Kesimpulan Saran Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut

36 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Penderita SKA berdasarkan usia yang paling banyak adalah 65 tahun sebesar 81,8 2. Penderita SKA berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki sebesar 81,8 3. Penderita SKA berdasarkan pekerjaan yang paling banyak adalah wiraswasta sebesar 27,3 4. Penderita SKA berdasarkan keluhan sewaktu masuk yang paling banyak adalah nyeri dada tanpa keluhan lain sebesar 72,7 5. Penderita SKA berdasarkan riwayat penyakit terdahulu yang paling banyak adalah tidak ada riwayat sebesar 42,4 6. Penderita SKA berdasarkan gambaran EKG sewaktu masuk yang paling banyak adalah ST elevasi sebesar 60,6

6.2. Saran

1. Masyarakat a. Diharapkan masyarakat lebih mengetahui mengenali tanda- tanda penyakit sindroma koroner akut dan menyegerakan diri dating ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan segera. Supaya masyarakat dapat melakukan pencegahan primer terhadap penyakit ini b. Agar masyarakat dapat menjaga pola hidup sehat untuk mencegah sindroma koroner akut c. Pada masyarakat yang memiliki riwayat penyakit degeneratif agar senantiasa mengontrol kadar gula darah dan tekanan darah sehingga mencegah terjadinya SKA 2. Tenaga Medik Agar dapat melakukan pencatatan rekam medik dengan lengkap untuk kepentingan pendidikan dan penelitian. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindroma Koroner Akut

2.1.1. Definisi

Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah Kumar, 2007. Sindroma Koroner Akut SKA terdiri dari infark miokard akut IMA disertai elevasi segmen ST IMA STE, IMA tanpa elevasi segmen ST IMA non STE dan angina pektoris tak stabil APTS Braunwald,1989; Christopher PC 2005. Walaupun persentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi Libby,1995. Jika troponin T atau I positif tetapi tanpa gambaran ST elevasi disebut IMA non STE dan jika troponin negatif disebut APTS seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Hamm dkk,2004; PERKI,2012 Gambar 1 . Spektrum dan definisi dari SKA. PERKI,2012 7

2.1.2. Epidemiologi

Angka mortalitas dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE APTS adalah 7 dibandingkan 4, tetapi pada jangka panjang 4 tahun, angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien IMA-STE Rationale and design of GRACE. 2001. Data dari GRACE 2001, menunjukkan pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata yang terbanyak adalah IMA-STE 34, IMA non STE 31 dan APTS 29 Budaj dkk,2003 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Gambar 2. Jumlah kasus Sindroma Koroner Akut Budaj dkk,2003

2.1.3. Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain, faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat- zat vasokonstriktor, mediator sitokin dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C LDL-C Libby. 1995; Hamm. 2004. Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin interleukin-1, tumor nekrosis faktor TNF- α, kemokin monocyte chemoatractant factor-I, dan platelet derived growth factor. 8 Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini terus membentuk sel busa Braunwald, 1989; Libby,1995. LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil vulnerable dan mengalami rupture Libby, 1995. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen, adenosin diphosphate ADP, epinefrin dan serotonin memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2 vasokonstriktor lokal yang poten. Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor glikoprotein IIIIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut integrin seperti faktor von Willebrand vWF dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi Deckelbaum,1990. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan fibrin Findlay dkk, 2005; Braunwald, 1989. 9 Gambar 3. Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah Findlay dkk,2005 IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon terhadap terapi trombolitik Gambar 3 Hamm dkk,2004 10 Gambar 4. Patofisiologi terjadinya sindroma koroner akut Hamm dkk,2004

