KESIMPULAN DAN SARAN Solidaritas masyarakat saat banjir

114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Bencana banjir merupakan kejadian alam yang tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya karena banjir datang secara tiba- tiba dengan waktu yang tidak menentu. Indonesia merupakan salah satu negara yang sering mengalami banjir di daerah tertentu. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Banyaknya sampah yang dibuang sembarangan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya banjir di Indonesia. Meskipun telah disediakan tempat- tempat pembuangan sampah di lingkungan tempat tinggal, tidak membuat masyarakat membuang sampah di tempat yang telah disediakan. Padahal akibat dari tindakan tersebut tentu akan membawa kerugian yang sangat besar bagi lingkungan tempat tinggal masyarakat. Sampah yang dibuang sembarangan akan menjadi penyebab utama banjir terutama ketika hujan turun secara terus- menerus. Kota Medan adalah salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Masyarakat yang tinggal di kota tersebut terdiri dari beragam masyarakat yang berasal dari berbagai suku dan budaya. Keberagaman tersebut yang menjadi ciri khas kota Medan. Banyak masyarakat yang berasal dari perantauan dan bekerja serta berdomisili di kota Medan. Keberagaman masyarakat akan suku dan budaya juga dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di lingkungan III yang merupakan bagian dari Kelurahan Polonia yang termasuk di dalam Kecamatan Polonia. Masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut kebanyakan terdiri dari masyarakat yang beretnis India, Cina, dan masyarakat pribumi seperti Karo dan Jawa. Mereka memilih untuk tinggal di lingkungan tersebut dikarenakan banyak lahan kosong yang tersedia sewaktu pertama sekali mereka pindah. Universitas Sumatera Utara 115 Masyarakat yang tinggal di Jalan Karya Bersama, Lingkungan III, Kelurahan Polonia juga menghadapi masalah lingkungan yang sama seperti yang dihadapi oleh masyarakat lainnya, yaitu banjir. Pada saat hujan turun terus- menerus akan membuat lingkungan menjadi banjir. Keadaan tersebut disebabkan dengan adanya sungai yang terletak di dekat pemukiman warga yang melup. Air yang naik ke daratan dan banyaknya sampah yang ada di sekitar bantaran sungai menyebabkan banjir meluap ke rumah warga. Banjir besar yang pernah terjadi di lingkungan ini telah terjadi dua kali, yaitu pada tahun 1999 dan tahun 2011 lalu. Banjir yang terjadi pada tahun 1999 merupakan banjir besar yang pertama kali terjadi. Pada saat itu hujan yang terus- menerus turun membuat sungai meluap dan air luapan tersebut masuk ke rumah warga. Kerugian besar yang juga dialami oleh masyarakat adalah putusnya jembatan yang menghubungan rumah warga dengan pajak sore yaitu pajak yang berada di seberang sungai. Tentu aktivitas warga sangat terganggu dengan kejadian tersebut karena warga membutuhkan bahan- bahan makanan yang dimasak untuk keluarga mereka ketika itu. Akhirnya sebelum jembatan diperbaiki, warga sekitar berinisiatif untuk membuat getek atau sejenis bambu- bambu yang dibuat menjadi rakit agar warga dapat menyeberang ke pajak tersebut. Jembatan yang putus akibat banjir besar yang terjadi ketika itu diperbaiki dan masih digunakan oleh masyarakat sampai sekarang. Melihat kerugian yang sangat besar dialami oleh masyarakat sekitar pada saat banjir datang membuat warga masyarakat lingkungan III semakin waspada ketika hujan deras turun secara terus- menerus. Selain itu warga juga lebih menjaga kebersihan lingkungan dan memperhatikan sampah- sampah yang bertebaran di sekitar bantaran sungai. Setelah banjir besar terjadi pada tahun 1999, banjir yang terjadi di lingkungan III tidak pernah sebesar banjir yang terjadi pada saat itu sampai tahun 2011. Tahun 2011 lalu, masyarakat lingkungan III kembali menghadapi banjir besar. Hujan deras yang turun pada saat itu memang Universitas Sumatera Utara 116 berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Hujan turun terus menerus 30032011 sampai keesokan harinya. Pada pagi hari 01042011 hujan memang tidak turun lagi, namun warga dikejutkan dengan air yang masuk ke rumah mereka pada dini hari. Banyak warga yang tidak tahu bahwa air yang telah masuk ke dalam rumah mereka sampai tanda peringatan dibuat oleh kepala lingkungan. Dengan adanya tanda peringatan tersebut, ada juga sebagian warga yang belum