mangrove

SASARAN D.3.B-1 : Pengelolaan pantai Strategi D.1-1

berpasir sesuai manfaat ekologi dan •• Mengembangkan program pelestarian mangrove ekonomi

berbasis masyarakat

•• Meningkatkan kerjasama dalam penanggulangan Indikator D.3.B-1

erosi pantai •• Adanya upaya perlindungan pantai terhadap erosi •• Mengembangkan program pengelolaan tambak

secara terpadu

rakyat berwawasan lingkungan •• Adanya lokasi-lokasi perlindungan untuk •• Membentuk kelompok masyarakat dan

peneluran penyu yang disepakati bersama meningkatkan perannya dalam pengelolaan man- grove

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

Strategi D.3.B-1

Akibat yang ditimbulkan adalah: •• Mengembangkan program penanggulangan erosi •• Terjadinya konflik kewenangan antar instansi

pantai secara terpadu •• Menurunnya keamanan laut •• Sosialisasi dan standarisasi konstruksi bangunan •• Meningkatnya pengeboman dan penggunaan

pengaman pantai

jaring trawl

•• Mengendalikan dan mengatur penambangan batu •• Terjadinya konflik kepentingan antar pengguna hitam dan pasir besi

SDA wilayah pesisir,

•• Mengadakan inventarisasi dan pemetaan lokasi- •• Berkurangnya hutan mangrove karena ulah lokasi peneluran penyu

manusia •• Reklamasi pantai yang tidak berwawasan

Isu B. Rendahnya penaatan dan penegakan

lingkungan, dan tidak dilengkapi studi AMDAL

hukum (dan rendahnya kualitas SDM Isu A)

yang baik

Rendahnya penaatan dan penegakan hukum •• Pelanggaran proses perizinan oleh petambak besar tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya

(perusahaan)

manusia baik di kalangan masyarakat maupun aparat •• Pencemaran air laut penegak hukum yang berada di wilayah pesisir.

Lemahnya penaatan dan penegakan hukum ini antara SASARAN A-3 : Peningkatan partisipasi lain tercermin dari sikap dan pengetahuan aktif masyarakat dalam pengelolaan wilayah masyarakat tentang hukum yang masih rendah, pesisir terpadu

khususnya yang berhubungan dengan UU No. 5/90

tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan Indikator A-3

ekosistemnya, serta UU No.23/97 tentang •• Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

pengelolaan wilayah pesisir mulai proses Beberapa masalah yang sering muncul antara

perencanaan sampai pengawasan dan evaluasi lain banyaknya nelayan yang menangkap ikan •• Meningkatnya masyarakat yang peduli dan dengan cara-cara merusak seperti pengeboman atau

tanggungjawab terhadap sumberdaya wilayah dengan potas (racun sianida), belum dipatuhinya

pesisir

batas/jalur penangkapan yang telah dibuat, dan •• Meningkatnya perhatian stakeholders dalam banyaknya penebangan hutan mangrove di daerah

pengelolaan pesisir

sempadan pantai.

Dari sudut penegakan hukum masalah Strategi A-3

pengeboman merupakan masalah yang kompleks, •• Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan

pengelolaan wilayah pesisir yang ada maupun sarana dan prasarana yang dimiliki •• Pemberdayaan Lembaga Swadaya Masyarakat penegak hukum yang sangat terbatas, sehingga

/Perguruan Tinggi/Sekolah/Lembaga Pemerintah pelaksanaan patroli pengawasan tidak dapat

untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berjalan seperti yang diharapkan.

pengelolaan wilayah pesisir Penyebab utama rendahnya penaatan dan •• Mengimplementasikan rencana pengelolaan penegakan hukum adalah:

wilayah pesisir terpadu

•• Rendahnya kualitas sumberdaya manusia terutama yang berhubungan dengan pengetahuan nelayan tentang hukum.

