PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF KOMPENSASI, KEADILAN PROSEDURAL KOMPENSASI DAN MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya undang –undang nomor 43 tahun 1999 yang

menerangkan tentang profesionalisme dalam

penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, dan pengembangan kualitas kerja, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian dalam lembaga pemerintahan menuntut semua lembaga pemerintahan untuk menerapkan undang-undang tersebut.

Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta yang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dikelola langsung oleh pemerintah (Kementrian Komunikasi dan Informatika) juga dituntut untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja pegawai yang professional sehingga visi dan misi dari lembaga pendidikan tersebut dapat tercapai.


(2)

Kinerja karyawan dalam suatu perusahaan atau instansi pendidikan adalah salah satu faktor penentu dari pencapaian visi misi dari perusahaan. Tingkat pencapaian tersebut dapat terlihat dari beberapa faktor. Salah satunya adalah kinerja yang baik dari karyawan dalam suatu instansi atau perusahaan.

Setiap perusahaan dan institusi pastinya menginginkan adanya peningkatan kinerja dari karyawannya demi tercapainya tujuan dari perusahaan maupun institusi tersebut. Konteks kinerja dapat merupakan tingkat pencapaian hasil atas terlaksananya tugas tertentu yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya adalah merupakan faktor individu seperti keterampilan, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi dari karyawan tersebut. Disamping faktor individu terdapat pula faktor psikologis yang mencakup persepsi, peran, sikap kerja, motivasi dan kepuasan kerja dari karyawan. Terakhir adalah faktor organisasi yang mencakup


(3)

kepemimpinan, struktur organisasi, keadilan organisasi, dan sistem penghargaan terhadap karyawan (Gibson, 2009)

Berangkat dari kinerja, kepuasan kerja dari karyawan merupakan salah satu dari faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Seorang karyawan akan dapat menghasilkan suatu pekerjaan yang sesuai dengan apa yang diinginkan perusahaan apabila karyawan tersebut merasa puas dengan pekerjaannya. Banyak faktor yang memegang peranan penting dalam mempengaruhi kepuasan dari karyawan, faktor tersebut antara lain adalah keadilan dalam organisasi. Keadilan merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah perusahaan, baik itu perusahaan laba maupun nirlaba sama halnya dengan institusi yang bergerak di bidang pendidikan. Penelitian tentang keadilan organisasional mengalami perkembangan pesat pada beberapa dekade terakhir. Keadilan prosedural dan distributif mulai dipandang sebagai komponen utama sebagai pembangun keadilan organisasional yang pada akhirnya dikaitkan dengan hasil dari suatu pekerjaan, sebagai contoh adalah perilaku suatu kelompok dan sikap kerja dari karyawan dalam perusahaan


(4)

atau institusi. (Cropanzano, Byrne, Bobocel dan Rupp, 2001). Banyak dari peneliti terdahulu yang menyebutkan bahwa perilaku adil dalam pekerjaan berhubungan erat dengan perilaku kerja dari karyawan dan output pekerjaan yang lebih tinggi. Salah satu peneliti menerangkan bahwa persepsi keadilan sudah lama menjadi variable explanatory dalam penelitian suatu organisasi diantaranya adalah (Adams, 1965; Deutsch 1975; Leventhal, 1976 dalam Lam, Schaubroek, dan Aryee, 2002). Namun secara spesifik Fold dan Cropanzano menegaskan bahwa keadilan organisasional menjadi pondasi penting dalam suatu pekerjaan untuk membangun sebuah motivasi dalam bekerja. Jika karyawan merasa diperlakukan tidak adil dalam pekerjaan maka semangat dan moral bekerja mereka akan turun. Hal ini tentunya sangat berdampak nantinya kepada output yang dihasilkan oleh perusahaan.