2.2. Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut

Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebelum umur 60 tahun didapatkan 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan menderita SKA. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar dari perempuan Katz, 2006. Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5- 10 Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi 11 ; sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok. Usia sering dihubungkan sebagai faktor determinan terhadap hasil akhir pada kejadian SKA bahwa peningkatan usia dihubungkan dengan peningkatan yang bermakna terhadap hasil akhir klinis Jacobs. 1999. Pada penelitian GRACE ternyata menunjukkan bahwa usia merupakan prediktor penduga yang independen terhadap kematian dalam rawatan rumah sakit pada kejadian SKA dengan odds ratio 1.70 setiap 10 tahun, dimana usia tua memiliki risiko tinggi kematian pada SKA Alexander KP. 2007. Penelitian yang dilakukan Antman 2000 menunjukkan hasil bahwa walaupun usia di atas 65 tahun merupakan bagian dari penilaian skor risiko TIMI namun ternyata tindakan angiografi dan revaskularisasi lebih sedikit dilakukan pada usia tua. Hasil penelitian SPACE di Arab Saudi menunjukkan bahwa pasien dengan usia ≥ 70 tahun memiliki angka kematian di rumah sakit lebih tinggi 7 dibandingkan dengan usia 70 tahun 1.6 - 3 hal ini oleh karena pasien usia tua kurang mendapat terapi secara agresif Al-Saif. 2011. Gambar 5. Faktor usia terhadap risiko kematian kardiovaskuler dan perdarahan mayor. Budaj dkk,2003 12 Cole dkk 1954 melaporkan bahwa pasien IMA yang datang ke rumah sakit dengan kadar lekosit 15.000ml ternyata dalam 2 bulan memiliki risiko kematian 4 kali lebih tinggi dibandingkan pasien IMA dengan kadar lekosit yang normal 10.000ml. Peningkatan kadar lekosit merupakan indikator inflamasi sistemik Munir. 2010 dan telah diterima sebagai respon kejadian IMA serta merupakan prediktor independen yang kuat untuk kematian jangka panjang pada IMA non STE yang dilakukan tindakan revaskularisasi Mueller. 2003. Penelitian yang dilakukan oleh Nunez J 2005 juga menunjukkan bahwa peningkatan kadar lekosit dalam darah sebagai salah satu prediktor jangka panjang terhadap kejadian kematian kardiovaskuler tabel 1. Tabel 1 . Kadar lekosit berperan dalam risiko kematian jangka panjang pada IMA non STE A dan IMA STE B. Nunez J, 2005 Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Sekitar 24 kematian akibat serangan jantung pada laki-laki dan 11 pada perempuan disebabkan karena kebiasaan merokok Huon. 2000. Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi 13 mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok Anwar 2004 Peningkatan kadar gula darah hiperglikemia pada saat serangan nyeri dada merupakan faktor risiko independen yang kuat Koon-Hou Topol E.J. 2000 dan prognostik yang jelek untuk pasien dengan SKA bahkan pada pasien non diabetik Bilal. 2007. Sean 2007 menunjukkan bahwa angka kematian dalam 30 hari lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan tanpa diabetes pada IMA non STEAPTS 2.1 vs 1.1, P .001 dan IMA STE 8.5 vs 5.4, P .001. Penelitian DIGAMI Malmberg. 1995 menunjukkan hasil bahwa pengontrolan metabolik insulin secara intensif dengan menggunakan insulin dan infus glukosa pada pasien dengan diabetes mellitus atau glukosa darah 11.0 mmoll ternyata memberikan keuntungan dalam menekan angka kematian setahun menjadi lebih rendah 18.6 dibandingkan 26.1. Saman 2007 menganalisis bahwa umur, DM, hipertensi dan tidak dilakukan terapi reperfusi ternyata didapatkan bermakna berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dalam 30 hari tabel 2. Pada laki-laki usia pertengahan 45-65 tahun dengan tingkat serum kolesterol yang tinggi kolesterol : 240 mgdL dan LDL kolesterol : 160 mgdL risiko terjadinya SKA akan meningkat Sacks dkk,1996. Tabel 2. Analisis Univariat : prediktor kematian Saman. 