Studi Antropometri Petani Dan Kesesuaiannya dengan Alat “Gebot” (Papan Perontok Padi) di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur

(1)

2

ANTROPOMETRIC STUDY ON FARMERS AND

ITS MATCHABILITY

TO THE “GEBOT” TOOL

(WOOD BENCH PADDY THRESSER)

AT DISTRICT JETIS, REGENCY PONOROGO, JAWA TIMUR

Siska Febriana Putri and M faiz Syuaib

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. e-mail ; siskafebrianaputri@gmail.com

ABSTRACT

“Gebot” is a tool to separate the grain from the stalk that has been harvested. This tools usually used by farmers for threshing rice. The purpose of this study was to identify the anthropometric of farmers in Jetis District, Ponorogo; ascertain the level of compliance of “gebot” tools to the farmer’s anthropometry; determine the appropriate dimension of the “gebot” tool which is match to the farmers anthropometry. Data retrieval is performed using a random sampling method to get the subject of 60 people, 50 measures of antropometric parameters which consists of 24 and 26 parameters of stand up and sit down position respectively. As the results, antropometric data of male and female were collected in 5th, 50th, and 95th percentiles. The correlation coeficient (CC), mean, and standard of deviation of each antropometric measures were collected as well based on the

antropometric data and the “natural body movement range”. The “gebot” dimentional design was

then analyzed. The results revealed that the optimum high of “gebot” for 5th, 50th, and 95th percentiles of the women operator are 56.0 cm, 58.1 cm, and 60.3 cm respectively. Whereas for the men operator are 61.0 cm, 62.8 cm, and 65.0 cm respectively for 5th, 50th, and 95th percentiles. The

optimum slope of the “gebot” for 5th, 50th, and 95th percentiles of the woman operator are 530, 560, and 590. The optimum slope of the “gebot” for 5th, 50th, and 95th percentiles of the men operator are 610, 640, and 670.


(2)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Penanganan pascapanen padi merupakan kegiatan sejak padi dipanen sampai menghasilkan produk antara (intermediate product) yang siap dipasarkan. Dengan demikian, kegiatan penanganan pascapanen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu proses pemanenan, penumpukan dan pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengangkutan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan, serta penggilingan. Dalam setiap tahapan kegiatan pascapanen dapat dipastikan bahwa terjadi susut atau kehilangan. Besarnya nilai susut yang terjadi berubah-ubah menurut kebiasaan pascapanen yang sering dilakukan petani serta kebudayaan suatu daerah tertentu. Selain kedua hal tersebut, hal lainnya juga dapat mempengaruhi besarnya susut dalam kegiatan pascapanen. menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2010) adalah tingkat kehilangan pascapanen sangat ditentukan oleh varietas padi, kondisi iklim setempat dan kondisi pertanian di masing-masing negara.

Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan. Proses perontokan ini dapat dilakukan dengan berbagai alat. Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5) mesin perontok. Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah disebut dengan cara menggebot.

Gebot masih digunakan ditengah banyaknya inovasi baru pada alat pertanian modern. Alat ini umumnya digunakan oleh para petani dan buruh tani. Ketika cangkul identik dengan musim tanam, maka arit dan gebotan adalah identik dengan musim panen. Gebotan umumnya dibuat sendiri oleh petani dan buruh tani. Selain bentuk dan bahannya yang mudah didapat, bentuk dari gebotan sendiri tentunya akan disesuaikan dengan penggunanya. Maka dari itu ukuran dan bentuknya pun terkadang berbeda-beda. Gebotan merupakan alat yang bahannya terbuat dari kayu yang terkadang dicampur dibeberapa bagian dengan bambu. Alat ini merupakan alat untuk memisahkan padi atau gabah dari tangkai yang sudah diarit tersebut. Aktivitas menggunakan alat gebot ini disebut ngagebot.

Pada penelitian ini akan digunakan pendekatan antropometri masyarakat petani yang akan dianalisis dengan kesesuaian alat gebot. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pengukuran antropometri petani pria dan wanita di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan objek alat yang berbeda. Objek alat pada penelitian ini adalah alat gebot (papan perontok padi). Subjek dalam penelitian ini adalah petani di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang terdiri dari 60 orang pria dan 60 orang wanita.

Pada penelitian ini akan diukur antropometri petani pengguna alat gebot di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Data antropometri tersebut akan dianalisis dengan kesesuaian alat gebot yang digunakan oleh petani. Jika alat yang digunakan belum sesuai dengan antropometri petani maka akan didesain alat yang sesuai dengan antropometri tubuh petani pengguna alat gebot. Selama ini belum pernah ada data anlisis alat gebot secara ilmiah. Sehingga data pada penelitian ini akan dapat bermanfaat bagi petani khususnya petani pengguna alat gebot.


(3)

2

B.

TUJUAN

1. Mengidentifikasi antropometri petani di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. 2. Mengetahui tingkat kesesuaian alat gebot terhadap antropometri masyarakat petani pengguna

di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo.


(4)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI)

Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan, dan pengumpulan padi. Pada tahap ini, kehilangan akibat ketidak tepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5%. Perontokan dapat dilakukan dengan cara diiles/ diinjak, dibanting/ ditumbuk, atau menggunakan alat perontok gabah.

a. Perontokan dengan cara diiles : potongan batang padi ditaruh pada alas yang digelar di atas tanah, kemudian di injak-injak atau diiles hingga gabah lepas dari tangkainya.

b. Perontokan dengan cara dibanting (di gebot): alas (anyaman bambu atau tikar) digelar di sekitar alas juga digelar plastik lainnya. Batang padi dipukul-pukul atau dibanting sampai gabah rontok. Dengan adanya plastik tersebut butir tidak akan tercecer atau terlempar ke luar dari alas yang telah digelar. Selanjutnya gabah yang sudah dirontokkan dipisahkan dan ditaruh pada wadah yang telah disiapkan. Alat yang digunakan sebagai papan perontok ini adalah gebotan.

c. Perontokan dengan alat : alat ini ada yang sifatnya manual (digerakkan dengan tenaga manusia/kaki : pedal thresher), dan ada yang digerakkan dengan listrik. Pedal thresher paling banyak digunakan karena harganya terjangkau oleh petani. Proses perontokan gabah dengan alat perontok jauh lebih cepat dari pada cara diiles atau dibanting. Selain menggunakan pedal thresher dapat juga menggunakan power thresher. Power thresher merupakan mesin yang menggunakan sumber tenaga penggerak engine. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok lainnya adalah kapasitas kerja lebih besar dan efisien kerja lebih tinggi.

Dalam penelitian ini dipilih alat gebot sebagai objek penelitian. Hal ini dikarenakan selama ini belum ada data ilmiah mengenai desai alat gebot yang sesuai dengan antropometri tubuh petani. Sehingga output dari penelitian ini adalah desain alat gebot yang sesuai dengan antropometri tubuh petani. Selain itu juga akan dilakukan analisis desain alat gebot agar alat ini dapat lebih efisien saat digunakan, dan juga untuk menghindari susut panen akibat tercecer karena desai alat yang kurang tepat.

Gebotan merupakan alat perontok padi tradisional dengan komponen alat terdiri dari : (1) rak perontok yang terbuat dari bambu/kayu dengan empat kaki dan dapat berdiri diatas tanah; (2) meja rak perontok terbuat dari belahan bambu/kayu membujur atau melintang dengan jarak renggang 1-2 cm; (3) dibelakang samping kanan dan kiri diberi dinding penutup dari tikar bambu, plastik lembaran atau terpal, sedangkan bagian depan terbuka.

Pekerjaan menggebot ini merupakan cara sederhana yang populer yang dilakukan oleh petani dan sangat kental dengan kandungan aspek sosial budaya di tingkat petani di pedesaan dan merupakan salah satu proses dalam sistem kelembagaan upah kerja di pedesaan. Kegiatan dengan pengebotan dilakukan secara sederhana sehingga terjadi susut yang tercecer lebih besar, mutu gabah kurang baik akibat busuk dari yang tidak terontok dan membutuhkan tenaga cukup besar.

Kegiatan penggebotan ini merupakan kegiatan yang cukup melelahkan bagi petani. Saat melakukan penggebotan badan harus menunduk sambil membanting malai padi pada papan gebot. Kegiatan ini dilakukan terus-menerus hingga semua hasil panen selesai dirontokkan. Oleh karena itu alat gebot harus dirancang sebaik mungkin agar kelelahan yang dialami petani saat melakukan kerja bukan akibat signifikan dari kesalahan atau ketidak sesuaian desain alat. Alat ini sebaiknya dirancang sesuai dengan posisi ergonomis tubuh petani berdasarkan pengukuran antropometri tubuh petani.


(5)

4 Sehingga alat yang ergonomis ini akan membuat petani nyaman menggunakannya dan tidak mengalami kelelahan yang berlebihan.

Gambar 1. Petani merontokkan padi dengan alat gebot.

Gambar 2. Alat gebot yang digunakan oleh petani

Perontokan padi dengan cara gebot yaitu perontokan padi dengan membantingkan segenggam batang padi pada alat gebot yang terbuat dari kayu atau besi. Dalam proses perontokan dengan cara gebot tersebut perlu diperhatikan mengenai penggunaan alas terpal untuk menghindari banyaknya gabah yang tercecer akibat ayunan serta terpaan angina pada saat perontokan. Menurut Suismono (2006) dalam Heny Herawati(2008), untuk menghindari adanya kehilangan hasil yang berlebihan, plastik yang berisi tumpukan padi yang masih dialasi plastik atau karung untuk menghindari tercecernya gabah dibawa ke tempat perontokan yang telah dialasi plastik terpal dengan ukuran 6x6 m yang dilengkapi dengan tirai. Penggebotan dilakukan dengan cara membanting atau memukulkan genggaman padi ke alat gebot sebanyak 6 sampai 8 kali. Pembersihan sisa gabah yang masih menempel pada jerami dapat dilakukan secara manual. Pemindahan gabah hasil panen dapat menggunakan karung plastik yang bersih serta dijahit atau diikat agar tidak tercecer.

Kapasitas perontokan dengan cara gebot sangat bervariasi, tergantung kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8 kg/jam/orang sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono, 2000 dalam Heny Herawati, 2008). Kemampuan kerja pemanen di Kabupaten Bantul, Yogyakarta untuk merontok padi dengan cara gebot berkisar antara 58,8 kg/jam/orang sampai 62,73 kg/jam/orang (Mudjisihono,1998 dalam Heny Herawati, 2008). Perontokan padi dengan cara gebot banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6,4 % sampai 8,9 % (Rachmat, 1993; Setyono,2001 dalam Heny Herawati, 2008).


(6)

5 Perontokan dengan cara dibanting atau gebot, jika alas penampung gabah tidak luas dan tanpa tirai atau dinding maka banyak gabah yang terlempar keluar wadah perontokan. Jika bantingan kurang kuat, banyak gabah yang tidak terontok dan tertinggal dimalai. Proses perontokan secara manual dengan cara gebot memiliki kelemahan diantaranya yaitu adanya keterlambatan dalam proses perontokan atau padi tertumpuk di sawah serta sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan tenaga penggebot.

B.

