BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN
A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan
Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau
memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.
4
3. Ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan
atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam
hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut : 1. Ada sesuatu yang diangkut.
2. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
5
Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.
6
Menurut pendapat R. Soekardono, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang,
karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.
7
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, 1996, hal. 45.
5
Ridwan Khairandy, dkk Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 194.
6
Ibid., hal. 195.
7
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 1981, hal. 5. 14
Adapun proses dari pengangkutan itu merupaka gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu
diakhiri.
8
Mengenai pengertian perjanjian pengangkutan di dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak diberikan definisinya. Perjanjian
pengangkutan itu sendiri bersifat konsensuil, sehingga untuk terciptanya perjanjian pengangkutan tidak diperlukan adanya syarat tertulis, jadi hanya
bersifat konsensuil. Menurut pendapat yang diungkapkan R. Subekti, yang dimaksud dengan
perjanjian pengangkutan yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain,
sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.
9
Sedangkan menurut pendapat H.M.N. Purwosutjipto, yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan adalah perjanjian antara pengangkut dengan
pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
10
Di dalam perjanjian pengangkutan terdapat kesepakatan antara pihak- pihak yang ingin mengadakan pengangkutan maka perjanjian pengangkutan
8
Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Lembaga penerbitan FE UI, Jakarta, 1981, hal. 5.
9
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung 1979, hal. 81.
10
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Cetakan II, 1984, hal. 1.
menimbulkan hak dan kewajiban. Dimana para pihak yang dimaksud harus dengan sungguh-sungguh melaksanakannya.
Dalam perjanjian pengangkutan di laut para pihak dapat meminta untuk dibuatkannya suatu akta yang disebut carter party. Tapi carter party ini bukan
merupakan syarat adanya perjanjian itu melainkan semata-mata sebagai alat bukti bahwa telah terjadi perjanjian pengangkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang atau penumpang
dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelengarakan pengangkutan barang atau orang ke suatu tempat tujuan tertentu, dan pihak
pengirim barang atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar ongkos angkutannya.
11
B. Asas-Asas Dalam Perjanjian Pengangkutan