Perumusan Masalah SISTEMATIKA PENULISAN

pilihannya. Berangkat dari hasil penelitian tersebut saya kemukakan di atas maka saya tertarik untuk meneliti kembali pengaruh hubungan etnisitaskesamaan marga dalam menentukan pilihannya, apakah Kecamatan Balige merupakan masyarakat yang memilih dengan tidak rasional atau memilih karena adanya faktor kesamaan etniitaskesamaan marga dalam kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu. Adapun judul dari penelitian saya adalah “Etnisitas dan Pilihan Kepala Daerah Suatu Studi penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir.”

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahannya. Atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarakan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 6 Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut: “Apakah faktor hubungan kesamaan etnisitasmarga dapat mempengaruhi kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Simanjuntak pada pemilihan Bupati Toba Samosir 2010 khususnya di Kecamatan Balige?” 6 Husni Usman dan Purnomo, Metedologi Penelitian Sosial, Bandung; Bumi Aksara,2004, hal.26 Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Secara rinci penelitian ini bertujuan uintuk:. 1. Untuk mengetahui adanya keterkaitan etnisitas dalam mempengaruhi hasil suara pemilihan Bupati Tahun 2010. 2. Untuk mengetahui tingkat partisipasi politik masyarakat Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, dalam pemilihan umum Bupati Toba Samosir 2010.

1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah:

1. Secara Teoritis maupun Metodologi studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dean pendalaman studi perilaku politik khususnya di Indonesia 2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah melalui penelitian ini. 3. Bagi akademis, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi dalam konteks ilmu Politik di indonesia. 4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih diprioritaskan kepada perilaku politik masyarakat secara umum. Universitas Sumatera Utara

1.4. KERANGKA TEORI

Untuk memudahkan penelitian, diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori. 1.4.1 Partisipasi Politik 1.4.1.1. Konsep Dasar Partisipasi Politik Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghindari rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan. 7 Menurut Closky 1982 bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses kebiljakan umum, kegiatan partisipasi politik pada intinya tertuju kepada dua subjek, yaitu: 1. Pemilihan penguasa, dan 2. Melaksanakan segala kebijakan penguasapemerintah. Partisipasi politik merupakan cerminan dari sikap politik warga negara yang berwujud dalam perilaku baik secara psikis maupun secara fisik. Partisipasi politik yang dikehendaki adalah partisipasi yang tumbuh atas kesadaran sebagai partisipasi murni tanpa paksaan. Kajian perilaku politik dapat dilakukan dengan mengggunakan tiga unit analisis yaitu individu sebagai aktor politik, agregasi politik, dan tipiolgi kepribadian politik. 7 Miriam Budiardjo, Dasar‐Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009, hal.184. Universitas Sumatera Utara Partisipasi publik pada dasarnya merupkan bagian dari partisipasi pada umumnya, merajuk pada hasil survey yang dilakukan Charles Adrian dan James Simith tahun 1995- 1997, partisipasi dikelompokkan dalam tiga bentuk: 8 1. Partisipasi yang lebih pasif Didalam tipe ini, partisipasi dilihat dari keterlibatam poltik seseorang, yakni sejauh mana orang itu melihat politik sebagai sesuatu yang penting, memiliki minat terhadap politik, dan sering berdiskusi mengenai isu-isu politik dengan teman. 2. Partisipasi yang lebih aktif Yang menjadi perhatian adalah sejauh mana orang itu terlibat didalam organisasi- organisasi atau asosiasi-asosiasi sukarela seperti kelompok-kelompok keagamaan, olahraga, pencinta lingkungan, organisasi profesi, dan organisasi buruh. 3. Partisipasi yang berupa kegiatan-kegiatan protes Partisipasi ini dilihat dari keikutan sertaan mendatangani petisi, melakukan boikot, dan demonstrasi Keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti setiap kegiatan pemilihan umum dapat dikatakan cukup tinggi diIndonesia, hal ini dapat diukur dengan rata-rata partisipasi politik masyarakat untuk ikut dalam pemilihan umum semenjak pemilihan umum tahumn 1991 sampai dengan pemilihan umum 1992 mencapai hingga 102,3 juta, atau lebih dari 90 masyarakat pemilih yang terdaftar, dan apabila kita membicarakan tentang berbagai perilaku pemilihan, yang dalam hal ini adalah perilku pemilihan etnis Batak Toba, ada dua teori utama dalam perilaku pemilih: 1. Teori Pemilih Rasional Dalam teori pemilihan rasional, pemilih diasumsikan memiliki proferensi politik yang tidak berubah. Maka tidak tepat menggunakan teori pemilih rasional untuk menjelaskan 8 Kacung Marijan,Sistem Politik Indonesia, Konsolidasi Demokrasi Pasca‐Orde Baru,Jakarta: Kencana, 2010, hal.111 Universitas Sumatera Utara perilaku pemilih yang preferensi politiknya justru berubah-ubah, seperti yang dialami oleh pemilih pemula. Dengan kata lain, pada teori pilihan rasional lebih melihat kepada akal pikiran yang rasional, siapapun yang akan mencoba mempengaruhi seorang pemilih, dia tidak gampang terpengaruh sekalipun mendapatkan tawaran yang menjanjikan karena dia lebih menggunakan logika dalam bertindak. Seorang pemilih menurut teori ini tidak tergabung dalam sebuah organisasipartai politik. 2. Teori Pemilih Psikologi Menurut teori ini, pemilih terkait kepada partai atau kandidat presiden karena ikatan partisan dan simbolik Ikatan partisan dan simbolik ini biasanya mengakar dalam sehingga membuat preferensi politik menjadi stabil. Karenanya teori ini juga tidak tepat dipakai untuk mejelaskan ketidakstabilan prefensi politik pemilih. Kedua teori diatas juga mengisyaratkan partai politik yang kuat. Karena hanya dengan adanya partai politik yang kuat maka pemilih rasional dapat menimbang semua pilihan yang ada rasional, dan pemilih psikologis dapat membuat ikatan batin dengan partai tersebut. Di negara-negara yang masih dalam proses konsilidasi demokrasi, seperti indonesia, sinyal dari partai politik yang menginformasikan posisi idiologi dan kebijakan partai lemah atau sama sekali tidak ada, dalam negara demokrasi baru, partai politik belum berfungsi sebagaimana mestinya, maka media massa memainkan peran besar dalam menyalurkan informasi politik. Tetapi bukan berarti media adalah saluran informasi politik satu-satunya.