SASARAN B-1 : Peningkatan kemampuan

•• Terlalu diutamakannya kepentingan sektoral

aparat penegak hukum

•• Tidak transparannya proses pembuatan produk hukum

Indikator B-1

•• Terbatasnya sarana dan prasarana petugas •• Meningkatnya frekuensi penyuluhan hukum penegak hukum

lingkungan untuk aparat penegak hukum dan •• Masih lemahnya pelaksanaan sosialisasi produk

aparat pemerintahan

hukum

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

•• Meningkatnya kemampuan dan keterampilan •• Membentuk balai penyuluhan pesisir dan kelautan aparat penegak hukum

•• Melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan •• Meningkatnya jumlah personil, sarana, dan

produk hukum

prasarana penegak hukum

•• Terciptanya kesamaan persepsi dalam penegakan SASARAN B-3 : Peningkatan keterpaduan dan

hukum pada tingkat aparat

koordinasi wewenang antar instansi

•• Berkurangnya pengrusakan sumberdaya alam wilayah pesisir

Indikator B-3

•• Semakin jelasnya peran, fungsi, dan kewenangan

Strategi B-1

masing-masing instansi terkait •• Mengadakan pelatihan-pelatihan hukum •• Meningkatnya kerjasama antar instansi terkait lingkungan untuk aparat penegak hukum dan •• Semakin sederhananya prosedur penindakan aparatur pemerintah (pejabat)

terhadap pelanggaran hukum •• Penambahan jumlah personil, sarana, dan •• Berkurangnya konflik kewenangan di antara instansi prasarana penegak hukum

terkait

•• Mengadakan pelatihan dan simulasi proses •• Semakin terbukanya akses masyarakat ke pantai peradilan yang sederhana

•• Semakin membaiknya kondisi lingkungan wilayah

pesisir

SASARAN B-2 : Peningkatan keterlibatan

Strategi B-3

masyarakat dalam proses pembuatan produk •• Mengadakan pengkajian kelembagaan

hukum, penaatan, dan penegakan hukum

•• Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan wilayah pesisir

Indikator B-2

•• Mengembangkan operasi pengamanan laut secara •• Menurunnya jumlah kasus perusakan lingkungan

terpadu

dan pelanggaran hukum •• Meningkatnya frekuensi penyuluhan hukum

Isu E. Pencemaran Wilayah Pesisir

•• Terangkatnya kasus pelanggaran hukum sampai Wilayah pesisir merupakan tempat ke pengadilan

terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa •• Meningkatnya keamanan di laut

melalui aliran air, baik limbah cair maupun padat. •• Meningkatnya hasil tangkapan nelayan dan hasil Sampah sering ditemukan berserakan di sepanjang

pertanian/perikanan di wilayah pesisir pantai dan semakin banyak di dekat permukiman, •• Berkurangnya konflik pemanfaatan sumberdaya khususnya permukiman yang membelakangi pantai.

pesisir antar stakeholders Permukiman seperti itu dikategorikan sebagai •• Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam permukiman kumuh yang fasilitas sanitasi dan proses pembuatan produk hukum

kebersihan lingkungannya sangat buruk. Dengan berkembangnya industri pengolahan hasil

Strategi B-2

pertanian dan perkebunan sepanjang DAS di Pesisir •• Mengintensifkan sosialisasi draft dan produk Timur Lampung , kasus pencemaran aliran sungai

hukum (Tulang Bawang dan Seputih) semakin meningkat dan •• Meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana mempengaruhi sumberdaya perairan laut sekitarnya.

pengawasan Sebagian besar masyarakat petani tambak udang •• Meningkatkan frekuensi operasi pengawasan di menduga bahwa kegagalan usaha mereka tidak terlepas

laut dari dampak limbah industri di sepanjang daerah aliran •• Menentukan jalur-jalur penangkapan ikan dan sungai. penggunaan lainnya dengan rambu dan pemetaan

Penyebab utama pencemaran wilayah pesisir yang disepakati bersama

adalah :

•• Mengatur kembali konsesi pemanfaatan wilayah •• Masih rendahnya kepedulian industri sepanjang DAS pesisir sehingga dapat mengakomodasi

dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah cair kepentingan semua pengguna

yang masuk ke perairan umum.