ERGONOMI

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2008). Ergonomi didasari oleh ilmu biologi manusia : anatomi, fisiologi, dan psikologi. Anatomi lebih berhubungan dengan struktur tubuh (ukuran dan konstruksi), fisiologi berhubungan dengan fungsi tubuh (proses biologi), sedangkan psikologi berhubungan dengan perilaku (respon terhadap lingkungan). (Singleton, 1972).

Ergonomi adalah suatu ilmu terapan (applied science) yang bertujuan untuk mencocokkan antara kebutuhan suatu produk, pekerjaan dan tempat kerja dengan orang yang menggunakannya, atau dengan kata lain ergonomi adalah suatu ilmu terapan yang mempelajari karakter manusia yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan dan penyusunan sesuatau yang digunakan oleh manusia agar manusia dan sesuatu dapat berinteraksi dengan efektif dan aman. Tujuan ergonomi adalah meningkatkan efisiensi kerja dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan manusia dan mempertahankan serta meningkatkan kesehatan, keselamatan, kenyamanan, dan kepuasan dalam proses kerja (Shavanaz, 1987 dalam Nasir, 2001)

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkunganya saling berinteraksi dengan tujuan utama menyesuaikan manusia dengan sistem kerjanya (Nurmianto, 1998). Seiring dengan perkembangan sistem dan teknologi kerja itu sendiri, maka berbagai hal yang mengkaji dan mengatur interaksi antara manusia sebagai pelaku atau tenaga kerja dengan peralatan, mesin ataupun lingkungan kerja berkembang menjadi suatu cabang ilmu tersendiri, yaitu ergonomi.

Pada dasarnya ergonomi mempelajari interaksi antara manusia dengan sistem kerja dimana mereka beraktifitas atau bekerja. Dapat pula dikatakan bahwa terdapat dua hal yang menjadi pokok bahasan dalam pendekatan ergonomi yakni manusia dan sistem kerjanya. Manusia sebagai pelaku kerja yang tentunya memiliki kemampuan dan keterbatasan. Amatlah penting mengkaji manusia sebagai elemen yang berinteraksi dengan sistem kerja, secara khusus dengan alat atau mesin dan lingkungan kerja. Antara manusia dan sistem kerja diharapkan terjadi kecocokan (match) agar manusia dapat bekerja secara aman, sehat dan nyaman. Agar didapatkan kecocokan tersebut, maka interaksi manusia dan sistem kerja harus berada pada kondisi yang optimal. Apabila tercipta kondisi kerja yang terdapat kesesuaian maka produktifitas kerja akan meningkat.

Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian akan menurunkan jumlah karyawan yang tidak masuk kerja (absenteeism). Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi. Hal ini


(7)

6 dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, antara lain memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman (comfort), nyaman (convenience) dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk (performance) kerja yang meyakinkan (Gempur, 2004).

C.

ANTROPOMETRI

Istilah Antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995). Antropometri merupakan satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang secara luas yang digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk maupun sistem kerja yang akan melibatkan interaksi manusia. Aplikasi antropometri meliputi perancangan areal kerja, peralatan kerja, dan produk-produk konsumtif.

Menurut Kroemer (1987) dalam Sanders (1982) bahwa engineering anthropometri adalah ilmu fisik terapan dalam metode pengukuran fisik manusia untuk pengembangan standar desain alat-alat teknik. Antropometri meliputi pengukuran statik dan dinamik (fungsional), dimensi dan karakteristik fisik ruang, gerak, dan pemakaian energi sebagai fungsi dari jenis kelamin, umur, pekerjaan, etnik, asal dan demografi.

Menurut Mc. Cormick dan Sanders (1987) membedakan pengukuran antropometri menjadi dua tipe yaitu tipe struktural atau statik dan tipe dinamik. Tipe statik menghasilkan data dimensi tubuh dalam keadaan diam, seperti tinggi badan, tinggi bahu dan lain-lain. Tipe dinamik adalah pengukuran antroppometri dengan memperhatikan kemampuan geraknya dalam melakukan suatau aktivitas. Dalam penerapannya pengukuran antropometri selain dilakukan untuk memperoleh data utama seperti tinggi badan, tinggi bahu, panjang lengan dan lain-lain, juga dilakukan pengukuran segi antropometri lain yang lebih terperinci seperti : panjang jari, lebar tangan dan lain-lain.

Sedangkan antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penangannan masalah desain. Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan SD (Standar Deviasi) nya dari suatu distribusi normal.

Data antropometri dapat digunakan untuk optimasi dimensi benda yang sering digunakan manusia atau mendesain alat atau mesin agar operator dapat mengoperasikan dengan nyaman, efisiensi dan aman. (Nasir, 20001).

Data antropometri tergantung dari rata-rata ukuran tubuh suatu populasi yang diukur. Perbedaan ukuran tubuh pada masing-masing populasi tidak mengikuti perbandingan yang baku, karena adanya perbedaan spesifik untuk tiap anggota tubuh. Data mengenai ukuran antropometri tergantung pada rata-rata ukuran tubuh manusia di benua Eropa misalnya akan mempunyai perbedaan dengan ukuran rata-rata orang di benua Asia. Demikian juga perbedaan jenis kelamin akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Ukuran-ukuran tubuh sangat diperlukan dalam pembuatan tata letak dalam suatu ruang kerja yang baik sehingga dapat menurunkan beban kerja. Pergerakan tubuh yang dapar dilakukan oleh manusia normal mempunyai batas tertentu, karena keterbatasan gerakan manusia maka ada daerah yang paling optimum untuk melakukan kerja sesuai antropometri operatornya (Diantri, 1997).

Dul dan Weerdmeester (2008), mengatakan bahwa dalam mendesain pekerjaan dan situasi tertentu dalam kehidupan sehari-hari, fokus ergonomi adalah manusia. Situasi yang tidak aman, tidak


(8)

7 sehat, tidak nyaman atau tidak efisien dalam bekerja atau dalam kehidupan sehari-hari dihindari dengan membuat perhitungan kemampuan fisik dan psikologi serta keterbatasan manusia. Sejumlah faktor memainkan peran dalam ergonomi; terdiri dari faktor ukuran tubuh dan gerakan-gerakan tubuh (duduk, berdiri, mengangkat, mendorong, dan menekan), faktor lingkungan (kebisingan, getaran, pencahayaan, iklim, zat kimia), faktor informasi dan operasi (informasi ditingkatkan secara visual atau melalui indera lain, kontrol, hubungan antara tampilan dan kontrol), organisasi kerja (tugas yang tepat, pekerjaan yang menarik). Faktor-faktor tersebut menjelaskan secara luas tingkat keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan performa yang efisien dalam bekerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Ergonomi menggambarkan ilmu pengetahuan dari berbagai bidang iptek, termasuk antropometrika, biomekanika, psiologi, psikologi, toksikologi, teknik kimia, teknik industri, teknologi informasi dan manajemen. Hal tersebut dikumpulkan, diseleksi, dan diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan yang relevan dengan bidang-bidang tersebut.

Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal yang khusus, cukup diambil dari persentil ke-5, ke-50, ke-95 atau antara persentil ke-5 sampai persentil ke-95. Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang digunakan oleh semua orang contoh perlengkapan di rumah-rumah sakit. Untuk alat yang dapat diatur sesuai dengan operatornya, misalnya posisi tempat duduk, posisi pegangan kendali, desain sebaiknya dirancang agar dapat memenuhi selang persentil ke-5 sampai ke-95 (Zander 1972).

Menurut Nurnianto (2004), adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi). Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih dari nilai tersebut. Misalnya : 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 persentil; 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal.


(9)

8

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur selama dua bulan terhitung dari bulan Februari sampai bulan April 2011, dan di Bogor selama empat bulan terhitung dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2011.

B.

ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

1.Peralatan yang digunakan : a. Antropolometer b. Kursi

c. Timbangan

d. Alat tulis e. Laptop

f. Software Microsoft Office Excel 2007

g. Software AuotoCAD 2009

h. Software Video Converter to JPG

2.Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah petani di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang terdiri dari 60 orang pria dan 60 orang wanita.

3.Objek

Objekyang dianalisis dalam penelitian ini adalah alat gebot (papan perontok padi).

C.

LINGKUP PENELITIAN

1. Antropometri yang diukur pada penelitian ini adalah petani laki-laki dan perempuan pengguna alat gebot yang ada di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Antropometri yang diukur adalah 50 parameter. Metode yang digunakan untuk pengambilan jumlah sampel antropometri adalah metode sampling.

2. Selang Alami Gerak (SAG) adalah gerakan alami dari manusia dalam melakukan suatu aktivitasnya. Gerakan dalam SAG yang baik memperbaiki sirkulasi darah dan fleksibilitas sehingga dapat mencapai gerakan yang lebih nyaman dan produktivitas yang lebih tinggi. 3. Gebot adalah alat yang digunakan untuk merontokkan padi dengan cara memukul atau

membanting-banting padi pada papan sehingga padi dapat terontokkan. Papan perontok terbuat dari belahan bambu/kayu membujur atau melintang dengan jarak renggang 1-2 cm. 4. Analisis kesesuaian dari alat gebot terhadap antropometri dari selang alami gerak (SAG)

penggunanya.

D.

RANCANGAN PENELITIAN


(10)

9 Gambar 4. Bagan rancangan penelitian

Bagan rancangan penelitian pada Gambar 4 diatas menjelaskan tahapan penelitian yang telah dilakukan. Tahapan awal penelitian adalah penelitian pendahuluan yaitu dengan melakukan pemilihan lokasi, pemilihan subjek, dan pengambilan data. Tahapan penelitian yang selanjutnya yaitu pengambilan data secara langsung di lapangan. Data yang diambil di lapangan ada tiga macam yaitu pengukuran data antropometri, pengukuran dimensi alat gebot, dan perspeksi subjektif dari petani.

Pengukuran antropometri petani secara langsung yang telah dilakukan akan menghasilkan data antropometri. Data antropometri ini akan dianalisis dengan data referensi SAG (Selang Alami Gerak). Pengukuran dimensi alat akan menunjukkan desain alat gebot yang biasa digunakan oleh petani, kemudian dilihat bagaimana petani mengoperasikan alat gebot tersebut. Dari pengoperasian alat gebot yang dilakukan oleh petani maka akan diambil data subjektif dengan melakukan wawancara dan pembagian kuesioner kepada petani. Pembagian kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan oleh petani selama menggunakan alat gebot dan untuk menghitung banyaknya produktivitas perontokan yang dihasilkan oleh setiap petani. Berdasarkan keluhan dan produktivitas yang dihasilkan

Penelitian pendahuluan :

Pemilihan lokasi, pemilihan subjek, metode pengambilan data

Pengambilan data langsung

Pengukuran antropometri Dimensi alat Persepsi subjektif

Data antropometri

Data referensi SAG (Selang Alami Gerak)

Desain

Pengoperasian alat Keluhan Perhitungan produktivitas

Analisis kesesuaian desain

Perbaikan/ penyempurnaan desain


(11)

10 maka dilakukan analisis dengan kesesuaian desain alat gebot yang digunakan petani. Apabila alat yang digunakan oleh petani tidak sesuai maka dilakukan perbaikan atau penyempurnaan desain alat gebot.