1.4.1.2 Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi dengan asumsi yang mendasari demokrasi dan partisipasi. Orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan poltik yang dibuat dan dilaksankan pemerintah dengan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan kehidupan warga masyarakat maka warga Universitas Sumatera Utara masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik. Karena itu yang dimaksud dngan partisipasi adalah keikutan sertaan warga Negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai suatu kegiatan dan membedakan partisipasi aktif dan partisipasi pasif. 9 Partisipasi aktif merupakan mencakupi semua kegiatan warga Negara dengan mengajukan usul tentang kebijakan umum, untuk mengajukan alternative kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pemimpin pemerintah. Pada pihak yang lain bahwa partisipasi pasif antara lain beberapa kegiatan dengan mematuhi peraturan-peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan dengan demikian saja setiap keputusan pemerintah. Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi diberbagai Negara dari bebagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk non-konvensional seperti petisi, kekerasan dan revolusi. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas system politik, integrasi kehidupan politik dan kekuasaan politik dank epuasan atau ketidakpuasan warga Negara. 10 Dalam buku perbandingan Sistem Politik Indonesia yang dikutip oleh Mas’oed dan Mac. Andrew 1981, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu: 1 Partisipasi politik konvensional yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. 2Partisipasi politik non konvensional yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lazi dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner. 9 Ramlan Surbakti,op.Cit, hal 285 10 Sudjono Sastroatmojo, Perilaku Politik, Semarang: Semarang Press,1995. Hal 74. Universitas Sumatera Utara Partisipasi dalam pemungutan suara jelas merupakan hanya partisipasi saja karena hal tersebut sering terjadi dan memiliki makna yang berbeda pada setiap penyelenggaraan pemilihan umum. Maka sebaliknya partisipasi dalam pemungutan suara dengan meningkatkan dalam sustu masyarakat, dengan demikian bentuk-bentuk dari partisipasi politik yang lainnya akan meningkat. 11 Pembentukan pemerintah yang didasarkan pada partai politik seringkali menciptakan harapan yang tersebar luas bahwa orang dalam menjalankan kekuasaan politik bukan karena kelahiran melainkan berkat kemahiran dalam politik, ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi seseorang ataupun masyarakat dalam mengambil keputusan dalam pemilihan umum yang mempengaruhi partisipasi politik yaitu: 12 1. Pendidikan, pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya dengan peningkatan penguasaan teori dan keterlampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Oleh karena itu pendidikan tinggi dapat memberikan informasi tentang politik dan persoalan- persoalan politik dapat judga dengan mengembangkan kecakapan dalam menganalisa menciptakan minat dan kemampuan dalam berpolitik. 2. Perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin dan status social ekonomi juga dapat mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik, bahwa kemajuan social ekonomi suatu Negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi politik. 3. Aktifitas kampanye, pada umumnya kampanye-kampanye politik hanya dapat mencapai pengikut setiap partai, dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan 11 Ibid,hal 14 12 Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajahmada uniiversirty, 1986,hal 45. Universitas Sumatera Utara suara. Dengan demikian yang menjadi persoalan dalam kaitannya dengan tingkat bentuk partisipasi politik masyarakat adalah terletak dalam kedudukan partisipasi tersebut.