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

•• Kurang ketatnya pengawasan limbah oleh instansi SASARAN E-2 : Terciptanya kawasan pantai

yang bebas dari limbah padat (sampah) baik •• Belum jelasnya penerapan sanksi terhadap industri organik maupun non-organik

terkait

yang melanggar isi dokumen Amdal dan peraturan

perundangan yang berlaku (PP 27/99 tentang Amdal Indikator E-2

dan UU 23/97 tentang Pengelolaan Lingkungan •• Semakin bersihnya kawasan pantai dari limbah Hidup).

padat

•• Rendahnya kepedulian masyarakat pesisir terhadap •• Terbebasnya kawasan pemukiman pantai dari pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan

genangan banjir

sekitarnya serta pola bangunan yang membelakangi •• Semakin baiknya mekanisme penanganan sampah pantai.

di kawasan pantai

•• Sampah dari kegiatan pariwisata massal •• Penangkapan ikan dengan potas (racun sianida)

Strategi E-2

•• Buangan minyak kotor dari kapal ikan, nelayan, dan •• Mengadakan program kampanye-kampanye sebagainya.

penanganan sampah

Akibat yang ditimbulkan adalah : •• Mengembangkan program penanganan sampah •• Menurunnya daya dukung lingkungan dan kualitas

untuk desa-desa pantai

perairan pesisir •• Meningkatkan pengelolaan sampah di areal •• Kotornya kawasan pantai oleh sampah dan

permukiman pesisir

menimbulkan bau yang tidak menyenangkan untuk daerah kunjungan wisata.

SASARAN E-3 : Peningkatan kualitas •• Menurunnya kualitas sumber air tanah dan perairan pesisir sesuai dengan baku mutu

meningkatnya wabah penyakit menular terhadap nasional

kehidupan masyarakat di pesisir.

Indikator E-3

•• Semakin menurunnya tingkat keberhasilan •• Terpenuhinya standar baku mutu air laut sesuai budidaya perikanan (tambak dan mariculture)

peruntukannya

dan kegiatan ekonomi lainnya (pariwisata).

Strategi E-3

SASARAN E-1 : Melindungi penduduk di

•• Penguatan kelembagaan

desa-desa pesisir terhadap gangguan

•• Mengefektifkan operasionalisasi pemantauan dan

kesehatan sebagai akibat kontaminasi

pengawasan terhadap sumber-sumber

sumber air tanah

pencemaran di daerah hulu ke hilir (early warn- ing system )

Indikator E-1

•• Mengembangkan penelitian pencemaran air laut •• Terbebasnya sumber air tanah yang digunakan •• Menyusun standar emisi buangan ke laut penduduk dari asam sulfida, amonia, dan bakteri

coliform sesuai baku mutu nasional untuk air minum SASARAN E-4 : Peningkatan kepedulian

stakeholders terhadap kualitas lingkungan Strategi E-1

wilayah pesisir yang sehat

•• Mengembangkan bimbingan masyarakat atau

kampanye tentang resiko kesehatan karena Indikator E-4

pencemaran air tanah •• Meningkatnya tuntutan dan kepedulian •• Perbaikan sistem drainase dan sanitasi lingkungan

masyarakat akan kualitas lingkungan sekitar yang di areal pemukiman

baik •• Menurunnya wabah penyakit akibat lingkungan

yang tidak sehat

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Strategi E-4

wilayah pesisir berkaitan erat dengan belum adanya •• Mengembangkan program penyuluhan sanitasi peraturan yang mendukung secara tegas upaya

lingkungan kepada masyarakat di desa pantai penataan ruang wilayah pesisir tersebut. Hal ini ternyata merupakan salah satu pemicu terjadinya

Isu J. Ancaman Intrusi Air Laut

konflik kepentingan yang berkepanjangan. Konflik Intrusi air laut ke arah persawahan, khususnya kepentingan terjadi antara sektor kehutanan dengan di daerah Rawa Sragi, akibat konversi sawah ke perikanan yang berhubungan dengan pemanfaatan tambak udang secara besar-besaran yang telah jalur hijau untuk tambak, perikanan dengan pertanian mencapai sekitar 4000 Ha. Perlu upaya penanganan yang berhubungan dengan alih fungsi lahan sawah yang serius tentang permasalahan alih fungsi lahan, menjadi tambak, keduanya banyak terjadi di Pantai karena keberlanjutan usaha tambak udang di daerah Timur. Sebagai contoh, konflik kepentingan antara Rawa Sragi tidak dapat dijamin masa depannya nelayan dengan nelayan, nelayan dengan sektor apabila tidak ada upaya pengelolaan yang baik, perhubungan. sedang bekas tambak sangat sulit untuk

Penataan ruang merupakan salah satu usaha dikembalikan lagi menjadi sawah.