Disamping keadilan organisasional terdapat faktor penting yang juga berpengaruh besar terhadap kinerja dari seorang karyawan. Faktor tersebut adalah motivasi kerja dari karyawan. Motivasi adalah konsep untuk menggambarkan


(5)

dorongan– dorongan yang timbul dalam seorang individu untuk menggerakkan dan mengarahkan perilaku (Gibson, 2009). Menurut Handoko (2004), motivasi diartikan sebagai suatu energi, kekuatan, dan yang mengarahkan dan mengarahkan perilaku seseorang. Sedangkan motif merupakan suatu alasan seseorang untuk berbuat suatu tindakan tertentu. Motivasi dapat bersumber dari dalam dan dari luar karyawan itu sendiri.

Menurut Herzberg dalam Gibson (2009) motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang. Unsur-unsur dari dalam diri seseorang dapat berupa kemampuan dan kemauan seseorang dalam melaksanakan tugas. sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan pengaruh dari luar diri seseorang dalam melakukan sesuatu. Unsur-unsur yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik antara lain tempat kerja, kompensasi, dan keadaan struktural dari tempat bekerja. Oleh sebab itu perusahaan harus berupaya untuk menjaga motivasi kerja


(6)

karyawannya tetap di level tertinggi dalam menjalankan tugas dari perusahaan.

Terkait dengan pemaparan di atas, setelah peneliti melakukan survei dan pengamatan langsung pada Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berfokus pada keadilan distributif kompensasi dan keadilan prosedural kompensasi, serta pengaruh motivasi intrinsik terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Kompensasi merupakan faktor penting dalam proses afiliasi karyawan terhadap perusahaan dalam jangka panjang disamping itu kompensasi juga merupakan langkah nyata pentingnya sumberdaya manusia untuk mengembangkan produktivitas dan kreatifitas karyawan. Demikian halnya dengan motivasi. Motivasi yang kuat terhadap pekerjaan dan perusahaan akan mendorong peningkatan kinerja karyawan, demikian pula sebaliknya, karyawan dengan tingkat motivasi yang rendah terhadap pekerjaan akan membuat kualitas kerja dari karyawan akan menurun yang pada akhirnya akan mempengaruhi output


(7)

yang dihasilkan perusahaan. untuk itu penelitian ini akan mengangkat judul:

“Pengaruh Keadilan Distributif Kompensasi, Keadilan Prosedural Kompensasi, dan Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh keadilan distributif kompensasi

terhadap kinerja karyawan?

2. Bagaimana pengaruh keadilan distributif terhadap kepuasan kerja karyawan

3. Bagaimana pengaruh keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja karyawan?

4. Bagaimana pengaruh keadilan prosedural kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan.


(8)

5. Adakah pengaruh yang ditimbulkan oleh motivasi intrinsik karyawan terhadap kinerja karyawan?

6. Adakah pengaruh yang ditimbulkan oleh motivasi intrinsik terhadap kepuasan kerja karyawan?

7. Adakah pengaruh tidak langsung dari keadilan distributif kompensasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja sebagai variabel mediasi?

8. Adakah pengaruh tidak langsung dari keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi?

9. Adakah pengaruh tidak langsung antara motivasi intrinsik terhadap kinerja dengan kepuasan sebagai variabel mediasi?

10. Adakah pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan?


(9)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu sebagai berikut:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keadilan distributif kompensasi karyawan terhadap kinerja. 2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keadilan

distributif kompensasi karyawan terhadap kepuasan kerja 3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keadilan

prosedural kompensasi terhadap kinerja karyawan 4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keadilan

prosedural kompensasi karyawan terhadap kepuasan kerja.

5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan.

6. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh motivasi intrinsik terhadap kepuasan kerja karyawan.

7. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keadilan distributif kompensasi terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi


(10)

8. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi.

9. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi.

10. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menerapkan ilmu yang sudah di dapat selama menempuh pendidikan magister di perguruan tinggi.

