Analisis wacana konferensi khilafah Internasional 2007 dalam majalah al-wa'ie No. 85 tahuin VII, 1-30 September 2007

(1)

KONFERENSI KHILAFAH INTERNASIONAL 2007

DALAM MAJALAH AL-WA'IE NO.85,

TAHUN VII, 1-30 SEPTEMBER 2007

Disusun Oleh:

ERNAWATI NIM: 103051028576

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

U IN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

DALAM MAJALAH AL-WA'IE NO.85,

TAHUN VII, 1-30 SEPTEMBER 2007

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuntkasi Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun Oleh:

ERNAWATI NIM: 103051028576

Pembimbing,

Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA NIP. 196304051994031001

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

U IN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam tulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil karya jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 23 Agustus 2010


(4)

Dalam Majalah al-Wa'ie No.85, Tahun VII, 1-30 September 2007

Rubrik Liputan Khusus adalah rubrik yang berisi tema-tema khusus yang berbeda dengan tema headline. Dalam rubrik liputan khusus yang berjudul 100

Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah adalah salah satu rubrik yang penulis kaji di antara dua judul yang berkaitan dengan Konferensi Khilafah Internasional 2007. Meski rubrik ini mempunyai alur sebagaimana penulisan berita pada umumnya, namun isi yang terkandung dalam rubrik ini sangat menarik untuk mengingatkan kita pada kembalinya penegakan khilafah di bumi ini.

Lalu yang menjadi pertanyaan utama adalah, bagaimana penulis rubrik menafsirkan dan memandang tentang konsep khilafah yang coba ingin ditegakkan umat Islam dalam Konferensi Khilafah InternasionaL 2007 tersebut? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kegelisahan dan keinginan tersebut dituangkan dalam sebuah teks berita?

Pada awal hingga pertengahan bulan Agustus 2007, sebagian besar media cetak maupun elektronik banyak menyajikan dan menayangkan berita tentang konsep Khilafah. Wacana yang berkembang pun tidak terlepas dari nama Hizbut Tahrir Indonesia sebagai pelopornya. Peristiwa Konferensi khilafah Internasional 2007, yang diselenggarakan tanggal 12 Agustus 2007, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta memunculkan beberapa pendapat dan pandangan baru, yang berdasarkan sudut pandang dan titik tolak setiap individu ataupun profesi.

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori analisis wacana Teun van Dijk.

Pendekatan yang digunakan adalah konstruktivisme. Adapun metodologi yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif dengan model analisis wacana Teun A. van Dijk yang menitikberatkan pada teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Dalam melihat suatu pengetahuan, teks, dan selainnya, sangat diperlukan sekali telaah kognisi sosial yang melatarbelakangi tulisannya. Sehingga, diperlukan wawancara mendalam untuk mengetahui latar belakang yang membentuk pengetahuan penulis teks tentang suatu obyek atau fakta sosial.

Dari paparan di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa, Konferensi Khilafah internasional mendapatkan respon yang positif dan negatif dari berbagai kalangan masyarakat. Sehingga melihat teks rubrik liputan khusus tersebut, haruslah juga melihat konstruksi sosial di balik informasi tersebut. Sehingga, informasi yang nampak dapat kita kritis.


(5)

ABSTRAKSI ... i

KATAPENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KERANGKA TEORI A. Beberapa Teori Tentang Wacana ... 13

1. Pengertian Wacana... 13

2. Wacana Menurut Van Dijk ... 16

B. Pengertian Khilafah ... 23

C. Majalah Sebagai Media Dakwah ... 30

1. Sekilas Tentang Materi dan Media Dakwah ... 30

2. Defmisi Majalah... 33

3. Sejarah Perkembangan Majalah... 35

4. Majalah Sebagai Media Dakwah ... 40

BAB III GAMBARAN UMUM A. Sekilas Tentang Majalah al-Wa'ie... 43


(6)

3. Rubrikasi ... 45

4. Struktur Redaksi... 46

B. Sekilas Tentang Rubrik Liputan Khusus ... 47

C. Sekilas tentang Penulis Artikel ... 48

D. Latar Belakang dan Perjalanan Penulisan ... 50

E. Respon terhadap Konferensi Khilafah Internasional 2007 .. 51

BAB IV ANALISIS WACANA RUBRIK LIPUTAN KHUSUS A. Analisis Teks Rubrik... 55

1. Struktur Makro/Tematik ... 55

2. Supertstruktur/Skematik... 59

3. Struktur Mikro ... 61

a. Semantik... 61

b. Sintaksis ... 63

c. Stilistik ... 64

d. Retoris ... 65

B. Analisis Kognisi Sosial ... 66

C. Analisis Konteks Sosial ... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Kritik dan Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN


(7)

ﻢﻴﺣﺮﻟا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Puji serta syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunianya, skripsi ini dapat terselesaikan bertepatan dengan bulan ramadhan 1431 H. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir selama menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi, dan juga sebagai persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak berhutang budi kepada berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sangat perlu menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku PUDEK I, bapak Drs. H. Mahmud Djalal, MA selaku PUDEK II dan bapak Drs. Study Rizal LK, MA selaku PUDEK III, terima kasih telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jumroni. M.Si selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, terima kasih atas masukan dan idenya ketika penulis hendak menyusun skripsi ini.


(8)

birokrasi kepada penulis.

4. Bapak Dr.H.A.Ilyas Ismail, MA sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah memberikan waktu dan keikhlasan serta kesungguhannya dalam membimbing dan memberikan pendidikan mental dan memberikan ilmunya kepada penulis sejak proposal hingga terselesikannya skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama

ini telah memberikan ilmunya dengan tulus dan ikhlas sehingga penulis mengerti akan makna hidup dan memberikan bekal kehidupan untuk penulis mengarungi hidup kelak, semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat bagi penulis dan masyarakat luas.

6. Staf Perpustakaan dan Staf TU di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah membantu penulis mendapatkan referensi dan kemudahan dalam surat menyurat.

7. Seluruh staf Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk mendapatkan referensi dan buku-buku selama penulis kuliah dan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Ustadz Mujiyanto, penulis rubrik liputan khusus majalah al-Wa'ie, yang telah bersedia mengizinkan untuk dikaji dan memberikan informasi secara lengkap dan menyeluruh berkenaan dengan rubrik liputan khusus yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini.


(9)

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data tentang majalah al-Wa'ie serta penjelasan tentang acara Konferensi Khilafah Internasional 2007.

10.Bapak Ir. H.M. Ismail Yusanto,MM, selaku Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, serta sederet karyawan di DPP HTI Pusat, serta Mba Kiki di HTI Muslimah yang telah sabar memberikan pelayanan untuk kepada penulis untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

11.Kedua Orang tua, Ayahanda Surya dan Ibunda Tarini, yang telah membesarkan, mendidik, serta membimbing penulis dengan segenap kasih sayang dan ketulusan hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

12.Kakak-kakakku, Mas Carmudi, Mba Rosa, Mas Tono, Mas Kusnan dan adikku Iwan, serta kakak iparku, Mba Wati, Mas Gato, Mba Koni, Mba Nur yang telah memberikan semangat dan bantuan moral maupun material selama penulis menempuh pendidikan di UIN Jakarta ini. Tidak lupa juga teruntuk keempat keponakanku, Ani, Rizky, Sasti, dan Dika.

13.Keluarga Bapak Sardinian,Ibu Budi, mas Eko,S.St.Ak, M.A, Mba Devi,S.St.Ak, serta kanda Dwi HeriYanto,S.Sos yang selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, yang selalu menghibur kala penulis lelah, dan memberi dukungan moral maupun material.

14.Keluarga Mas Abdul (Te Lina, Kaori, Pancar), serta crew Saung Bambooina, Mba King, Fendy, Double'R' (Riki&Ridho), Ka Sidik, Iip,


(10)

vii

15.Teman-temanku seperjuangan di kosan bidadari 25 Lobang Semut, K.MF Kalacitra UIN Jakarta khususnya angkatan 4, LPM Institut, HMI Komfakda, serta kelas KPI D angkatan 2003: Amin, Arif, Ipul, Mita, Sita, Onenk, Atik, Ihsan, Nurseha dan nama-nama lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu di sini.

16.Bapak Nurdin,S.Pd, M.Pd yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini, serta sahabatku Mulyati yang telah memberikan bantuan moral maupun material.

Kepada nama-nama tersebut di atas dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya, hanya kepada Allah-lah penulis serahkan segala kebaikan mereka dan semoga mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Akhirulkalam, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagai artikulasinya.

Jakarta, 21 Agustus 2010


(11)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertengahan Juni 2010, kita digegerkan dengan merebaknya kasus video asusila artis ternama Indonesia. Kontan saja, kasus ini mengundang reaksi keras dari semua kalangan,tak terkecuali Hizbut Tahrir Indonesia. Aksi moral ini bertujuan untuk segera diusut pelaku serta pengunggah video tersebut. Tidak hanya itu, Hizbut Tahrir juga mengusung supaya dihapuskannya pornografi dari bumi Indonesia.

