B. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Perusahaan
Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagngan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang danatau jasa
yang dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas
ruang gerak arus transaksi barang dan atau jasa. Akibatnya barang dan atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam
negeri. Kondisi seperti ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta
semakin terbuka lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan
konsumen.
29
29
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 37.
Tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah,
yang menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar- besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta
penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen. Berkenaan dengan pertimbangan tersebut, maka perlu juga diketengahkan apa yang menjadi hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menerangkan tentang
Hak dan Kewajiban Konsumen.
Hak konsumen adalah : 1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang danatau jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa
yang digunakan. 5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan kosumen ,
7. Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif, 8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 4 huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen dijelaskan “Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya”.
Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang- Undang Perlindungan Konsumen lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen
sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F.
Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 Maret 1962, yaitu terdiri dari : 1.
Hak memperoleh keamanan, 2.
Hak memilih, 3.
Hak mendapat informasi, 4.
Hak untuk didengar.
30
Keempat hak tersebut merupakan bagin dari deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing
pada Pasal 3, 8, 19, 21 dan Pasal 26, yang oleh organisasi Konsumen Sedunia International Organization of Consumers Union-IOCU, ditambahkan empat hak
dasar konsumen lainnya, yaitu : 1.
Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. 2.
Hak untuk memperoleh ganti rugi, 3.
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, 4.
Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
31
Di samping Masyarakat Eropa Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG
juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut : 1.
Hak perlindungan kesehatan dan keamanan Recht op besherming van zijn gezendheid en veiligheid
. 2.
Hak perlindungan ekonomi recht op bescherming van zijn economische belangen
. 3.
Hak mendapat ganti rugi recht op schadevergoeding
30
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku
, dimuat dalam Hasil Simposiun Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh BPHN, Bina Cipta, Jakarta, 1986, hal. 61. Lihat juga C.
Tantri D dan Sulastri, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foundation, Jakarta, 1995, hal. 19-21.
31
Ibid, hal. 22-24.
4. Hak atas penerangan recht op voorlichting en vprming
5. Hak untuk didengar recht om te worden gehord
32
Memperhatikan hak-hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut :
1. Hak atas keamanan dan keselamatan,
2. Hak untuk memperoleh informasi,
3. Hak untuk memilih
4. Hak untuk didengar
5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup,
6. Hak untuk memperoleh ganti rugi
7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
8. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat,
9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
10. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.
33
Selanjutnya masing-masing hak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Hak atas keamanan dan keselamatan. Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin
keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian fisik maupun
psikis apabila mengkonsumsi suatu produk. 2.
Hak untuk memperoleh informasi
32
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 61.
33
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal. 40.
Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk
cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar
dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk
yang diinginkansesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut di antaranya adalah mengenai manfaat kegunaan produk, efek samping atas penggunaan produk,
tanggal kadaluarsa, serta identitas produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut dapat disampaikan baik secara lisan, maupun secara tertulis, baik yang
dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media
cetak maupun media elektonik. Informasi ini dapat memberikan dampak yang signifikan untuk
meningkatkan efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiannya terhadap produk tertentu, sehingga aka memberikan keuntungan bagi
perusahaan yang memenuhi kebutuhannya.
34
34
James F. Engel, etl. Al. Consumer Behavior, fifth Edition, The Dryden Press, New York, Tanpa Tahun, hal. 593.
Dengan demikian pemenuhan hak ini akan menguntungkan baik konsumen maupun produsen.
3. Hak untuk memilih
Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya,
tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini konsumen berhak memustuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian
pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.
Hak memilih yang dimiliki konsumen ini hanya ada jika ada alternatif pilihan dari jenis produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara
monopoli oleh suatu produsen atau dengan kata lain tidak ada pilihan lain baik barang maupun jasa, maka dengan sendirinya hak untuk memilih tidak akan
berfungsi. Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan yang dapat membantu
penegakan hak tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik
dalam Pasal 19 maupun Pasal 25 ayat 1. Pasal 19 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menentukan bahwa :
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa : a.
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan, atau
b. Meghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu,
atau, c.
Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan, atau,
d. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Sementara Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan
bahwa: Pelaku usaha dilarang menggunakan pososo dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk. a.
Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas, atau, b.
Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau, c.
Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
4. Hak untuk didengar
Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini
dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk- produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang
memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataanpendapat tentang
suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara kolektif, baik yang
disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu
misalnya YLKI. 5.
Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak
untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang konsumen berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar barang atau jasa untuk mempertahankan hidupnya
secara layak. Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan, sandang, papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan,
kesehatan dan lain-lain. 6.
Hak untuk memperoleh ganti kerugian Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang
telah menjadi rusak tidak seimbang akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan
penggunaan produk yang telah merugikan konsumen baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri sakit, cacat, bahkan kematian
konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai di luar maupun yang diselesaikan
melalui pengadilan. 7.
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar
konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan
pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan
teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan. 8.
Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar
konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan
konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.
9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen
dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. Penegakan hak
konsumen ini didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Ketentuan di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak
sehat menentukan bahwa : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada dasar-dasar bersangkutan yang sama.
Sedangkan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan bahwa : Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan jasa atau jasa yang sama.
10. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut
Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum.
Sepuluh hak konsumen, yang merupakan himpunan dari berbagai pendapat tersebut di atas hampir semuanya sama dengan hak-hak konsumen yang
dirumuskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikutip sebelumnya.
Hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut, terdapat satu hak yang tidak terdapat pada 10
hak konsumen yang diuraikan sebelumnya, yaitu hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, namun sebaliknya Pasal 4
Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak mencantumkan secara khusus tentang hak untuk memperoleh kebutuhan hidup dan hak memperoleh lingkungan
hidup yang bersih dan sehat, tetapi hak tersebut dapat dimasukkan ke dalam hak yang disebutkan terakhir dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
tersebut, yaitu hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. Sedangkan hak-hak lainnya hanya perumusannya yang lebih
rinci, tetapi pada dasarnya sama dengan hak-hak yang telah disebutkan sebelumnya.
Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibnagi dalam tiga hak yang
menjadi prinsip dasar, yaitu : 1.
Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan.
2. Hak untuk memperoleh barang dan atau jasa dengan harga yang wajar, dan
3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang
dihadapi.
35
Oleh karena ketiga hakprinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan atau merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di
Indonesia. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen
yang disebutkan di atas harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi
kerugian konsumen dari berbagai aspek. Menurut Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen kewajiban
konsumen adalah : 1.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa demi keamanan dan keselamatan,
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau
jasa, 3.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, 4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan
dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan. Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah
menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan
kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab, jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan
kewajiban tersebut. Misalnya untuk penggunaan obat-obatan dari dokter atau berdasar etiket produk tersebut telah diberikan instruksi bahwa pemakaiannya
hanya dalam dosis tertentu, namun konsumen sendiri yang tidak mematuhi instruksi tersebut. Kesalahan konsumen dalam penggunaan produk, juga banyak
terjadi pada penggunaan obat bebas obat tanpa resep. Walaupun obat bebas tersebut adalah obat yang dinyatakan oleh para ahli aman dan manjur apabila
digunakan sesuai petunjuk yang tertera pada label beserta peringatannya, namun konsumen harus menyadari bahwa mengobati diri sendiri dengan menggunakan
obat bebas sesungguhnya bukanlah hal yang mudah, sederhana dan selalu menguntungkan. Tanpa dibekali dengan pengetahuan yang memadai, tindakan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya ketidaktepatan penggunaan obat, yang bukannya menyembuhkan tetapi justeru memperparah penyakit, memperburuk
kondisi tubuh atau menutupi gejala yang sesungguhnya menjadi ciri utama penyakit yang lebih serius dan berbahaya.
35
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
Masalah pemenuhan kewajiban konsumen dapat terlihat jika peringatan yang disampaikan pelaku usaha tidak jelas atau tidak mengundang perhatian
konsumen untuk membacanya. Namun jika produsen tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif untuk mengkomunikasikan peringatan itu, yang
menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu tidak menghalangi pemberian ganti kerugian pada konsumen yang telah dirugikan.
Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang danatau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena
bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha
kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancangdiproduksi oleh produsen pelaku usaha.
Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha, adalah hak yang sudah biasa dan sudah semestinya
demikian. Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah
kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru,
sebab sebelum diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata,
sementara dalam kasus pidana tersangka atau terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan atau kejaksaan.
Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2000, hal. 140.
Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak
konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jka
konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh
kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha diatur di dalam Pasal 6 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Hak pelaku usaha adalah :
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik, 3.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya. Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai
tukar barang dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi
barang danatau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang
memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang danatau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi suatu barang danatau jasa yang
kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam
hal ini adalah harga yang wajar. Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf b, c dan d,
sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumenpengadilan
dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan
kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf b, c,
dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya.
Terakhir tentang hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan, Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Pangan, dan undang-undang lainnya. Berkenaan dengan
berbagai undang-undang tersebut, maka harus diingat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan
dengan perlindungan konsumen. Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan :
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif. d.
Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau
jasa yang berlaku. e.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau
garansi atas barang yang dibuat dan atau diperdagangkan. f.
Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian. Dalam penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen huruf
c dan huruf e dijelaskan : Huruf c.
Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada
konsumen. Huruf e.
Yang dimaksud dengan barang dan atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan
tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sedangkan Arrest HR di Negeri
Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian, bahkan kesesatan ditempatkan di bawah tahap pra perjanjian, bahkan
kesesatan ditempatkan di bawah asas iktidak baik tersebut, sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak
akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah
pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu
kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing-masing
pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik.
Di Jerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan syarat-syarat umum mengenai perjanjian maka kebebasan berkontrak
dianggap ada sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu berdasarkan iktikad baik dengan kewajiban untuk memperhatikan
kepentingan-kepentingan pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat perjanjian itu. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan-
kepentingan sendiri, maka ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian.
36
Kedua keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikada baik menguasai
37
36
J.M. van Dunne dan van der Burght, Gr. Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujung Pandang, 1988, hal.
15.
37
Ibid, hal. 15-16.
para pihak pada periode pra perjanjian, yaitu dengan memperhatikan kepentingan- kepentingan yang wajar dari pihak lain.
Putusan Pengadilan Inggeris yang menyatakan bahwa apabila orang memiliki pengetahuan khusus ahli memberikan keterangan kepada pihak lain
dengan maksud mempengaruhi pihak lain supaya menutup perjanjian dengannya, maka dia wajib untuk berhati-hati bahwa keterangan-keterangannya adalah benar
dan dapat dipercaya.
38
Asas sikap berhati-hati tersebut merupapajn perkembangan asas iktikada baik. Berdasarkan asas sikap hati-hati dalam perjanjian tersebut dapat disimpulkan
adanya beberapa kewajiban seperti kewajiban meneliti, kewajiban untuk memberi keterangan, kewajiban untuk membatasi kerugian, kewajiban untuk membantu
perubahan-perubahan dalam pelaksanaan perjanjian, kewajiban untuk menjauhkan diri dari persaingan, kewajiban untuk memelihara mesin-mesin yang dipakai dan
sebagainya. Rumusan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan hubungannya dengan kewajiban berhati-hati di luar perjanjian serta untuk mencegah
kesalahpahaman tentang pengertian iktikad baik. juga terkait dengan iktikad baik.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam
39
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen
diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa.
38
Ibid, hal. 17.
39
Ibid, hal. 20-21.
melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi sampai
pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. Hal ini tentu saja
disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi oleh produsen pelaku usaha, sedangkan bagi
konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen.
Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar dan jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi di samping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi
atau informasi yang yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk cacat informasi yang akan sangat merugikan konsumen.
Pentingnya penyampaiam informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai
suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.
Kerugian yang dialami oleh konsumen di Indonesia dalam kaitannya
40
Perlunya representasi yang benar terhadap suatu produk, karena salah satu penyebab terjadinya kerugian terhadap konsumen adalah terjadinya
misrepresentasi terhadap produk tertentu.
40
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 141.
dengan misrepresentasi banyak disebabkan karena tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur produk tertentu, sedangkan iklan atau brosur tersebut tidak
selamanya memuat informasi yang benar, karena pada umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan, sebaliknya kelemahan produk
tersebut ditutup-tutupi. Informasi yang diperoleh konsumen melalui brosur tersebut dapat menjadi
alat bukti yang dipertimbangkan oleh hakim dalam gugatan konsumen terhadap produsen.
41
Bahkan tindakan produsen yang berupa penyampaian informasi melalui brosur – brosur secara tidak benar yang merugikan konsumen tersebut,
dikategorikan sebagai wanprestasi. Karena brosur dianggap sebagai penawaran dan janji-janji yang bersifat perjanjian, sehingga isi brosur tersebut dianggap
diperjanjikan dalam ikatan jual beli meskipun tidak dinyatakan dengan tegas.