2. Bagi Instansi

Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai bahan pertimbangan atau masukan untuk instansi dalam mengatur kinerja karyawan melalui keadilan organisasional


(11)

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya di masa datang khususnya di bidang manajeman sumber daya manusia.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kinerja

Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kemampuan, pengalaman dan waktu. Kinerja merupakan gabungan dari tiga faktor yaitu minat dan kemampuan pekerja, kemampuan dan penerimaan pekerja terhadap pekerjaan dan yag terakhir adalah motivasi. apabila kinerja dari setiap individu baik, maka kinerja perusahaan secara keseluruhan akan baik pula. (Hasibuan, 2006)

Menurut Jackson & Mathis (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja individu adalah sebagai berikut: a. Kemampuan individu dalam melaksanakan pekerjaan yang

meliputi bakat, minat dan faktor kepribadian individu.

b. Tingkat usaha yang telah dikerahkan yang meliputi etika kerja, kehadiran dan rancangan suatu tugas


(13)

c. Dukungan organisasi yang didapat melalui pelatihan dan pengembangan. Teknologi serta standar kerja, manajemen dan rekan kerja.

Bernardin & Russel (1995) menjelaskan enam indikator untuk mengukur kinerja diantaranya adalah:

a. Quality, yang menyangkut proses atau hasil yang mendekati ideal dalam suatu tujuan

b. Quantity, berkaitan dengan jumlah output yang dihasilkan. c. Timelines, berkaitan dengan jumlah waktu yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

d. Cost Effectiveness, menyangkut penggunaan sumberdaya organisasi (orang, uang. Material dan teknologi ).

e. Need for supervision, menyangkut kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas tanpa adanya pengawasan dari pimpinan.

f. Interpersonal impact. Berkaitan dengan kemampuan individu

dalam meningkatkan harga diri.

Kinerja pegawai juga merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal kayawan atau pegawai. Lebih jelasnya faktornya adalah sebagai berikut:


(14)

1. Faktor Internal Pegawai

Faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Misalnya, bakat dan sifat pribadi, kreativitas, pengetahuan dan keterampilan, kompetensi, pengalaman kerja, keadaan fisik, keadaan psikologi, etos kerja, pengalaman kerja dan motivasi kerja.

2. Faktor-faktor lingkungan internal organisasi

Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai. Misalnya, visi, misi dan tujuan organisasi, kebijakan organisasi, bahan mentah, teknologi, strategi oganisasi, sistem manajemen, kompensasi, kepemimpinan, teman sekerja, modal, budaya organisasi dan iklim organisasi.

3. Faktor lingkungan eksternal organisasi

Faktor-faktor eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan. Misalnya


(15)

kehidupan eksternal, kehidupan politik, kehidupan sosial, budaya dan agama masyarakat, dan kompetitor.

Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2008), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Kinerja (Human Performance) sama dengan kemampuan (ability) ditambah dengan motivasi (motivation).

2. Kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai (the right man in the place, the right man on the right job).

3. Motivasi (motivation) terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan gambaran sikap umum dari seorang individu terhadap pekerjaannya. Definisi ini merupakan definisi yang mempunyai dimensi yang luas dan menuntut interaksi


(16)

atasan dengan bawahan maupun atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kerja, hidup dalam kondisi kerja yang kurang ideal. Beberapa hal tersebut dapat membangun persepsi seorang karyawan terhadap kepuasan kerja atau ketidakpuasan teradap pekerjaannya yang merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan. (Robbins 2003). Ia juga menguraikan kepuasan kerja yang diuraikan pada lima variabel yaitu:

a. Pekerjaan yang menantang.

Bagi sebagian karyawan, pekerjaan yang menantang dapat memberi daya Tarik tersendiri karena pekerjaan menantang tersebut dapat memberikan ruang bagi karyawan untuk menggunakan kemampuannya serta mengasah kreatifitas. Sebaliknya, pekerjaan yang tidak menantang akan menciptakan kebosanan, namun pekerjaan yang terlalu menantang akan membuat karyawan merasa frustasi.

b. Jumlah imbalan yang pantas

Setiap karyawan mengharapkan imbalan yang pantas atas apa yang mereka kerjakan. Jika gaji dilihat sebagai adil yang didasarkan atas kemampuan individu dan standar penggajian, maka kemungkinan akan diperoleh kepuasan.


(17)

c. Kondisi kerja

Lingkungan kerja yang baik akan akan disenangi karyawan karena kondisi kerja serta lingkungan yang nyaman akan mempengaruhi kinerja karyawan.

d. Rekan kerja yang mendukung.

Adanya rekan kerja yang baik akan membantu karyawan dalam menyelesaikan permasalahan dalam pekerjaan. Demikian juga dengan atasan yang berperilaku ramah dan baik terhadap bawahannya, hal itu akan mendorong adanya kepuasan kerja pada karyawan.

e. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan kepribadian

Adanya kecocokan pekerjaan dengan kepribadian karyawan akan mendorong semangat kerja karyawan tersebut. Orang-orang yang mempunyai kepribadian yang sebangun dengan jenis pekerjaannya akan menimbulkan kepuasan terhadap pekerjaan karyawan itu sendiri.

3. Keadilan Organisasional

Keadilan adalah sebuah konsep abstrak yang sering diartikan berbeda-beda oleh setiap orang. Terlebih mereka-mereka yang pernah mengalami suatu ketidakadilan dalam kehidupan


(18)

bermasyarakat. Hal ini menuntut perlunya mempertegas mengenai apa yang dimaksud dengan definisi keadilan. Menurut Socrates definisi keadilan adalah memberikan seseorang apa yang menjadi haknya. Keadilan dapat diartikan sebagai terciptanya keseimbangan dan persamaan yang proporsional yang dirasakan oleh masing-masing individu, maka pemecahan masalah ketidakadilan dapat terselesaikan dengan menemukan jawaban terhadap penyebab-penyebabnya, serta bagaimana agar dalam distribusi hasil dapat terbagi secara adil sehingga terhindar dari terjadinya diskriminasi dan kesenjangan. Beberapa pengertian mengenai keadilan organisasional yang dikemukakan oleh beberapa pakar diantarnya adalah: menurut Greenberg (2003) konsep keadilan organisasional berguna untuk memahami bagaimana seseorang menilai kewajaran/keadilan dari penghargaan (achievement) yang mereka terima. Selain itu, menurutnya keadilan organisasional memiliki dua komponen utama yaitu keadilan distributif dan keadilan prosedural. Sama halnya dengan Folger & Konovsky (1989), menurut mereka teori keadilan organisasional selalu menekankan pada aspek keadilan prosedural dan keadilan distributif.


(19)

4. Keadilan Distributif Kompensasi

Menurut John Rawrl (2006) keadilan distributif adalah setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip the greatest equal principle, menurut penulis, tidak lain adalah ”prinsip kesamaan

hak” merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan

tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang (para kontraktan). Prinsip ini merupakan ruh dari azas kebebasan berkontrak.

Penelitian tentang keadilan distributif dalam suatu organisasi berfokus pada persepsi seseorang terhadap adil atau tidaknya hasil yang mereka terima yaitu penilaian mereka terhadap kondisi akhir dari proses alokasi (cropanzano & Greenberg dalam Lee 1999). Konsep keadilan distributif memiliki landasan dalam


(20)

teori equity serta model penelitian dari Leventhal (1976). Keadilan distributif adalah keadilan yang berkaitan dengan distribusi sumber daya dan kriteria yang digunakan untuk menentukan alokasi sumber daya tersebut. keadilan jenis ini menyangkut masalah persepsi seseorang terhadap adil tidaknya karir yang mereka terima (Folger dan Greenberg dalam Aryee & Chay , 2001).