Jika kita telisik lebih lanjut, masalah krisis moral yang tidak sehat terkait erat dengan sistem demokrasi yang disalah artikan oleh masyarakat. Dalam realitas saat ini, menunjukkan bahwa umatlah yang memiliki kekuasaan penuh. Mereka dapat memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki oleh mereka. Akan tetapi, dari segi pelaksanaannya, kekuasaan atau otoritas ini tidak dapat diberikan kecuali kepada seseorang. Artinya, secara mutlak dan sesuai dengan realitas, otoritas ini tidak bisa diberikan kepada dua orang atau lebih. Walaupun demikian, seseorang ini akan membatasi dirinya dengan sebuah metode tertentu yang dia yakini benar dan tidak akan mengambil langkah yang melebihinya. Yang mengontrol dan mengawasi pemimpin yang satu ini, selain motif keyakinannya dalam sistem yang membatasinya, yaitu takwa dan nuraninya, adalah rakyat yang dipimpinnya. Mereka akan meminta pertanggungjawaban kepadanya melalui perkataan jika dia menyalah gunakan sistem, atau dengan kekuatan jika dia


(12)

mengkhianati sistem. Ini berlaku dalam kondisi ketika umat mematuhi perintahnya dalam perkara yang fardhu, sunnat, dan mubah, tidak dalam perkara yang dilarang dan berdosa. Inilah realitas khilafah. Oleh karena itu, manakah dari dua sistem pemerintahan yang sesuai dengan realitas dan benar dalam penerapannya: Sistem Islam ataukah sistem demokrasi yang telah mengklaim bahwa rakyatlah yang melaksanakan pemerintahan? Klaim ini mustahil untuk diimplementasikan. Sistem demokrasi adalah sebuah kebohongan. Sebab, pada dasarnya, hanya seoranglah yang memegang kekuasaan dalam sebuah sistem demokrasi, yaitu perdana menteri dengan pembantunya, yakni menteri-menteri.1

Doktrin tentang khilafah yang disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim ialah bahwa segala sesuatu di atas bumi ini, berupa daya dan kemampuan yang diperoleh seorang manusia, hanyalah karunia dari Allah SWT. Dan Allah telah menjadikan manusia dalam kedudukan sedemikian sehingga ia dapat menggunakan pemberian-pemberian dan karunia-karunia yang dilimpahkan kepadanya di dunia ini sesuai dengan keridhaan-Nya.

Lebih dari sembilan acara Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007 ini dipersiapkan dengan matang. Dimulai dari niat ikhlas yang sama, dengan tujuan agar opini tentang khilafah bisa lebih meluas lagi. Acara KKI ini dirancang oleh DPP Hizbut Tahrir Indonesia dengan masukan berbagai pihak. Semuanya berfikir keras, bagaimana membuat acara konferensi internasional ini sukses, bisa melibatkan semua elemen umat, sehingga menjadi sebuah konferensi internasional yang menjadi milik umat.

1

Hizbut Tahrir, Seruan Hizbut Tahrir Kepada Kaum Muslim, (Bogor: Pustaka Thariqul


(13)

Pada tanggal 12 Agustus 2007, tepat 28 Rajab 1428 H, lebih dari 100 ribu pasang mata memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Tak ada bangku yang kosong. Sebagian massa harus rela berdiri. Mereka datang dari seluruh Nusantara, mulai dari Aceh hingga Papua. Tak ada lagi perbedaan suku dan golongan. Semua golongan pun terwakili. Ada yang dari NU, Muhammadiyah, dan ormas lain. Bahkan wakil dari organisasi/partai sekular pun hadir. Ada pula kaum Muslim dari mancanegara seperti Inggris, Denmark, Malaysia, Australia, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Palestina, dan Turki. Anak-anak, tua-muda, berkumpul bersama dalam sebuah Konferensi Khilafah Internasional bertemakan, ”Saatnya Khilafah Memimpin Dunia”.

Hari itu mata dunia tertuju ke Jakarta. Seluruh kamera televisi dari stasiun televisi internasional hadir di sini. Ratusan wartawan tumplek di Stadion Utama GBK untuk meliput konferensi umat Islam terbesar di dunia ini.

Namun, acara ini tak luput dari berbagai tantangan dan hambatan. Berbagai opini negatif dan black campaign pun secara sistematis dibuat. Beberapa pembicara dari dalam dan luar negeri pun dicekal.

Acara Konferensi Khilafah Internasional 2010 tak luput dari pembeeritaan majalah al-Wa’ie. Bahkan,di majalah al-wa’ie no 85, tahun VII, 1-30 september 2007 ini disediakan yang khusus membahas tentang acara konferensi ini.

Majalah al-Wa’ie merupakan salah satu majalah media dakwah dan politik. Sebuah produk dari Hizbut Tahrir Indonesia. Selain menerbitkan


(14)

majalah, Hizbut Tahrir Indonesia juga mencetak buletin al-Islam, Tabloid Suara Islam. Sisi menarik penulis mengambil majalah al-Wa’ie sebagai bahan penelitian karena keberadaan majalah tersebut mewakili pembahasan tentang dakwah dan politik yang sesuai dengan kebutuhan penulis dalam penelitian ini. Selain itu, rubrik yang ditawarkan beragam. Diantaranya adalah Pengantar, Dari Redaksi, Opini, Muhasabah, Fokus, Analisis, Siyasah & Dakwah, Kritik, Iqtishadiyah, Ibrah, Akhbar, Soal-Jawab, Tafsir, Afkar, Hiwar, Nisa’, Hadis pilihan, Ta’rifat, Telaah Kitab, dan Liputan Khusus.

Dalam majalah al-Wa’ie ini penulis memilih rubrik liputan khusus sebagai bahan kajian dalam skripsi ini. Rubrik liputan khusus adalah rubrik yang berisi tentang berita atau suatu peristiwa yang berbeda dengan edisi sebelumnya.

Alasan penulis mengkaji rubrik liputan khusus ini karena dalam rubrik tersebut terdapat peristiwa besar yaitu Konferensi Khilafah Internasional 2007 yang merupakan momentum besar setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Bagaimana teks rubrik itu diproduksi, bagaimana latar belakang dan perjalanan dalam penulisan berita, serta bagaimana wacana yang berkembang saat teks itu diproduksi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Skripsi ini berjudul Analisis Wacana Konferensi Khilafah Internasional 2007 Dalam Majalah al-Wa’ie No.85 Tahun VII, 1-31 September 2007.


(15)

Namun, dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan

Penegakan Khilafah . Dengan alasan, bahwa pesan yang disampaikan sesuai dengan konteks masyarakat yang saat ini masih merindukan tegaknya khilafah di Indonesia.

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur teks rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu

Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah bila dilihat dari struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro?

2. Bagaimana kognisi sosial yang melatarbelakangi penulis dalam penulisan artikel Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK,

Serukan Penegakan Khilafah?

3. Bagaimana konteks sosial dari wacana yang berkembang pada saat penulisan artikel Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati

GBK, Serukan Penegakan Khilafah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu:

a. Untuk mengetahui struktur teks rubrik Liputan Khusus majalah al-Wa’ie yakni berdasarkan struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro.


(16)

b. Untuk mengetahui rubrik Liputan Khusus majalah al-Wa’ie berdasarkan kognisi sosial penulis

c. Untuk mengetahui rubrik liputan khusus majalah al-Wa’ie berdasarkan konteks sosial yang berkembang di masyarakat.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Segi akademis

Dalam bidang akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi studi komunikasi politik, khususnya analisis wacana yang biasa digunakan untuk menganalisis isi maupun analisis framing. Dan menjadi tambahan referensi mengenai penyampaian pesan dakwah melalui majalah.

b. Segi Praktis

Dalam hal ini, penelitian diharapkan mampu menambah waawasan bagi para teorisi, praktisi dan pemikir dakwah dan politik dalam mengkaji pesan media politik yang dapat mentransformasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial dan politik sebagai jalan dakwah melalui majalah.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis lakukan adalah pendekatan kualitatif, karena penelitian yang menggunakan metode analisis wacana lebih cocok


(17)

menggunakan pendekatan kualitatif. Terdapat tiga pandangan dalam studi mengenai studi bahasa, yaitu:

a. Pandangan Positivisme-empiris

Menurut pandangan ini, manusia sebagai subjek yang menjadi pemakai bahasa, tidak perlu mengetahui makna-makna dari bahasa yang disampaikannya. Sebab, unsur penting dalam pandangan ini adalah bahasa dilihat dari pertimbangan kebenaran dan ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (yang merupakan titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara tata bahasa).2

b. Pandangan Konstruktivisme

Bahasa tidak hanya dilihat dari segi tata bahasa tetapi juga untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam bahasa. Analisis wacana dalam pandangan ini adalah suatu analisis untuk mengetahui maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh subjek yang mengemukakan suatu pernyataan, dengan cara menempatkan diri pada posisi sang pengembara (subjek).

2. Subjek dan Objek

Dalam penelitian ini, subjek yang diamati adalah Majalah al-wa’ie dengan objek penelitian rubrik liputan khusus yang berjudul 100 Ribu

Orang Padati GBK Serukan penegakan Khilafah.

2


(18)

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki.3

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap Majalah al-wa’ie kemudian diadakan pengamatan dan analisis terhadap isi makna pesan yang terkandung.

b. Wawancara

Yang dimaksud wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si pewawancara dengan informan, biasanya menggunakan alat yang dalam istilah wawancara disebut interview

guide (panduan wawancara).4

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam atau disebut juga wawancara tak terstruktur. Dalam hal ini, wawancara bersifat luwes, susunan-susunan pertanyaan dan sususnan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat berubah saat berlangsung wawancara. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang terjadi pada saat wawancara.5

3

Muhammad Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h.234.

4

Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995), h.62

5

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan


(19)

Dalam penellitian ini penulis mengadakan wawancara terhadap sumber-sumber yang berhubungan dengan data yang akan diteliti, yaitu penulis rubrik liputan khusus yang berjudul 100 Ribu Orang

Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah yaitu, Ustadz Mujiyanto. Saat itu ia bertugas sebagai wartawan di majalah al-Wa’ie. Selain itu juga saya melakukan wawancara dengan Pemimpin Redaksi majalah al-Wa’ie, ustadz Farid Wadjdi yang juga perwakilan dari DPP Pusat Hizbut Tahrir Indonesia. Wawancara tersebut diperlukan untuk mendapatkan data mengenai peristiwa Konferensi Khilafah Internasional 2007 serta data lain yang berhubungan dengan majalah al-Wa’ie yang memuat peristiwa KKI 2007 serta seluk beluk tentang majalah al-Wa’ie itu sendiri.

c. Dokumentasi

Dalam tahap dokumentasi, penulis menumpulkan data-data yang dapat diperoleh dari catatan-catatan seperti rubrik, buku, internet, dan surat kabar sesuai dengan bahan-bahan yang mendukung dan dibutuhkan dalam penelitian. Selain itu, data dokumentasi juga berupa informasi yang mendukung seperti tanggapan/respon, dan kritik terhadap rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati

GBK, Serukan Penegakan Khilafah. 4. Teknik Analisis Data

Pengolahan data akan disesuaikan dengan model kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Teun A. van Dijk. Model ini menganalisis wacana dari segi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.


(20)

a. Struktur teks

Dari segi teks. Elemen-elemen yang diamati adalah sebagai berikut:6 STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN KETERANGAN Struktur Makro Tematik

(gagasan inti) Topik

Topik

menggambarkan

tema umum dari suatu teks Super Struktur Skematik (alur dari pendahuluan sampai akhir) Skema Strategi yang digunakan penulis dalam menyampaikan topik dengan urutan tertentu

Struktur Mikro 1. Sematis 2. Sintaknis 3. Stilistik 4. Retoris Latar, detail,maksud bentuk kalimat, koherensi, kata ganti Leksikon Grafis, metafora Strukutr mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks, seperti kata, kalimat, proposisi, anak kalmia, ataupun parafrrase yang dipakai.

Dalam pandangan van Dijk, sebagaimana dikutip Alex Sobur, segala teks biasa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut,

6


(21)

yang meski terdiri atas beberapa elemen, namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.7

b. Kognisi Sosial

Dalam kerangka analisis wacana van Dijk, perhatian bukan hanya pada teks, tetapi juga pada proses produksi teks tersebut. Yaitu perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosal: Kesadaran mental penulis yang membentuk teks tersebut. Pendekatan ini berdasarkan pada asumsi, bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa dalam hal ini penulis sebagai representasi darinya.8

Untuk menjawab kognisi social, metode yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data dari wawancara mendalam secara lansung dengan penulis.

c. Konteks Sosial

Dalam pandangan ini, van Dijk menyatakan bahwa wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga, untuk meneliti teks tersebut, perlu mengetahui bagaimana wacana tersebut diproduksi dalam masyarakat.9

7

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2002), h.74.

8

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.259-260.

9


(22)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan penulis terdiri dari lima bab yang dsesuaikan dengan pokok masalah yang hendak dibahas. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Memuat: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORI

Memuat: teori konstruksi sosial, Pengertian wacana dan wacana menurut van Dijk, Pengertian Khilafah dan Majalah sebagai media dakwah.

BAB III GAMBARAN UMUM

Memuat: Sekilas tentang majalah al-wa’ie, Sekilas tentang Rubrik liputan khusus yanng berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan

Khilafah, Sekilas tentang penulis artikel, Latar belakang dan perjalanan penulisan, dan respon tentang Konferensi Khilafah Internasional 2007.

BAB IV ANALISIS WACANA RUBRIK LIPUTAN KHUSUS

Memuat: Analisis teks rubrik liputan khusus yang berjudul 100 Ribu Orang

Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah; analisis kognisi sosial rubrik

Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan

Penegakan Khilafah; analisis konteks sosial rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah.


(23)

KERANGKA TEORI

A. Beberapa Teori Tentang Wacana

1. Pengertian Wacana

Secara etimologi, istilah wacana sebagaimana dikutip Mulyana berasal dari bahasa Sansakerta wac/wak/vak yang memiliki arti ‘berkata’, ‘berucap’. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ana yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.1

Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuno-Indonesia karangan Wojowasito terdapat kata waca yang berarti baca, wacaka yang berarti mengucapkan, dan kata wacana yang berarti perkataan. Namun, kata wacana di sini digunakan dalam konteks kalimat bahasa Jawa Kuno sebagai berikut: “Nuhun wuwus sang tapa sama modhura wacana dhara” (Demikian

sabda sang pandhita, ramah sikap dan perkataannnya).2

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari kata wacana. Pertama, percakapan; ucapan; tutur. Kedua, keseluruhan cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.3

1

Mulyana, Kajian Wacana : Teori, Metode & Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2005) h.3.

2

Ibid, h.3 3

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 2002), edisi ke-3, h.1709.


(24)

Istilah wacana dikenalkan dan digunakan oleh para ahli bahasa Indonesia dan di negara-negara berbahasa melayu sebagai bentuk terjemahan dari istilah bahasa Inggris “discourse”. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin yaitu diskursus yang berarti lari kian kemari. Kata itu diturunkan menjadi ‘dis’ (dari/dalam arah yang berbeda) dan ‘currer’ (lari).4

Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat luas. Luasnya makna wacana dikarenakan oleh perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut, mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi dan sastra.5

Berikut beberapa pengertian mengenai wacana menurut beberapa pendapat. Henry Guntur Tarigan sebagaimana dikutip Mulyana mengatakan, bahwa “Wacana” adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan dan dapat disampaikan secara lisan dan tulisan.”6

Menurut pendapat di atas, apa yang dinamakan wacana bukan hanya sesuatu yang tertulis namun juga lisan. Bisa disimpulkan terdapat dua wacana, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan melibatkan partisipasinya secara langsung dalam satu situasi dan konteks yang sama. Di samping itu diperlukan daya simak yang tinggi karena wacana ini sulit

4

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.9.

5

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara,2006), cet ke-5, h.1.

6


(25)

diulang tepat sama dengan ujaran pertama, juga melibatkan unsur kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama. Sedangkan wacana tulis biasanya menggunakan bahasa baku, dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit-unit kebahasaannya, dan mempunyai unsur kebahasaan yang lengkap (tidak ada penghilangan bagian-bagiannya).7

Sejalan dengan Henry Guntur Tarigan, Samsuri dalam buku Alex Sobur juga berpendapat bahwa, wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, baik komunikasi lisan ataupun melalui tulisan, yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara satu dengan yang lain.8

Karena wacana merupakan peristiwa komunikasi seperti dijelaskan di atas, maka sebuah wacana tidak hanya terdiri dari kalimat-kalimat yang gramatikal, tetapi sebuah wacana harus memberikan interpretasi yang bermakna bagi pembaca dan pendengarnya. Ini berarti, kalimat-kalimat yang digunakan oleh pembicara ataupun penulis bukan hanya sesuai dengan susunan gramatikal, tetapi juga kalimat-kalimat tersebut harus berhubungan secara logis dan kontekstual.9

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana adalah bentuk komunikasi baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan bahasa yang tersusun dari kalimat-kalimat yang benar dan berhubungan secara logis dan kontekstual.

7

Josep Hayon, Membaca dan Menulis Wacana, (Jakarta: Storia Grafika, 2003), h.42-44 8

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10 9


(26)

2. Wacana Menurut Van Dijk

Van Dijk melihat wacana lebih kepada wacana tulis atau teks. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang satu sama lain berhubungan dan saling mendukung yang dibaginya ke dalam tiga tingkatan, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Makna global dari suatu teks didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya mempengaruhi pemilihan kata dan didukung kalimat.10

a. Struktur Makro/Tematik

Tema atau topik bisa disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau pokok permasalahan yang dikemukakan penulis untuk dibahas dan diungkapkan penulis dalam tulisannya. Dalam pandangan van Dijk, teks itu tidak menunjuk pada satu topik tertentu namun suatu pandangan umum yang koheren yang disebut oleh van Dijk sebagai koherensi global (global

coherence). Koherensi global ini menekankan, bahwa tema atau topik dari

sebuah teks akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik yang lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta atau disebut subbagian yang menggambarkan subtopic, dan subtopic yang mendukung tema atau topik, akan membuat teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.

b. Superstruktur/Skematik

Jika pada topik menunjukkan makna umum dari sebuah wacana, maka pada bagian Skematik ini menggambarkan bentuk umum dari sebuah teks, misalnya bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori

10


(27)

atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya.11 Semua bagian dan skema yang berada dalam teks menurut van Dijk bukan hanya strategi bagaimana bagian teks dalam berita itu hendak disusun, tetapi juga bagaimana membentuk pengertian yang sama seperti yang dipahami penulis atau pemaknaan penulis terhadap suatu peristiwa.12

c. Struktur Mikro

1) Semantik

Semantik dalam model van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yaitu hubungan antarkalimat, hubungan antar proposisi yang memunculkan dan membangun makna dalam suatu bangunan teks. Semantik digunakan sebagai strategi untuk menggambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara buruk, sehingga mampu menghasilkan makna yang berlawanan.13

Ada beberapa bentuk strategi semantik menurut van Dijk, yaitu:

- Latar

Latar merupakan peristiwa yang dipakai dalam menyajikan teks atau cerita. Latar peristiwa yang dipilih akan menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa. Latar membantu bagaimana seseorang memberi pemakanaan atas suatu peristiwa.

11

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotic Dan AnalisisFraming, (Bandung: PT Rosdakarya, 2004), h.76.

12

Eriyanto, Analisis Wacana, H.233-234. 13


(28)

- Detail

Detail ini merupakan strategi penulis dalam mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit atau tersamar. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh penulis tidak selalu disampaikan secara terbuka, tetapi dari pihak mana yang dikembangkan dan diceritakan dengan detail yang besar. (porsi yang banyak). Elemen detail ini menjawab pertanyaan, pihak mana yang diuraikan secara panjang lebar; detil yang diuraikan tersebut positif atau negatif terhadap pihak yang digambarkan; kenapa penulis memilih menguraikan dari dimensi tertentu dan bukan dimensi yang lain; apa efek dari penguraian detail tersebut terhadap pemahaman dan pemaknaan khalayak?

- Maksud

Elemen wacana maksud hampir sama dengan elemen detail. Namun, jika dalam elemen detail penulis skenario mengekspresikan sikapnya secara implisit, maka dalam elemen maksud ini, penulis skenario mengekspresikan sikapnya dengan cara yang eksplisit atau jelas. Informasi yang disajikan diuraikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta.

- Pra anggapan

Elemen praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks, dan biasanya pernyataan tersebut dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan kembali. Disebut praanggapan karena pernyataan tersebut merupakan kenyataan


(29)

yang belum terjadi, namun didasarkan pada anggapan yang masuk akal atau logis.

2) Sintaksis

Bentuk Strategi penulis artikel untuk menampilkan satu pihak secara positif dari pihak lain secara negatif, juga dapat dilakukan dengan menggunakan sintaksis (kalimat) yang dalam model van Dijk disebutkan tiga bagian, yakni koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti.

- Koherensi

Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh penulis. Ini dapat digambarkan dengan misalnya ada dua peristiwa yang berlainan, jika dianalisis dengan elemen koherensi maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dua peristiwa tersebut dipandang oleh penulis. Apakah dua peristiwa tersebut dipandang sebagai peristiwa terpisah atau berhubungan? Kalau berhubungan bagaimana bentuk hubungannya? Apakah yang satu menyebabkan yang lain, ataukah yang satu diakibatkan yang lain?

Dalam teori bahasa, apa yang dinamakan teks tak lebih dari himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda yang telah disepakati oleh masyarakat, sehingga apabila sebuah teks dibaca, teks tersebut dapat mengungkapkan makna yang dikandungnya.14

14


(30)

- Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kausalitas, di mana ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan).

- Kata ganti

Kata ganti dipakai oleh penulis skenario untuk menunjukkan di mana posisi seseorang atau penulis dalam wacana yang biasanya dilakukan dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Pengungkapan sikap seseorang dalam tulisannya, dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator. Tetapi, ketika kata ganti yang dipakai adalah kata “kita”, maka kata tersebut menjadi sikap representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu.

3) Stilistik

Dalam stilistik yang menjadi pusat perhatian adalah gaya bahasa penulis.

Gaya, sebagaimana dikutip Alex Sobur adalah cara penggunaan bahasa oleh penulis dalam suatu kontes tertentu dan dengan maksud tertentu.15 Dalam stilistik, menurut van Dijk, hal yang diamati adalah leksikon.

15


(31)

Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri dari beberapa kata yang dapat menunjuk fakta tersebut. Misalnya kata “meninggal” mempunyai beberapa kata lain seperti : mati, wafat, terbunuh, gugur, tewas, menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya.

4) Retoris

Yang terakhir diamati dalam teks adalah segi retoris, di mana ini merupakan gaya seorang dalam berbicara atau menulis yang mempunyai fungsi persuasif (mempengaruhi). Dalam elemen ini van Dijk membaginya ke dalam dua elemen, yaitu :

- Grafis

Elemen ini ditampilkan dengan penggambaran detail berbagai hal yang ingin ditonjolkan. Bila dalam tulisan berita, biasanya dengan cara menampilkan huruf yang berbeda dengan huruf yang lain pada bagian atau kalimat yang ingin ditonjolkan, seperti dengan mencetak tebal atau miring. Berbeda dengan penulisan berita, pada foto juga dapat memberikan makna. Misalnya, dalam banyak foto tentang pemerkosaan, seorang tersangka dipotret dari belakang.

- Metafora

Metafora adalah kata-kata kiasan, ungkapan metafora yang digunakan penulis sebagai ornament atau bumbu dari apa yang ditulisnya. Dalam hal ini, penulis dapat menggunakan kepercayaan


(32)

masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci atau hadits yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.

Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, akan tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menawarkan suatu analisis yang disebut sebagai kognisi social.

Dalam pandangan van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi.16

Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.17

Dimensi ketiga dari anaslisis van Dijk adalah analisis social atau yang lebih dikenal dengan analisis konteks social. Dalam pandangan ini, van Dijk menyatakan bahwa wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks tersebut, perlu mengetahui bagaimana wacana tersebut diproduksi dalam

16

Teun A.van Dijk, “The Interdisciplinary Study of News as Discourse”, dalam Klaus Bruhn Jensen dan Nicholas W. Jankowski (ed.), Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research, London and New York, Routledge,1993, hal.117.

17

Teun A.van Dijk, “Discourse and Cognition in society”, dalam David Crowley dan David Mitchell (ed.), Communication Theory Today, Cambridge, Polity Press, 1994, hal.107-108.


(33)

masyarakat. Lebih jauh, konteks social itu dihubungkan dengan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana.

B. Pengertian Khilafah

Sebelum menguraikan definisi tentang khilafah, penulis merasa perlu untuk memetakan beberapa kandungan al-Qur’an yang berkaitan dengan khilafah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dasar-dasar normatif-teologisnya.

Di dalam al-Qur’an, terdapat tiga derivasi yang digunakan untuk kata khalifah

1. Dalam bentuk tunggal: Khalifah

C

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

“sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi” mereka berkata : “ mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S.Al-Baqarah: 30)


(34)

Artinya: “ Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu Khalifah

(penguasa) dimuka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Q.S.Shaad: 26)

2. Dalam bentuk jamak : khulafa

Artinya: “Dan ingatlah olehmu diwaktu Tuhan menjadikan Kamu Khulafa’(yang berkuasa) sesudah kaum a’ad dan memberikan tempat bagimu di bumi Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Q.S..al-‘Araaf: 74)


(35)

Artinya: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa)orang yang dalam

kesulitan, apabila ia berdo’a kepada-Nya dan menghangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khulafa’ di bumi...” (QS. An-Naml/27:62)

3. Dalam bentuk Jamak Kasrat18: Khalaif

Artinya : ” Kemudian Kami jadikan KamuKhalaif mereka di muka bumi

sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat” (QS Yunus/10:14)

⌧ ⌧

Artinya : ” Dialah yang menjadikan kamu khalaif di muka bumi barang

siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka” (QS. Fathir/35:39)

18

Bentuk ini dipergunakan dengan konotasi kuantitatif tak terbatas.Abd.Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-2, h.111


(36)

Artinya : ”Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan

orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadiakan mereka itu khalaif dan Kami tenggelamkan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS.Yunus/10:37)

Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) dalam QS. Al-Baqarah /2:30 dan QS. Shad/38:26 dihubungkan dengan Adam AS dan Daud AS yang diciptakan dan diutus Tuhan untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi. Khusus yang berkaitan dengan Daud As. Dien menyatakan bahwa konsep Khalifatullah membawa implikasi makna yang bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap manusia.19

Sedang Khulafa’ dalam al-‘araf/7:69 dan 74, dan an;Naml/27:62, dipergunakan dalam konteks pembicaraan orang-orang yang kafir. Sementara

Khalaif’(

ÎóáÇÆöÝó

) daQS. Yunus/10:14 dan 73; QS. al-An’am/6:165; Fathir/35:39, menurut Abdul Muin Salim, dipergunakan dengan merujuk kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang beriman pada khususnya.20

Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) ataukhalaif ( ﺋﻼﺧ) memiliki pengertian yang berbeda-beda,21 terdapat tiga pengertian : (1) pengganti, (2) pemimpin, dan (3) penguasa. Khalifah-- yang berakar kata Khalafa—mengandung arti dasar antara lain; menggantikan, mengikuti, datang kemudian. Menurut Dien,

19

Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani., h.80. 20

Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran.,h.110 21

Bentuk jamak lainnya adalah khawalif (”wakil-wakil”). M. Said Syaikh, Kamus Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali Press,1991), Cet. Ke 1, h.67


(37)

Baik dalam arti “pengganti” wakil Tuhan”, dan “penguasa”, kata

Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ)melahirkan beberapa kecenderungan penafsiran. Di satu pihak ada yang menafsirkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan pengertian

khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) tertuju kepada manusia secara keseluruhan tanpa ada kaitannya dengan politik. Sementara di pihak lain, pengertian itu terkait erat dengan kekuasaan politik yang terwujud dalam bentuk lembaga kekuasaan negara. Berikut ini beberapa kecenderungan penafsiran dan argumentasinya masing-masing:

Menurut Dawam Raharjo, khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) yakni kepala negara dalam pemerintahan Islam, memang merupakan istilah akl-Qur’an. Tetapi dalam al-Qur’an kata ini memiliki banyak arti atau interpretasi. Oleh karenanya ayat-ayat yang mengandung pengertian kata khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum mengenai wajibnya mendirikan suatu khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) atau kekuasaan politik.

Menurut Dawam, Allah telah mengisyaratkan suatu konsep tentang manusia, yaitu sebagai khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ). Khalifah adalah sebuah fungsi yang diemban manusia berdasarkan amanat yang diterimanya dari Allah Swt. Amanat ini pada intinya adalah tugas mengelola bumi secara bertanggung

22


(38)

jawab,

gaku sebaga

ni yang dimaksud dengan sekulerisasi; memecahkan

dengan menggunakan akal yang telah dianugrahkan Allah kepadanya,23

Al-Quran (QS. Al-Baqarah/2:30) menyebut prihal Nabi Adam AS. Sebagai perwujudan dari fitrah sifat primoldial dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dengan demikian, manusia pada dasarnya berposisi sebagai

kholifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) Allah Swt. Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Muhammad SAW. Di satu sisi Muhammad SAW adalah khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) (penerus) fungsi kekhalifahan yang pertama kali diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi Adam AS. Di kemudian hari, beberapa sahabat juga mengklaim gelar ini setelah Muhammad SAW wafat. Bahkan lebih jauh para sahabat men

i wakil (pengganti) dan menjalankan fungsi sebagai pemimpin spiritual dan sekaligus sebagai penguasa temporal sebuah pemerintahan Islam.24

Senada dengan pendapat Dawam, Nurcholis Majid juga mengemukakan pendapat yang sama. Dengan ide “sekulerisasi”-nya, ia berpendapat bahwa peran kekhalifahan manusia, di mana ia sebagai pengganti Tuhan di bumi, mengandung arti bahwa segala urusan bumi ini diserahkan kepada umat manusia. Pemberian beban kekhalifahan kepada manusia ini didasari dengan pertimbangan bahwa manusia memiliki daya intelektualitas, akal dan pikiran. Dengan daya rasio itulah, manusia mengembangkan diri di dunia ini. Dalam kaitan i

ramadina٫ (Jakarta: Paramadina٫1996) , Cet.Ke-1, h.363-364 23

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep Kunci,(Jakarta: Pa

24

Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, (terj.). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-1 h. 208-209


(39)

dan m

a, memelihara, mengurus dan mengem

an kedaula

emahami masalah-masalah duniawi ini, dengan mengerahkan kecerdasan atau rasio.25

Adapun khalifah, (khalifah) yang sering digunakan dalam konteks lembaga kepemimpinan berarti: (1) penggantian terhadap diri Rasulullah SAW. dalam upaya menjaga dan memelihara agama serta mengatur urusan-urusan dunia; (2) Suatu lembaga kekuasaan yang menjalankan tugas Rasulullah SAW. untuk memelihar

bangkan dan menjaga agama serta mengatur urusan duniawi umat: (3) kepemimpinan atau pemerintahan.26

Berkaitan dengan pengertian bahwa khalifah adalah suatu lembaga kekuasaan yang menjalankan tugas Rasulullah SAW,. Abul ‘Ala al-Maududi menyatakan doktrin tentang khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) yang disebut dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa segala sesuatu di atas bumi ini, hanyalah karunia Allah SWT.27 Menurut Maududi bentuk pemerintahan yang benar adalah adanya pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul-Nya di bidang perundang-undangan menyerahkan segala kekuasaan legislatif d

tan hukum tertinggi kepada keduanya dan meyakini bahwa khilafahnya itu mewakili sang-hakim yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.28

25

Nurcholis Madjid, Islam: Kemodernan dan Keindonsiaan, (Bandung: Mizan, 1998),Cet. Ke-2, h.60

26

M. Abdul Mujieb, et.al.,Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995), Cet. Ke-2,h.60

27

Abul ’Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, (Terj.) (Bandung: Mizan,1994), Cet. Ke-4, h.64

28

Maududi, Khalifah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, h. 63


(40)

i dari se

tidak ada hubungannya dengan khilafah (ﺔ ﻼﺧ) dalam arti lembaga kekuasaan politik.

at sebaliknya, bahwa peran kekhalifahan a dan dunia akan tercapai jika alifahan yang bersandar pada wahyu Illahi.

C. Majala

1. Sek a.

Qur’an dan hadits sebagai sumber utama yang meliputi akidah, syariah, dan akhlak. Ajaran-ajaran tersebut, bukan hanya berkaitan

gi kepentingan hidupakhirat.”29 Peranan manusia dalam berinteraksi menerapkan metodologi khilafah (ﺔ ﻴﻠﺧ), menurutAbdul Majid an-Najar, mengacu pada wahyu Illahi dan akal kemanusiaan, yaitu nash(petunjuk-petunjuk wahyu) dan ‘aqli (peranan akal).30

Beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa konsep khilafah (ﺔ ﻼﺧ) dalam al-Qur’an

Sementara di sisi lain, berpendap

manusia dalam mengatur segala urusan agam ditegakkan dengan kekh

h sebagai media Dakwah

ilas tentang Materi dan Media Dakwah Materi Dakwah

Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh juru dakwah itu sendiri. Materi dakwah pada dasarnya bersumber dari

al-29

Ibn Khaldun, Muqaddimah, (terj.) (Jakarta : Pustaka firdaus,2000), Cet. Ke-2, h.234 30

Abdul Majid An-Najar, Khilafah:Tinjauan Wahyu dan Akal, (terj.) (Jakarta : Gema Insani Press, 1998), Cet.Ke-1, h.33-34


(41)

dengan eksistensi dan wujud Allah SWT, namun lebih kepada bagaimana menumbuhkan kesadaran mendalam agar manusia mampu meman

ejabat, atau ke

empat ajaran yang harus tercermin dalam gama

sia lain dan hubungan manusia dengan lingkungannya), dan aha Esa

ifestasikan ajaran-ajaran tersebut dalam ucapan, pikiran, dan perbuatan sehari-hari.31

Yang perlu diperhatikan adalah pemilihan materi yang tepat dan sesuai dengan penerima dakwah. Karena, materi yang diperlukan untuk suatu kelompok masyarakat belum tentu cocok untuk masyarakat yang berbeda. Tentulah berbeda materi dakwah utuk pemuda, mahasiswa, petani, pekerja kasar, pegawai negeri, p

lompok lainnya. Sifat penerima dakwah yang heterogen itulah, yang menjadikan materi dakwah itu beragam dan harus kreatif.

Secara umum, ada

materi dakwah yang disusun berdasarkan dalil dan pedoman a dari al-Qur’an dan hadits.

1) Ajaran tentang pendasaran niat atas semua tindakan manusia. 2) Ajaran tentang halal dan haram.

3) Ajaran tentang tingkah laku dunia (hubungan manusia dengan manu

tingkah laku agama (hubungan manusia dengan Tuhan Yang M )

4) Ajaran tentang iman yang disertai dengan Islam dan Ihsan.32

31

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006), h.22-23.

32


(42)

Dengan adanya perkembangan teknologi dan kemajuan pengetahuan, maka materi dakwah perlu disuaikan dengan kehidupan masyarakat global. Materi tidak hanya sekedar bagaimana shalat yang benar, puasa yang sah, zakat yang tepat, dan kegiatan ritual lainnya, paya unuk meningkatkan ekonomi yang berwawasan keislam

b.

, mengatakan bahwa komun

melainkan juga u

an, atau pun mengupayakan agar dakwah dapat merambah dunia teknologi informasi, internet, dan sebagainya.33

Media Dakwah

Onong Uchjana Effendi menyebutkan bahwa yang dimaksud komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.34 Namun, menurut Everett M. Rogers, sebagaimana dikutip Onong

kasi massa bukan hanya pada media massa modern, tetapi juga terdapat pada media massa tradisional seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain.35

Edward Sappir menganggap media atau channel mengandung dua pengertian. Pertama, media sebagai saluran primer, yaitu lambing misalnya bahasa, kial, (gesture), gambar, atau warna. Lambang-lambang ini dipergunakan khusus dalam komunikasi tatap muka.

Kedua, media sekunder adalah media yang berwujud baik media

33

Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, h.23. 34

Onong, Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi, h.79. 35


(43)

massa, misalnya surat, telepon, atau poster. Jadi, komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media saja, misalnya bahasa, sedangkan komunikasi bermedia seorang komunikator, misalny

slam tidak akan lepas dari sarana atau media. Kepandaian

dengan indera telinga, seperti radio,

ngkap mata.

ual, berbentuk gambar hidup yang dapat didengar

2.

a wartawan menggunakan dua media, yakni media primer seperti bahasa dan media sekunder seperti sarana yang dia operasikan.36

Seorang da’I atau juru dakwah dalam menyampaikan ajaran agama I

memilih media merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Hamzah Ya’qub membagi sarana atau media dakwah menjadi tiga bagian:

1) Spoken words, yakni media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi yang ditangkap

telepon, dan lainnya.

2) Printed writing, berbentuk tulisan, gambar, lukisan, dan sebagainya yang dapat dia

3) Audio vis

sekaligus dapat dilihat, seperti televise, video, film, dan sebagainya.37

Definisi Majalah

Majalah secara terminologi berasal dari bahasa Perancis, magazine yang berarti a general storehouse atau gudang yang berisi aneka ragam,

36

Ibid., h.258. 37


(44)

sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai macam liputan jurnalistik, pandangan tentang topik actual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan

tunjuk memasak dan membuat macam

erbitkan mingguan, dwimingguan, bulanan. Majalah biasanya memiliki artikel mengenai topik populer ditujukan kepada masyarakat

, mingguan, dan sebagainya. Menurut pengkhususan isinya dibedakan atas majalah berita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu.38

Menurut Totok Djuroto, majalah adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran kwarto atau folio, dijilid dalam bentuk buku.39

Definisi lain menyatakan bahwa majalah adalah surat kabar berkala yang terbit tiap minggu, tiap bulan, dsb; isinya bermacam-macam: berita, laporan, cerpen, cerbung, puisi, mode, pe

-macam keterampilan; ada yang khusus untuk wanita, khusus untuk anak-anak, khusus karangan ilmiah, khusus agama, khusus tentang olah raga, khusus berisi bacaan untuk remaja.40

Ada juga yang menyatakan majalah adalah penerbitan berkala yang berisi bermacam-macam artikel dalam subyek yang bervariasi. Majalah biasa dit

38

Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1969), h. 545

k Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h

Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Intergraf

39 Toto . 10-11

40

J.S. Badudu dan ika, 1994), h. 844


(45)

umum

ya itu. Jarak waktu penerbitan majalah lebih panjang daripada surat kabar (

n lain-lain. Ini

istik sebagai berikut:

itusi yang jelas.

c. Ko

ed back) umumnya bersifat tidak langsung atau

antara komunikator dengan komunikan terhalang oleh medium.

dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang.41

Sedangkan dalam pengertian ensiklopedia umum Hasan Shadily memberikan batasan pengertian majalah sebagai berikut: ”Bentuk penerbitan berkala, memuat karangan-karangan yang berupa pembahasan yang ditulis oleh berbagai pengarang yang bertanggung jawab penuh atas karyan

misalnya: majalah mingguan, dwi mingguan, bulanan, tri wulan, dll).42

Saat ini jenis-jenis media massa cetak sangat banyak jumlahnya antara lain surat kabar, majalah, tabloid, buletin, da

merupakan kemajuan yang luar biasa, adapun majalah sebagai media komunikasi massa memiliki karakter

a. Komunikator dapat berupa perorangan atau melalui organisasi yang mempunyai inst

b. Pesan (message) diproduksi secara besar-besaran dan disebarluaskan pada pembaca.

munikasi pada umumnya merupakan publik yang bersifat anonim (tidak saling mengenal).

Umpan balik (fe

tertunda karena kontak langsung

41

http://wikipedia-indonesia/majalah.html. 15 Mei 2009 42


(46)

3. Sejarah

ita kenal saat ini baru ada setelah

tkan oleh John Rist, seorang teolog dan penyair dari Hambu

t, dan mutiara hikmah (resep yang terbukti populer dan ditiru secara luas).

Spectat

majalah berharga murah, yang ditunjukkan kepada publik yang lebih luas.

Perkembangan Majalah

Meskipun pada masa Cina kuno pernah diterbitkan sesuatu yang menyerupai majalah, tetapi majalah yang k

ditemukannya mesin cetak di Barat.43

Majalah yang paling awal Erbauliche Monaths-Unterredunge (1663-1668) diterbi

rg, Jerman.

Lalu muncul majalah yang isinya lebih ringan, atau berkala hiburan, pertama kali terbit pada tahun 1672, yaitu Mercure Galant (berubah nama pada 1714, menjadi Mercure de France), didirikan oleh seorang penulis, Jean Donneau de Vice. Isinya: Kisah-kisah kehidupan, anekdo

Perkembangan berikutnya di Inggris yang ditulis oleh Daniel Defoe’s The Review 1704-13; terbit seminggu tiga kali); SIR Richard Steele’s The Tatler(1709-11; juga terbit tiga kali dalam seminggu), yang dilanjutkan oleh Joseph Addison; dan Adisson dan Steele’s dalam The or (1711-12; diterbitkan kembali pada tahun 1714, sebagai harian). Di awal terbitnya, berbagai majalah didesain hanya untuk kalangan terbatas. Penerbitannya lebih suka disebut pengelola “quality” magazins. Sejak tahun 1830-an, bermunculan

majalah-43


(47)

Awalnya berbagai majalah ini menyajikan materi-materi yang bersifat meningkatkan, mencerahkan, dan menghibur keluarga, tapi pada akhir abad 18, berkembang majalah-majalah populer yang semata-mata menyajikan hiburan. Di Inggris, Charles Knight, menjadi pelopor jenis baru ini, ia menerbitkan mingguan Penny Magazine (1832-1846), dan

Penny Cyclopaedia (1833-1858).

Di AS, sampai tahun 1850, perkembangan itu tidak ditemukan. Yang tercatat mengembangkan penerbitan berskala nasional, jangkauan oplahnya ialah Saturday Evening Post (1821-1869), terbit lagi tahun 1971) dan Youth Companion (1827-1929).44

Pada seperempat akhir abad ke-19, penerbitan majalah mengalami peningkatan pasar. Masyarakat mendapati limpahan informasi dan hiburan. George Newnes (Inggris), berawal dari kesukaannya menggunting paragraf-paragraf, pada tahun 1881 menyalurkan hobinya kedalam penerbitan majalah “murah” (Penny),Tit-Bits pada tahun 1968 merubah Tirbits yang terbit secara periodik, dan menyabar secara meluas melintasi batas negara. Ia mengawali keberhasilan sebuah imperium penerbitan, yang diikuti oleh Country Life (berdiri tahun 1897), Wide

Word Magazine (1898), juga The Strand Magazine (1891-1950) salah satu

majalah hiburan bulanan pertama dengan banyak ilustrasi. The Strand menjadi populer dan terkenal karena memuat kisah-kisah Sherlock Holmes karya Arthur Conan Dolye.

44

Septian Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.90


(48)

Di AS, booming penerbitan majalah setelah ekspansi besar-besaran pasca perang sipil, juga berkat meningkatnya kecepatan pengiriman majalah lewat pos (1879). Terjadi jarak cukup senjang antara majalah “mahal” dan bergengsi (seperti Haper’s and Scribner’s dengan mingguan murah seronok). Samuel Sydney McClure ialah sosok yang memulai jarak itu, melalui industri penerbitan bulanan dari harga jual umum 25 sampai 35 cents. Cara McClure ini kemudian diikuti. Tujuan: mengejar peningkatan sirkulasi.

Di India, penerbitan majalah awal diterbitkan oleh orang-orang Inggris (kalangan kolonial), Oriental magazine, ialah majalah awalnya, atau Calcuta Amusement (1785-1786); lalu, diikuti sejumlah penerbit misionaris yang umumnya berumur pendek. Majalah pertama yang didirikan dan diedit oleh orang India. Ialah Hindustan Review, terbit sejak tahun 1900.45

Para misionaris ialah kalangan yang merintis penerbitan di Cina. Dengan mengambil tempat percetakan di Malaka, Chinese Montly

Magazine terbit sejak tafun 1815 sampau 1822, diikuti East-West Montly

Macazine, yang dicetak di Canton sejak tahun 1833 sampai tahun 1833

sampai tahun 1837 dan di Singpura dari tahun 1837 sampai tahun 1847. Perkembangan kehidupan yang memola waktu masyarakat semakin cepat, di abad 20, serta teknologi cetak yang telah mengirimkan

45


(49)

limpahan informasi demikian rupa, telah mendorong tumbuhnya penerbitan majalah yang ringkas, padat, dan pendek dan sajian-sajiannya.

Yang pertama melihat itu, dan sekaligus memunculkan kelas baru bagi dunia penerbitan, ialah majalah berita Amerika Time, yang diterbitkan tahun 1923 oleh Briton Hadden dan Henry Luce.

Perkembanagan abad 20 juga melahirkan bentuk majalah-majalah ulasan ilmiah, berkala politik-budaya, serta majalah kesustraan.46

Majalah memiliki keunggulan yang lain dibandingkan dengan media massa lainnya, keunggulan itu antara lain mudah dijangkau oleh masyarakat, karena harganya relatif murah. Meski tidak seaktual surat kabar yang terbit tiap hari, majalah yang terbit tiap mingguan, dwi mingguan, atau bulanan memiliki efek edukasi yang lebih tinggi. Para pengelola majalah juga mempunyai strategi dan gaya penyajian tersendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca kapanpun dimanapun.

Selain itu majalah juga memiliki kelebihan lain diantaranya adalah: a. Analisis beritanya lebih panjang lebar (jurnalisme interpretative) b. Dibandingkan Koran, majalah lebih kuat mengikat emosi pembaca c. Memiliki perspektif (pandangan) nasional sehingga terbebas dari

sentimen kedaerahan

d. Ia merupakan sumber rujukan sehari-hari yang murah. Majalah membahas segala macam masalah dari yang kecil sampai yang penting.

46

Septian Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.89-93.


(50)

e. Interpretasi berita oleh majalah bias menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat.

4. Majalah Sebagai Media Dakwah

Selain itu majalah juga dapat dijadikan alat publikasi yang beraneka ragam. Ciri khas dari majalah adalah dapat dibaca berulang-ulang kali, sehingga dapat dipahami atau dihapal sampai mendetail.47

Dari keunggulan-keunggulan ini maka majalah adalah alat yang cukup baik untuk berdakwah. Selanjutnya akan dibahas tentang dakwah itu sendiri, agar dapat lebih dipahami sisi pentingnya dakwah melalui media massa.

Dakwah secara terminologi syar’I adalah “usaha untuk merubah keadaan yang rusak (yang tidak Islami), menjadi baik sesuai dengan Islam”.48

Dakwah adalah aktivitas wajib bagi setiap muslim Imam Ibnu Taimiyah saat membahas ‘amar makruf nahi munkar (dakwah) menyatakan bahwa “hukum perbuatan tersebut (‘amar ma’ruf nahi munkar) adalah wajib atas setiap muslim yang memiliki kemampuan, dan statusnya adalah fardhu kifayah. Namun, fardhu tersebut, bias berbah menjadi fardhu’ain atas orang-orang yang mampu apabila kewajiban tersebut belum dilaksanakan oleh orang lain”.49

Juga seorang Hujjahal Islam Imam al-Ghazali berkata:

47

Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, h. 26-30. 48

Hafidz Abdurrahman, Islam Politik dan Spiritual, (Singapore: Lisan Al-haq, 1998),h.231

49


(51)

Sesungguhnya aktivitas amar makruf nahi munhkar adalah poros yang paling agung dalam agama. Karena aktivitas inilah Allah mengutus para Nabi seluruhnya. Seandainya umat Islam mengkerdilkasn amar makruf nahi mungkar, tidak mau memahami dan mengamalkannya, tentu akan berhenti nubuwwah ini, kesesatan akan tersebar luas, kebodohan akan menjadi hal yang lumrah, kerusakan akan merajalela, pelanggaran akan semakin meluas, negeri-negeri akan hancur, dan manusia akan binasa.50

Karena dakwah adalah sebuah kewajiban, dan wajib pula menjadi poros dalam kehidupan maka setiap aktivitas kehidupan kita tidak boleh terlepas dari tujuan berdakwah, termasuk dalam hal melakukan komunikasi massa.

Keunggulan dari dakwah melalui tulisan dibandingkan dengan format dakwah bentuk lain adalah sifat objeknya yang pasif dan cakupannya yang luas. Pesan dakwah yang disampaikan melalui tulisan dapat dierima oleh ratusan, ribuan, bahkan jutaan pembaca dalam waktu yang hampir sama.51

Maka penggunaan media massa khususnya majalah sebagai alat pengkonstruk masyarakat untuk digunakan sebagai media berdakwah adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan.

Hartono A. Jaiz menjelaskan tiga fungsi dakwah bil qolam (lewat tulisan), sebagaimana yang dikutip oleh Suf Kasman, yaitu:

50

Al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ihya, ihya al’ulum al din, (Semarang: Maktabah wa Maktabah wa Mathba’ah Thoha Putra, tt), jilid 2, h.302

51

Asep Romli, Jurnalistik Dakwah, “Visi dan Misi Dakwah Bil Qolam”(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), h.3


(52)

a. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. Informasi Islam yang dimaksud disini adalah informasi yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.

b. Berupaya mewujudkan/menjelaskan seruan Al-Qur’an secara cermat melalui berbagai media cetak untuk mengembalikannya kepada fikrah dan keuniversalannya serta menyajikan produk-produk Islam yang selaras dengan pemikiran.

c. Menghidupkan bidang-bidang bernuansa pemikiran, politik, budaya, social, dan lain-lain.52

Selain itu dengan media cetak pesan dakwah yang disampaikan akan memberi pengaruh yang lebih dalam dibandingkan dengan suara lisan seorang ahli pidato, karena pidato lisan dari seorang orator dapat memikat jutaan massa dalam waktu sesaat, tetapi bias tiada membekas dan menyerap dalam hati. Sedangkan dengan media cetak, tulisan atau sari pena dari seorang pengarang cukup berbicara satu kali dan akan melekat terus menerus dalam hati serta bisa menjadi buah tutur tiap hari.53

52

Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah bil al-Qolam dalam Al-Qur’an (Jakarta: Teraju, 2004), h.188

53 Ibid ., h.127


(53)

GAMBARAN UMUM

A. Sekilas Tentang Majalah Al-Wa’ie 1. Sejarah Singkat

Sejak kehadirannya di Indonesia pada 1983 hingga 2000 Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum memiliki majalah resmi yang menjadi representasi dari suara HTI. Namun, pada 1 September 2000 lahirlah majalah Al-Wa’ie.1

Lahirnya majalah Al-Wa’ie sesuai dengan metode dakwah HTI yang tidak menggunakan kekerasan, tapi dengan cara Gaswul Fikri

(Perang Pemikiran). Majalah ini diberi nama Al-Wa’ie yang artinya

Kesadaran, sehungga majalah ini mempunyai motto, yaitu “Membangun

Kesadaran Umat” itulah motto yang selalu disebarluaskan dan disampaikan oleh majalah Al-Wa’ie kepada seluruh pembaca.2

Segmentasi pasar majalah al-Wa’ie secara umum adalah semua masyarakat, akan tetapi apabila dicermati dari materi dan bahasa yang digunakan dalam penulisan tampaknya lebih tertuju kepada intelektual atau kalangan pelajar, akan tetapi aktivitas HTI tidak memarjinalkan kalangan bawah, sehingga seringkali ,mengadakan bedah majalah Al-Wa’ie serta mendiskuksikan isi majalah Al-Al-Wa’ie kepada masyarakat

1

Farid Wadjdi,Pemimpin Redaksi al-Wa’ie

2Ibid


(54)

umum, sehingga semua kalangan masyarakat dapat memahami apa yang disampaikan oleh majalah Al-Wa’ie.3

Desain dan logo Al-Wa’ie berubah saat menginjak tahun kedua, dengan tampilan yang lebih menarik, Al-Wa’ie tetap mengangkat tema-tema yang menarik dan aktual setiap bulannya, selain menjelaskan fakta yang terjadi, majalah ini pun memberikan solusi syar’i atas setiap fakta yang terjadi.4

Program kerja majalah al-Wa’ie diantaranya adalah penerbitan, yang meliputi pembuatan naskah, meliput acara-acara yang berkaitan dengan al-Wa’ie maupun acara lainnya. Selain penerbitan, program kerja yang lain adalah pemasaran. Pemasaran majalah al-Wa’ie melalui age-agen majalah dan buku di seluruh Indonesia.

Pada penerbitan perdananya. Al-Wa’ie telah menerbitkan 15000 eksemplar dan terus meningkat setiap tahunnya hingga saat ini Al-Wa’ie telah menerbitkan 25000 eksemplar setiap bulannya. Majalah Al-Waie didistribusikan ke setiap propinsi yang ada di Indonesia. Bukan hanya di dalam negeri, Al-Wa’ie dengan edisi berbahasa Indonesia juga didistribusikan hingga ke Australia.5

2. Visi dan Misi Majalah al-Wa’ie

Visi : Menjadi majalah yang terkemuka di Indonesia dan dapat membangun kesadaran umat.

Misi : Memberdayakan umat untuk tegaknya syariah dan khilafah.

3Ibid 4Ibid 5Ibid


(55)

Dengan visi dan misi ini redaktur majalah Al-Wa’ie dan anggota-anggota HTI melaksanakan aktivitasnya di kota-kota atau di daerah-daerah di Indonesia secara konsekuen.

3. Rubrikasi

Pengantar : rubrik pembuka materi yang akan dibahas secara garis besar oleh redaksi.

Dari Redaksi : rubrik ini didalamnya berisi tentang adanya perkara-perkara aktual yang dilihat penting oleh redaksi.

Opini Pembaca : suatu rubrik yang diperuntukkan dan diberikan kesempatan kepada para pembaca untuk menyampaikan ide melalui tulisan.

Muhasabah : rubrik ini diisi oleh salah seorang DPP Hizbut Tahrir Indonesia

Fokus : dan membahas tema-tema aktual setiap bulannya.

Analisis : sama dengan rubrik fokus akan tetapi dititikberatkan pada problem dan solusi-solusinya.

Hiwar : rubrik yang memuat hasil wawancara pada tokoh-tokoh nasional ataupun internasional.

Iqtishadiyah : membahas seputar masalah perekonomian

Nisa : rubrik ini khusus membahas tentang masalah wanita Soal Jawab : pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari pembaca dan

dijawab oleh redaksi


(56)

Akhbar : berisi tentang informasi kegiatan-kegiatan HizbutTahrir Indonesia dan internasional.

Liputan Khusus : rubrik ini berisi tema-tema khusus yang berbeda dengan headline.

Siyasah Dakwah: rubrik yang membahas masalah politik dan dakwah

Afkar : berisi tentang pemikiran-pemikiran Islam yang dianggap redaksi penting atau suatu terjemahan dari al-wa’ie edisi arab.

Tafsir : suatu kajian tafsir dengan menggunakan metode perfokusan dan bersifat ideologis

Takrifat : rubrik yang menjelaskan tentang berbagai istilah urgent dalam khazanah Islam dengan menggunakan pendekatan bahasa dan syar’i

Telaah Kitab : berisi tentang penelaahan kitab dengan mengkaji dan membahas atau menelaah secara mendalam

Lintas Dunia : informasi-informasi atas kejadian yang terjadi di negara lain dalam satu bulan terakhir

Dunia Islam : rubrik yang didalamnya mengangkat problem, penyebaran Islam dan lainnya di negeri-negeri muslim. Jejak Syariah : membahas bukti-bukti kejayaan Islam masa silam.

4. Struktur Redaksi

Pemimpin Umum : M. Anwar Iman


(57)

Pemimpin Redaksi : Farid Wadjdi Redaktur Pelaksana : Arief B. Iskandar

Redaktur : Dwi Hendri, Yahya Abdurrahman Redaktur Bahasa : M. Arif Billah

Lay Out : Reeun Pixture

Pemasaran : Tedi Teja S.

B. Sekilas Rubrik Liputan Khusus Majalah al-Wa’ie No.85 Tahun VII, 1-30 September 2007 dengan Judul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah

Liputan Khusus ini menceritakan acara Konferensi Khilafah Internasional 2007 yang diadakan pada tanggal 12 Agustus 2007, yaitu di Stadion Gelora Bung Karno. Pada hari itulah momentum penting bersatunya umat muslim.

Dalam Liputan Khusus ini menceritakan antusias masyarakat yang menginginkan adanya penegakan khilafah di Indonesia. Namun ironisnya, acara ini tidak mendapat respon positif dari aparat dan pemerintah. Acara ini juga penuh dengan tantangan diantaranya pencekalan dan pendeportasian para pembicara. hal itu tidak menyurutkan semangat kaum muslim untuk datang dalam konferensi Khilafah Internasional 2007 ini.

Namun, di sisi lain juga masih ada tokoh-tokoh Islam yang masih punya kesadaran untuk mensukseskan acara tersebut. Di antaranya adalah KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), Prof. Din Syamsuddin (Ketua Umum PP


(58)

Muhammadiyah), KH Amrullah Ahmad, Ketua Umum Syarikat Islam), KH Thahlon Abdul Rauf (Ketua MUI Sumatera Selatan), dan Tuan Guru Turmudzi Badruddin (Tokoh Nahdliyin dari Lombok Nusa Tenggara Barat) yang bersedia menyampaikan orasi dalam Konferensi Khilafah Internasional tersebut.

Acara Konferensi yang mengusung tema “Saatnya Khilafah Memimpin Dunia” menurut Ismail Yusanto adalah Konferensi ini adalah milik umat Islam. Karenanya, Jubir HTI mengajak kaum Muslim untuk bersatu dan berjuang bersama-sama menegakkan kembali Khilafah.

Sementara itu, Presiden Asosiasi Muslim Jepang, Prof. Hassan Ko Nakata, menguraikan tentang peran perjuangan HT dalam membangun peradaban ke depan. Menurutnya, Hizbut Tahrir adalah salah satu gerakan politik yang memiliki karakter Islahi-Salafi-Sunni. Dan menurutnya, dalam konteks keindonesiaan, Nakata berpendapat HT Memiliki posisi terbaik mewujudkan misinya karena adanya kebebasan berekspresi dan beraktivitas politik di negeri ini.6

C. Sekilas Tentang Penulis Artikel Rubrik Liputan Khusus Yang Berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah

Saat ditemui di kantor pusat Hizbut Tahrir Indonesia, di bilangan Jakarta Selatan ini, mengatakan bahwa Konsep Khilafah yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat ini harus ditegakkan kembali. Pria berkaca minus

6


(59)

yang memulai perjalanan karirnya sebagai wartawan di Harian Republika ini menjelaskan mengapa Khilafah harus ditegakkan kembali adalah karena umat Islam sangat merindukan berdirinya khilafah yang sesuai dengan syariat Islam. Pria kelahiran Kediri, 24 Ferbruari 1970 ini pernah menjadi wartawan di beberapa media diantaranya, Republika (1995-2003), Majalah Modal (2004), Majalah al-Wa’ie dan Media Umat (2005-Sekarang).7

Pria yang akrab dipanggil ustadz ini sudah mengenal dunia dakwah Islam sejak aktif di BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa) kampus IPB Bogor. Sejak itulah ia mulai aktif menulis untuk media dakwah. Diantara banyaknya tulisan beliau, yang berhasil saya peroleh diantaranya adalah Tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara(Al-Ghayyah La Tubarriru al-Wasithah) Mei 2009; Gereja AS Serukan 11 September Sebagai “Hari Internasional Untuk Membakar Al-Qur’an(juli 2010); Negara Drakula (juli 2010); Bisa Tegak Tanpa Pajak(Juli 2010). 8

Selain menulis di beberapa media Islam lain, Ustadz mujiyanto juga masih aktif menulis di majalah al-Wa’ie sampai sekarang. Pada awal penerbitan majalah al-Wa’ie tahun 2000, ia lebih sering menulis di rubrik Fokus. Sebagai seorang wartawan harus punya kepekaan terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Begitu pula ketika ia meliput acara Konferensi Khilafah Internasional 2007.

7

Wawancara Pribadi

8


(60)

D. Latar Belakang dan Perjalanan Penulisan

Latar belakang penulisan artikel Liputan Khusus yang berjudul ”100

Ribu\Orang Padati GBK, Serukan Penegakan GBK menurut penulis adalah Konferensi Khilafah Internasional 2007 ini adalah peristiwa besar sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki 1924 lalu. Judul yang disematkan dalam artikel itu difokuskan pada tempat di selenggarakannya Konferensi Khilafah yaitu, Stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta. Stadion yang memuat 100 ribu orang itu menjadi alasan utama pemilihan judul tersebut. Menurut Ustadz Mujiyanto, tema besar yang diangkat dalam judul artikel Liputan Khusus ini adalah Umat Islam butuh institusi politik yang berdasarkan khilafah. Sedangkan subtema judul artikel itu adalah Umar rindu kembalinya khilafah. Penulis yang pada saat itu bertugas sebagai wartawan di majalah al-Wa’ie memantau dari beberapa tempat sebelum acara, saat Konferensi berlangsung, dan setelah acara itu selesai.

Sebagai wartawan yang menjalankan profesinya, Ustadz Mujiyanto harus pintar menganalisis jalannya acara hingga berakhir. Maksud dari judul

100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah. adalah kerinduan umat Islam dengan Khilafah. Khilafah sendiri adalah konsep lama yang sudah lama ada semenjak masa Rasulullah SAW, yang menerapkan sistem syariat Islam. Untuk itu, Konferensi Khilafah Internasional 2007 ini diselenggarakan agar sistem khilafah tetap ditegakkan di negeri ini.

Dalam perjalanannya menuangkan ide menjadi sebuah tulisan, Ustadz Mujiyanto hanya membutuhkan waktu satu hari untuk membuat artikel tersebut. Menurutnya, pada saat menulis itu tidak ada kesuliltan yang berarti.


(1)

B. Kritik dan Saran

Berdasarkan pengamatan terhadap pemberitaan dan penelitian terhadap rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah meskipun telah lama terbit majalah tersebut, penulis menyarankan:

1. Dengan banyaknya sub-topik yang ingin dikemukakan, membuat rubrik terasa tanggung (setengah-setengah). Penggambaran dari setiap konflik terkadang hanya luarnya saja, belum mengupas masalah pokoknya. Seperti penggambaran dalam paragraf tentang pencekalan para pembicara. Dalam paragraf tersebut tidak dijelaskan secara detail mengapa dan bagaimana poses pencekalan tersebut.Namun, penulis langsung beralih ke masalah lain yaitu isi orasi dari para pembicara. Hal ini disebabkan karena terbatasnya halaman yang tersedia dalam majalah tersebut.

2. Untuk penggambaran dari isi paragraf, kurang di dukung adanya gambar yang dapat memperkuat isi rubrik, sehingga kurang menarik untuk dibaca. Sedangkan gambar-gambar pada saat penyelenggaraan konferensi, di letakkan secara terpisah di halaman lain, yaitu di galeri foto.

3. Untuk membangkitkan rasa akan rindu kembalinya penegakan khilafah.pada saat konferensi, harusnya ada kalimat seperti jargon khusus yang bisa diingat para peserta konferensi. Seperti, 'Dengan Khilafah Indonesia Pasti Bisa', Kapitalisme No, Khilafah Yes, atau bahkan 'Sekali Khilafah, Tetap Khilafah'. Sehingga, jargon tersebut akan menimbulkan kesan yang akan selalu diingat oleh para peserta konferensi untuk segera mewujudkan hal tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abbas, Bakri. Komunikasi Internasional. Jakarta: IISIP, 2003.

Abdullah, Muhammad Hussain, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam, Alih bahasa: Zamroni, Bogor : Pustaska Thariqul Izzah, Cet.Ke-1

Abdullah Al-Qarni,bin Aidh. Cambuk hati. Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004. Abdurrahman, Hafidz, Islam: Politik dan Spiritual, Singapura: Lisan al-Haq,

1998, Cet, Ke-1

Abrar, Ana Nadhya. Teknologi Komunikasi Perspektif Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: LESFI, 2^003.

Ahmad, abu, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT., Rineka Cipta, 1991, Cet ke-2

AH, Abu Abdul Fattah, Berhaj, Menegakkan Kembali Negara Khilafah : Kewajiban Terbesar dalam Islam, alih Bahasa : M.Shiddiq al-Jawi, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,2004, Cet.ke-1

Ali Jabir, Hussein bin Muhsin bin, Membentuk Jama 'atul Muslimin, Alih bahasa : Fahmi, Abu, Jakarta : Gema Insani Press, 1991, Cet ke-1

Al-Maududi, Abul'ala, Khalifah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam. Bandung: Mizan, 1994.

Al Taimiyah al Fatawa, Beirut: Daaral-Fikr. Jilid XXVIII.

Ahmad, Amrullah, Da'wah Islam Dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M, 1985, Cet Ke-2

An-Nabhani, Taqiyuddin, Pokok-Pokok Pikiran Hizbut Tahrir, alih bahasa : Abu Haflf, Bogor : Pustaka Thariqul Izzah

Ardani, Muhammad. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006.

Ardhana, Sutirman Eka. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Asmuni, Syukri. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.

Berger, Peter L. dan Thomas Luckman. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1990.


(3)

Budiharso, Suyuti S. Politik Komunikasi. Jakarta: Grasindo. 2003.

Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.

Effendy, Bahtiar. "Disartikulasi Pemikiran Politik Islam". Dalam Oliver Roy. Gagalnya Politik Islam. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 1996.

EfFendi, Onong Uchjana. Ilmu, teori & filsafat komunikasi. Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1993.

Eriyanto, Analsisi Framing. Yogyakarta: LKIS, 2005

Eriyanto. Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2006.

Fisher, B. Aubrey. Teori-Teori Komunikasi. Bandung: Remdja Karya, 1986 Ghazali BC. Kamus Istilah Komunikasi. Bandung: Djambatan, 1992. Glasse, Cyrill. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Goodman, Amy - David Goodman. Perang Demi Uang. Bandung: profelik. 2005 Habib, M. Syafaat. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta: Widjaya Jakarta, 1982. Hayon, Josep. Membaca dan Menulis Wacana. Jakarta: Storia Graflka, 2003. Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir : Partai Politik Islam Idiologis, Bangil :

Pustaka Tarriqul Izzah,1999, Cet. Ke-1 John L.Esposito, Ancaman Islam : Mitos atau realitas?

Kasman, Suf, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah bil al-Qolam dalam Al-Qur 'an, Jakarta: Teraju, 2004.

Khaldun, Ibn, Muqaddimah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, Cet.Ke-2.

Madjid, Nurkholis, Islam: Kemodernan dan KeIndonesiaan.Band\mg: Mizan, 1998.

Mahendra, Yusril Ihza, Modemisme dan fundamentalisme dalam politik Islam : Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jama 'at Al-Islami (Pakistan), Jakarta :Paramadina,1999.

M.Moeliono, Anton. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1969.


(4)

Meinanda, Teguh. Pengantar Komunikasi dan Jurnalistik. Bandung: Armico, 1981.

Mujib, M.Abdul, Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995. Muhammad, Ami. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2005. Muis, H.A. Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa. Jakarta: Dharu Anuttama,

1999.

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Mulyana. Kajian Wacana: Teori, Metode & Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.

Nasution, Zulkarmein. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: universitas terbuka, 2004.

Nazir, Muhammad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Parera, Jos Daniel. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004.

Raharjo, M.Dawam. Ensiklopedi al-Qur'an : Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996. Cet.Ke-1.

Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: RosdaKarya. 2005.

____________, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosda Karya. 2005.Cetke-12

Rais, M. Amien. Cakrawala Islam : Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1999. Get ke-10

Romli, Asep. Jurnalistik Dakwah. " Visi dan Misi Dakwah Bil Qolam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.

Salim, Abdul Muin. Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekeuasaan Politik dalam al-Qur'an. Jakarta: Raja Grafmdo Persada, 1995. Cet.Ke-2. Salim, Peter Dan Yenny Salim. Kamus bahasa Indonesia kontemporer. Jakarta: Modern English Press, 2002.

Samantho, Ahmad Y. Jurnalistik Islam. Jakarta: Harakah. 2002.

Santana K, Septian. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.


(5)

Sen, Krishna dan David T. Hill. Media, budaya, dan politik di Indonesia. Jakarta: Institute Studi Arus Informasi, 2001.

Snow, Nancy. Propaganda Menjual Budaya Amerika Ke Dunia. Jakarta: opini, 2003.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semantic Dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

Soemandoyo, Priyo. Wacana Gender & Layar Television. Yogyakarta: Ford Foundation, 1999.

Suyuti, Budihaso, S, Politik Komunikasi. Jakarta: Grasindo. 2003

Syabab, Hizbut Tahrir Inggris, Bagaimana Menegakkan Negara Khilafah, Alih Bahasa : M. Ramdan Adi, Bogor : Pustaka Tarriqul Izzah, 2004.

Syamsul, Arif dan M Ramli. Jurnalistik Prktis Untuk Pemula. Bandung: Rosda Karya. 2003.

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Tubs, Stewat L - Sylvia Moss. Human Communication Jilid 1 dan 2. Bandung: Rosda Karya. 2001.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penilitian Sosial. PT. Jakarta: Bumi Aksara. 2003. Cet ke-4

Van Dijk, Teun. Structurees of News in the Press.

______________, "The Interdisciplinary Study of News as Discourse. London and New York: Routledge.1993

_____________, Discourse and Cognition in Society.Cambridge: Polity Press. 1994

Widyaningsih, Henny S. Manajemen Media Massa. Jakarta: Universitas Terbuka, 2004.


(6)

Koran

Mam."Khilafah Bukan Ancaman." Kompas, 13 Agustus2007.

Rto/Ant. "Ba'asyir tak hadiri Konferensi Khilafah." Republika, 13 Agustus 2007. Koran sore wawasan Khilafah Islamiyah sebuah realita, 13 September 2007 (21

Agustus 2010)

Majalah

Al-Wa'ie No.67, Tahun VI, 1-31 Maret 2006 Al-Wa'ie No.79, Tahun VII, 1-31 Maret 2007 Al-Wa'ie No.84, Tahun VII, 1-31 Agustus 2007 Al-Wa'ie No.85, Tahun VII, 1-30 September 2007 Al-Wa'ie No.l 17, Tahun X, 1-31 Mei 2007

Internet

http://www.bittanica.com/bcom/eb/article, diakses pada tanggal 13 Mei 2009 _______________________, diakses pada tanggal 17 Mei 2009

http://www.mediaumat.com. diakses pada tanggal 28 Juli 2010

Sudaryono Achmad.Sekolah Komunikasi Terapan. Menyoal Ide Khilafah, diakses pada tanggal 21 Agustus 2010

http://www.wikipedia-indonesia/mediamassa.html., diakses pada tanggal 21 Juli2010

Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Mujiyanto, Jakarta, 2 Agustus 2007. Wawancara Pribadi dengan Farid Wadjdi, Jakarta, 2 Agustus 2007.