E.

PENGAMBILAN DATA

1.

Antropometri

Pengukuran antropometri dilakukan untuk memperoleh data antropometri dari petani sebagai bahan untuk menentukan ukuran dari gebot (papan perontok padi) yang ergonomis bagi petani.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak, bergantung pada jumlah populasi petani di tiap-tiap desa di Kecamatan Jetis, Ponorogo, Jawa Timur dengan selang umur 20-45 tahun. Menurut Haitao Hu (2007), jumlah sampel diperkirakan berdasarkan persamaan yang tersedia pada gabungan ISO 15535 : 2003 „„Persyaratan Umum dalam Membangun Data Base

Atropometri” dengan selang kepercayaan 95% untuk persentil ke-5 dan ke-95:

2 006 . 3         CV

n …...……….. (1)

Dimana,

n : Ukuran sampel CV : Coefficient of Variation

α : Percentage of Relative Accuracy Desired

Dengan,

CV ...………...……...…… (2) Dimana,

CV : Coefficient of Variation σ : Standar Deviasi µ : Nilai rata-rata

Ukuran subjek dihitung berdasarkan data dari penelitian terdahulu yaitu pada penelitian Anindita (2003) dan Dani (2011). Dalam penelitian Anindita tersebut terdapat 40 subjek primer dan 73 subjek sekunder. Subjek primer diambil dari penduduk di sekitar kampus IPB Dramaga. Agar karakteristik tubuh petani yang akan diukur pada penelitian ini mendekati dengan karakteristik tubuh pada penelitian terdahulu maka data yang digunakan untuk menentukan ukuran subjek penelitian ini adalah data 40 subjek primer.

Sedangkan pada penelitian Dani subjek yang diambil adalah petani pria yang berada di Kecamatan Darmaga sebanyak 60 subjek. Pengalokasian pengambilan subjek dilihat dari persentase populasi di tiap desa. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunjungi langsung petani ketika di sawah atau ladang tanpa mengetahui terlebih dahulu umur dan letak tempat tinggalnya, penulis hanya mengetahui petani tersebut berprofesi sebagai petani dan berada di desa apa dengan melakukan wawancara saat itu juga. Selain itu, dalam pengambilan data juga menghindari subjek yang akan berpotensi sebagai data pencilan seperti petani yang mengalami gigantisme, kerdil, dan kecacatan fisik lain.


(12)

11 Parameter berat badan pada penelitian sebelumnya dipilih karena setelah dilakukan perhitungan ukuran subjek minimum yang diambil yang terbesar ada pada parameter tersebut yaitu 57 subjek, agar data yang diperoleh lebih baik maka dalam penelitian ini diambil 60

subjek. Dalam perhitungan ukuran subjek, nilai CV, σ, dan µ parameter berat badan sebesar CV = 0.125, σ = 7.444, dan µ = 59.525; dengan nilai CV = 0.125 dan α dipilih 0.05, sehingga diperoleh ukuran subjek sebesar 57, diambil 60 (Anindita, 2003 dan Dani, 2011).

Tabel 1. Jumlah pengambilan subjek petani di tiap desa di Kecamatan Jetis

No Nama Desa Populasi Petani dalam KK Persentase(%) Ukuran Subjek (orang) Tahun 2009

1 Ngasinan 848 14,1 9

2 Kutu Kulon 315 5,2 3

3 Kutu Wetan 410 6,8 4

4 Kradenan 322 5,3 3

5 Mojomati 287 4,8 3

6 Coper 518 8,6 5

7 Mojorejo 393 6,5 4

8 Karanggebang 548 9,1 5

9 Jetis 321 5,3 3

10 Tegalsari 382 6,3 4

11 Wonoketro 387 6,4 4

12 Josari 498 8,3 5

13 Turi 466 7,7 5

14 Winong 336 5,6 3

Jumlah 6031 100 60


(13)

12 Tabel 2. Pengukuran antropometri

Data yang diukur dalam posisi berdiri Data yang diukur dalam posisi duduk

No Keterangan No Keterangan

1 Berat badan 25 Tinggi dudukan

2 Tinggi badan 26 Tinggi lutut

3 Tinggi mata 27 Tinggi pinggul

4 Tinggi dagu 28 Tinggi bahu

5 Tinggi bahu 29 Tinggi mata

6 Tinggi siku tangan 30 Tinggi duduk

7 Tinggi pergelangan tangan 31 Tebal badan

8 Tinggi ujung tangan 32 Lebar pinggul

9 Tinggi siku kaki 33 Panjang siku ke ujung jari

10 Tinggi telapak tangan 34 Panjang siku ke pergelangan tangan

11 Tinggi selangkang 35 Tinggi siku tangan

12 Tinggi pinggul 36 Panjang kedudukan hingga siku kaki

13 Jangkauan ke depan 37 Panjang kedudukan hingga lutut 14 Jangkauan ke depan (menggenggam) 38 Panjang pergelangan tangan

15 Panjang lengan atas 39 Panjang telapak tangan

16 Panjang lengan 40 Lebar telapak tangan (4 jari)

17 Lebar bahu 41 Lebar telapak tangan (5 jari)

18 Jangkauan horizontal siku tangan 42 Keliling genggaman tangan

19 Jangkauan horizontal tangan

43 Diameter genggaman tangan (antara ibu jari dan telunjuk)

20 Panjang siku ke genggaman tangan

44 Diameter genggaman tangan (antara ibu jari dan jari tengah)

21 Tinggi genggaman tangan 45 Panjang ibu jari 22 Tinggi sandaran tangan 46 Panjang jari telunjuk

23 Lebar telapak kaki 47 Panjang jari tengah

24 Panjang telapak kaki 48 Panjang jari manis

49 Panjang jari kelingking


(14)

13 Gambar 5. Cara pengukuran antropometri :


(15)

14 Pengukuran diatas menggunakan alat antropolometer dan meteran. Berikut adalah penjelasan cara pengukurannya:

1. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan alat timbangan berat badan. Subjek berdiri dengan tenang diatas timbangan berat badan tanpa melakukan gerakan yang dapat mengganggu keseimbangan badan.

2. Pengukuran nomor 2 sampai dengan no 12 dilakukan dengan cara berdiri. Yaitu dengan menyandarkan subjek pada dinding atau bidang datar vertikal, subjek dalam keadaan berdiri tegak sempurna dengan tangan berada disamping badan. Antropolometer diletakkan sejajar tegak lurus dengan dinding atau bidang datar vertikal. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :

Gambar 6. Ilustrasi cara pengukuran nomor 2 sampai 12

3. Pengukuran nomor 13 sampai 16 dilakukan dengan menyandarkan subjek pada dinding atau bidang datar vertikal, subjek dalam keadaan berdiri tegak sempurna dengan tangan berada disamping badan. Untuk pengukuran nomor 13 dan 14 tangan diulurkan tegak lurus ke depan. Pada pengukuran 14 subjek ditambah dengan memegang pulpen sebagai titik acuan pengukuran. Sedangkan nomor 17 pengukuran dilakukan menggunakan alat antropolometer lainnya. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :


(16)

15 4. Pengukuran nomor 18 dan 19 dilakukan dengan cara menyandarkan subjek pada dinding

atau bidang datar vertikal, subjek dalam keadaan berdiri tegak sempurna. Untuk parameter nomor 18 posisi lengan ditekuk kedepan dada dengan posisi yang lurus segaris, sedangkan untuk pengukuran nomor 19 tangan dibentangkan kesamping kanan dan kiri dengan posisi yang lurus segaris. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :

Gambar 8. Ilustrasi cara pengukuran nomor 18 dan 19

5. Pengukuran nomor 20 sampai 22 dilakukan dengan cara menyandarkan subjek pada dinding atau bidang datar vertikal, subjek dalam keadaan berdiri tegak sempurna. Untuk pengukuran nomor 20 dan 21 tangan dalam keadaan menggenggam pulpen sebagai titik acuan pengukuran. Sadangkan untuk pengukuran nomor 20 dan 22 tangan ditekuk membentuk sudut 900 dengan siku menempel di dinding. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :


(17)

16 6. Pengukuran nomor 23 dan 24 dilakukan dengan kaki dalam kedaan berdiri sempurna.

Untuk pengukuran nomor 24 dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :

Gambar 10.Ilustrasi cara pengukuran nomor 23 sampai 24

7. Pengukuran nomor 25 sampai 32 dilakukan dalam keadaan duduk. Posisi duduk yaitu subjaek dalam keadaan tegak, paha lurus, kaki lurus, sudut antara badan dan paha 900, ssudut antara paha dan kaki 900. Apabila antara kaki dan paha tidak terbebtuk sudut 900 maka dapat digunakan bantalan sebagai pengganjal agar terbentuk sudut 900. Untuk pengukuran nomor 32 digunakan alat seperti pada nomor 17. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :


(18)

17 8. Pengukuran nomor 33 sampai 37 dilakukan dalam keadaan duduk. Posisi duduk yaitu

subjaek dalam keadaan tegak, paha lurus, kaki lurus, sudut antara badan dan paha 900, ssudut antara paha dan kaki 900. Apabila antara kaki dan paha tidak terbebtuk sudut 900 maka dapat digunakan bantalan sebagai pengganjal agar terbentuk sudut 900. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :

Gambar 12. Ilustrasi cara pengukuran nomor 33 sampai 37

9. Pengukuran nomor 38 sampai 50 dilakukan dalam keadaan duduk. Posisi duduk yaitu subjaek dalam keadaan tegak, paha lurus, kaki lurus, sudut antara badan dan paha 900, ssudut antara paha dan kaki 900. Untuk pengukuran nomor 40 dan 41 digunakan jangka sorong, sedangkan pengukuran nomor 43 dan 44 menggunakan silinder untuk digenggam dan diukur dengan meteran pita. Berikut ilustrasi cara pengukurannya :


(19)

18

2.

Desain dan Dimensi Alat Gebot yang Digunakan di Lokasi Penelitian

Alat gebot yang digunakan di Kecamatan Jetis adalah alat gebot yang terbuat dari bahan bambu atau dari kayu. Alat ini berbentuk segitiga dengan sisi bagian depan terdiri dari belahan-belahan dengan jarak renggangan 1-2 cm. Alat gebot ini diukur menggunakan meteran. Dimensi alat yang diukur adalah panjang, lebar, dan tinggi alat. Gambar dibawah ini adalah cara pengukuran dimensi pada alat gebot.

Gambar 14. Cara pengukuran dimensi alat gebot

Tinggi alat gebot yang dimaksud adalah tinggi alat mulai dari ujung alat gebot sampai ke tanah. Cara pengukurannya yaitu dengan meletakkan meteran pada ujung atas alat gebot kemudian ditarik tegak lurus ke bawah hingga menyentuh tanah. Panjang alat gebot yang dimaksud adalah panjang sisi miring dari meja perontok atau bidang yang digunakan untuk memukulkan padi. Cara pengukurannya yaitu dengan meletakkan meteran pada ujung atas alat gebot kemudian ditarik ke bawah sepanjang sisi miring meta perontok. Lebar alat yang dimaksud adalah lebar sisi bagian atas dari meja perontok. Cara pengukurannya yaitu dengan meletakkan meteran pada ujung atas alat gebot kemudian ditarik kesamping sepanjang sisi atas meja perontok. Dimensi panjang dan lebar ini akan mempengaruhi luas bidang meja perontok. Kemiringan sudut yang dimaksud adalah kemiringan sudut dari meja perontok. Kemiringan sudut ini diperoleh dengan cara perhitungan dengan menggunakan atruran kosinus.

3.

Persepsi Subjektif

Persepsi subjektif diperoleh dari wawancara secara langsung dengan petani dan pembagian kuesioner. Subjek dari kuesioner ini adalah petani pengguna alat gebot di Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Petani diberikan beberapa pertanyaan (Lampiran 3) mengenai penggunaan alat gebot, bagaimana kendala saat menggunakan alat gebot, keluhan yang dirasakan saat menggunakan alat gebot, dan bagaimana produktivitas perontokan menggunakan alat gebot. Dari hasil kuesioner ini akan dianalisis yang nantinya akan menunjukkan output korelasi antara tinggi operator dengan keluhan yang dialami dan korelasi antara dimensi alat dengan produktivitas perontokan.


(20)

19

F.

PENGOLAHAN DATA

Setelah didapatkan data di lapangan kemudian diolah dengan cara : a. Pengolahan data

Data yang diperoleh diolah dengan software Microsoft Office Excel 2007dan ditentukan:

Mean

Menghitung mean dengan menggunakan rumus :

...………. (3) Dimana,

n : jumlah data xi : data ke-i

Perintah dalam software Microsoft Office Excel 2007adalah AVERAGE (data ke-1,data ke-2,data ke-3, …. Data ke-n)

Standar Deviasi

Menghitung standar deviasi dengan menggunakan rumus :

…………...……….... (4)

Dimana,

n : jumlah data xi : data ke-i

x : nilai rata-rata

Perintah dalam software Microsoft Office Excel 2007adalah STDEV (data ke-1,data ke-2,data ke-3, …. Data ke-n)

Persentil ke-5, ke-50, dan ke-95

Menghitung persentil dengan menggunakan rumus :

...……….. (5) Dimana,

x : nilai rata-rata s : standar deviasi z : z-score (nilai z)

Nilai z dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Nilai z-score

P Z p z p z p Z

1 -2.33 26 -0.64 51 0.03 76 0.71

2 -2.05 27 -0.61 52 0.05 77 0.74

3 -1.88 28 -0.58 53 0.08 78 0.77


(21)

20

5 -1.64 30 -0.52 55 0.13 80 0.84

6 -1.55 31 -0.50 56 0.15 81 0.88

7 -1.48 32 -0.47 57 0.18 82 0.92

8 -1.41 33 -0.44 58 0.20 83 0.95

9 -1.34 34 -0.41 59 0.23 84 0.99

10 -1.28 35 -0.39 60 0.25 85 1.04 11 -1.23 36 -0.36 61 0.28 86 1.08 12 -1.18 37 -0.33 62 0.31 87 1.13 13 -1.13 38 -0.31 63 0.33 88 1.18 14 -1.08 39 -0.28 64 0.36 89 1.23 15 -1.04 40 -0.25 65 0.39 90 1.28 16 -0.99 41 -0.23 66 0.41 91 1.34 17 -0.95 42 -0.20 67 0.44 92 1.41 18 -0.92 43 -0.18 68 0.47 93 1.48 19 -0.88 44 -0.15 69 0.50 94 1.55 20 -0.84 45 -0.13 70 0.52 95 1.64 21 -0.81 46 -0.10 71 0.55 96 1.75 22 -0.77 47 -0.08 72 0.58 97 1.88 23 -0.74 48 -0.05 73 0.61 98 2.05 24 -0.71 49 -0.03 74 0.64 99 2.33

25 -0.67 50 0.00 75 0.67

Sumber : Pheasant (2003)

Perintah dalam software Microsoft Office Excel 2007 adalah persentile (baris data, k); k adalah persen dalam desimal, misal 5% (untuk persentil ke-5) diketik 0.05.

Koefisien korelasi

Koefisien korelasi adalah ukuran hubungan linier antara dua peubah X dan Y diduga dengan koefisien korelasi contoh r, yaitu

…... (6)

Dimana,

n : jumlah data xi : nilai peubah xi yi : niali peubah yi

Dapat diperoleh dengan menggunakan aplikasi add-ins pada software Microsoft Office Excel 2007 yaitu data analysis-correlation.

b. Menganalisa dan mendesain gebot (papan perontok padi) dengan menggunakan data antropometri yang telah diperoleh di lapangan.


(22)

21

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

DATA ANTROPOMETRI KECAMATAN JETIS

Data diperoleh secara acak dari berbagai desa yang telah ditentukan berapa banyaknya sampel yang akan diukur. Data ini diperoleh dengan berbagai bantuan tokoh masyarakat atau ketua dari gapoktan masing-masing desa. Berikut beberapa dokumentasi pengukuran antropometri petani di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo :

a. b. c.

d. e. f. Keterangan :

a. Pengukuran berat badan d. Pengukuran lebar bahu

b. Pengukuran tinggi badan e. Pengukuran jangkauan horizontal tangan

c. Pengukuran jangkauan kedepan f. Pengukuran lebar telapak kaki


(23)

22

a. b. c.

d. e. f. Keterangan :

a. Pengukuran tinggi duduk d. Pengukuran lebar telapak tangan (4 jari)

b. Pengukuran tinggi mata e. Pengukuran keliling genggaman tangan

c. Pengukuran panjang siku ke ujung jari f. Pengukuran panjang pergelangan tangan

Gambar 16. Proses pengukuran dalam keadaan duduk

1.

Nilai Rata-Rata, Simpangan Baku, dan Persentil

Setelah dilakukan pengambilan data antropometri petani pria dan wanita secara acak pada 14 desa, maka diperoleh data secara ringkas sebagai berikut:


(24)

23 Tabel 4. Ringkasan data antropometri petani pria di Kecamatan Jetis (satuan dalam cm, kecuali berat

badan dalam kg)

Parameter Mean Standar

Deviasi Persentil ke-5 Persentil ke-50 Persentil ke-95 Berdiri

1 Berat badan 61,28 9,44 45,75 61,28 76,80

2 Tinggi badan 161,38 5,03 153,11 161,38 169,65

3 Tinggi mata 150,20 5,30 141,48 150,20 158,92

4 Tinggi dagu 139,28 5,04 130,99 139,28 147,58

5 Tinggi bahu 135,25 5,46 126,27 135,25 144,24

6 Tinggi siku tangan 102,12 4,59 94,56 102,12 109,67

7 Tinggi pergelangan tangan 78,75 4,42 71,48 78,75 86,02

8 Tinggi ujung tangan 60,45 9,23 45,26 60,45 75,64

9 Tinggi siku kaki 43,85 4,01 37,26 43,85 50,44

10 Tinggi telapak tangan 71,58 3,61 65,64 71,58 77,52

11 Tinggi selangkang 79,07 4,19 72,18 79,07 85,97

12 Tinggi pinggul 92,86 3,63 86,88 92,86 98,84

13 Jangkauan ke depan 79,67 5,48 70,65 79,67 88,69

14 Jangkauan ke depan

(menggenggam) 70,45 4,88 62,42 70,45 78,49

15 Panjang lengan atas 30,61 1,32 28,43 30,61 32,78

16 Panjang lengan 72,12 4,81 64,21 72,12 80,02

17 Lebar bahu 41,60 1,93 38,42 41,60 44,77

18

Jangkauan horizontal siku tangan 85,08 4,57 77,57 85,08 92,60

19 Jangkauan horizontal tangan 167,15 9,41 151,68 167,15 182,63

20 Panjang siku ke genggaman

tangan 31,98 2,59 27,73 31,98 36,24

21 Tinggi genggaman tangan 70,98 3,53 65,18 70,98 76,78

22 Tinggi sandaran tangan 101,93 7,35 89,83 101,93 114,02

23 Lebar telapak kaki 10,22 0,72 9,03 10,22 11,40

24 Panjang telapak kaki 22,62 1,34 20,42 22,62 24,83

Duduk

25 Tinggi dudukan 46,32 5,05 38,01 46,32 54,63

26 Tinggi lutut 56,22 3,94 49,75 56,22 62,70

27 Tinggi pinggul 65,58 6,34 55,15 65,58 76,02

28 Tinggi bahu 101,82 6,59 90,98 101,82 112,66

29 Tinggi mata 117,07 8,31 103,40 117,07 130,73

30 Tinggi duduk 127,47 6,98 115,98 127,47 138,95

31 Tebal badan 20,78 3,57 14,90 20,78 26,65

32 Lebar pinggul 27,06 2,46 23,01 27,06 31,11

33 Panjang siku ke ujung jari 45,47 2,30 41,67 45,47 49,26

34 Panjang siku ke pergelangan

tangan 27,45 1,89 24,34 27,45 30,56

35 Tinggi siku tangan 68,06 7,06 56,44 68,06 79,67

36 Panjang kedudukan hingga siku

kaki 46,25 4,98 38,06 46,25 54,45


(25)

24

38 Panjang pergelangan tangan 18,09 0,99 16,47 18,09 19,71

39 Panjang telapak tangan 10,09 0,54 9,21 10,09 10,98

40 Lebar telapak tangan (4 jari) 8,12 1,12 6,28 8,12 9,95

41 Lebar telapak tangan (5 jari) 9,50 1,22 7,50 9,50 11,50

42 Keliling genggaman tangan 26,51 2,72 22,03 26,51 30,99

43 Diameter genggaman tangan

(antara ibu jari dan telunjuk) 3,15 0,77 1,88 3,15 4,42

44 Diameter genggaman tangan

(antara ibu jari dan jari tengah) 3,83 0,90 2,35 3,83 5,30

45 Panjang ibu jari 5,82 0,49 5,01 5,82 6,63

46 Panjang jari telunjuk 7,04 0,44 6,31 7,04 7,77

47 Panjang jari tengah 7,83 0,46 7,06 7,83 8,59

48 Panjang jari manis 7,15 0,50 6,33 7,15 7,98

49 Panjang jari kelingking 5,68 0,58 4,72 5,68 6,64

50 Panjang jengkal tangan 19,87 2,16 16,31 19,87 23,42

Tabel 5. Ringkasan data antropometri petani wanita di Kecamatan Jetis (satuan dalam cm, kecuali berat badan dalam kg)

Parameter Mean Standar Deviasi Persentil ke-5 Persentil ke-50 Persentil ke-95 Berdiri

1 Berat badan 56,48 9,22 41,31 56,48 71,66

2 Tinggi badan 152,30 5,70 142,93 152,30 161,67

3 Tinggi mata 141,05 5,06 132,72 141,05 149,38

4 Tinggi dagu 130,54 4,45 123,22 130,54 137,85

5 Tinggi bahu 126,17 4,71 118,42 126,17 133,92

6 Tinggi siku tangan 95,86 6,17 85,70 95,86 106,01

7 Tinggi pergelangan tangan 72,58 8,21 59,08 72,58 86,08

8 Tinggi ujung tangan 57,83 3,34 52,34 57,83 63,32

9 Tinggi siku kaki 42,85 4,75 35,04 42,85 50,66

10 Tinggi telapak tangan 65,15 6,91 53,79 65,15 76,51

11 Tinggi selangkang 76,34 3,29 70,93 76,34 81,75

12 Tinggi pinggul 89,24 3,68 83,19 89,24 95,28

13 Jangkauan ke depan 76,57 4,36 69,39 76,57 83,75

14 Jangkauan ke depan

(menggenggam) 66,55 3,38 60,99 66,55 72,10

15 Panjang lengan atas 29,69 5,40 20,81 29,69 38,57

16 Panjang lengan 67,70 3,40 62,10 67,70 73,29

17 Lebar bahu 38,12 3,16 32,92 38,12 43,33

18

Jangkauan horizontal siku tangan 78,84 5,01 70,60 78,84 87,08

19 Jangkauan horizontal tangan 157,33 6,29 146,99 157,33 167,68

20 Panjang siku ke genggaman

tangan 28,93 2,12 25,45 28,93 32,42

21 Tinggi genggaman tangan 67,26 3,27 61,89 67,26 72,64


(26)

25

23 Lebar telapak kaki 9,39 0,53 8,52 9,39 10,25

24 Panjang telapak kaki 20,98 1,13 19,12 20,98 22,85

Duduk

25 Tinggi dudukan 41,94 3,12 36,81 41,94 47,07

26 Tinggi lutut 52,18 3,60 46,26 52,18 58,10

27 Tinggi pinggul 59,91 6,16 49,78 59,91 70,04

28 Tinggi bahu 93,76 6,03 83,83 93,76 103,68

29 Tinggi mata 109,26 5,64 99,98 109,26 118,53

30 Tinggi duduk 120,52 6,46 109,89 120,52 131,15

31 Tebal badan 22,92 3,13 17,77 22,92 28,07

32 Lebar pinggul 28,15 3,05 23,14 28,15 33,16

33 Panjang siku ke ujung jari 42,82 1,63 40,14 42,82 45,51

34 Panjang siku ke pergelangan

tangan 26,22 2,24 22,54 26,22 29,90

35 Tinggi siku tangan 64,53 4,53 57,09 64,53 71,98

36 Panjang kedudukan hingga siku

kaki 46,79 3,88 40,40 46,79 53,17

37 Panjang kedudukan hingga lutut 55,27 3,19 50,02 55,27 60,52

38 Panjang pergelangan tangan 16,99 1,69 14,21 16,99 19,76

39 Panjang telapak tangan 9,52 1,44 7,14 9,52 11,90

40 Lebar telapak tangan (4 jari) 7,51 0,51 6,68 7,51 8,34

41 Lebar telapak tangan (5 jari) 8,83 0,55 7,92 8,83 9,74

42 Keliling genggaman tangan 23,99 1,35 21,77 23,99 26,22

43 Diameter genggaman tangan

(antara ibu jari dan telunjuk) 2,91 0,43 2,20 2,91 3,61

44 Diameter genggaman tangan

(antara12 ibu jari dan jari tengah) 3,52 0,41 2,84 3,52 4,19

45 Panjang ibu jari 5,55 0,36 4,96 5,55 6,14

46 Panjang jari telunjuk 6,76 0,38 6,13 6,76 7,38

47 Panjang jari tengah 7,49 0,38 6,86 7,49 8,12

48 Panjang jari manis 6,85 0,39 6,21 6,85 7,49

49 Panjang jari kelingking 5,48 0,38 4,85 5,48 6,11

50 Panjang jengkal tangan 18,33 1,27 16,24 18,33 20,41

2.

Koefisien Korelasi

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Suatu korelasi antarparameter yang nilainya lebih besar dari korelasi antarparameter lain berarti korelasi antarparameter tersebut memiliki hubungan yang lebih erat dari korelasi antarparameter lain. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006):


(27)

26 1. 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

2. >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah 3. >0,25 – 0,5: Korelasi cukup 4. >0,5 – 0,75: Korelasi kuat 5. >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat 6. 1: Korelasi sempurna

Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi meliputi: pertama, melihat kekuatan hubungan dua variabel; kedua, melihat signifikansi hubungan; dan ketiga, melihat arah hubungan. Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel dilakukan dengan melihat angka koefesien korelasi hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria sbb: 1. Jika angka koefesien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak mempunyai

hubungan

2. Jika angka koefesien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin kuat

3. Jika angka koefesien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin lemah

4. Jika angka koefesien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna positif

5. Jika angka koefesien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna negatif.

Dari tabel korelasi (Lampiran 3) dapat dilihat hubungan korelasi antar parameter terlihat bahwa:

1. Korelasi antara berat badan dengan lebar bahu, lebar pinggul, dan tebal badan menunjukkan nilai 0,67; 0,50; dan 0,69. Nilai ini menunjukkan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lebar bahu dan pinggul seseorang serta semakin tebal badan seseorang maka semakin berat pula berat badannya, begitu pula sebaliknya.

2. Korelasi antara tinggi badan dengan tinggi mata, tinggi dagu, dan tinggi siku tangan menunjukkan nilai 0,95; 0,90; dan 0,86. Nilai ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat. Ini berarti bahwa semakin tinggi badan seseorang maka kedudukan mata, dagu, dan siku tangan juga akan semakin tinggi.

3. Korelasi antara tinggi siku tangan dengan tinggi telapak tangan, tinggi pergelangan tangan, dan tinggi genggaman tangan menunjukkan nilai 0,76; 0,73; dan 0,73. Nilai ini menunjukkan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa elemen pada bagian lengan bawah menunjukkan rasio yang seragam.

4. Korelasi antara tinggi selangkang dengan tinggi pinggul menunjukkan nilai 0,71. Nilai ini menunjukkan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pinggul seseorang maka semakin tinggi pula selangkangnya.

5. Korelasi antara panjang kedudukan hingga siku kaki dengan panjang kedudukan hingga lutut menunjukkan nilai 0,87. Nilai ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat. Hal ini berarti panjang kaki memiliki keseragaman ukuran dan rasio panjang yang seragam. 6. Korelasi antara parameter diameter genggaman tangan antara ibu jari dan telunjuk

berkorelasi kuat dengan parameter diameter genggaman tangan antara ibu jari dan jari tengah menunjukkan nilai 0,93. Nilai ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat. Hal ini berarti panjang tangan memiliki keseragaman ukuran rasio dan panjang yang seragam.


(28)

27 Dalam tabel korelasi terdapat hubungan korelasi antar parameter yang menunjukkan nilai 0, hal ini berarti kedua variabel tidak mempunyai hubungan. Misalnya saja pada parameter antara tinggi tangan dan panjang siku ke pergelangan tangan. Selain itu juga terdapat hubungan korelasi antar perameter yang yang menunjukkan nilai minus, hal ini berarti kedua variabel tersebut mempunuai hubungan yang berbanding terbalik.

Koefisien korelasi ini menyatakan keterkaitan antara parameter yang satu dengan parameter yang lain. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi maka hubungan antara parameter tersebut akan semakin kuat. Keterkaitan hubungan anatar parameter ini akan menunjukkan apa saja parameter antropometri petani yang berhubungan dengan desain alat gebot.

B.

APLIKASI ANTROPOMERTI PADA DESAIN ALAT GEBOT (PAPAN

PERONTOK PADI)

Setelah dilakukan pengambilan data dan pengolahan datadari pengamanatan di lapangan maka diperoleh data empiris yang selanjutnya dapat dilakukan analisis untuk mendesain alat gebot (papan perontok padi) pada penelitian ini. selain melakukan pengambilan data di lapangan juga disertai dengan wawancara secara langsung dengan petani dan pembagian kuesioner. Petani yang menjadi subjek wawancara berjumlah 43 orang. Tabel 6 menunjukkan rekapitulasi hasil wawancara. Ada beberapa parameter yang akan dianalisis yang menunjukkan keterkaitan antara antropometri tubuh petani dengan kesesuaian alat dan produktivitas perontokan.

Tabel 6. Hasil wawancara dengan 43 orang petani

Jawaban Pertanyaan Jawaban A. Jawaban B. Jawaban C. Jawaban D.

Nomor 1 7 orang 9 orang 14 orang 13 orang

Nomor 2 - 25 orang 18 orang -

Nomor 3 13 orang 5 orang - -

Nomor 4 27 orang - - 16 orang

Nomor 5 38 orang 5 orang - -

Nomor 6 28 orang 12 orang 2 orang 1 orang

Nomor 7 17 orang 17 orang 9 orang -

Nomor 8 2 orang 14 orang 22 orang 5 orang

Nomor 9 - - - 43 orang

Nomor 10 16 orang 27 orang - -

Nomor 11 9 orang 7 orang - -

Nomor 12 8 orang 3 orang 4 orang 1 orang

Tabel 7. Parameter dimensi alat dengan produktivitas perontokan

Nama Jenis Kelamin (L/P) Tinggi Badan (cm) Produktivitas (kg/jam) Lebar (cm) Panjang (cm) Kemiringan (dalam derajat)

Taji L 153,5 20,83 78 50 53,13

Yusmingat L 154 18,52 83 53 55,25

Usup L 157 20 84 72 45,57

Hari L 156 27,2 100 68 44,74


(29)

28

Boiran L 155 27,78 100 67 45,57

Sunaryo L 157 27,78 89 53 60,65

Samuji L 158,5 20,59 104 48 72,54

Parto L 161 18,52 78 65 63,9

Nurkholis L 160 16,67 78 60 65,8

Inasti P 159 27,78 100 60 60

Mulyono L 163 21,33 100 60 60

Ponirin L 162 31,11 100 60 60

Jemanu L 163 17,78 85 60 49,46

Yasin L 162,5 11,57 60 60 49,25

Munar L 161 37,88 79 60 49,46

Paidi L 164 22,22 100 60 65,16

Tumadi L 165 17,78 75 60 53,13

Kadi L 164,5 18,18 75 60 53,13

Senen L 165 22,22 102 60 60

Jairan L 165,5 24 104 74 46,37

Yaiman L 165 55,56 105 74 46,37

Sarengat L 167 28 80 66 58,67

Ngatirah P 168 22,22 98 53 79,8

Jadhi L 167,5 41,67 81 52 80,7

Shinto L 168,5 29,6 96 70 52,41

Latif L 169,5 32 100 80 40,53

Mean 161,80 25,02 89,93 61,44 61,44

Standar Deviasi 4,68 9,15 12,04 7,95 7,95

Persentil ke-5 154,10 9,97 70,11 48,36 48,36

Persentil ke-50 161,80 25,02 89,93 61,44 61,44

Persentil ke-95 169,49 40,06 109,74 74,53 74,53

Dari tabel diatas dapat dibuat bagan yang menunjukkan keterkaitan antara dimensi alat, antropometri operator (petani), keluhan sehari-hari yang dialami oleh petani, maupun keluhan saat menggunakan alat gebot (papan perontok padi), dan produktivitas perontokan yang dihasilkan oleh petani. Antropometri dari petani ini dibedakan menjadi tujuh kelompok yang dihitung berdasarkan selang statistiknya. Maka dapat diketahui keterkaitannya sebagai berikut :

1.