2007 14 Ada beberapa sistem penilaian stratifikasi risiko yang dapat memprediksi kematian pada pasien dengan SKA yaitu GRACE,TIMI, PURSUIT dan FRISC Wallentin. 2000 yang paling sering digunakan adalah GRACE dan TIMI Antman. 2000. Pada penilaian secara prospektif, skor risiko GRACE memberikan stratifikasi paling akurat untuk risiko pada saat awal rawat dan pulang, karena kekuatan diskriminatifnya yang baik dan juga merupakan prediksi yang paling akurat terhadap hasil akhir klinis dan digunakan sebagai data yang sah untuk penelitian-penelitian selanjutnya PERKI, 2012. Penerapan secara umum dan ketepatan hasil akhir dari skor GRACE dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko pada SKA. Risiko skor TIMI untuk IMA non STEAPTS dibuat sebagai alat bantu prognostik para klinisi Antman dkk, 2000; Francisco dkk, 2005 yang dapat digunakan secara mudah dengan hanya menggunakan variabel- variabel dasar Morrow dkk, 2000 untuk mengevaluasi hasil akhir klinis jangka pendek 14 hari dan jangka panjang 6 bulan Marc dkk, 2003. Nilai skor tersebut dapat dihubungkan dengan luasnya penyempitan pada pembuluh darah koroner Lakhani dkk, 2010; Manoharan dkk, 2009 Penentuan risiko berdasarkan skor risiko Thrombolysis in Myocardial Infarction TIMI untuk IMA STE sebagai berikut Morrow. 2000 : A. B. Tabel.3. A. Indikator klinis serta skor stratifikasi risiko pada IMA STE dan B. Angka kematian dalam 30 hari terhadap skor stratifikasi risiko. Morrow DA, 2000 15 Angka rata-rata kematian, IMA ataupun pasien dengan revaskularisasi segera secara signifikan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah skor risiko TIMI Soiza dkk, 2006, mulai dari 5 pada pasien dengan skor risiko 0-1 sampai dengan 40 pada skor risiko 6 atau 7. Marc dkk, 2003. Untuk IMA non STEAPTS, penilaian dibagi menjadi skor 0-2 = risiko rendah, skor 3 –4 = risiko sedang dan skor 5 –7 = skor tinggi. Penentuan risiko penting dilakukan untuk penentuan strategi pengobatan Antman dkk, 2000. Penentuan risiko berdasarkan skor risiko TIMI untuk IMA non STE APTS seperti dalam tabel 4. Tabel 4. Stratifikasi Risiko TIMI pada IMA STE Morrow,2000 Skor risiko TIMI untuk IMA STE tabel 9 menunjukkan hubungan yang kuat antara kematian dalam 30 hari, sebanyak 40 kali lipat pada kelompok dengan skor 8 dibandingkan dengan skor 0. Sementara kelompok skor 5 hanya sebanyak 12 namun 2 kali lipat dari jumlah populasi Morrow dkk, 2000 16 Tabel 5. Hubungan antara skor TIMI pada IMA STE terhadap angka kematian dalam 30 hari Morrow dkk,2000 Pollack Jr dkk 2006 melakukan pemantauan dalam 30 hari terhadap pasien dengan IMA non STE APTS yang datang ke unit gawat darurat. Ternyata 43 pasien meninggal dalam 30 hari, 15 pasien kembali masuk dengan IMA, 14 pasien dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan setelah berobat jalan, dan 10 pasien dilakukan tindakan CABG. Hasil skor risiko TIMI saat pasien tiba di unit gawat darurat ternyata menunjukkan korelasi terhadap hasil akhir klinis dalam 30 hari tabel 6; chi-square, p 0.001 dan Cochran-Armitage trend test, p 0.001 Tabel 6 . Hubungan antara skor TIMI pada IMA non STE APTS terhadap angka kematian dan revaskularisasi dalam 30 hari Pollack Jr,2006 17

2.3. Manifestasi Klinis Sindroma Koroner Akut