Saat Muncul Daun Jumlah Daun

commit to user 27 multiplikasi tunas tanaman memerlukan adanya hormon tumbuh eksternal khususnya golongan sitokinin seperti BA karena untuk mendapatkan tingkat multiplikasi tunas yang tinggi, sitokinin internal masih kurang.

C. Daun

Daun dinyatakan sebagai lembaran berwarna hijau baik yang masih menggulung maupun telah terbuka Prihatmanti dan Mattjik, 2004. Daun mempunyai fungsi utama sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi Gardner et al., 1991. Penentuan saat muncul daun pada penelitian ini didasarkan pada daun yang telah membuka sempurna. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyawati 2009 dan Hanifah 2007 pada eksplan jarak pagar.

1. Saat Muncul Daun

Pengamatan daun sangat penting sebagai acuan apakah pertumbuhan dan perkembangan tanaman berlangsung dengan baik karena daun merupakan perkembangan lebih lanjut dari tunas yang telah tumbuh pada eksplan. Tanda paling awal akan adanya perkembangan daun menurut Salisbury dan Ross 1992 adalah pembelahan poliklinal sel terluar yang diikuti dengan pertumbuhan sel anak yang menyebabkan timbulnya tonjolan yaitu primordial daun. Pertumbuhan daun merupakan proses diferensiasi tunas dan dengan penambahan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dapat mendorong proses diferensiasi tersebut. Wetherell 1987 menyebutkan bahwa secara umum perbandingan sitokinin dan auksin yang tinggi baik untuk pembentukan daun. Menurut Yelnititis et al. 1996 cit. Yunus 2007 penambahan sitokinin dapat mendorong meningkatnya jumlah dan ukuran daun. commit to user 28 Keterangan : B1 : 0 ppm BA B2 : 0,5 ppm BA B3 : 1 ppm BA B4 : 1,5 ppm BA N1 : 0 ppm NAA N2 : 0,5 ppm NAA N3 : 1 ppm NAA N4 : 1,5 ppm NAA ppm : part per million mgl Gambar 7. Pengaruh konsentrasi BA dan NAA terhadap saat muncul daun HST. Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa saat muncul daun menunjukkan hasil yang bervariasi. Saat muncul daun tercepat pada perlakuan BA 0,5 ppm dikombinasikan dengan NAA 0 ppm serta pada perlakuan BA 1 ppm dikombinasikan dengan NAA 0,5 ppm. Perlakuan B1N4, B2N4, B3N1, dan B3N3 sudah muncul tunas, hanya saja pada akhir pengamatan 30 HST daun belum membuka secara sempurna dikarenakan sudah layu ataupun rontok. Daun yang muncul pada penelitian ini keseluruhan berwarna hijau.

2. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung berdasarkan akumulasi jumlah dari daun yang terbentuk sampai akhir pengamatan yaitu 30 HST. Hal ini dikarenakan, dalam perjalanannya banyak daun yang layu ataupun rontok. Perontokan daun ini diduga karena eksplan sudah memasuki fase penuaan dan karena nutrisi dalam media sudah berkurang. Widyawati 2009 melaporkan bahwa planlet jarak pagar yang daunnya mengalami kerontokan kemungkinan besar disebabkan oleh asupan hara yang semakin berkurang dalam media karena diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Perontokan daun juga mungkin disebabkan karena 11,5 11,5 S aa t m unc ul da un H S T Perlakuan commit to user 29 siklus tanaman jarak pagar yang memasuki fase perontokan daun, seperti yang biasanya terjadi pada budidaya di lapangan. Sedangkan Lizawati et al. 2009 menyatakan bahwa gugur daun diduga berkaitan dengan adanya produksi gas etilen, kekurangan hara pada media dan terjadinya toksisitas. Kekurangan hara diduga akibat dari habisnya hara yang terdapat pada media dalam botol, oleh karena itu perlu dilakukan subkultur pada 4 minggu setelah tanam agar gugur daun tidak menyebabkan kematian. Hal ini diperkuat oleh Magdalita et al. 1997 cit. Lizawati et al. 2009 menyatakan bahwa pengaruh akumulasi etilen adalah mempercepat penuaan dan perontokan daun. Salah satu proses fisiologi yang terjadi pada kultur in vitro adalah senesen yaitu suatu proses yang dapat mempercepat proses penuaan walaupun nutrisi pada media dan sirkulasi gas masih mencukupi. Proses senesen pada kultur in vitro dapat terjadi melalui bentuk yang berbeda- beda seperti daun menguning dan kalus berubah secara gradual menjadi abu-abu lalu coklat. Kekurangan nutrisi dari media dan akumulasi racun pada kultur juga merupakan penyebab senesen Cachita dan Craciun 1990 cit. Prihatmanti dan Mattjik 2004. Keterangan : B1 : 0 ppm BA B2 : 0,5 ppm BA B3 : 1 ppm BA B4 : 1,5 ppm BA N1 : 0 ppm NAA N2 : 0,5 ppm NAA N3 : 1 ppm NAA N4 : 1,5 ppm NAA ppm : part per million mgl Gambar 8. Pengaruh konsentrasi BA dan NAA terhadap jumlah daun. Series1, B1N3, 2 Series1, B3N4, 2 Jum la h da un Perlakuan commit to user 30 Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa jumlah daun yang dihasilkan bervariasi. Perlakuan BA 0,5 ppm dikombinasikan dengan NAA 1 ppm serta perlakuan BA 0,5 ppm dikombinasikan dengan NAA 1,5 ppm menghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu dua helai. Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 12 menunjukkan bahwa pemberian NAA memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, sedangkan pemberian BA serta interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Wetherell 1982 menyebutkan bahwa perbandingan sitokinin-auksin yang tinggi, baik untuk pembentukan daun. Namun, pada penelitian ini jumlah daun yang muncul pada eksplan terlihat bervariasi. Variasi jumlah daun ini dimungkinkan karena adanya hormon endogen yang kadarnya tidak persis sama sehingga responnya terhadap penambahan zat pengatur tumbuh juga bervariasi. Gunawan 1987 cit. Widyawati 2009 menyebutkan bahwa interaksi dan peimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Tabel 4. Pengaruh NAA terhadap purata jumlah daun NAA ppm Purata jumlah daun 0,42 a 0,5 1,08 b 1 0,67 ab 1,5 0,25 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan tanpa NAA memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan NAA 1,5 ppm. Akan tetapi perlakuan tanpa NAA memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan NAA 0,5 ppm. commit to user 31

D. Akar

Dokumen yang terkait

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Antifertilitas ekstrak N-Heksana biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley secara IN VIVO

2 15 116

Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 4 121

Kultur in vitro jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui penggunaan pemadat hidrogel

0 7 55

Kajian in vitro mikroba rumen berbagai ternak ruminansia dalam fermentasi bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.)

0 6 55

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116

Kajian penggunaan berbagai konsentrasi bap dan 2,4 d terhadap induksi kalus jarak pagar (jatropha curcas l.) Secara in vitro

0 5 40

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NAA DAN BAP TERHADAP INDUKSI KALUS JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L )

4 14 55

PENGARUH KONSENTRASI GETAH BATANG JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) TERHADAP CANDIDA ALBICANS Pengaruh Konsentrasi Getah Batang Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Terhadap Candida Albicans Secara In Vitro.

0 1 14

PENGARUH KONSENTRASI GETAH BATANG JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) TERHADAP CANDIDA ALBICANS Pengaruh Konsentrasi Getah Batang Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Terhadap Candida Albicans Secara In Vitro.

0 1 10