untuk menekan terjadinya konflik kepentingan Penyebab utama intrusi air laut adalah :

pemanfaatan ruang, termasuk pemanfaatan ruang di •• Penebangan mangrove untuk permukiman dan wilayah pesisir. Pada saat ini aktivitas dan jumlah

pertambakan di Pantai Timur orang yang ingin memanfaatkan sumberdaya wilayah •• Masuknya air laut ke sawah

pesisir semakin hari semakin meningkat, sedangkan •• Eksploitasi air tanah berlebihan

sumberdaya wilayah pesisir tetap atau cenderung Sebagai konsekuensinya adalah :

berkurang. Di sisi lain pemanfaatan sumberdaya •• Degradasi kualitas air tanah

wilayah pesisir yang ada saat ini kurang ramah •• Korosi konstruksi bangunan pipa logam di bawah lingkungan dan tidak berkelanjutan. Kondisi ini

tanah akhirnya akan menurunkan daya dukung sumberdaya wilayah pesisir.

SASARAN J-1 : Pengendalian intrusi air laut

Penyebab utama belum adanya penataan ruang

Indikator J-1

wilayah pesisir adalah :

•• Tidak adanya kontaminasi air laut terhadap air •• Belum adanya peraturan yang tegas tentang tanah dan air permukaan

penataan ruang wilayah pesisir, baik pedoman pelaksanaannya maupun peraturan penunjang

Strategi J-1

lainnya

•• Pengawasan pengambilan air tanah Akibat yang ditimbulkan adalah : •• Mengadakan pengkajian tentang alih fungsi lahan •• Konflik kewenangan dalam pemanfaatan

•• Merancang ulang sistem kanal untuk mengatur sumberdaya wilayah pesisir semakin tajam, kegiatan keperluan sawah dan tambak

yang tumpang tindih •• Pelanggaran hukum oleh pengguna sumberdaya

Isu C. Belum ada penataan ruang wilayah

semakin luas, misalnya dalam perusakan hutan man-

pesisir

grove di jalur hijau (green belt), rusaknya terumbu Penyusunan rencana tata ruang yang telah

karang (coral reef) karena penangkapan ikan dengan dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah

cara pengeboman (blast fishing) dan atau pesisir, baik dalam RTRW Propinsi maupun RTRW

menggunakan bahan kimia beracun (potasium Kabupaten. Dalam kenyataannya, pelaksanaan

sianida)

pemanfaatan ruang di wilayah pesisir telah banyak •• Pemanfaatan wilayah pesisir tidak sesuai dengan terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan

fungsi dan peruntukkannya, seperti hilangnya estetika dan atau pengusahaan tambak di sempadan pantai

pantai, pola pembangunan yang membelakangi yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur

pantai, adanya pembangunan di sempadan pantai, hijau (green belt).

hilangnya akses masyarakat ke pantai, sehingga Belum adanya penyusunan rencana tata ruang

kawasan pantai menjadi eksklusif

Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya

SASARAN C-1 : Penyusunan rencana tata

kelembagaan yang memfokuskan pada upaya-upaya

ruang wilayah pesisir

yang bermanfaat dalam konservasi biodiversitas, pengembangan matapencaharian, dan peningkatan

Indikator C-1

kesehatan masyarakat dan lingkungannya. •• Tersusunnya rencana tata ruang kawasan pesisir

Prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis masyarakat dan ramah lingkungan

sangat terkait dengan ICM adalah : •• Menciptakan visi untuk mengarahkan strategi

Strategi C-1

perencanaan untuk menghindari keputusan •• Melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan

sepihak/sektoral

rencana tata ruang wilayah pesisir • • Mengacu kepada prinsip keterpaduan •• Sosialisasi rencana tata ruang wilayah pesisir

•• Mempromosikan transparansi dalam perencanaan

dan pembuatan keputusan

SASARAN C-2 : Mengintegrasikan rencana

•• Menghargai proses suatu produk hukum/peraturan/

tata ruang wilayah pesisir dalam RTRWK dan

perundang-undangan

RTRWP

•• Tidak tergantung pada pemerintah saja •• Menggunakan “good science” dan informasi yang

Indikator C-2

akurat dalam perencanaan

•• Tersusunnya rencana tata ruang wilayah kabupaten •• Menjaga kualitas lingkungan pesisir dan propinsi yang mencakup wilayah pesisir

•• Melakukan monitoring dan memberikan masukan (feed back) dan belajar untuk efektifitas program/

Strategi C-2

proyek

•• Revisi RTRWK dan RTRWP dengan mensyaratkan •• Mengadakan pelatihan untuk peningkatan SDM RTRW pesisir menjadi bagiannya

•• Memberdayakan tim penataan ruang secara opti- DAFTAR PUSTAKA

mal dengan mengikutsertakan institusi non- Cicin-Sain, B & R.W. Knecht 1998. Integrated coastal and pemerintah

ocean management: Concept and practice. Island Press.