Pembebanan tanggunggugat terhadap produsen yang merepreseptasikan suatu produk secara tidak benar, baik dengan alasan wanprestasi maupun dengan
alasan perbuatan melanggar hukum, merupakan suatu sarana yang dapat memberikan perlindungan kepada konsumen, karena dengan adanya
pertanggunggugatan tersebut dapat menyebabkan produsen lebih berhati-hati dalam merepresentasikan suatu produk tertentu, sehingga konsumen dapat
42
Pertimbangan hakim yang menggolongkan perbuatan produsen sebagai wanprestasi di atas, dapat diartikan bahwa brosur yang dikeluarkan oleh produsen
merupakan bagian dari perjanjian, sehingga sebagai konsekuensinya., yang dapat menuntut ganti kerugian hanya pihak yang terikat perjanjian dengan pelaku usaha.
41
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 103Pdt.G1997PN.Jak-Sel.
42
Keputusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 502PDT.G1991PN-SBY.
memperoleh gambaran yang benar terhadap suatu produk. Representasi ini lebih menuntut kehati-hatian bagi orang yang mempunyai
kehalian khusus, karena apabila orang yang mempunyai keahlian khusus melakukan representasi kepada orang lain, berupa nasihat, informasi ayau opini
dengan maksud agar orang lain mengadakan kontrak dengannya, maka dia berkewajiban untuk berhati-hati secara layak bahwa respresentasi itu adalah
benar, serta nasihat, informasi atau opini itu dapat dipercaya. Jika ia tidak berhati- hati atau secara sembrono memberikan nasihat, informasi atau opini yang keliru
maka ia akan bertanggung gugat dalam memberi ganti kerugian.
Berdasarkan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan representasi produk dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka tidak dipenuhinya
ketentuan tersebut oleh produsen yang menyebabkan kerugian konsumen, dapat dituntut berdasarkan perbuatan melanggar hukum, yang berarti bahwa untuk
menggugat pelaku usaha, konsumen tidak harus terikat perjanjian dengan pelaku usaha yang digugat. Dengan demikian ketentuan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak ketiga yang tidak terikat perjanjian dengan pelaku usaha sebagaimana halnya
ketentuan dalam Section 402 B Rest. 2d of Tort. Hal tersebut merupakan langkah
43
Di samping berbagai larangan di atas, masih banyak larangan bagi pelaku usaha dalam menawarkan barangnya kepada konsumen, namun secara garis besar,
kesemuanya adalah mengenai kualitas atau kondisi, harga, kegunaan, jaminan atas barang tersebut, serta pemberian hadiah kepada pembeli.
43
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal. 57
maju dibanding dengan menggolongkan misrepresentasi sebagai wanprestasi. Peringatan ini sama pentingnya dengan instruksi penggunaan suatu
produk, yang merupakan informasi bagi konsumen, walaupun keduanya memiliki fungsi yang berbeda yaitu instruksi terutama telah diperhitungkan untuk
menjamin efisiensi penggunaan produk, sedangkan peringatan dirancang untuk menjamin keamanan penggunaan produk.
44
Produk yang dibawa ke pasar tanpa petunjuk cara pemakaian dan peringatan atau petunjuk dan peringatan yang sangat kurangtidak memadai
menyebabkan suatu yang cacat instruksi. Hal ini berlaku bagi peringatan sederhana, misalnya simpan di luar jangkauan anak-anak dan berlaku pula
terhadap peringatan mengenai efek samping setelah pemakaian suatu produk tertentu. Peringatan demikian maupun petunjuk-petunjuk cacat pemakaian harus
disesuaikan dengan sifat produk dan kelompok pemakai.
45
Peringatan yang merupakan bagian dari pemberian informasi kepada konsumen ini merupakan pelengkap dari proses produksi. Peringatan yang
diberikan kepada konsumen ini memegang peranan penting dalam kaitan dengan keamanan suatu produk. Dengan demikian pabrikan produsen pembuat wajib
menyampaikan peringatan kepada konsumen. Hal ini berarti bahwa tugas produsen pembuat tersebut tidak berakhir hanya dengan menempatkan suatu
produk dalam sirkulasi.
46
44
Ibid, hal. 58.
45
Jerry J. Phillips, Op.Cit, hal. 211.
46
J.M. van Dunne, Pertanggungjawaban Khusus Tanggung Jawab Produk, Terjemahan Agnes M. Toar, Bahan Penataran Hukum Perikatan II, Dewan Kerjasama Ilmu Hukum belanda
dengan Indonesia, proyek Hukum Perdata, Ujung Pandang, 17-29 Juli 1989, hal. 14.
Dalam kaitan dengan
penyampaian informasi tentang penggunaan produk kepada konsumen, maka peringatan untuk obat-oabatan selayaknya lebih lengkap dibanding dengan
informasi untuk produk lainnya. Begitu pula jika kelompok pemakai adalah anak- anak, maka harus dicantumklan peringatan yang lebih jelas dan tegas.
Kelalaian menyampaikan peringatan terhadap konsumen dalam hal produk yang bersangkutan memungkinkan timbulnya bahaya tertentu akan menimbulkan
tanggunggugat bagi produsen, karena walaupun secara fisik produk tersebut tidak cacat, namun secara hukum produk tersebut dikategorikan sebagai produk cacat
instruksi, karena dapat membahayakan konsumennya. Pembebanan tanggung gugat yang demikian hanya akan dibebankan kepada produsen manakala produsen
tersebut mempunyai pengetahuan atau dapat mempunyai pengetahuan tentang adanya kecenderungan bahaya produk.
47
Sebaliknya, konsumen berkewajiban untuk membaca, atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau
48
Selain perigatan instruksi yang ditujukan untuk menjamin efisiensi penggunaan produk, juga penting untuk mencegah timbulnya kerugian bagi
konsumen. Pencantuman informasi bagi konsumen yang berupa instruksi atau petunjuk prosedur pemakaian suatu produk merupakan kewajiban bagi produsen
agar produknya tidak dianggap cacat karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai.
47
Nurhayati Abbas, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya, Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional Hukum Perlindungan Konsumen, Kerjasama ELIPS Project
dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1996, hal. 17.
48
Jerry J. Phillips, Op.Cit, hal. 220.
jasa, demi keamanan dan keselamatan.
49
Walaupun terdapat kewajiban bagi konsumen untuk mengikuti instruksi penggunaan suatu produk, namun instruksi
tersebut tidak selamanya dipatuhi oleh konsumen, misalnya untuk penggunaan suatu produk obat-obatan oleh dokter atau berdasarkan etiket produk tersebut
telah diberikan instruksi bahwa pemakaiannya hanya dalam dosis tertentu, misalnya satu tablet per hari, namun konsumen sendiri yang tidak mematuhi
instruksi tersebut. Kesalahan konsumen dalam penggunaan produk, juga banyak terjadi pada penggunaan obat bebas obat tanpa resep. Walaupun obat bebas
tersebut adalah obat yang dinyatakan oleh para ahli aman dan manjur apabila digunakan sesuai petunjuk yang tertera pada label beserta peringatannya namun
permasalahannya adalah mengobati diri sendiri dengan menggunakan obat bebas sesungguhnya bukanlah aktivitas yang mudah, sederhana dan selalu
menguntungkan, karena tanpa dibekali dengan pengetahuan yang memadai, tindakan tersebut dapat menyebabkan terjadinya ketidaktepatan penggunaan obat,
yang bukannya menyembuhkan tetapi justru memperparah penyakit, memperburuk kondisi tubuh atau menutupi gejala yang sesungguhnya menjadi
ciri utama penyakit yang lebih serius dan berbahaya. Instruksi yang disampaikan kepada konsumen suatu produk memang
paling banyak berkaitan dengan produk obat-obatan, karena produk obat- obatanlah yang akan lebih banyak menimbulkan kerugian manakala konsumen
melakukan kesalahan ketidaksesuaian instruksi dalam mengkonsumsinya. Ini
50
49
Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
50
Rakhmat, Hati-Hati Obat Bebas Bukan Tanpa Batas, Kompas, 28 September 1997.
bukan berarti bahwa produk lain tidak membutuhkan instruksi tentang cara pemakaiannya, karena terhadap banyak produk lain, instruksi tersebut juga tetap
dibutuhkan oleh konsumen, karena setiap produk yang memiliki kemungkinan menimbulkan kerugian manakala terjadi penggunaan secara keliru seharusnya
memiliki instruksi tentang cara pemakaiannya.
C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen