17
2.3. Manifestasi Klinis Sindroma Koroner Akut
Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang
hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala intermiten, peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai
dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan
memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera PERKI,2012.Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan 20
menit, ed ema paru Killip klas ≥2 , hipotensi dan aritmia seperti pada tabel 7.
Antman EM, 2005.
Tabel 7. Klasifikasi Killip terhadap angka kematian pada IMA-STE Antman EM, 2005
Scirica dkk 2002 melaporkan bahwa pasien dengan IMA non STE APTS yang mengalami serangan angina yang memberat akan memiliki risiko
kematian yang meningkat dalam 1 tahun.
2.4. Pengakkan Diagnosa
2.4.1. Pemeriksaan Fisik
18
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat gelisah dengan ekstrimitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat
adanya STEMI.
Serangan MI biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa
pada dada. Jika pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina, maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Kebalikan dengan angina yang biasa, IMA terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam awal dipagi hari.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia
menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum
akut atau pancreatitis akut. Pada IMA non STE, nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau
kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan menjadi gejala
yang sering ditemukan. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada IMA non STE telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu,
mual, diaforesis, syncope atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien berusia lebih dari 65
tahun Sudoyo. 2007.
2.4.2. Penanda Enzim Jantung
GRACE 2001 dan WHO Tunstall. 1994 menggunakan kriteria diagnostik dengan penanda enzim jantung untuk IMA dan APTS . Angka
kematian dalam 30 hari dan 6 bulan pada pasien SKA dijumpai signifikan cukup tinggi dengan peningkatan kadar troponin yang tinggi pada pasien dengan IMA
non STEAPTS, seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 SIGN,2007. Troponin I atau T merupakan penanda biologis terpilih untuk memprediksi hasil akhir klinis
19
jangka pendek 30 hari terkait IMA dan kematian PERKI,2012. Peningkatan kadar troponin merupakan prediktor independen terhadap kematian 30 hari dan
selama pengamatan jangka panjang 1 tahun dan lebih. Nilai prognostik dari cTnT dan cTnI ternyata sama Ohman,1996; Luciano,2005. Peningkatan troponin
dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk. Pasien dengan IMA non STE jika disertai dengan peningkatan kadar enzim jantung troponin dalam 12 jam, maka
memiliki risiko tinggi kejadian kematian dalam 30 hari dengan angka kematian sampai dengan 4
– 5 Christenson RH,1998
Tabel 8. Definisi dan prognosis SKA berdasarkan kadar serum enzim troponin T
SIGN,2007
2.4.3. Elektrokardiografi
Gambaran EKG awal sangat berguna untuk menduga kejadian SKA. Jumlah lead yang menunjukkan depresi ST dan magnitudonya, merupakan
indikasi adanya iskemia berat dan luas dan berkorelasi dengan prognosis terhadap angka kematian dalam 1 tahun seperti yang di tunjukkan pada tabel 6 Hamm.
2004. Pemantauan segmen ST secara berkala pada EKG saat istirahat memberi
20
informasi prognostik tambahan, selain hasil troponin dan variabel klinis lainnya Hamm. 2004; PERKI.2012. Pada penelitian GRACE 2001 juga dijumpai
faktor yang berhubungan secara independen terhadap peningkatan angka kematian yaitu pertambahan usia, klas Killip, peningkatan denyut jantung, depresi segmen
ST, tanda-tanda gagal jantung, tekanan darah sistolik yang rendah, nyeri dada yang khas dan peningkatan enzim jantung. Adanya gambaran segmen ST yang
deviasi Kaul. 2003 merupakan prediktor yang kuat untuk hasil akhir klinis dibandingkan dengan peningkatan enzim jantung troponin pada pasien SKA
SIGN, 2007.
Tabel 9. Jumlah angka kematian dalam 1 tahun terhadap luasnya infark Hamm,2004.
Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada IMA bisa terlambat, sehingga untuk menyingkirkan diagnosis IMA membutuhkan EKG serial. Fase evolusi
yang terjadi bias sangat bervariasi, bisa beberapa jam hingga 2 minggu. Selama evolusi atau sesudahnya, gelombang Q bisa hilang sehingga disebut infark
miokard non-Q. Gambaran infark miokard subendokardial pada EKG tidak begitu jelas dan memerlukan konfirmasi klinis dan laboratoris, pada umumnya terdapat
21
depresi segmen ST yang disertai inversi segmen T yang bertahan beberapa hari. Pada infark miokard pada umumnya dianggap bahwa Q menunjukkan nekrosis
miokard, sedangkan R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga bentuk QR menunjukkan infark non-transmural sedangkan bentuk QS menunjukkan
infark transmural. Pada infark miokard non-Q, berkurangnya tinggi R menunjukkan nekrosis miokard. Pada infark miokard dinding posterior murni,
gambaran EKG menunjukkan bayangan cermin dari infark miokard anteroseptal terhadap garis horisontal, jadi terdapat R yang tinggi di V1, V2, V3 dan disertai T
yang simetris Sudoyo dkk.
Gambar 6. Gambaran EKG STEMI dan NSTEMI
Penelitian dari Fibrinolytic Therapy Trialists’ Collaboration FTTC
1994 melaporkan bahwa gambaran EKG merupakan prediktor kematian yang cukup memberikan manfaat apabila dijumpai adanya elevasi segmen-ST atau
bundle branch block yang dianggap baru. Go AS 1998 menunjukkan bahwa
right bundle branch block RBBB ternyata banyak dijumpai pada gambaran EKG
namun memiliki angka kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan left bundle branch block
LBBB.
22
2.5. Komplikasi
Pasien dengan irama atrial fibrilasi AF yang baru muncul setelah serangan IMA menunjukkan peningkatan angka risiko kejadian kardiovaskuler
dan kematian. AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan IMA dan menjadi prediktor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan
SKA. Antoni dkk, 2010. Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada IMA non STE dibandingkan dengan IMA STE 13
vs 8, namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara IMA non STE dan APTS 20 gambar 5.
Gambar 7 . Hasil akhir klinis : mulai rawatan sampai jangka waktu 6 bulan GRACE,1999
2.6. Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut
2.6.1. Penatalaksanaan Angina Pektoris Tidak Stabil Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu di istirahatkan bed rest, di beri penenang dan oksigen; pemberian
23
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin Trisnohadi, 2006.
Terapi medikamentosa
• Obat anti iskemia • Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
• Obat anti agregasi trombosit • Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb IIIa
• Obat anti trombin • Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
• Direct trombin inhibitors
Tindakan revaskularisasi pembuluh darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan
penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass CABG dapat
memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk
daripada bedah elektif. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama.
Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti
angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel,
perlu tindakan invasif dini Trisnohadi, 2006.
2.6.2. Penatalaksanaan STEMI Tatalaksana di rumah sakit
24
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko
muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak 30
kalori total dan kandungan kolesterol 300mghari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium. Penggunaan narkotik sering
menyebabkan efek konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk
mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang Alwi, 2009.
Terapi farmakologis
• Fibrinolitik • Antitrombotik
• Inhibitor ACE • Beta-Blocker
2.6.3. Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu: • Terapi antiiskemia
• Terapi anti plateletantikoagulan
• Terapi invasif kateterisasi dini revaskularisasi • Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020
Tunstall. 1994. Diantaranya, penyakit jantung koroner PJK merupakan manifestasi terbesar dan dikaitkan dengan penyebab utama angka kematian serta
morbiditas yang tinggi. Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 6 juta pasien
setiap tahunnya datang ke Unit Gawat DaruratUGD dengan keluhan nyeri dada yaitu diantaranya sekitar 335.000 orang meninggal dalam setahun oleh karena
PJK di Unit Gawat DaruratUGD atau berada sebelum tiba di rumah sakit. Banyak pasien yang meminta pertolongan dari dokter keluarga untuk memberikan
terapi namun sering terlambat. Katz dkk. 2006. Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter atau
gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur 4,4, diikuti Sulawesi Tengah 3,8,
Sulawesi Selatan 2,9, dan Sulawesi Barat 2,6, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner menurut diagnosis atau gejala di Sumatra Utara
1,1.RISKESDAS 2013 Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner
PJK mencapai 26. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional SKRTN, dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah sekitar 16 kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi sekitar 26.4.
Prevalensi kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara Indonesia HIMAPID,2008. Gambaran klinis PJK
2
diantaranya adalah iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung dan kematian mendadak.
Menurut data survey penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner di Indonesia prevalensi dan insidensi dari penyakit ini masih menempati
urutan pertama angka kematian nasional. Pada tahun 2000, penyakit ini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia dan memiliki prevalensi sebesar 9,2pada
tahun 2007Laurentia dkk. Berdasarkan laporan dari rumah sakit dan puskesmas, prevalensi kasus penyakit jantung koroner di Provinsi Jawa Tengah mengalami
peningkatan dari 0,09 pada tahun 2006 menjadi 0,10 pada tahun 2007, dan 0,11 pada tahun 2008. Prevalensi sebesar 0,11 berarti setiap 10.000 orang
terdapat 11 orang penderita jantung koroner.Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Pada tahun 2012
diperoleh 294 orang subjek penelitian didapatkan 166 orang 56,5 dengan diagnosis IMA STE dan sebanyak 128 orang 43,5 dengan IMA non
STEAPTS, dimana hampir semua pasien masuk melalui unit gawat darurat UGD RSUP. H. Adam Malik Medan. Didapatkan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 239 orang 81,3 dan jenis kelamin perempuan sebanyak 55 orang 18,7. Dari rentang usia, usia terbanyak adalah usia 65 tahun sebanyak 219
orang 74,5 sedangkan usia ≥ 65 tahun sebanyak 75 orang 25,5 dengan rata-rata usia adalah 57,24 tahun. Didapatkan 195 orang 66,3 subjek dengan
riwayat hipertensi sebelumnya,199 orang 67,7 dengan riwayat merokok, dislipidemia sebanyak 145 orang 49,3, 122 orang 41,5 dengan riwayat
diabetes mellitus sebelumnya, serta riwayat keluarga menderita PJK sebanyak 9 orang 3,1. Subjek yang memiliki faktor risiko ≥ 3 sebanyak 161 orang 54,8
dan faktor risiko 3 sebanyak 133 orang 45,2Simanjuntak. 2012 Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris
tak stabil, sehingga terjadi oklusi subtotal atau total secara tiba-tiba dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang mininal. Sindroma
Koroner Akut SKA adalah bagian dari PJK dan merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut IMA dengan segmen ST elevasi IMA STE atau
IMA tanpa segmen ST elevasi IMA non STE serta angina pektoris tidak stabil
3
APTS Tunstall dkk,1994;PERKI,2012. Data menunjukkan bahwa diperkirakan sekitar 1,7 juta pasien dengan SKA datang ke rumah sakit di Amerika Serikat.
Dari data ini, hanya 14 yang masuk kriteria IMA STE pada gambaran elektrokardiografi EKG, dan 34 lainnya atau sekitar 1.4 juta pasien masuk
dengan APTS atau IMA non STE. IMA STE disebabkan oleh karena oklusi trombosis total secara akut pada
arteri koroner dan reperfusi segera merupakan terapi utama, sedangkan IMA non STEAPTS biasanya berhubungan dengan obstruksi koroner yang berat namun
tidak terjadi oklusi total pada arteri koroner yang terlibat Libby. 1995. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Euro Heart Survey of ACS Carlo. 2011 dan dari
data registrasi internasional yang besar,Global Registry of Acute Coronary Events GRACE,
menekankan prognosis yang tidak diduga pada pasien dengan SKA, yang melibatkan lebih dari 22.000 pasien SKA ternyata menunjukkan peningkatan
prognosis rata-rata kejadian sebanding dengan derajat tingkat keparahan penyakit yang menyertainya. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 30 pasien dengan
IMA non STE dan 20 pasien dengan APTS mengalami komplikasi mayor kematian atau sindroma koroner non-fatal selama tahun pertama setelah
perawatan di rumah sakit. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur ataupun ulserasi dan jika terjadi kondisi
lokal atau sistemik akan memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner Van Der Werf.
2003. Mengingat berbagai macam faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
SKA, maka peneliti ingin mengetahui pola penyakit kejadian penyakit SKA di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik RSUP HAM pada tahun 2014.
Saya memilih RSUPHAM karena rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan regional 1. Selain itu saya melakukan penelitian ini di kota medan karena belum
ada penelitian yang dilakukan untuk melihat karakteristik SKA berdasarkan usia, jensi kelamin, pekerjaan, keluhan sewaktu masuk, riwayat penyakit terdahulu, dan
gambaran EKG sewaktu masuk.
4
1.2. Rumusan Masalah