menyadari bahwa air masuk ke dalam rumah mereka. Tetangga yang berada di samping rumah warga segera membangunkan warga yang berada di samping rumahnya agar segera bersiap- siap untuk mengungsi. Banjir yang terjadi pada tahun 2011 lalu memang tidak seperti banjir biasa yang terjadi di lingkungan tersebut. Biasanya banjir yang terjadi hanya menggenangi halaman depan rumah warga. Melihat arus air yang deras memasuki rumah mereka, warga pun menjadi panik dan segera membangunkan anggota keluarganya. Banyak anak- anak yang menangis dan orangtua yang khawatir melihat kondisi pada waktu itu. Bahkan ada beberapa orang yang mengira bahwa arus air yang dingin dan mengalir dengan sangat kuat tersebut merupakan Tsunami. Melihat warga yang panik tersebut membuat kepala lingkungan III segera mencari tempat untuk mengungsi bagi warga. Tempat pengungsian yang dicari pada saat itu terletak tidak jauh dari rumah warga mengingat begitu sulitnya untuk berjalan melawan arus air yang deras. Vihara yang terletak di dekat lingkungan III dan tidak tergenang banjir yang terlalu tinggi dibuat sebagai salah satu tempat pengungsian. Di vihara tersebut ada aula yang terletak di lantai 2, sehingga warga dapat tenang apabila arus air semakin kencang terjadi. Arus air yang berasal dari sungai tidak berhenti sampai pagi hari. Begitu matahari muncul dan hujan telah berhenti, aliran air tersebut masih mengalir ke rumah warga dan arusnya masih sangat kencang. Sementara itu rumah warga perlahan- lahan mulai tergenang oleh air sehingga warga pun mengungsi ke tempat Universitas Sumatera Utara 117 yang lebih tinggi dan tempat yang dianggap aman. Solidaritas masyarakat yang tinggal di lingkungan III pada saat terjadi banjir pada tahun 2011 lalu terlihat dari berbagai tindakan yang dilakukan pada saat itu. Misalnya seperti pada awal terjadi banjir, tetangga yang berbeda etnis di lingkungan tersebut saling mengingatkan. Mereka juga bersama- sama ke tempat pengungsian yang terdekat. Anak- anak dan orangtua yang ada di dalam satu keluarga juga akan ditolong karena kondisi yang sulit untuk berjalan ketika itu. Menuju tempat pengungsian warga yang panik juga ditenangkan oleh kepala lingkungan. Kejadian yang sudah lama tidak dialami oleh warga seperti yang terjadi pada tahun 2011 lalu membuat warga menjadi trauma dan takut apabila terjadi hal- hal yang tidak diinginkan terhadap rumah dan keluarga mereka. Masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis seperti India, Cina, dan Karo mengungsi pada satu tempat yang sama. Ada juga warga yang mengungsi ke tempat saudaranya yang berada di lingkungan lain dan tidak terkena banjir yang parah. Warga India kebanyakan mengungsi di Vihara Bodhi Gaya yang letaknya tidak jauh dari rumah warga. Warga India yang tinggal di lingkungan tersebut kebanyakan menganut agama Buddha. Meskipun mereka mengungsi di vihara, masyarakat etnis India tetap mengajak warga lain untuk mengungsi ke vihara tersebut. Persamaan nasib akan bencana yang mereka hadapi bersama membuat warga di lingkungan itu tidak lagi membeda- bedakan antara satu etnis dengan etnis yang lain. Hubungan yang telah mereka jalin dengan tetangga dan warga di sekitar rumah mereka membuat antara satu dengan yang lain sudah seperti keluarga. Semenjak mereka pindah ke lingkungan III, warga sudah terbiasa untuk berinteraksi dengan tetangga mereka yang berbeda etnis. Perbedaan tersebut tidak dijadikan warga sebagai celah untuk terjadi konflik di antara mereka. Perbedaan pendapat pasti terjadi dalam berinteraksi, namun di lingkungan tersebut warga mengutamakan hubungan yang harmonis dalam bertetangga karena menurut mereka kenyamanan adalah hal yang paling penting Universitas Sumatera Utara 118 dalam berinteraksi dengan orang- orang yang berada di sekitar lingkungan. Lingkungan III bahkan mendapat sebutan “lingkungan recok” karena setiap warga yang telah berkumpul, biasanya pada sore hari sepulang kerja atau hari libur, dengan tidak mereka sadari pada saat berkumpul dan bertukar cerita membuat lingkungan tempat tinggal mereka tersebut menjadi ramai. Jarak rumah warga antara satu dengan yang lain juga merupakan salah satu hal yang membuat warga semakin dekat. Jarak rumah warga yang kebanyakan dekat antara rumah satu dengan yang lain membuat warga semakin mudah untuk berinteraksi dengan tetangga. Perbedaan suku yang ada di tengah- tengah kehidupan