Asas-Asas Dalam Perjanjian Pengangkutan

menimbulkan hak dan kewajiban. Dimana para pihak yang dimaksud harus dengan sungguh-sungguh melaksanakannya. Dalam perjanjian pengangkutan di laut para pihak dapat meminta untuk dibuatkannya suatu akta yang disebut carter party. Tapi carter party ini bukan merupakan syarat adanya perjanjian itu melainkan semata-mata sebagai alat bukti bahwa telah terjadi perjanjian pengangkutan. Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang atau penumpang dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelengarakan pengangkutan barang atau orang ke suatu tempat tujuan tertentu, dan pihak pengirim barang atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar ongkos angkutannya. 11

B. Asas-Asas Dalam Perjanjian Pengangkutan

Setiap ketentuan hukum mempunyai sistem tersendiri yang berlaku sebagai asas dalam hukum tersebut. Demikian pula halnya dalam hukum perjanjian pengangkutan, yang memiliki asas-asas sebagai berikut: 1. Asas Personalia ”Asas personalia atau asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian adalah hanya untuk kepentingan perseorangan saja”. 12 11 Ibid., hal. 2. 12 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, ceSinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 13. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 ayat 1 KUHPerdata, Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.” Sedangkan Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.” Namun, ketentuan tersebut terdapat pengecualiannya, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi: “dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat seperti itu.” 2. Asas konsensualisme ”Asas konsensualisme adalah bahwa perjanjian itu terjadi karena adanya kata sepakat atau kehendak mengenai isi atau pokok perjanjian”. 13 3. Asas Kebebasan Berkontrak Asas konsensualisme ini kemudian berpengaruh pada bentuk perjanjian, bahwa dengan adanya konsensualisme, perjanjian itu telah lahir atau terbentuk pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak sehingga tidak diperlukan formalitas lain. Asas kebebasan berkontrak Freedom of Contract diatur di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. 13 Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu , Sumur Bandung, Bandung, 1982, hal. 21. Asas ini merupakan asas yang paling penting dalam hukum perjanjian, karena dari asas inilah tampak adanya pernyataan dan ungkapan Hak Asasi Manusia dalam mengadakan perjanjian. Selain itu asas ini juga merupakan dasar dari hukum perjanjian. ”Asas kebebasan berkontrak tidak ditulis dengan kata-kata banyak didalam Undang-Undang tetapi seluruh hukum perdata kita didasarkan pada asas ini”. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh undang- undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan ”sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik dan mereka wajib melaksanakan perjanjian yang telah mereka buat layaknya undang-undang”. Oleh karena Buku III KUHPerdata bersistem terbuka dan pasal-pasalnya merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, maka para pihak boleh mengenyampingkan pasal-pasal dalam hukum perjanjian jika mereka menghendaki. ”Tetapi, jika dalam perjanjian tersebut para pihak tidak mengatur mengenai sesuatu hal, maka bagi sesuatu hal tersebut berlakulah ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata”. Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a Membuat atau tidak membuat perjanjian. b Mengadakan perjanjian dengan siapapun. c Menentukan mengenai klausulaisi dalam perjanjian, pelaksanaan, serta persyaratannya. d Menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan. e Menentukan cara membuat perjanjian. 4. Asas Kepercayaan. ”Suatu perjanjian tidak akan terwujud apabila tidak ada kepercayaan antara para pihak yang mengikatkan diri di dalamnya, karena suatu perjanjian menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak yaitu pemenuhan prestasi dikemudian hari”. 5. Asas Kekuatan Mengikat. Berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, bahwa dipenuhinya syarat sahnya perjanjian maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. ”Mengikat sebagai Undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat tersebut berakibat hukum melanggar undang-undang”. 6. Asas Itikad Baik Asas ini menghendaki agar suatu perjanjian dilaksanankan dengan itikad baik. Itikad baik dapat dibedakan menjadi 2 dua, yaitu: a Itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum tidak lain adalah perkiraan dalam hati sanubari yang bersangkutan bahwa syarat- syarat yang diperlukan untuk mengadakan hubungan hukum secara sah menurut hukum sudah terpenuhi semuanya. b Itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang timbul dari suatu hubungan hukum tidak lain maksudnya adalah itikad baik pada waktu melaksanakan perjanjian. Itikad baik disini juga terletak pada sanubari manusia, yang selalu ingat bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan keadilan, dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang mungkin menimbulkan kerugian terhadap pihak lain. 14 7. Asas Keseimbangan. Asas ini menghendaki kedua belah pihak dalam perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak yang memiliki hak untuk menuntut prestasi kreditur berhak menuntut pelunasan atas prestasi dari pihak lainnya debitur, namun kreditur juga memiliki beban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. ”Jadi, kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang”. 8. Asas Kepatutan dan Kebiasaan. Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa: “perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur di dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang”.

C. Jenis-Jenis Perjanjian Pengangkutan

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang dalam Pengiriman Barang Paket Dengan Klausul...

0 27 3

Kerjasama dan Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang Dengan Airline Terhadap Pemilik Barang Akibat Kelalaian yang Menyebabkan Rusak Atau Hilangnya Barang Kiriman. (Studi di PT. JNE Cabang Medan)

1 18 99

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

6 91 89

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KELALAIAN YANG MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA BARANG DIKAITKAN DENGAN KUHD DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KELALAIAN YANG MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA BARANG DIKAITKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN.

0 0 1

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 0 7

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 0 1

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 2 14

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 0 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan - Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Terhadap Kelalaian yang Menyebabkan Rusak atau Hilangnya Barang Pengiriman Menurut Undang-Undang Perlindungan Kon

0 0 15