REKOMENDASI

Goodstein, L.D, T.N.Nolan and J.W.Pfeiffer. 1992. Applied

Upaya penanggulangan kerusakan wilayah Strategic Planning :A Comprehensive Guide. Pfeiffer

& Company, San Diego, California.

pesisir memerlukan suatu upaya pengelolaan secara terpadu (Integrated Coastal Management), yang LAN dan BPKP. 2000. Perencanaan Strategik Instansi

Pemerintah. Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas

memuat keterpaduan Sistem (ruang-waktu), Fungsi

Kinerja Instansi Pemerintah.

(harmonisasi antar lembaga), dan Kebijakan

Lowry, K. 1999. Notes on strategic planning framework for

(konsistensi program pusat-daerah). ICM dapat

Lampung. 3 p

mengambil beberapa bentuk yang tergantung dengan konteksnya, tetapi secara prinsip difokuskan pada Pemerintah Propinsi Lampung. 2000. Rencana Strategis

Pengelolaan Wilayah Pesisir. Kerjasama PKSPL-IPB/

peningkatan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara

CRC Univ.Rhode Island.

berkelanjutan melalui proses-proses interaktif dalam

Sondita, F.A. 2000. Metode Identifikasi Isu Pengelolaan

pengembangan peraturan/produk hukum dan

Pesisir dalam Bengen, D.G. Prosiding Pelatihan untuk

kebijakan, koordinasi lintas sektoral dan pendidikan

Pelatih, Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.

(Olsen et al. 1998, Cicin-Sain and Knecht 1998, Wiryawan, B, B.Marsden, H.A.Susanto, A.K.Maki, Kay and Alder 1999).

M.Ahmad, H.Poespitasari. 1999 (eds). Atlas

Program ICM adalah suatu program multi

Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Pusat Kajian

sektor dan lintas kewenangan yang hanya dibatasi

Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Coastal Re-

dengan batas-bats ekologi. ICM adalah suatu upaya

sources Center, University of Rhode Island. Bandar Lampung

yang dapat ditawarkan untuk menjalin komitmen

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL

DR. ALEX S.W. RETRAUBUN Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan-RI

yang mengurusi masalah pembangunan pulau-pulau Dimanapun di dunia baik dalam suatu negar, kecil. Hal ini berindikasi tidak dipahami arti dan propinsi maupun kabupaten yang jika memiliki peran penting dari ribuan pulau-pulau kecil yang ada. kandungan pulau-pulau kecil yang banyak maka Indonesia memiliki 17.508 pulau, sebagian besar konsekuensi logisnya adalah panjangnya garis pantai dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau negara/propinsi/ kabupaten tersebut. Sebagai akibat kecil dengan kekayaan Sumberdaya Alam (SDA) dari kondisi sedemikian maka selalu terdapat dan Jasa Lingkungan (Jasling) yang sangat potensial ketidakseimbangan nisbah luas laut dan daratnya. untuk pembangunan ekonomi. Dari jumlah tersebut Sebagai contoh, Indonesia sebagai negara kepulauan baru 5700 pulau yang memiliki nama (data: (archipelagic state), panjang garis pantainya81.000 Departemen Transmigrasi dan PPH, 1995). km (terpanjang kedua di dunia sesudah Kanada)