1.4.2. Perspektif Etnis

Seperti yang diungkapkan oleh Suyono dalam Kamus Antropologi. Presindo Jakarta,1985, bahwa etnis adalah sesuatu hal yang mempunyai kebudayaan tersendiri. Sebagai contoh, bangsa dalam arti etnis maksudnya suatu sistem kemasyarakatan yang memiliki kebudayaan tersendiri, kerena mereka berasal dari satu keturunan, Menurut Fredik Barth dalam bukunya yang berjudul ‘Kelompok Etnis dan Batasnnya’. UI Press Jakarta, 1988, bahwa kelompok etnis dikenal sebagai suatu populasi yang: 1 Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan. 2 Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk kebudayaan. 3 Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. Semakin kuat pandangan bahwa etnisitas, secara substansial bukan sebuah fakta yang ada dengan sendirinya, melainkan keadaannya bertahap. 13 Masalah etnis merupakan masalah yang sering diperdebatkan di indonesia. Apakah masyarakatmemilih berdasarkan etnis atau partai politik yang diusung? Inilah pertanyaan yang seringkali kita hadapi. Masalah etnis tentu mempunyai kaitan dengan prefensi politik dari masyarakat. Kerena kebanyakan masyarakat di indonesia memilih berdasarkan yang satu suku dengannya. Menguatnya identitas kesukuan mempunyai berbagai konsekuensi. Dua jenis konsekuensi yang terpenting adalah: Pertama, menjauhkan diri atau bahkan keluar dari tatanan negara bangsa. Kedua, berusaha mendudukkan orang sesuku dalam pemerintahan negara bangsa. 13 Ivan A. Hadar,Etnisitas dan Negara Bangsa, KOMPAS, 29 Mei 2004. Universitas Sumatera Utara Opsi kedua seringkali kita temui dalam berbagai jenjang pemerintahan di indonesia, baik dari pemerintahan pusat dan daerah. Budaya dominan yang berasal dari kelompok etnis yang dominan pula, yakni etnis jawa. Apalagi pada masa Orde Baru, yang dipimpin oleh Soeharto, dominan daripada etnis yang besar sangatlah dapat dirasakan oleh masyarakat pada masa itu. Batak berarti pengembara, mengembara. Membatak = melanglang, merampok, menyamun, dan merampas. Menurut buku karangan Batara Sangti Simanjuntak yang berjudul “Sejarah Batak” mengutip buku “Hang Tuah” cetakan ketiga penerbit Balai Pustaka bahwa asal kata batak berasal dari kata “Bataha” sebagai salah satu kampung di Birma, dimana kemudian bataha menjadi kata batak. 14 Mengapa suku batak disebut sebagai suku tersendiri, dan sebutan ini bukan untuk suku Melayu. Ada 4 hal yang membedakan mengapa suku batak disebut sebagai suku yang tersendiri dibandingkan dengan suku Melayu, yakni: 15 1 Suku Batak memiliki bahasa yang berbeda dengan suku Melayu. 2 Suku Batak memiliki aksara sendiri, sedangkan suku Melayu menggunakan aksara Latin. 3 Suku Batak memiliki karekter yang berbeda dengan suku Melayu. Suku batak lebih identik dengan kekerasan. 4 Suku Batak memiliki alat penghitungan menunjuk waktu dan hari, sedangkan suku Melayu tidak memilikinya. Etnis batak masih terbagi kedalam beberapa sub bagian, dimana etnis ini tersebar di hampir seluruh daerah Sumatera Utara, yakni: 16 1 Etnis Batak Toba, yang mendiami daerah Toba, Tapanuli Utara, Samosir. Masyarakat etnis batak toba sendiri mayoritas beragama Kristen Protestan dan Kristen 14 Kamus Besar Bahasa Indonesia 15 Marihot Siagian, Buku Bunga Rampai: Paradaton, Medan: CV.Lopian, 1992, hal.145‐146 16 Posman Simanjuntak, Berkenalan Dengan Antropologi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000, hal.19 Universitas Sumatera Utara Katolik yang disebarkan oleh para misionaris dari zending yang berasal dari Belanda dan Jeran sejak tahun 1863. Pada Penelitian ini, penulis ingin meneliti bagaimana perilaku pemilih etnis Batak yang ada di Toba Samosir, Kecamatan Balige. 