Beberapa literatur teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu-individu dalam organisasi akan mengevaluasi distribusi hasil-hasil organisasi, dengan memperhatikan beberapa aturan distributif. Dan yang paling sering digunakan adalah hak menurut keadilan atau kewajaran (Cohen, dalam Gilliland, 1993). Teori kewajaran (Equity Theory ) mengatakan bahwa manusia dalam hubungan – hubungan social mereka berkeyakinan bahwa imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual (Adam, 1965; Homans, 1974; Walster et al. 1978; dalam Cowherd dan Levine 1992).

Keadilan distributif berkaitan dengan distribusi fungsi-fungsi atau peran diantara naggota organisasi misalnya jabatan, uang dan tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan. (Keraf, 1996, dalam Faturrochman 2002), tujuan distribusi dalam hal ini


(21)

adalah untuk kesejahteraan, sehingga yang didistribusikan biasanya berupa sumber daya, ganjaran, atau keuntungan.

Beberapa nilai yang terindikasi berkaitan dengan cara distribusi keadilan adalah sebagai berikut.

a. Distribusi secara proporsional

Keadilan distributif pada dasarnya dapat dicapai apabila masukan dan penerimaan antara dua orang adalah sebanding. Dan ketika seseorang melakukan perbandingan dengan orang lain dan ia mendapati adanya erbedaan lebih besar ataupun lebih kecil maka orang tersebut akan menilainya tidak adil demikian juga sebaliknya jika proporsi yang diterima oleh orang tersebut lebih besar maka kemungkinan hal itu dapat ditoleransi atau bisa dikatakan adil dibandingkan jika proporsi yang diterimanya lebih rendah daripada yang semestinya. b. Distribusi merata

Pada prinsip distribusi ini psetiap orang yang terlibat akan menerima pembagian yang merata dengan orang lain. Variasi penerimaan yang diterima setiap individunya akan sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Bisa dimungkinkan terjadi variasi apabila terdapat jenis-jenis pekerjaan atau bagian-bagian dalam satu organisasi atau kelompok.


(22)

c. Distribusi berdasarkan kebutuhan

Prinsip pada saat mengutamakan kebutuhan sebagai pertimbangan untuk distribusi. Berdasarkan prinsip ini dapat diinterpretasikan bahwa seseorang akan mendapat bagian sesuai dengan kebutuhannya dan dalam hubungan kerja makin banyak kebutuhannya maka upah yang diterima akan lebih besar.

d. Distribusi berdasarkan permintaan dan penawaran di pasar Mekanisme pasar sering dinilai tidak tepat sebagai dasar untuk menyusun formasi keadilan. Mekanisme tersebut adalah bagian penting dari kapitalisme yangs erring diidentikkan dengan kekuasaan di pihak yang lebih kuat.

e. Distribusi yang mengutamakan dan menguntungkan orang lain Tidak semua orang mempunyai potensi dan dapat memperoleh hasil dari usahanya, misalnya orang cacat, orang sakit, anak-anak dan lansia, merupakan kelompok yang seharusnya disantuni. Tanpa santunan dari pihak yang lebih beruntung merka akan sulit bertahan hidup.

f. Kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi

Hakikat social merupakan keadilan social keadilan tidak dapat diformulasikan tanpa ada konteks sosialnya.


(23)

5. Pengertian Kompensasi

Menurut Dessler (1997) Kompensasi merupakan segala bentuk penggajian atau imbalan yang mengalir kepada karyawan. kompensasi ini menyangkut tiga komponen yaitu:

a. Direct financial payment item yang termasuk di dalamnya adalah gaji, upah, bonus , insentif dan komisi.

b. Indirect Payment yaitu dalam bentuk tunjangan-tunjangan seperti asuransi, cuti, program rekreasi, dana pension dan transportasi.

c. Imbalan non finance, yaitu hal hal yang sulit di kuantifikasikan seperti jam kerja yang fleksibel, tugas yang ideal, serta fasilitas kerja yang memadai.

