Penyakit yang ditularkan oleh Vektor (Malaria)
6.3. Penyakit yang ditularkan oleh Vektor (Malaria)
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil
atau panas naik turun secara berkala, dapat disertai sakit kepala, berkeringat, mual, muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun terakhir. Ditanyakan pula apakah pernah minum obat malaria dengan atau tanpa gejala panas. Untuk resp onden yang menyatakan “pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program kombinasi artemisinin dalam 24 jam pertama menderita panas atau lebih dari 24 jam pertama menderita panas dan apakah obat habis diminum dalam waktu 3 hari.
Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9 persen menurun dibanding tahun 2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam jumlah penderita malaria (gambar 6.7). Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%) (tabel 6.9). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali merupakan daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibanding provinsi lain, tetapi sebagian kasus malaria di Jawa-Bali terdeteksi bukan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan.
Gambar 6.7 Insiden Malaria menurut provinsi, Riskesdas 2007 dan 2013
Tabel 6.9 Insiden dan prevalensi malaria menurut provinsi, Indonesia 2013
Prevalensi Malaria Provinsi
Insiden Malaria
D D/G Aceh
D D/G
6,1 Sumatera Utara
5,2 Sumatera Barat
4,7 Sumatera Selatan
3,4 Bangka Belitung
8,7 Kepulauan Riau
4,2 DKI Jakarta
5,8 Jawa Barat
4,7 Jawa Tengah
5,1 DI Yogyakarta
5,3 Jawa Timur
2,7 Nusa Tenggara Barat
9,0 Nusa Tenggara Timur
23,3 Kalimantan Barat
4,6 Kalimantan Tengah
6,4 Kalimantan Selatan
7,3 Kalimantan Timur
4,3 Sulawesi Utara
10,0 Sulawesi Tengah
12,5 Sulawesi Selatan
8,1 Sulawesi Tenggara
5,6 Sulawesi Barat
10,7 Maluku Utara
11,3 Papua Barat
Tabel 6.10 menunjukkan prevalensi malaria pada anak kurang dari 15 tahun relatif lebih rendah dibanding pada orang dewasa, tetapi proporsi pengobatan dengan obat malaria program pada kelompok umur tersebut lebih baik pada anak dibandingkan orang dewasa (Tabel 6.12). Keadaan ini menunjukkan kewaspadaan dan kepedulian penanganan penyakit malaria pada anak sudah baik.
Tabel 6.10 Insiden dan prevalen malaria menurut karakteristik, Indonesia 2013
Prevalen malaria Karakteristik
Insiden malaria
D D/G Kelompok umur (tahun)
4,8 Jenis Kelamin Laki-laki
5,8 Pendidikan Tidak sekolah
7,3 Tidak tamat SD/MI
6,7 Tamat SD/MI
6,5 Tamat SMP/MTS
6,0 Tamat SMA/MA
5,2 Tamat D1-D3/PT
Tidak bekerja 0,3
5,2 Petani/nelayan/buruh
6,5 Tempat Tinggal Perkotaan
7,1 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah
10,1 Menengah bawah
5,4 Menengah atas
4,3 Tabel 6.11 menunjukkan pengobatan malaria sesuai program dan penduduk yang mengobati sendiri penyakit malaria. Pengobatan malaria sesuai acuan program pengendalian malaria harus dilakukan secara efektif. Pemberian jenis obat harus benar, dan cara meminumnya harus tepat. Pengobatan efektif adalah pemberian ACT pada 24 jam pertama pasien panas dan obat harus diminum habis dalam 3 hari. Penduduk indonesia yang berobat ke tenaga kesehatan yang mendapatkan obat ACT dari program adalah 33,7 persen. Dari yang mendapatkan obat program, hanya 52,3 persen yang mendapatkan obat pada 24 jam pertama. Dari 52,9 persen penduduk yang mendapatkan obat dalam 24 jam pertama, 81,1 persen diantaranya meminum habis obat selama 3 hari. Dari 33,7 persen penduduk indonesia yang mendapatkan obat ACT dari program, hanya 14,46 persen yang melakukan pengobatan secara efektif. Lima provinsi yang tertinggi dalam mengobati malaria secara efektif adalah Bangka Belitung (59,2%), Sumatera Utara (55,7%), Bengkulu (53,6%), Kalimantan Tengah (50,5%) dan Papua (50,0%). Penduduk Indonesia yang yang mengobati sendiri penyakit malaria yang dideritanya adalah 0,6 persen (tabel
6.11). Lima provinsi tertinggi yang penduduknya mengobati sendiri penyakit malaria adalah Papua Barat (5,1%), Papua (4,1%), Sulawesi Tengah (2,8%), Nusa Tenggara Timur (2,7%) dan Maluku Utara (2,3%).
Tabel 6.11 Proporsi penderita malaria yang diobati sesuai program dan yang mengobati sendiri menurut provinsi, Indonesia 2013
Pengobatan malaria sesuai program
Mengobati
Pengobatan sendiri Provinsi
efektif dgn
obat ACT
obat dalam 24
jam pertama
hari
10,28 0,7 Sumatera Utara
11,15 0,8 Sumatera Barat
9,31 0,4 Sumatera Selatan
4,48 0,4 Bangka Belitung
27,77 0,9 Kepulauan Riau
13,85 0,7 DKI Jakarta
2,35 0,5 Jawa Barat
1,57 0,4 Jawa Tengah
7,94 0,3 DI Yogyakarta
4,25 0,4 Jawa Timur
11,11 0,3 Nusa Tenggara Barat
13,44 0,8 Nusa Tenggara Timur
25,25 2,7 Kalimantan Barat
7,50 0,7 Kalimantan Tengah
11,69 0,6 Kalimantan Selatan
10,09 0,9 Kalimantan Timur
18,81 0,4 Sulawesi Utara
16,50 1,7 Sulawesi Tengah
10,59 2,8 Sulawesi Selatan
7,91 0,8 Sulawesi Tenggara
15,59 1,0 Sulawesi Barat
16,89 1,9 Maluku Utara
20,88 2,3 Papua Barat
14,46 0,6 *Pengobatan efektif ( pengobatan malaria sesuai program) adalah pemberian ACT pada 24 jam pertama pasien panas dan obat diminum habis dalam 3 hari.
Tabel 6.12
Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program menurut karakteristik,
Indonesia 2013
Pengobatan malaria sesuai program Mendapatkan obat
Karakteristik
Mendapatkan obat ACT
Minum obat dalam 24 jam
program
selama 3 hari
pertama
Kelompok umur (tahun) <1
81,3 Jenis Kelamin Laki-laki
81,3 Pendidikan Tidak sekolah
83,8 Tidak tamat SD/MI
82,3 Tamat SD/MI
80,7 Tamat SMP/MTS
77,7 Tamat SMA/MA
81,2 Tamat D1-D3/PT
Tidak bekerja 32,2
79,4 Petani/Nelayan/Buruh
81,5 Tempat Tinggal Perkotaan
81,2 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah
82,1 Menengah Bawah
80,5 Menengah Atas
77,5 Teratas
Daftar Pustaka
Bhisma Murti. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press 1997: 152-79 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia
(Riskesdas). 2007 Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian TB
edisi 2 th. 2012 Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Hepatitis
Virus. 2012 Direktorat PB Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Menuju Eliminasi