2 Etnis Batak Karo, yang mendiami daerah Tanah Karo, sebagian wilayah Binjai dan Langkat. Masyarakat etnis batak karo mayoritas beragama Kristen Katolik dan Prosestan. 3 Etnis Batak Simalungun, yang mendiami daerah Kabupaten Simalungun, dan masyarakat etnis ini mayoritas beragama Kristen Prosestan. 4 Etnis Batak Mandailing, yang mendiami daerah Tapanuli Selatan, Madina, Penyabungan, dan masyarakat etnis ini mayoritas beragama Islam 5 Etnis Batak Angkola, yang mendiami daerah sipirok, dan Sipirok, dan masyarakat etnis ini mayoritas beragama Islam. 6 Etnis batak Pakpak, yang mendiami daerah Sidikalang, Pakpak, dan mayoritas etnis ini beragama Kristen Prosestan dan Kristen Katolik. Dalam penelitian ini penulis akan meneliti Batak Toba di Kecamatan Balige di karenakan di Balige yang mayoritas masyarakatnya terdiri dari etnis Batak Toba. Dalam adat istiadat batak toba dikenal istilah Dalihan Natolu, yang terdiri atas 3 bagian yakni: Somba marhula-hula yang berarti kita harus menghormati saudara laki-laki dari pihak ibu, ibunya bapak kita, maupun dari pihak istri kita. Hula-hula merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam adat istiadat etnis batak toba. Elek Marboru, yang berarti kita harus menyanyangi saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan dari pihak ayah kita. Manat Mardongan Tubu, yang berarti kita harus menghargai dan menghormati teman 1 marga kia. Kita tidak bisa menyinggung perasaannya atau bahkan menyakiti hatinya karena dia sama dengan saudara kandung kita sendiri. Ketiga bagian ini saling berhubungan satu Universitas Sumatera Utara sama lain, yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing anggota masyarakat etnis batak toba. Bila dikaitkan dengan budaya politik di indonesia, etnis batak toba tidaklah seperti etnis jawa yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap budaya politik di indonesia. Bisa dikatakan etnis batak toba merupakan etnis yang sangat kecil dan tidak diperhitungkan dalam perpolitikan di indonesia. Dalam kelompoknya, masyarakat batak toba mencari orang yang dianggap dan bijaksana dalam mengatasi berbagai persoalan dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, kepemimpinan di bidang pemerintahan ini ditentukan melaluoi pemilihan. Dalam pemilihan tersebut, masih terasa adanya pengaruh sisa-sisa kebiasaan lama, yaitu memberikan prioritas kepada turunan tertua dari pembuka desa. Mereka selalu diperhitungkan dan diutamakan sebagai calon untuk dipilih menjadi pemimpin pemerintahan. 17 Ada istilah bagi orang batak toba, Dang Tumangonan Tu Halak adong do di hita buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri. Seorang yang pandai, bijaksana, belum tentu menang dalam pemilihan, bila faktor turunan atau kharisma tidak ada padanya. Intinya, seseorang yang akan duduk di tumpuk pimpinan harus mendapat kepercayaan dari masyarakat.