Korelasi antara Tinggi Alat, Tinggi Operator, dan Keluhan Subjektif

Operator

Pada parameter tinggi alat ini sampel yang diambil adalah sampel secara keseluruhan yang berjumlah 43 orang. Dari keseluruhan sampel tinggi alat tersebut akan dilihat hasil korelasi dengan tinggi operator dan keluhan subjektif operator. Hipotesis dari korelasi ini adalah tinggi alat berkorelasi dengan tinggi operator. Semakin tinggi operator maka alat yang digunakan akan semakin tinggi pula. Karena akan terjadi ketidak nyamanan jika operator yang memiliki postur tubuh tinggi menggunakan alat yang pendek, maka dapat menimbulkan keluhan oleh operator. Disini akan terlihat bahwa ketidak sesuaian antaratinggi alat dan tinggi


(30)

29 operator akan menimbulkan beberapa keluhan. Gambar 17 menunjukkan korelasi antara tinggi alat, tinggi operator, dan keluhan subjektif operator.

TINGGI ALAT TINGGI OPERATOR KELUHAN

A. 40-45 cm A. 152,9-155,3 cm A.LENGAN

B. 45-50 cm B.155,4-157,8 cm B. PUNGGUNG

C. 50-55 cm C. 157,9-160,3 cm C. PINGGANG

D. 55-60 cm D.160,4-162,8 cm D.KAKI

E. 162,9-165,3 cm E.SAKIT PUNGGUNG

F. 165,4-167,8 cm F. KELELAHAN

G. 167,9-170,4 cm G. TIDAK ADA KELUHAN

TINGGI ALAT TINGGI OPERATOR KELUHAN

A. 40-45 cm A. 152,9-155,3 cm A.LENGAN

B. 45-50 cm B.155,4-157,8 cm B. PUNGGUNG

C. 50-55 cm C. 157,9-160,3 cm C. PINGGANG

D. 55-60 cm D.160,4-162,8 cm D.KAKI

E. 162,9-165,3 cm E.SAKIT PUNGGUNG

F. 165,4-167,8 cm F. KELELAHAN

G. 167,9-170,4 cm G. TIDAK ADA KELUHAN

TINGGI ALAT TINGGI OPERATOR KELUHAN

A. 40-45 cm A. 152,9-155,3 cm A.LENGAN

B. 45-50 cm B.155,4-157,8 cm B. PUNGGUNG

C. 50-55 cm C. 157,9-160,3 cm C. PINGGANG

D. 55-60 cm D.160,4-162,8 cm D.KAKI

E. 162,9-165,3 cm E.SAKIT PUNGGUNG

F. 165,4-167,8 cm F. KELELAHAN

G. 167,9-170,4 cm G. TIDAK ADA KELUHAN

TINGGI ALAT TINGGI OPERATOR KELUHAN

A. 40-45 cm A. 152,9-155,3 cm A.LENGAN

B. 45-50 cm B.155,4-157,8 cm B. PUNGGUNG

C. 50-55 cm C. 157,9-160,3 cm C. PINGGANG

D. 55-60 cm D.160,4-162,8 cm D.KAKI

E. 162,9-165,3 cm E.SAKIT PUNGGUNG

F. 165,4-167,8 cm F. KELELAHAN

G. 167,9-170,4 cm G. TIDAK ADA KELUHAN

Gambar 17. Bagan korelasi antara tinggi alat, tinggi operator, dan keluhan subjektif operator


(31)

30 Semua bagan pada Gambar 17 diatas dapat menjelaskan bahwa ada keterkaitan korelasi antara parameter tinggi alat, tinggi operator, dan keluahan subjektif yang dialami oleh operator. Korelasi yang dapat disimpulkan dari ketiga parameter diatas adalah tinggi alat berkorelasi kuat dengan tinggi operator dan keluhan yang dirasakan oleh operator. Semakin tinggi operator maka alat yang digunakan sebaiknya menyesuaikan ketinggian tubuh operator. Operator yang menggunakan alat yang tingginya tidak sesuai dengan tinggi badannya akan mengalami lebih banyak keluhan. Dapat dilihat dalam bagan bahwa ada suatu keteraturan, yaitu semakin tinggi operator maka alat yang digunakan juga semakin tinggi. Hal ini dapat menjelaskan bahwa petani sebagai operator secara alami telah menggunakan prinsip kenyamanan dalam membuat alat yang sesuai untuk digunakan menurut kenyamanan mereka. Sehingga secara tidak langsung petani sudah menerapkan prinsip ergonomi dalam mendesain alat gebot yang digunakan.

Berdasarkan data antropometri yang diperoleh di lapangan yang termasuk kedalam enam kelompok tinggi operator maka dapat dilihat korelasinya dengan produktivitas perontokan. Tinggi antropometri pada persentil ke-5 termasuk kedalam kelompok A. Tinggi alat yang sesuai untuk operator pada persentil ke-5 adalah 40-45 cm. Tinggi antropometri pada persentil ke-50 termasuk kedalam kelompok D. Tinggi alat yang sesuai untuk operator pada persentil ke-50 adalah 50-55 cm. Tinggi antropometri pada persentil ke-95 termasuk kedalam kelompok G. Tinggi alat yang sesuai untuk operator pada persentil ke-95 adalah 55-60 cm.

Secara alami operator dapat menentukan sendiri tinggi alat yang dipilih yang dirasa nyaman oleh mereka. Hal ini dapat dilihat dari bagan diatas, semakin tinggi operator yang menggunakan maka semakin tinggi pula alatnya. Dengan semakin tidak adanya kesesuaian tinggi alat dan tinggi operator maka keluhan yang terjadi semakin meningkat. Keluahan rasa kelelahan yang kebanyakan dialami merupakan keluhan yang wajar dirasakan ketika seseorang telah melakukan pekerjaan dalam waktu yang lama.

2.

Korelasi antara Luas Bidang Perontokan, Tinggi Operator, dan

Produktivitas Perontokan

Parameter luas bidang perontokan diperoleh dari perkalian antara dimensi panjang dan lebar. Parameter luas bidang perontokan ini akan berpengaruh pada produktivitas perontokan. Karena semakin luas bidang perontokan maka padi dapat dipukulkan secara tepat pada pada meja perontok, sehingga dapat mengurangi susut tercecer akibat terlemparnya padi karena tidak dipukulkan secara tepat dan tidak terontokkan secara maksimal. Pengelompokan luas bidang perontokan ini berdasarkan dari dari data dimensi panjang dan lebar yang dihitung untuk mencari luasannya kemudian dihitung panjang dan lebar kelas sehingga diperoleh enam kelompok luas bidang perontokan. Begitupun dengan tinggi operator pengelompokan berdasarkan pada panjang dan lebar kelas. Tinggi operator pada data antropometri yang diukur di lapangan termasuk dalam enam kelompok tersebut. Data antropometri tinggi pada persentil ke-5 termasuk dalam kelompok A, persentil ke-50 termasuk dalam kelompok C, dan persentil ke-95 termasuk dalam kelompok F.


(32)

31

LUAS BIDANG PERONTOKAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS

A. 3900-4583 cm 2 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam

B. 4584-5267 cm2 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam

C. 5268-5951 cm2 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam

D. 5952-6635 cm2 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 6636-7319 cm2 E. 165,4-168,3 cm

F. 7320-8003 cm2 F. 168,3-171,4 cm

LUAS BIDANG PERONTOKAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS

A. 3900-4583 cm 2 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam

B. 4584-5267 cm2 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam

C. 5268-5951 cm2 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam

D. 5952-6635 cm2 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 6636-7319 cm2 E. 165,4-168,3 cm

F. 7320-8003 cm2 F. 168,3-171,4 cm

LUAS BIDANG PERONTOKAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS

A. 3900-4583 cm 2 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam

B. 4584-5267 cm2 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam

C. 5268-5951 cm2 C.159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam

D. 5952-6635 cm2 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 6636-7319 cm2 E. 165,4-168,3 cm

F. 7320-8003 cm2 F. 168,3-171,4 cm

LUAS BIDANG PERONTOKAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS

A. 3900-4583 cm 2 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam

B. 4584-5267 cm2 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam

C. 5268-5951 cm2 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam

D. 5952-6635 cm2 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 6636-7319 cm2 E. 165,4-168,3 cm

F. 7320-8003 cm2 F. 168,3-171,4 cm

LUAS BIDANG PERONTOKAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS

A. 3900-4583 cm 2 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam

B. 4584-5267 cm2 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam

C. 5268-5951 cm2 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam

D. 5952-6635 cm2 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 6636-7319 cm2 E. 165,4-168,3 cm

F. 7320-8003 cm2 F. 168,3-171,4 cm

Gambar 18. Bagan korelasi antara luas bidang perontokan, tinggi operator, dan produktivitas perontokan


(33)

32 Pada gambar bagan diatas dapat dilihat korelasi antara luas bidang perontokan, tinggi operator, dan produktivitas perontokan. Pada bagan dapat dilihat bahwa luas bidang perontokan tidak berkorelasi kuat dengan tiggi operator. Seperti yang terlihat pada bagan bahwa luas bidang perontokan yang sama dapat digunakan oleh operator yang mempunyai tinggi berbeda. Luas bidang perontokan berkorelasi kuat dengan produktivitas perontokan. Pada bagan diatas dapat dilihat semakin luas bidang perontokan yang digunakan maka produktivitas perontokan mengalami kenaikan.

Selain dari faktor luas bidang perontokan maupun dimensi alat ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi produktivitas perontokan. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor dari petani sebagai operator. Dalam merontokkan padi petani menggunakan sistem kelompok, dalam suatu kelompok dapat merontokkan dengan hasil yang optimal jika anggota kelompok bekerja secara baik. Tetapi terkadang ada juga sebagian anggota kelompok yang tidak bekerja dengan baik sehingga hasil yang dirontokkan tidak optimal.

3.

Korelasi antara Sudut Kemiringan, Tinggi Operator, dan Produktivitas

Perontokan

Parameter kemiringan sudut diambil dari data lebar alat dan tinggi alat melalui pengukuran secra langsung di lapangan. Dari data tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan rumus trigonometri sehingga didapat kemiringan sudutnya. Data yang diperoleh adalah sebanyak 27 sampel alat. Hipotesis yang ditunjukkan pada kemiringan alat ini adalah kemiringan akan mempengaruhi tinggi alat dan akan mempengaruhi terlemparnya padi saat dirontokkan. Dengan kemiringan yang tepat paka padi dapat dirontokan dengan maksimal, sehingga dapat mengurangi susut tercecer akibat terlemparnya padi yang terlalu jauh. Dari hipotesis tersebut dibawah ini akan ditampilkan bagan yang menunjujkan korelasi antara kemiringan sudut, tinggi operator, dan produktivitas perontokan. Kemiringan sudut akan dikelompokkan menjadi enam kelompok. Pengelompokan kemiringan sudut ini berdasarkan dari dari data yang diukur dari lapangan yang kemudian dihitung panjang dan lebar kelas sehingga diperoleh enam kelompok lebar alat. Begitupun dengan tinggi operator pengelompokan berdasarkan pada panjang dan lebar kelas. Tinggi operator pada data antropometri yang diukur di lapangan termasuk dalam enam kelompok tersebut. Data antropometri tinggi pada persentil ke-5 termasuk dalam kelompok A, persentil ke-50 termasuk dalam kelompok C, dan persentil ke-95 termasuk dalam kelompok F.