bermasyarakat warga pun membuat kehidupan mereka sehari- hari semakin berwarna karena setiap orang mempunyai cirri masing- masing. Pada saat banjir, masyarakat etnis Cina ada yang mengungsi ke vihara ada juga yang mengungsi ke rumah keluarganya. Begitu pula dengan masyarakat Karo yang juga terkena banjir di lingkungan tersebut. Segala upaya dilakukan oleh masyarakat multi etnis di lingkungan tersebut dalam menghadapi banjir yang mereka alami. Solidaritas di antara warga juga nampak dari tindakan warga setelah arus deras berhenti mengalir kembali ke rumah mereka untuk mengamankan barang- barang. Meskipun arus air yang kencang telah berhenti, tetapi air yang menggenangi jalan dan rumah warga masih tinggi. Warga yang umumnya laki- laki kembali ke lingkungan tempat tinggal mereka untuk melihat kondisi rumah mereka. Ketika memindahkan perabotan rumah yang telah terkena banjir, warga saling membantu tanpa membeda- bedakan suku antara satu dengan yang lain. Hubungan yang terjalin dengan baik di antara warga yang berbeda etnis di lingkungan III membuat solidaritas mereka semakin kuat ketika menghadapi banjir. Universitas Sumatera Utara 119 Solidaritas yang terjalin di antara warga yang tinggal di lingkungan III yang terdiri dari banyak etnis yaitu India, Cina, dan Karo semakin kuat dengan adanya beberapa faktor pendukung. Warga masyarakat yang sadar bahwa mereka merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain membuat hubungan di antara warga semakin kuat. Mulai saling membantu di dalam kehidupan bertetangga sehari- hari dan juga dalam menghadapi bencana banjir yang mereka alami. Menurut warga, apabila tidak ada kesadaran untuk saling berbaur dan menerapkan sikap tolong- menolong di dalam kehidupan mereka sehari- hari, tentunya tidak akan terjadi kehidupan yang harmonis dengan tetangga dan warga di lingkungan sekitar. Warga lingkungan III sangat menghindari sikap tidak peduli dan bersikap tidak mau berbaur dengan tetangga mereka yang berbeda etnis. Tidak ada keuntungan dari tindakan tersebut, yang terjadi apabila mereka melakukannya hanya akan menimbulkan pertengkaran dan kehidupan bertetangga yang nyaman akan jauh dari kenyataan. Pandangan itu yang membuat warga lingkungan III terus berusaha untuk meningkatkan solidaritas mereka. Selain, itu di dalam kehidupan bertetangga, warga juga terbiasa menerapkan tindakan untuk saling menolong, dimulai dari hal- hal yang kecil seperti meminjamkan alat- alat masak apabila ada tetangga yang membutuhkan dikarenakan alat masaknya rusak, bahkan ada warga yang mengantar masakan yang telah ia buat kepada tetangga yang ada di depan rumahnya karena tetangganya tersebut tidak masak. Hal- hal kecil yang tanpa warga sadari membuat hubungan mereka semakin erat tersebut juga diterapkan warga di dalam menghadapi bencana banjir. Sama seperti banjir yang dihadapi masyarakat pada tahun 2011 lalu, meskipun warga tidak dapat langsung saling membantu dikarenakan kondisi pada saat arus air yang deras mengalir ke rumah warga, mereka tetap berusaha untuk saling membantu dengan kembali ke lingkungan tempat Universitas Sumatera Utara 120 tinggal mereka ketika arus air yang masuk ke rumah warga telah berhenti. Mereka sadar apabila mereka saling bekerja sama tentu pekerjaan yang mereka lakukan akan terasa lebih ringan. Ajaran agama yang dianut oleh setiap warga di lingkungan III juga menjadi faktor utama yang membuat solidaritas warga semakin kuat. Sikap saling menghargai terhadap warga yang berbeda kepercayaan dan saling menghormati yang diterapkan dalam kehidupan bertetangga membuat kerukunan diantara warga di lingkungan tersebut semakin erat. Pada hari kebesaran setiap agama, warga juga saling menunjukkan perhatian mereka terhadap warga yang berbeda etnis. Seperti hari raya Idul Fitri yang lalu, warga akan berkunjung ke rumah warga yang merayakan hari raya Idul Fitri. Bagi mereka yang pulang kampung mudik, tetangganya tersebut akan menitipkan rumah mereka selama mereka berada di kampung. Kepercayaan yang telah terjalin sejak dahulu membuat warga tidak perlu lagi khawatir apabila menitipkan rumah mereka pada saat bepergian. Begitu pula dengan hari Natal, warga akan saling berkunjung ke rumah warga yang merayakan. Menurut mereka, berkunjung pada saat itu berbeda rasanya dengan mereka yang mengobrol sehari- hari.Pada hari raya Devawali yang dirayakan warga India, biasanya akan diadakan