PENDAHULUAN

Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki sehingga luas lautannya sebesar 75 % dari luas potensi pembangunan yang cukup besar karena daratannya atau sekitar 6 juta km 2 . Hal yang sama didukung oleh adanya ekosistem dengan sudah pasti pula terjadi di provinsi seperti Maluku, produktivitas hayati tinggi seperti terumbu karang, NTT, NTB, Kepulauan Riau dan sebagainya. Di padang lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) Kab. Sumenep dengan jumlah pulau 76 buah maka dan hutan bakau (mangrove). Sumber daya hayati jika dihitung garis pantainya serta nisbah laut dan laut pada kawasan ini memiliki potensi keragaman darat maka kondisi seperti diatas juga akan terjadi. dan nilai ekonomis yang tinggi seperti kerapu, na- Kondisi obyektif sedemikian ini seharusnya menjadi poleon, ikan hias, kuda laut, kerang mutiara, kima justifikasi munculnya sektor kelautan dan perikanan raksasa (Tridacna gigas) dan teripang. Selain itu, sebagai leading sector pada baik suatu negara/ pulau-pulau kecil ini juga memberikan jasa-jasa propinsi/kabupaten.

lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan Ironisnya, di Era Orde Baru pemerintah In- sekaligus sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan donesia sama sekali tidak memiliki political will kepariwisataan. untuk membentuk departemen khusus sebagi badan

Disisi lain, fakta menunjukkan bahwa perairan tunggal pembuat kebijakan yang mengatur masalah pulau-pulau kecil yang memiliki potensi perikanan kelautan dan perikanan. Sejalan dengan itu, kegiatan cukup tinggi cenderung menjadi tempat eksploitasi sumberdaya hayati laut berjalan sangat penangkapan ikan yang dilakukan baik oleh nelayan intensif tanpa adanya ukuran manajemen yang efektif. asing maupun nelayan lokal dengan cara tidak ramah Political will tersebut baru muncul pada Kabinet lingkungan, seperti pemboman, pembiusan, Persatuan Nasional yang dipimpin oleh penggunaan racun, dan sebagainya. Selain itu, Abdurrachman Wahid sebagai presiden. Walaupun terdapat fakta bahwa pulau-pulau kecil yang terpencil demikian, munculnya Departemen Kelautan dan sering dijadikan sebagai tempat penyelundupan, Perikanan (DKP) bertepatan dengan seriusnya pembuangan limbah dan/atau penambangan pasir kerusakan fisik habitat di laut serta adanya kelebihan secara liar. tangkap di hampir semua stok perikanan di Indone- sia.

KAITAN PULAU-PULAU KECIL Pengembangan pulau-pulau kecil DAN PESISIR

merupakan arah kebijakan baru bertepatan dengan Batas ke arah darat dari sisi administrasi adalah lahirnya DKP dimana terdapat sebuah direktorat batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak

Pengelolaan Pulau-pulau Kecil

definitif secara arbiter misalnya 2 km, 20 km dan penyediaan jasa umum sangat mahal, kelangkaan seterusnya dari garis pantai. Sedangkan dari sisi dalam hal sumberdaya manusia yang handal lebih secara fisik, ekologis, sosial budaya dan ekonomi khusus lagi pada pulau yang berukuran sangat kecil yang meliputi:

(luasnya kurang dari 1000 km 2 dengan jumlah

penduduk 10.000 orang ) (Hein, 1990), •• Habitat/ekosistem pulau-pulau kecil cenderung pengembangan ekonomi hampir sulit dilakukan

1. Secara ekologis

memiliki spesies endemik yang tinggi dibanding tampa campur tangan dari luar. Kemampuan pulau proporsi ukuran pulaunya.

untuk mengembangkan dirinya tanpa bantuan dari •• Memiliki resiko lingkungan yang tinggi, misalnya luar (self-sufficiency) hampir tidak mungkin. akibat pencemaran dan kerusakan akibat aktivitas Disamping itu, sumberdaya alam insular seperti air transportasi laut dan aktivitas penangkapan ikan, tawar, vegetasi, tanah, udara, ekosistem pesisir dan

akibat bencana alam seperti gempa, tsunami. hewan liar pada akhirnya mendikte suatu pulau untuk •• Keterbatasan daya dukung lingkungan pulau berkembang secara sustainable. Produktivitas

(ketersediaan air tawar dan tanaman pangan) sumberdaya dan jasa lingkungan yang tersedia •• Melimpahnya biodiversitas laut.

bergantung pada ekosistem tetangganya.