1.4.3 Perilaku Politik

Sebelum berbicara mengenai perilaku politik, kita harus terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan perilaku pemilih. perilaku pemilih voting behavior adalah alasan seseorang untuk menggunakan ataupun tidak mnggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum. Jika ia menggunakan hak pilihnya, alasan apa yang mendasarinya memilih partai ataupun calon yang akan dipilihnya. Sedangkan perilaku politik adalah suatu kegiatan yang 17 Ibid,hal 16 Universitas Sumatera Utara berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. 18 Interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan suatu perilaku politik. Perilaku politik juga merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan, dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik. Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam suatu negara misalnya ada pihak yang memerintah dan pihak lain ada pihak yang diperintah. Terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang kurang setuju. Yang senantiasa melakukan kegiatan politik adalah pemerintah dan partai politik karena fungsi mereka dalam bidang politik. Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi mengandung keterkaitan dengan hal-hal lain. Perilaku politik yang ditunjukkan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor. Adapun afaktor-faktor yang membentuk suatu perilaku politik adalah: 1 Faktor genetik turunan. Misalnya kecerdasan, pemalu. 2 Faktor lingkungan. Misalnya lingkungan bermain dan lingkungan sekolah. 3 Faktor pendidikan. Misalnya pendidikan budi pekerti. Berbicara tentang perilaku politik, satu hal yang perlu dibahas adalah apa yang disebut dengan sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. 19 Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan. Dari 18 Ramlan Surbakti, Loc. Cit. 19 Mar’at, Sikap Manusia: Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Media Sarana, 1992, hal.131. Universitas Sumatera Utara suatu sikap tertentu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Berangkat dari pemahaman sifat seperti yang telah diuraikan diatas, sikap politik dapat dinyatakan sebagai kesiapan untuk beraksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik. Dengan munculnya sikap tertentu, akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul. Ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah misalnya menaikkan pajak pendapatan, merupakan suatu sikap politik. Dengan adanya ketidaksetujuan tersebut, perilaku yang diperirakan akan muncul adalah peninjauan pernyataan keberatan, protes, atau unjuk rasa. Walaupun dalam kenyataan, bisa saja perilaku semacam itu muncul, akan tetapi sekurang-kurangnya ada kecenderungan menuju kearah tersebut. Menurut Denis Kavanagah, untuk menganalisis perilaku pemilih, antara lain sebagai berikut: 20 1. Pendekatan Struktural Dalam pendekatan ini kita dapat melihat kegiatan masyarakat peilih ketika memilih partai sebagai produk dari konteks struktur yang luas, seperti struktur sosisal masyarakat, sistem kepartaian, sistem pemilu, serta program-program yang ditonjolkan partai-partai peserta pemilu. Pada model ini, tingkah laku politik seseorang termasuk didalam penentuan pilihan ditentukan oleh pengelompokkan sosial, agama, bahasa, dan etnissuku. Dalam pendekatan ini juga, mobilitas seseorang yang ingin keluar dari kelompok untuk bergabung dengan kelompok lain masih dikemungkinkan, karena itu, pilihan seseorang akan dipengaruhi oleh latar belakang sosialekonomi, demografi, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, dan lain- lain. Lewat pendekatan ini dapat dibuat peta masyarakat yang keudian dimanfaatkan sebagai basis dukungan terhadap kandidat calon. 20 Muhammad Asfar, Beberapa Pendekatan dalam Memahami Perilaku Pemilih, Jurnal Ilmu Politik Edisi No.16,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal. 47‐48 Universitas Sumatera Utara 2. Pendekatan Sosiologis Pada dasarnya pendekatan sosialogis hampir sama dengan pendekatan struktural, hanya saja dalam pendekatan ini lebih menempatkan kegiatan memilih pada konteks sosial. Melalui pendekatan ini, tingkah laku politik seseorang akan dipengaruhi identifikasi diri terhadap kelompok, termasuk norma yang dianut oleh kelompok tersebut. 3. Pendekatan Ekologis Dalam pendekatan ini relevan apabila dalam daerah pemilih terdapat perbedaan karakteristik pemilih yang didasarkan pada unit teritorial. Kelompok masyarakat penganut agama, buruh, kelas menengah, suku bangsa etnis yang bertempat tinggal di daerah tertentu dapat mempengaruhi komposisi pemilih terhadap perubahan pilihan mereka. 