Pada Gambar 19 dapat dilihat korelasi antara kemiringan sudut, tinggi operator, dan produktivitas perontokan. Pada bagan dapat dilihat bahwa kemiringan sudut tidak berkorelasi kuat dengan tinggi operator dan produktivitas perontokan. Produktivitas yang ditunjukkan relatif tidak meningkat. Berdasarkan data antropometri yang diperoleh di lapangan yang termasuk kedalam enam kelompok tinggi operator maka dapat dilihat korelasinya dengan produktivitas perontokan. Tinggi antropometri pada persentil ke-5 termasuk kedalam kelompok A yang menghasilkan produktivitas perontokan maksimal sebesar 20-30 kg/jam. Kemiringan sudut yang mengahsilkan produktivitas yang maksimal adalah 52,460-56,480. Tinggi antropometri pada persentil ke-50 termasuk kedalam kelompok C yang menghasilkan produktivitaas perontokan maksimal sebesar >30 kg/jam. Kemiringan sudut yang mengahsilkan produktivitas yang maksimal adalah 60,520-64,540. Tinggi antropometri pada persentil ke-95 termasuk kedalam kelompok F yang menghasilkan produktivitaas perontokan


(34)

33 maksimal sebesar >30kg/jam. Kemiringan sudut yang mengahsilkan produktivitas yang maksimal adalah 44,400-48,420. Data Kemiringan sudut tersebut dapat menjadi rekomendasi secara subjektif dalam menentukan desain alat gebot.

SUDUT KEMIRINGAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS A. 40,370-44,390 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam B. 44,400-48,420 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam C. 48,430-52,450 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam D. 52,460-56,480 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 56,490-60,510 E. 165,4-168,3 cm

F. 60,520-64,540 F. 168,3-171,4 cm

SUDUT KEMIRINGAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS A. 40,370-44,390 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam B. 44,400-48,420 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam C. 48,430-52,450 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam D. 52,460-56,480 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 56,490-60,510 E. 165,4-168,3 cm

F. 60,520-64,540 F. 168,3-171,4 cm

SUDUT KEMIRINGAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS A. 40,370-44,390 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam B. 44,400-48,420 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam C. 48,430-52,450 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam D. 52,460-56,480 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 56,490-60,510 E. 165,4-168,3 cm

F. 60,520-64,540 F. 168,3-171,4 cm

SUDUT KEMIRINGAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS A. 40,370-44,390 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam B. 44,400-48,420 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam C. 48,430-52,450 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam D. 52,460-56,480 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 56,490-60,510 E. 165,4-168,3 cm

F. 60,520-64,540 F. 168,3-171,4 cm

SUDUT KEMIRINGAN TINGGI OPERATOR PRODUKTIVITAS A. 40,370-44,390 A. 153,4-156,3 cm A. < 10 kg/jam B. 44,400-48,420 B. 156,4-159,3 cm B. 10-20 kg/jam C. 48,430-52,450 C. 159,4-162,3 cm C. 20-30 kg/jam D. 52,460-56,480 D. 162,4-165,3 cm D. > 30 kg/jam E. 56,490-60,510 E. 165,4-168,3 cm

F. 60,520-64,540 F. 168,3-171,4 cm


(35)

34 Dalam melakukan pekerjaan mengebot (merontokkan padi) petani melakukan berbagai gerakan. Namun dari gerakan yang dilakukan tersebut sebenarnya manusia memiliki selang gerakan alami pada tubuhnya. Menurut Openshaw (2006) dalam Dani (2011) disebutkan bahwa tubuh manusia memiliki suatu selang alami gerakan (SAG). Gerakan dalam SAG yang baik memperbaiki sirkulasi darah dan fleksibilitas sehingga dapat mencapai gerakan yang lebih nyaman dan produktivitas yang lebih tinggi. Meskipun syarat untuk mencapai gerakan tersebut pengguna sebaiknya mencoba untuk menghindari gerakan berulang dan ekstrim dalam SAGnya selama periode waktu yang lama. Menurut Openshaw (2006), ada 4 zona berbeda yang mungkin dihadapi manusia ketika duduk dan berdiri, yaitu:

1. Zona 0 (Zona hijau/ Green Zone). Zona yang dianjurkan untuk sebagian besar gerakan-gerakan. Terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.

2. Zona 1 (Zona kuning/ Yellow Zone). Zona yang dianjurkan untuk sebagian besar gerakan-gerakan. Terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.

3. Zona 2 (zona Merah/ Red Zone). Banyak posisi yang ekstrim pada anggota-anggota tubuh. Terdapat lebih besar tekanan pada otot dan sendi.

4. Zona 3 (Melewati Zona Merah/ Beyond Red Zone). Posisi paling ekstrim pada anggota-anggota tubuh sebaiknya dihindari jika memungkinkan terutama ketika mengangkat beban berat atau kegiatan yang berulang-ulang.

Zona ini merupakan selang-selang dimana anggota tubuh dapat bergerak secara bebas. Zona 0 dan 1 termasuk adalam selang gerakan-gerakan kecil, sedangkan zona 2 dan 3 merupakan posisi gerakan yang ekstrim.

Zona 0 dan zona 1 lebih sering digunakan untuk kebanyakan gerakan-gerakan yang sering terjadi. Zona 2 dan 3 sebaiknya dihindari jika memungkinkan, khususnya untuk melakukan kegiatan yang berat dan berulang-ulang. Gerakan ini dapat menimbulakan lebih banyak beban yang dapat menyebabkan terganggunnya perkembangan musculoskeletal. Untuk lebih jelasnya dapat diliha pada Tabel 6. dan Gambar 5. selang gerakan dari beberapa zona gerakan :

Tabel 8. Selang gerakan dari beberapa zona gerakan

Gerakan Selang dari zona gerakan (dalam °)

Zona 0 Zona 1 Zona 2 Zona 3

P erge la ng an T ang an

Fleksi(flexion) 0 – 10 11 – 25 26 – 50 51+ Ekstensi (extension) 0 – 9 10 – 23 24 – 45 46+ Deviasi Radial (radial deviation) 0 – 3 4 – 7 8 – 14 15+ Deviasi Ulnar (ulnar deviation) 0 – 5 6 – 12 13 – 24 25+

P

unggung

Fleksi(flexion) 0 – 19 20 – 47 48 – 94 95+ Ekstensi (extension) 0 – 6 7 – 15 16 – 31 32+ Aduksi (adduction) 0 – 5 6 – 12 13 – 24 25+ Abduksi (abduction) 0 – 13 14 – 34 35 – 67 68+

T ul ang Be la ka

ng Fleksi(flexion) 0 – 10 11 – 25 26 – 45 46+ Ekstensi (extension) 0 – 5 6 – 10 11 – 20 21+ Berputar (rotational) 0 – 10 11 – 25 26 – 45 46+ Menbengkok ke samping (lateral bend) 0 – 5 6 – 10 11 – 20 21+

L

eh

er

Fleksi(flexion) 0 – 9 10 – 22 23 – 45 46+

Ekstensi (extension) 0 – 6 7 – 15 16 – 30 31+ Berputar (rotational) 0 – 8 9 – 20 21 – 40 41+ Menbengkok ke samping (lateral bend) 0 – 5 6 – 12 13 – 24 25+ Sumber : Chaffin (1999) dan Woodson (1992) dalam Openshaw (2006)


(36)

35 Gambar 20. Macam-macam selang gerakan

Sumber : Chaffin (1999) dan Woodson (1992) dalam Openshaw (2006)

Dari selang-selang gerakan di atas, yang terjadi pada saat melakukan penggebotan adalah gerakan pada tulang belakang, leher, punggung, dan pergelangan tangan, jika merujuk pada Gambar 20, maka gerakan menggebot dapat ditunjukkan seperti pada gambar berikut :

Gambar 21. Macam-macam selang gerakan pada saat menggebot (merontokkan padi) Sumber : Chaffin (1999) dan Woodson (1992) dalam Openshaw (2006)

Berikut adalah gerakan-gerakan petani saat menggebot(merontokkan padi), dapat terlihat dengan jelas apakah petani sudah mengikuti selang gerak alami yang baik yaitu berada pada zona 0 dan 1, serta menghindari gerakan yang ekstrim pada zona 2 dan 3.


(37)

36

A. B.

C. D. Keterangan :

A. Gerakan awal menggebot yaitu mengangkat padi sampai keatas kepala (fleksi tulang belakang membentuk sudut 170 dan fleksi lengan bawah membentuk sudut 910)

B. Gerakan mulai mengayunkan padi yang akan ditumbukkan pada alat gebot (fleksi tulang belakang membentuk sudut 220 dan fleksi lengan bawah membentuk sudut 810)

C. Gerakan membungkuk petani saat akan memukulkan padi pada alat gebot (fleksi tulang belakang membentuk sudut 320 dan fleksi lengan bawah membentuk sudut 230)

D. Gerakan petani memukulkan padi tepat pada alat gebot (fleksi tulang belakang membentuk sudut 370)

Gambar 22. Gerakan petani wanita saat menggunakan alat “gebot” (papan perontok padi)

Gambar 22 diperoleh dari video petani yang sedang menggebot di lapangan. Video ini dirubah dalam bentuk foto menggunakan sotfware video converter to JPG. Dari video tersebut diambil tiap framenya, kemudian dipilih gambar-gambar yang menunjukkan siklus gerakan menggebot. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa gerakan menggebot masih terdapat pada zona 1 dan zona 2. Dengan menggunakan software Autocad 2009 maka diperoleh sudut-sudut yang diinginkan seperti yang terlihat pada gambar tersebut. Gambar A adalah gambar saat


(1)

83

25

Tinggi Dudukan -0,12 0,08 0,30 0,10 -0,09 0,03 0,03 0,00 -0,01 1

26

Tinggi Lutut -0,09 0,19 0,20 -0,02 0,04 0,12 -0,02 0,08 0,19 0,71 1

27

Tinggi Pinggul -0,05 0,11 0,21 -0,01 -0,17 0,09 0,07 0,03 0,01 0,79 0,61 1

28

Tinggi Bahu -0,01 0,15 0,39 0,24 -0,11 0,29 0,18 0,16 0,07 0,88 0,66 0,77 1

29

Tinggi Mata 0,14 0,17 0,47 0,28 -0,03 0,31 0,18 0,15 0,15 0,84 0,68 0,74 0,93 1

30

Tinggi Duduk 0,10 0,09 0,46 0,24 -0,07 0,27 0,18 0,27 0,15 0,79 0,65 0,75 0,89 0,87 1

31

Tebal Badan 0,04 0,31 0,12 0,13 -0,31 0,15 0,38 0,03 -0,08 0,33 0,31 0,29 0,39 0,37 0,38 32

Lebar Pinggul 0,11 0,49 0,00 0,09 0,13 0,29 0,35 0,15 0,09 0,09 0,22 -0,06 0,11 0,11 0,09 33

Panjang Siku ke Ujung Jari 0,36 0,23 0,35 0,40 0,34 0,44 0,23 0,36 0,35 -0,18 -0,02 -0,15 -0,03 0,06 0,06 34

Panjang Siku ke Pergelangan Tangan 0,45 0,15 0,45 0,38 0,26 0,18 0,10 0,37 0,36 0,01 -0,08 -0,04 0,08 0,16 0,14 35

Tinggi Siku Tangan -0,04 0,04 0,21 0,07 -0,02 0,24 0,08 0,14 -0,01 0,80 0,69 0,73 0,84 0,84 0,81 36

Panjang Kedudukan hingga Siku Kaki 0,25 0,02 0,13 0,20 0,04 0,17 0,10 0,37 0,27 -0,42 -0,31 -0,25 -0,27 -0,22 -0,10 37

Panjang Kedudukan hingga Lutut 0,20 0,14 0,19 0,21 -0,03 0,25 0,14 0,43 0,25 -0,29 -0,20 -0,17 -0,17 -0,11 0,00 38

Panjang Pergelangan Tangan 0,33 0,19 0,45 0,37 0,16 0,17 -0,05 0,23 0,43 0,10 0,28 0,22 0,23 0,36 0,32 39

Panjang Telapak Tangan 0,26 0,19 0,53 0,40 0,13 0,23 -0,01 0,19 0,32 0,16 0,19 0,14 0,29 0,41 0,29 40

Lebar Telapak Tangan (4 jari) 0,04 -0,07 0,19 -0,01 -0,10 0,26 0,11 0,12 -0,14 0,20 -0,08 0,01 0,17 0,21 0,14 41

Lebar Telapak Tangan (5 jari) 0,01 -0,06 0,14 -0,02 -0,06 0,33 0,09 0,05 -0,09 0,05 -0,08 -0,11 0,06 0,08 0,04 42

Keliling Genggaman Tangan 0,23 0,30 0,39 0,21 -0,01 0,31 0,20 0,24 0,28 0,12 0,11 0,03 0,21 0,21 0,18 43

Diameter Genggaman Tangan (antara Ibu Jari dan Telunjuk) 0,27 0,12 0,09 0,27 0,26 -0,25 -0,09 0,03 0,30 -0,13 -0,03 -0,01 -0,16 -0,03 -0,10 44

Diameter Genggaman Tangan (antara Ibu Jari dan Jari Tengah) 0,28 0,18 0,16 0,27 0,34 -0,24 -0,12 0,09 0,42 -0,11 0,02 -0,03 -0,14 -0,02 -0,06 45

Panjang Ibu Jari 0,05 0,09 0,17 0,15 0,05 0,11 0,04 -0,19 -0,01 0,12 0,04 -0,05 0,12 0,13 -0,04 46

Panjang Jari Telunjuk 0,12 0,23 0,32 0,36 0,00 0,07 -0,07 0,11 0,32 0,21 0,23 0,22 0,22 0,26 0,18 47

Panjang Jari Tengah 0,23 0,24 0,42 0,29 0,20 0,19 -0,08 0,12 0,47 0,27 0,25 0,27 0,32 0,37 0,29 48

Panjang Jari Manis 0,31 0,35 0,56 0,33 0,14 0,18 0,10 0,11 0,38 0,27 0,29 0,26 0,27 0,37 0,30 49

Panjang Jari Kelingking 0,31 0,29 0,45 0,19 -0,07 0,18 0,20 0,25 0,34 0,03 0,14 0,16 0,11 0,21 0,15 50


(2)

84

Lampiran 4. Koefisien korelasi antar parameter antropometri petani wanita

No Parameter

31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

Tebal Badan Lebar Pinggul Panjang Siku ke Ujung Jari Panjang Siku ke Pergelangan Tangan Tinggi Siku Tangan Panjang Keduduk an hingga Siku Kaki Panjang Keduduk an hingga Lutut Panjang Pergelang an Tangan Panjang Telapak Tangan Lebar Telapak Tangan (4 jari) Lebar Telapak Tangan (5 jari) Keliling Genggam an Tangan Diameter Genggam an Tangan (antara Ibu Jari dan Telunjuk) Diameter Genggam an Tangan (antara Ibu Jari dan Jari Tengah) Panjang Ibu Jari 31

Tebal Badan 1

32

Lebar Pinggul 0,35 1

33

Panjang Siku ke Ujung Jari -0,08 0,20 1

34

Panjang Siku ke Pergelangan Tangan -0,09 0,07 0,35 1

35

Tinggi Siku Tangan 0,33 0,15 0,01 0,07 1

36

Panjang Kedudukan hingga Siku Kaki -0,18 -0,21 0,31 0,33 -0,30 1

37

Panjang Kedudukan hingga Lutut -0,17 -0,04 0,32 0,41 -0,17 0,87 1

38

Panjang Pergelangan Tangan 0,20 -0,13 0,33 0,22 0,20 0,16 0,09 1

39

Panjang Telapak Tangan 0,01 0,09 0,25 0,41 0,19 0,03 0,07 0,66 1

40

Lebar Telapak Tangan (4 jari) -0,10 0,12 0,08 0,10 0,15 -0,03 -0,01 -0,02 0,25 1 41

Lebar Telapak Tangan (5 jari) -0,11 0,12 0,13 0,00 0,04 -0,16 -0,13 0,07 0,28 0,88 1 42

Keliling Genggaman Tangan -0,01 0,30 0,03 0,40 0,09 0,01 0,14 0,12 0,42 0,40 0,44 1 43

Diameter Genggaman Tangan (antara Ibu Jari dan Telunjuk) 0,12 -0,31 0,13 0,12 -0,14 0,28 0,16 0,31 -0,08 -0,52 -0,59 -0,38 1 44

Diameter Genggaman Tangan (antara Ibu Jari dan Jari Tengah) 0,09 -0,27 0,23 0,16 -0,11 0,26 0,16 0,32 -0,01 -0,48 -0,52 -0,35 0,93 1 45

Panjang Ibu Jari 0,14 0,11 0,07 -0,03 0,03 -0,29 -0,29 0,20 0,31 0,10 0,12 0,33 -0,11 -0,15 1 46

Panjang Jari Telunjuk 0,04 -0,10 0,17 0,09 0,16 -0,15 -0,10 0,61 0,49 0,06 0,17 0,30 0,12 0,08 0,37 47

Panjang Jari Tengah -0,02 0,02 0,29 0,27 0,25 -0,10 -0,04 0,65 0,53 0,13 0,21 0,42 0,03 0,03 0,31 48

Panjang Jari Manis 0,13 0,01 0,26 0,41 0,23 -0,05 0,01 0,62 0,43 0,04 0,07 0,42 0,12 0,16 0,35 49

Panjang Jari Kelingking 0,01 0,08 0,26 0,25 0,02 0,23 0,27 0,39 0,38 0,00 -0,07 0,10 0,02 0,10 0,12 50


(3)

85

Lampiran 4. Koefisien korelasi antar parameter antropometri petani wanita

No Parameter

46 47 48 49 50

Panjang Jari Telunjuk

Panjang Jari Tengah

Panjang Jari Manis

Panjang Jari Kelingking

Panjang Jengkal Tangan

31

Tebal Badan

32

Lebar Pinggul

33

Panjang Siku ke Ujung Jari

34

Panjang Siku ke Pergelangan Tangan 35

Tinggi Siku Tangan

36

Panjang Kedudukan hingga Siku Kaki 37

Panjang Kedudukan hingga Lutut

38

Panjang Pergelangan Tangan

39

Panjang Telapak Tangan

40

Lebar Telapak Tangan (4 jari)

41

Lebar Telapak Tangan (5 jari)

42

Keliling Genggaman Tangan

43

Diameter Genggaman Tangan (antara Ibu Jari dan Telunjuk) 44

Diameter Genggaman Tangan (antara Ibu Jari dan Jari Tengah) 45

Panjang Ibu Jari

46

Panjang Jari Telunjuk 1

47

Panjang Jari Tengah 0,73 1

48

Panjang Jari Manis 0,58 0,71 1

49

Panjang Jari Kelingking 0,21 0,35 0,41 1 50


(4)

86

Lampiran 5. Kuesioner

Daftar Pertanyaan Wawancara

Saya selaku mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB :

Nama : Siska Febriana Putri

NRP

: F14070052

Memohon partisipasi dari Ibu/Bapak/Saudara untuk memberikan respon terhadap penggunaan alat

gepyok atau papan perontok padi melalui wawancara ini. Respon yang Ibu/Bapak/Saudara berikan

merupakan masukan sebagai bahan analisis data dalam skripsi saya. Atas partisipasi yang

Ibu/Bapak/Saudara berikan, saya ucapkan terima kasih.

Data Diri Responden

Jenis Kelamin

: a. Laki-laki

b. Perempuan

Pendidikan

: a. Tidak tamat SD

b. Tamat SD atau sederajad

c. SMP atau sederajad

d. SMA atau sederajad

Pengalaman menggunakan alat gebot :

a.

< 2 tahun

b. < 5 tahun

c. 5-10 tahun

d. > 10 tahun

Item Pertanyaan

1.

Berapa tinggi alat gebot yang digunakan:

a.

40-45 cm

b. 45-50 cm c. 50-55 cm d. 55-60 cm

2.

Apakah tinggi alat gebot tersebut sudah sesuai untuk anda gunakan :

a.

Sangat sesuai

b.

Sesuai

c.

Tidak sesuai

3.

Apabila jawaban no.2 adalah tidak sesuai, apa alasan anda:

a.

Terlalu tinggi

c. Terlalu miring

b.

Terlalu pendek

d. Terlalu datar

4.

Darimana anda memperoleh alat gebot yang anda gunakan:

a.

Membuat sendiri, berapa biayanya?

b.

Membeli, berapa biayanya?

c.

Menyewa, berapa biayanya?

d.

Meminjam

5.

Berapa frekuensi menggunakan alat gebot:

a.

Setiap hari

d. 1 kali/minggu

b.

> 3 kali/minggu

e. < 1 kali/minggu

c.

2 kali/minggu

6.

Pada bagian apa keluhan nyeri otot yang anda rasakan sehari-hari:

a.

Lengan

c. Pinggang

b.

Punggung

d. Kaki

7.

Kelelahan otot apa yang anda rasakan saat menggunakan alat gebot?

a.

Sakit punggung

b.

Kelelahan

c.

Tidak ada keluhan


(5)

87

8.

Berapa rata-rata produktivitas jika merontokkan padi dengan gebot:

a.

< 10 kg/jam

c. 20-30 kg/jam

b.

10-20 kg/jam

d. > 30 kg/jam

9.

Berapa rata-rata jam kerja/hari anda:

a.

2 jam/hari

c. 6 jam/hari

b.

4 jam/hari

d. 8 jam/hari

10.

Apakah anda pernah menggunakan alat pedal tresher:

a.

Ya

b. Tidak

11.

Apabila jawaban no.10 “Ya” mana yang lebih “nyaman” memakai alat pedal tresher atau

gepyok:

a.

Gebot

b. Pedal tresher

12.

Apakah alasan anda ?

a.

Produktivitas

b.

Nyaman


(6)