Pembangunan ekonomi pada pulau-pulau kecil •• Terpisah dari pulau besar

2. Secara Fisik

dibatasi oleh ukuran dan lokasi pulau itu sendiri. •• Bisa dalam bentuk gugusan atau sendiri

Ukuran tersebut juga dapat menjadi kelemahan jika •• Tidak mampu mempengaruhi hidroklimat laut

produsen dan konsumen lokal. •• Luas pulau tidak lebih dari 10.000 kilometer

Dari sisi lingkungan pulau-pulau kecil persegi

merupakan lingkungan khusus yang berciri: •• Sangat rentan terhadap perubahan alam dan atau •• Terbuka dari pukulan ombak dari semua sisi

manusi seperti bencana angin badai, gelombang •• Memiliki massa daratan yang relatif lebih kecil tsunami, letusan gunung berapi, fenomena •• Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kenaikan permukaan air laut (sea level rise) dan

kekeringan karena kemampuan menahan air yang penambangan.

sangat minim sehingga sering kekurangan air tawar

•• Daya dukung pulau sangat terbatas •• Ada pulau yang berpenghuni dan tidak

3. Secara Sosial- Budaya-Ekonomi

Opsi pembangunan pada pulau-pulau kecil •• Penduduk asli mempunyai budaya dan sosial pada umumnya hanya 3 jenis yaitu 1) aktivitas ekonomi yang khas

pembangunan yang tidak berdampak negatif sama •• Kepadatan penduduk sangat rendah (1-2 orang sekali pada lingkungan misalnya dengan menentukan

per hektar) suatu pulau dengan perairannya sebagai kawasan •• Ketergantungan ekonomi lokal pada

wildlife sanctuary; 2) aktifitas yang hanya sedikit perkembangan ekonomi luar (pulau induk, dampak negatifnya misalnya pengembangan kontinen)

ekonomi subsistem untuk pemenuhan kebutuhan •• Keterbatasan kualitas SDM

lokal melalui penggunaan sumberdaya lokal secara •• Aksessibilitas (sarana, jarak, waktu) rendah atau lestari; 3) aktifitas yang berakibat perubahan radikal

maksimal satu kali sehari. Jika aksessibilatsnya dalam lingkungan seperti pertambangan skala besar, tinggi maka keunikan pulau lebih mudah terganggu. kegiatan militer dan pengetesan nuklir dan

pengembangan tourisme yang intensif.

PULAU-PULAU KECIL : KASUS KHUSUS

Masing-masing opsi tersebut di atas memiliki

DALAM PEMBANGUNAN

keuntungan dan kelemahan dari sisi pertumbuhan Pulau-pulau kecil merupakan kasus khusus ekonomi dan sustainabilitasnya. Misalnya, pada dalam pembangunan karena ciri khusus yang pilihan pertama sustainabilitasnya tinggi tetapi dari dimilikinya. Ciri khusus tersebut meliputi sumberdaya sisi pertumbuhan ekonomi sangat rendah. alamnya, ekonominya dan dalam banyak kasus Sebaliknya untuk pilihan yang ketiga. Oleh sebab kebudayaannya. Pada pulau-pulau kecil, pilihan itu pilihan ke dua dipercayai sebagai pilihan yang pembangunan yang sustainable secara ekologis tepat karena sustainabilitas dari sisi sumberdaya alam maupun ekonomi sangat terbatas (Hein, 1990), maupun pertumbuhan ekonomi dapat dicapai.

Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Dari uraian di atas maka pada pulau-pulau dan menguntungkan dalam hal administarsi, usaha kecil, pencegahan terhadap kerusakan ekosistem

produksi dan transportasi turut menghambat merupakan alternatif terbaik walaupun modifikasi

pembangunan hampir semua pulau-pulau kecil di lingkungan untuk meningkatkan penyediaan barang

dunia (Brookfield, 1990; Hein, 1990). dan jasa berharga bagi manusia tidak dapat dihindari.

3. Ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa Dengan kata lain, manajemen lingkungan merupakan

seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir syarat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang sus-

(coastal ecosystem) dan satwa liar, pada tainable dan manajemen pertumbuhan ekonomi

akhirnya akan menetukan daya dukung suatu merupakan bagian dari manajemen lingkungan.

sistem pulau kecil dalam menopang kehidupan Manajemen lingkungan umumnya meliputi

manusia penghuni dan segenap kegiatan pemantauan, dan modifikasi SDA sebagaimana

pembangunannya.

dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai

4. Produktivitas sumberdaya alam dan jasa-jasa tambah. Walaupun demikian, SDM merupakan

lingkungan (seperti pengendalian erosi) yang komponen penentu pemanfaatan SDA sehingga

terdapat di setiap unit (lokasi) di dalam pulau dan manajemen lingkungan dapat disebut sebagai

yang terdapat di sekitar pulau (seperti ekosistem manajemen hubungan antara manusia dan lingkungan

terumbu karang dan peraian pesisir) saling terkait (man-environment management).

satu sama lain secara erat (Mc Elroy et.al., 1990). Untuk mengembangkan pulau-pulau kecil

Misalnya di Pulau Palawan, Philipina dan dibutuhkan studi dan perencanaan untuk mengetahui

beberapa pulau di Karibia Timur, penebangan kebutuhan pembangunan. Paradigma penelitian pada

hutan di lahan darat secara tidak terkendali telah pulau-pulau kecil antara lain:

meningkatkan laju erosi tanah dan sedimentasi di

1. Kategorisasippk untuk menunjukkan kendala dan perairan pesisir, kemudian merusak/mematikan permasalahan lingkungan yang ada serta potensi

ekosistem terumbu karang yang akhirnya transfer teknologi dan pengalaman

menghancurkan industri perikanan pantai dan

2. Penekanan pada analisa sistem (ekonomi, usaha pariwisata bahari (Hodgson dan Dixon, demografi, politik, lingkungan dan teknologi)

1988; Lugo, 1990). Oleh karena itu, keberhasilan

3. Penelitian interdisipliner dan interaktif usaha pertanian, perkebunan atau kehutanan di

4. Kader pakar dan lembaga pengkajian teknologi re- lahan darat suatu pulau, jika tidak dikelola menurut gional atau pusat penelitian untuk mendukung

prinsip-prinsip ekologis, dapat merusak/ penelitian, perencanaan dan pembangunan.

mematikan industri perikanan pantai dan Penelitian dapat dilakukan perpulau atau per gugus

pariwisata bahari di sekitar pulau tersebut. pulau.

5. Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan dengan kegiatan pembangunan. Contohnya

KENDALA PEMBANGUNAN SPESIFIK

pariwisata yang akhir-akhir ini dianggap sebagai

PULAU-PULAU KECIL

dewa penolong (panacea) bagi pembangunan Beberapa karakteristik pulau kecil yang dapat

pulau-pulau kecil, tetapi di beberapa pulau kecil merupakan kendala pembangunan adalah:

budaya yang dibawa oleh wisatawan (asing)

1. Ukuran yang kecil dan isolasi sehingga penyediaan dianggap tidak sesuai dengan kendala atau agama sarana dan prasarana menjadi sangat mahal, dan

setempat (Francillon, 1990). sumberdaya manusia yang handal menjadi langka.

Segenap kendala tersebut bukan pulau-pulau

Luas pulau yang kecil itu sendiri bukanlah suatu kecil tidak dapat dibangun atau dikembangkan, kelemahan, jika barang dan jasa yang diproduksi melainkan pola pembangunannya harus mengikuti dan dikonsumsi oleh penghuninya hanya terdapat di kaidah-kaidah ekologis, khususnya adalah bahwa dalam pulau yang dimaksud. Akan tetapi begitu tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh jumlah penduduk meningkat secara drastis, maka melebihi daya dukung (carrying capacity) suatu diperlukan barang dan jasa serta pasar yang berada pulau, dampak negatif pembangunan (cross-sectoral jauh dari pulau tersebut.

impacts ) hendaknya ditekan seminimal mungkin

2. Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai sesuai dengan kemampuan ekosistem pulau tersebut. skala ekonomi (economics of scale) yang optimal Selain itu, setiap kegiatan pembangunan (usaha

Pengelolaan Pulau-pulau Kecil

produksi) yang akan dikembangkan di suatu pulau hak dan kewajibannya diawasi dan ditegakkan seyogyanya memenuhi skala ekonomi yang optimal

oleh pemerintah;

dan menguntungkan serta sesuai dengan budaya

3. kepastian berusaha bagi pengusaha/investor yang lokal.

sudah mendapatkan hak pakai atas tanah dan wilayah perairan pulau-pulau kecil yang dikuasai

LATAR BELAKANG KEBIJAKAN

oleh negara

PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL