Sintasan Survival Rate HASIL DAN PEMBAHASAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sintasan Survival Rate

Sintasan merupakan persentase antara jumlah individu yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan. Faktor yang mempengaruhinya adalah faktor biotik maupun faktor abiotik. Parasit, kompetitor, predasi, umur, kemampuan adaptasi, penanganan manusia, dan kepadatan populasi dipengaruhi oleh faktor abiotik, sedangkan sifat kimia dan fisika dari suatu lingkungan air dipengaruhioleh faktor abiotik Rika, 2008. Berikut ini ikan jurung selama pemeliharaan 12 minggu yang diberi pakan pelet, dan tanpa pelet masing-masing menunjukkan hasil sintasan yang sama sebesar 100 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sintasan ikan jurung Tor tambra selama 12 minggu dengan pemberian pakan yang berbeda K edua perlakuan memberikan respon yang sama terhadap sintasan, hal ini disebabkan karena faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi kelangsungan hidup antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi dan beriringan seperti jumlah, kompetisi, kualitas makanan, tingkat kematian, dan umur. Secara alamiah setiap organisme mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dalam batas-batas tertentu atau disebut tingkat toleransi. Jika perubahan lingkungan ikan terjadi di luar kisaran toleransi, maka cepat atau lambat ikan tersebut akan mati. Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kualitas air. Kualitas air merupakan faktor pembatas bagi kehidupan mahkluk hidup yang hidup dalam air baik yang termasuk faktor kimia dan fisika. Keadaan kualitas air media penelitian Pakan Pengamatan Ke- 1 2 3 4 5 6 Pelet 100 100 100 100 100 100 Tanpa pelet 100 100 100 100 100 100 Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 21 menunjukan kisaran-kisaran yang memungkinkan ikan untuk hidup dan tumbuh dengan baik. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai peubah fisika-kimia air media selama penelitian masih berada pada kisaran yang baik sehingga ikan jurung mampu untuk hidup dikarenakan kondisi perairan di hapa yang dibuat tidak jauh berbeda dengan habitat alami ikan jurung. Menurut Kiat 2004 ikan jurung Tor sp mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi lingkungan baik faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan. Kualitas air merupakan variabel langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kelangsungan hidup. Perbandingan parameter fisika dan kimia perairan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Faktor Fisik dan Kimia No. Parameter Satuan Hapa Wadah Pemeliharaan Habitat Alami Ikan Jurung 1 Suhu o C 23 21 2 Penetrasi Cahaya cm 18 26 3 Oksigen terlarut DO mgL 5,8 6,7 4 Derajat Keasaman pH - 6,8 7,1 5 Fosfat PO 4 mgL 0,03 0,03 6 Amoniak mgL 0,4 0,3 Tabel 2 menunjukkan nilai perbandingan parameter fisika-kimia di hapa yaitu suhu 23 o C sementara suhu di habitat alami ikan yaitu 21 C. Hal ini menunjukan tidak terdapat perbedaan yang begitu berbeda suhu di sekitar hapa dan di habitat alami ikan dan ini merupakan kisaran yang cukup baik untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis. Hal ini didukung oleh pendapat Cholik et al 2005 bahwa ikan- ikan tropis dapat tumbuh dan berkembang baik pada kisaran suhu antara 25-30 C dengan fluktuasi tidak lebih dari 40 C. Suhu yang optimal untuk selera makan ikan yaitu 26 -28 C dengan perbedaan suhu, siang dan malam tidak lebih dari 5 C. Penetrasi cahaya yang diukur pada hapa yaitu 18 cm dan di habitat asli ikan sebesar 26 cm. DO yng diperoleh pada hapa yaitu sebesar 5,8 mgL sementara di habitat asli ikan jurung adalah 6,7 mgL. Oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, nafsu makan, sebaiknya kadar oksigen minimum adalah 2 ppm Boyd 1990 dalam Amrial 2009. Setelah diukur kadar oksigen terlarut selama peneltian masih dalam tahap yang baik. Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 22 Hasil pengukuran pH pada hapa sebesar 6,8 dan di habitat asli sebesar 7,1. Tingkat keasaman air pH media pemeliharaan selama penelitian cukup baik untuk kehidupan ikan. Lingga 1995 menyatakan bahwa pH air yang ideal untuk pemeliharaan ikan berkisar antara 7,0-8,5. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan terganggunya keseimbangan antara ammonium dan ammoniak dalam air, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme Barus, 2004. Berdasarkan hal tersebut, kisaran pH media pemeliharaan cukup optimum dalam mendukung sintasan dan pertumbuhan ikan jurung. Fosfat yang diukur pada hapa berkisar diantara 0,003 begitu juga di habitat asli ikan sebesar 0,003 dan kadar amonia yang diukur pada hapa yaitu 0,4 mgL sedangkan di di habitat asli ikan jurung yaitu 0,3 mgL. Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme. Konsentrasi beracun amoniak terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7- 0,5 mgL Boyd 1990 dalam Amrial 2009. Menurut Boyd 1990 amoniak dan amonium bersifat toksik tetapi amoniak lebih bersifat toksik daripada amonium. Lebih lanjut, efek konsentrasi amoniak yang melebihi ambang batas dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah sehingga dapat menyebabkan mati lemas pada ikan. Kematian terjadi secara perlahan karena ikan umumnya intoleran terhadap kadar amoniak bebas yang tinggi Efendi, 2003. Konsentrasi amoniak akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH dan suhu serta menurunnya tingkat salinitas yang dapat menyebabkan organisme akuatik keracunan amoniak. Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 23 Hasil analisis parameter kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa suhu, penetrasi cahaya, oksigen terlarut, derajat keasaman, kadar fosfat dan amoniak cukup ideal dan masih dalam batas-batas toleransi untuk mendukung kesintasan bahkan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan berbagai pendapat mengenai dukungan kualitas air untuk lingkungan budidaya terhadap kesintasan ikan. Wardoyo 1998 menyatakan bahwa untuk dapat engelola sumber daya perikanan dengan baik, maka salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah kualitas airnya.

4.2. Pertambahan Berat