Kompensasi menurut Gomez, et al (1995) serta Luthans (1998) dalam Ninuk Muljani (2002), Kompensasi dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama yaitu:

a. Kompensasi dasar, yaitu kompensasi yang jumlah pembayaran dan waktunya tetap seperti upah dan gaji.


(24)

b. Kompensasi variabel yaitu kompensasi yang jumlahnya bervariasi dan waktu pembayarannya tidak pasti. Kompensasi ini dirancang sebagai penghargaan untuk karyawan yang mempunyai prestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah pembayaran insentif pada individu dan kelompok seperti bonus, pembagian keuntungan, dan kepemilikan saham karyawan.

c. Kompensasi total merupakan komponen terakhir seringkali juga disebut sebagai kompensasi benefit atau kompensasi tidak langsung seperti perlindungan karyawan, jaminan social, perlindungan pribadi baik dalam bentuk tunjangan pensiun, tabungan, pesangon tambahan gaji dan asuransi, pembayaran pada saat tidak bekerja seperti pada saat melakukan pelatihan dan perjalanan dinas, sakit, dan berbagai tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan hokum dan lain sebagainya.

6. Keadilan Kompensasi

Ghiseli dan Brown (2003) dalam Simarmata (2012) mengemukakan bahwa kompensasi yang adil akan meningkatkan kepuasan kerja dari karyawan. Sedangkan Yuwono dan Khajar (2005) kompensasi yang diterima bila dipersepsikan adil sesuai


(25)

dengan harapan, tingkat penggajian dan keterampilan karyawan akan meningkatkan kepuasan kerja.

Menurut Suhartini, (1999) dalam Riniarti (2015), ada tiga macam keadilan dalam kompensasi, yaitu keadilan individu, keadila internal dan keadilan eksternal. Keadilan individu mengacu kepada perasaan keadilan yang dirasakan karyawan pada saat menerima keadilan kompensasi. keadilan internal dapat digunakan untuk memprediksi kepuasan karyawan dalam menerima gaji secara internal. sedangkan keadilan eksternal dapat digunakan ntuk mengetahui kepuasan karyawan juga untuk mengevaluasi kinerja manajemen dan juga konflik yang dirasakan karyawan atas keadilan kompensasi perusahaan pesaing.

7. Keadilan prosedural

Keadilan prosedural adalah keadilan organisasi yang berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan oleh organisasi yang ditujukan kepada anggotanya (Alotaibi, 2001). Keadilan prosedural ialah persepsi keadilan terhadap prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan sehingga setiap anggota organisasi merasa terlibat di dalamnya. Keadilan prosedural (Prosedural Justice) berkaitan dengan proses atau prosedur untuk


(26)

mendistribusikan penghargaan. Dalam psikologi Industri dan Organisasi, kemampuan untuk menantang suatu proses atau

pendapat dilabelkan dengan hak “suara” (Folger, 1997; Floger &

Cropanzo, 1998 dalam Yohanes B. dan Rani Puspita W., 2005). Konsep hak berarti bahwa individu-individu memiliki kemungkinan untuk untuk mempengaruhi suatu proses atau pendapat.

Avery Quinones (2002) dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W. (2005) mengusulkan bahwa meskipun suara memiliki banyak perbedaan aspek-aspek, yang paling penting darinya adalah sudut pandang bahwa pekerja benar-benar memiliki kesempatan untuk menggambarkan rasa keberatannya. Oleh karena itu, organisasi dapat memiliki banyak saluran potensial yang tersedia untuk mengajukan keberatan-keberatan mengenai kebijakan atau peristiwa, hal ini dapat terjadi kecuali pegawai mengetahui apakah saluran-saluran ini ada dan bagaimana menggunakannya, dan mempercayai bahwa keberatan mereka tersebut benar-benar akan dipertimbangkan, saluran ini telah digunakan dalam menghasilkan perasaan-perasaan rasa adil dan keadilan.