acara yang besar di vihara- vihara yang ada di lingkungan III. Panitia yang menyelenggarakan acara keagamaan tersebut ternyata tidak hanya terdiri dari warga Inida saja, tetapi juga warga lain seperti Cina dna Karo yang mau berpartisipasi di dalamnya. Kerukunan antar umat beragama terlihat dari kegiatan tersebut. Acara meriah dalam menyambut hari raya Devawali tersebut memang ditujukan agar semua warga turut bersukacita meskipun tidak merayakan hari raya tersebut. Warga yang bersedia menjadi panitia pun melakukan tugasnya dengan baik sampai hari raya Devawali tersebut berlangsung. Kebersamaan yang ditunjukkan oleh warga lingkungan ini merupakan salah satu hal yang membuat solidaritas semakin kuat terjadi dan meminimalkan terjadinya pertentangan atau konflik di dalam hidup Universitas Sumatera Utara 121 bertetangga. Asimilasi juga terjadi di lingkungan ini dan menjadi salah satu faktor yang membuat solidaritas semakin kuat terjadi di antara masyarakat pluralis. Melalui asimilasi, warga mengenal budaya lain yang telah menjadi bagian dari keluarganya sehingga dalam kehidupan bertetangga, warga semakin terbiasa dan berbaur dengan tetangganya yang beretnis lain. Asimilasi yang terjadi di lingkungan ini juga disebabkan oleh masyarakat yang saling berbaur antara satu dengan yang lain dan tidak menjadikan perbedaan suku dan budaya menjadi hal yang dapat meregangkan hubungan antara satu dengan yang lain. Kegiatan lain yang diadakan di lingkungan III yaitu serikat tolong- menolong STM Budi Mulia yang telah berdiri sejak tahun 1990. Banyak perubahan yang telah terjadi di STM tersebut sampai sekarang. Segala bentuk perubahan ditujukan kearah yang baik oleh para pengurus dan anggota STM Budi Mulia. Dengan adanya usaha mereka yang menyediakan perabotan rumah dan alat- alat masak yang diperoleh dari iuran per bulan setiap anggota, membuat STM ini semakin berkembang. Adanya kegiatan tersebut ditujukan agar warga masyarakat yang telah menjadi anggota dapat menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh STM Budi Mulia karena fasilitas tersebut adalah milik bersama. Hal yang unik dari STM ini adalah para pengurus memang mengenakan biaya pada warga yang ingin menyewa peralatan yang tersedia apabila mereka bukan anggota STM. Namun, pengurus tidak akan mengenakan biaya kepada warga yang ingin memakai fasilitas yang ada untuk acara dukacita. Hal itu dilakukan pengurus sebagai bentuk rasa belasungkawa yang dapat diberikan oleh para pengurus. Melihat tujuan dan kegiatan STM Budi Mulia yang jelas dan sangat bermanfaat bagi warga, serta tidak membeda- bedakan etnis di dalamnya, membuat STM Budi Mulia telah memiliki lebih dari 100 anggota di dalamnya. Universitas Sumatera Utara 122 6.2. Saran Solidaritas sosial pada masyarakat pluralis terjadi karena kesadaran tiap- tiap individu, persamaan nasib dalam menghadapi bencana banjir, dan berbagai kegiatan yang secara rutin dilakukan di dalam lingkungan III, Jalan Karya Bersama, Kelurahan Polonia. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan saran- saran yang terkait guna meningkatkan solidaritas sosial pada masyarakat pluralis yang sering mengalami banjir, yakni : a. Untuk menghindari banjir besar yang terjadi akibat sampah- sampah yang dibuang sembarangan di sekitar lingkungan sungai, kegiatan kerja bakti yang diselenggarakan oleh kepala lingkungan dan warga dibuat lebih banyak lagi intensitas pelaksanaanya. Selain itu, kesadaran warga diharapkan semakin tinggi di dalam menjaga kebersihan lingkungan agar meminimalisir akibat dari banjir besar yang sewaktu- waktu dapat terjadi kembali. b. Kegiatan seperti STM Budi Mulia yang ada di lingkungan III semakin dikembangkan, tidak hanya oleh kepala lingkungan, ketua STM, anggota STM, tetapi juga terhadap warga sekitar. Dampak yang dirasakan dengan adanya STM Budi Mulia diharapkan bisa membantu warga lingkungan III yang membutuhkan fasilitas yang disediakan. c. Kepala lingkungan didukung oleh warga lingkungan III memperhatikan kondisi saluran air yang ada di sekitar rumah warga, dan memperbaiki apabila ada saluran yang tidak berfungsi dengan baik atau melaporkan kepada pihak yang bersangkutan. d. Semakin banyak kegiatan- kegiatan baru yang dibuat guna mempererat solidaritas antar masyarakat pluralis di lingkungan III Universitas Sumatera Utara 33

BAB II BEBERAPA KAJIAN PUSTAKA TENTANG SOLIDARITAS SOSIAL DAN