4. Pendekatan Psikologi Sosial Pendekatan ini menyatakan tingkah laku pemilih akan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan eksternal. Misalnya sistem kepercayaan, agama, dan pengalaman hidup seseorang. Dalam pendekatan ini dipercaya bahwa tingkah laku individu akan membentuknorma kepercayaan individu. 5. Pendekatan Pilihan Rasional Pendekatan ini merupakan lanjutan dari pendekatan psikologi sosial yang ingin melihat kegiatan perilaku pemilih sebagai produk hitung untungrugi. Dalam hal ini, faktor pendidikan dan kesadaran pemilih akan sangat menentukan sekali. Penganut model ini sering mencoba meramalkan tindakan manusia berdasarkan pada asumsi sederhana, yakni setiap orang berusa keras mencapai apa yang dinamakan Self interest Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat, antara lain: 21 A. Faktor Sosial, yang meliputi: 21 Samuel P Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hal.6. Universitas Sumatera Utara 1. Komunikasi Politik, yaitu komunukasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual maupun pontensial, yang mengatur kegiatan dan keberadaan suatu konflik. 2. Kesadaran Politik, yang menyangkut minat dan pengetahuan seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. 3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan. 4. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijajakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu objek kebijakan tertentu. B. Faktor fisik individu dan lingkungan fisik individu Bebicara mengenai perilaku politik, yang lebih difokuskan kepada perilaku pemilih tidaklah pernah terlepas dari partisipasi politik, partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan demokrasi sekaligus merupakan ciri khas dari Modernisasi Politik. Huntington dan Nelson membagi pengertaian mengenai partisipasi politik dalam beberapa aspek, yakni: 22 “Pertama, partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Yang ditekankan adalah bagaimana bebagai sikap dan perasaan tersebut dengan bentuk tindakan politik. “Kedua, yang dimaksudakn dalam partisipasi politik adalah warga negara preman biasa, bukan pejabat-pejabat pemerintah. “Ketiga, kegiatan partisipasi politik itu hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. “Keempat, partisipasi politik berupa kegiatan mempengaruhi pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung.” Kegiatan yang termasuk dalam partisipasi politik adalah: 23 22 Loc,cit 23 Ramlan Surbakti, Op. cit., hal.141 Universitas Sumatera Utara 1. Partisipasi politik terwujud sebagai kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati dan bukan merupakan siakp dan orientasi. 2. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksanaan keputusan politik. 3. Kegiatan yang berhasil maupun yang gagal dalam mempengaruhi keputusan politik pemerintah termasuk dalam partisipasi politik. 4. Kegiatan yang mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara, dan secara tidak langsung. 5. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar tanpa kekerasan, dan dengan cara-cara yang tidak wajar. 6. Kegiatan individu untuk mempengaruhi pemerintah ada yang dilakukan atas kesadaran sendiri dan ada berdasarkan desakan ataupun paksaan dari pihak lain. Bentuk partisipasi politik menurut Miriam Budiarjo adalah: “partisipasi politik dapat bersifat aktif dan pasif, bentuk yang paling sederhana dari partisipasi politik aktif adalah ikut memberikan suara dalam Pemilu, turut serta dalma demonstrasi dan memberikan dukungan keuangan dengan memberikan dukungan keuangan dengan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar. Misalnya bentuk diskusi, politik informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja, dan diantara sahabat-sahabatnya. 24 Sedangkan menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. 25 1. Partisipasi politik aktif mencakup kegiatan warga Negara mengajukan usul mengenai sutu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada 24 Miriam Budiardjo, Op. cit., hal. 10 25 Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Jakarta: PT. Grasindo, 2003, hal.74. Universitas Sumatera Utara pemerintah, mengajukan saran perbaikan untuk meluruskan kerjasama, membayar pajak dan ikut dalam kegiatan pemilih pimpinan kepala daerah. 2. Partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah, memahami dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.

1.4.4 Pemilihan Kepala Daerah Pilkada

Otonomi daerah merupakan cikal bakal lahirnya Pilkada Langsung. Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa latin yakni autonomosautonomia yang berasal dari dua kata autos berarti “sendiri” dan nomos berarti “aturan”. 26 Dalam UU No. 2 Tahun 1999 tercantum pengertian otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia Muschsan memberikan 4 hal yang dimiliki oleh otonomi, yakni: 1. Mempunyai aparatur pemerintah sendiri. 2. Mempunyai urusanwewenang tertentu. 3. Mempunyai wewenang mengelola sumber keuangan sendiri, dan 4. Mempunyai wewenang membuat kebijaksanaanpembuatan sendiri. Adapun tujuan dari pemberian otonomi kepada daerah adalah: 1. Dari segi politik, tujuannya adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung politik kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dan proses demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah. 26 Muchsan, Otonomi Seluas‐luas Sarana Mutlak dalam Rangka Meningkatkan Partisipasi dan Demokrasi serta Menghindari Ketidakadilan Daerah, Makalah dalam Lokakarya tentang Otonomi Daerah yang diselenggarakan oleh LBH Medan, 11 Mei 1998, hal.2. Universitas Sumatera Utara 2. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat serta menumbuhkan kemandirian masyarakat sehingga mampu berdiri sendiri serta tidak terlalu tergantung kepada pusat. 3. Dari segi ekonomi pembangunannya, untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD. PP No.6 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 berbunyi: 27 “Pemilihan Kepala Derah dan wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan KabupatenKota berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah diusulakan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan tertentu. Pilkada langsung disebut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan pertama kali diselenggarakan pada bulan juni 2005. Sebelumnya, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Penyelenggara Pilkada Dilaksanakan oleh KPU Daerah. Masalah pemilihan Kepala Daerah turut menentukan tingkat Demokratisasi sidaerah tersebut. Semakin tinggi partisipasi aktif rakyat setempat dalam proses Pemilihan Kepala Daerah, semakin tinggi pula tingkat demokratisasi di daerah tersebut. Sampai dengan saat ini, partisipasi sktif rakyat daerah dalam proses pemilihan kepala daerah masih terbatas, bahkan bias dikatakan tidak ada partisipasi langsung sama sekali. Proses pemilihan kepala daerah sepenuhnya menjadi wewenang DPRD. Peran rakyat daerah hanyalah pada saat Pemilu, yaitupada saat penyaluran dukungan melalui pencoblosan tanda gambar calon ataupun 27 Undang‐undang Pemerintahan Daerah Universitas Sumatera Utara gambar partai politik teretentu. Setelah itu, proses politik di daerah, termasuk proses pemilihan kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh wakil rakyat di DPRD. 28 Pilkada berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki aspekbilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintah Daerah yang lebih efektif dan efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, dan tidak gampang digoyang oleh legislative. Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung dapat menghindarkan praksis politik daerah dari aroma Money Politics. Tidak mungkin bagi calon kepala daerah, baik itu calon Gubernur atau BupatiWalikota, untuk menyuap seluruh rakyat daerah tersebut yang berjumlah jutaan orang. Sedangkan jika tetap memakai system perwakilan, money politics adalah sangat mungkin karena jumlah wakil rakyat daerah relatif sedikit. Bertambahnya luasnya ruang bagi partisipasi aktif rakyat daerah berarti semakin mendekatkan praksis politik di daerah dengan demokrasi ideal.