Schumunke, Ambrose, dan Cropanzo (2000) dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W. (2005) menyatakan bahwa


(27)

perusahaan atau organisasi dengan tingkat sentalisasi yang tinggi lebih memungkinkan untuk dilihat secara prosedural yang tidak adil daripada perusahaan atau organisasi yang disentralisasikan. Bass (2003) dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W. (2005) menyatakan bahwa keadilan prosedural bertolak dari proses psikologis yang dialami oleh karyawan, yaitu bagaimana karyawan atau pegawai tersebut mengevaluasi prosedur-prosedur yang terkait dengan keadilan. Ada dua model yang menjelaskan keadilan prosedural, yaitu self-interest model dan group-value model.

1. Self-Interest Model

Model ini berdasarkan prinsip egosentris yang dialami oleh karyawan, terkait dengan situasi yang dihasilkan dengan keinginan untuk mengontrol maupun mempengaruhi prosedur yang diberlakukan dalam organisasi kerjanya. Tujuan tindakan tersebut ialah memaksimalkan hasil-hasil yang diinginkan sehingga kepentingan-kepentingan pribadi terpenuhi. Dalam model ini, terdapat istilah kontrol terhadap keputusan. Kontrol terhadap keputusan mengacu pada derajat kemampuan karyawan untuk mengontrol keputusan-keputusan yang dibuat oleh organisasi.


(28)

Karyawan berkeinginan untuk mendapatkan hasil-hasil yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya sehingga ia merasa perlu untuk mengontrol keputusan yang dibuat oleh organisasi tempatnya bekerja. Persepsi diperlakukan secara adil tercipta ketika karyawan dilibatkan secara aktif dalam proses maupun aktivitas pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini berkaitan dengan berbagai macam kebijakan perusahaan, misalnya sistem penggajian, sistem penimbangan karya, maupun pengembangan organisasi. Pelibatan karyawan secara aktif dapat menimbulkan dampak-dampak misalnya tercapainya tujuan organisasi, menghindari ketidakpuasan di tempat kerja, meredakan konflik peran, maupun ambiguitas peran (Bass, 2003 dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W., 2005).

2. Group-Value Model

Model ini berpangkal pada perasaan ketidaknyamanan dengan kelompok kerja karena kepentingan-kepentingan pribadi seorang karyawan merasa terancam. Karyawan ini menyadari bahwa kemelekatan antar kelompok perlu dipertahankan untuk melindungi konflik. Model seperti ini diperlukan ketika pengambilan keputusan ingin diterima oleh kelompok karena memikirkan kebutuhan kelompok dibandingkan pribadi maupun


(29)

golongan (Bass, 2003 dalam Yohanes B. dan Rini Puspita W., 2005).

Leventhal, (dalam Lind & Tyler, 1988) berkeyakinan bahwa prosedur yang dilandasi oleh keinginan pribadi akan lebih sulit untuk mencapai sebuah keadilan , selain itu mereka juga berpendapat bahwa kebanyakan orang ingin dianggap berharga dalam kelompoknya. Para individu akan menerima keadilan prosedural yang lebih tinggi ketika mereka merasa dihargai dan dihormati dalam kelompoknya.

Mereka mengidentifikasi enam aturan pokok dalam keadilan prosedural. Bila setiap aturan ini dapat dipenuhi, suatu prosedur dapat dikatakan adil. Enam aturan yang dimaksud adalah: (1) Konsistensi. Prosedur yang adil harus konsisten baik dari orang satu kepada orang yang lain maupun dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam satu prosedur yang sama. (2) Minimalisasi bias. Ada dua sumber bias yang sering muncul, yaitu kepentingan individu dan doktrin yang memihak. Oleh karenanya, dalam upaya minimalisasi bias ini, baik kepentingan individu maupun pemihakan, harus dihindarkan. (3) Informasi yang akurat. Informasi yang dibutuhkan untuk