1.5. METEDOLOGI PENELITIAN

1.5.1. Metedologi Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu Deskripsi. Dalam kajian ilmu sosial terhadap suatu fenomena social dalah sudah tentu membutuhkan kecermatan. sebagai suatu ilmu tentang metedologi penelitian atau tata kerja, maka metedologi adalah pengetahuan tentan tata cara mengkonstruksi bentuk dan instrument penelitian. Konstruksi teknik dan 28 Ignatius Haryanto, Pers Lokal dan Pilkada Langsung, Jakarta : Penerbit Kompas, 2005, hal.9. Universitas Sumatera Utara instrument yang baik dan yang benar akan mampu menghimpun data secara objektif, lengkap dan dapat dianalisis untuk memecahkan suatu permasalahan.

1.5.2. Jenis Penelitian

Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metedologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 29 Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Oleh karena itu saya menggunakan metode deskriptif atau kualitatif, adapun tujuan dari penelitian ini adalah dengan membuat, menggambarkan, meringkaskan darin berbagai kondisi dengan berbagai variable yang timbul pada masyarakat yang menjadi objek dari penelitian saya.

1.5.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Toba Samosir Kec. Balige 29 Mohammad Nasir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hal. 105. Universitas Sumatera Utara

1.5.4. Populasi dan Sampel

 Populasi Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuh- tumbuhan, gejala, nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitisn. 30 Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Toba Samosir, Kecamatan Balige. Adapun jumlah suara kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dengan Liberty Pasaribu,SH,Msi pada pemilihan Langsung BupatiWakil Bupati tahun 2010 adalah sebanyak 9337 suara.  Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetap di kecamatan Balige. Karena jumlah populasi melebihi dari 100 orang, maka dalam penelitian ini akan diambil sampel dengan teknik pengambilan sampel Taro Yamane yang menggunaan rumus sebagai berikut: N n = N.d² + 1 Keterangan : n= Jumlah Sampel N= Jumlah Populasi d 2 = Presisiditetapkan 10 dengan derajar kepercayaan 90 Dari rumus diatas maka akan dapat diambol kesimpulan sebagai berikut: 15372 n= 153720,01 + 1 30 Mohammad Nasir, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hal. 141. Universitas Sumatera Utara 15372 n= 153,72+1 15372 n= 154,72 n= 99,37 Dengan demikian telah diperoleh sampel pada penelitian ini sebanyak 99 orang. Pada teknik pengambilan sampel penulis menggunakan teknik pengambilan sampel purposif purposial sampling, yang dalam hal ini sampel ditetapkan sengaja oleh peneliti. Dalam hubungan ini, lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu, sehingga tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang telah dilakukan dalam teknik random.

1.5.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tatang M. Arifin mengatakan bahwa “data adalah segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.” Dengan demikian tidak semua informasi atau keterangan merupakan data, hanyalah sebagian saja dari informasi, yakni berkaitan dengan penelitian. Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik dan alat pengumpulan data ini sangat berpengaruh terhadap obyektifitas hasil penelitian. Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Universitas Sumatera Utara Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: Data Primer: yaitu penelitian lapangan field research, yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung kelokasi penelitian dengan cara: Kusionerangket, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan angket yang berisi daftar pernyataan kepada responden.

1.5.6 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisan data kualitatif dengan menyajikan data menggunakan system table tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang teperinci dan metode penelitian seperti ini lebih menggunakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam tertentu menurut pandangan peneliti 31 dan kemudian data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk table-tabel dan urian.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4 bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah,pokok permasalahan yang akan dibahas, pembatasan masalah yang akan diteliti, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan 31 Mohammad Nasir, Op, cit., hal. 40. Universitas Sumatera Utara metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini akan memberikan gambaran secara umum tentang sejarah singkat lokasi penelitian yang dalam hal ini adalah Toba samosir, Kecamatan Balige.

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Pada bab ini berisi penyajian data-data yang telah diperoleh dari lapangan dan juga analisa dari data-data penelitian yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik dan hubungan etnis batak yang mempengaruhi prefensi politik di kecamatan Balige.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasilpenelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan tentang apa yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan, serta berisi saran-saran, baik secara pribadi maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait secara umum. Universitas Sumatera Utara

BAB II LOKASI PENELITIAN

2.1. DESKRIPSI KECAMATAN BALIGE