(30)

menentukan agar penilaian keadilan akurat harus mendasarkan pada fakta. Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap. (4) Dapat diperbaiki. Upaya untuk memperbaiki kesalahan merupakan salah satu tujuan penting perlu ditegakkannya keadilan. Oleh karena itu, prosedur yang adil juga mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul. (5) Representatif. Prosedur dikatakan adil bila sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak yang bersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapat disesuaikan dengan sub-sub kelompok yang ada, secara prinsip harus ada penyertaan dari berbagai pihak sehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka. (6) Etis, prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral. Dengan demikian, meskipun berbagai hal diatas terpenuhi, bila substansinya tidak memenuhi standar etika dan moral, tidak bisa dikatakan adil.

Keadilan prosedural mengakui pentingnya proses dalam membuat suatu keputusan. Dengan kata lain sebuah system sangat berkaitan erat dengan struktur yang ada. Folger & Konovsky (1989, dalam artikel Saxby et.al., 2000:208) merumuskan


(31)

faktor-faktor yang mencerminkan adanya keadilan prosedural adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi Bilateral

Komunikasi antara manajemen dan karyawan yang dibangun dengan baik mencerminkan penghargaan organisasi pada status karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini akan menguatkan harga diri dan identitas diri karyawan (Tyler,1994). Harga diri dan identitas diri yang terjamin akan meningkatkan penilaian sebuah keadilan dalam organisasi. Komunikasi dua arah ini merupakan kesempatan seseorang untuk bertanya mengenai ssuatu hal dalam pekerjaan, organisasi, dan proses pengambilan keputusan.

a. Mengenal dan memahami permasalahan individual (familiarity with the situation of individuals).

Merupakan ukuran seberapa baik seseorang dalam menangani keluhan dan memahami situasi yang dialami oleh orang yang memberikan keluhan tersebut. Greenberg (1986, dalam artikel Saxby et.al 2000) menggunakan istilah familiarity untuk merujuk kepada besarnya penerimaan pengetahuan yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan mengenai siuasi individual. semakin tinggi pengambil


(32)

keputusan dalam menerima pengetahuan maka semakin adil apa yang dirasakan dalam sebuah proses evaluasi terhadap individu.

2. Menyanggah Keputusan

Merupakan kesempatan seseorang dalam menyanggah keputusan atau memperbaiki proses pengambilan keputusan. Dalam pengambilan kebijakan tidak selalu menghasilkan prosedur yang benar, bila terjadi kesalahan pada prosedur keputusan tersebut dapat dilakukan adanya perbaikan untuk merevisi pengambilan keputusan atau bahkan dapat dilakukan adanya pembatalan keputusan.

3. Aplikasi Prosedur Konsisten (Consistent Aplication of Procedures)

Merupakan persepsi seseorang bahwa proses pengambilan keputusan telah berjalan secara konstan atau setara pada setiap individu dan dari waktu ke waktu atau ketentuan berlaku secara konsisten tanpa memperhatikan status karyawan dan batasan waktu dalam terjadinya permasalahan.

8. Keadilan Prosedural Kompensasi

Menurut Greenberg (1990) dalam Edwin Sanny, (2016), keadilan prosedural adalah persepsi keadilan tentang kebijakan dan


(33)

prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Dreher dan Dougherty (2001), dalam Edwin Sanny (2016) menyatakan bahwa keadilan prosedural berkaitan dengan persepsi karyawan tentang kebijakan dan prosedur keadilan yang digunakan untuk menjelaskan distribusi hasil (outcomes). Keadilan Prosedural Kompensasi dapat diartikan sebagai persepsi keadilan tentang kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam memberikan kompensasi. Enam aturan keadilan prosedural yang mendefinisikan kriteria dimana prosedur pengalokasian kompensasi dianggap adil adalah:

a. Konsistensi, prosedur dalam pemberian kompensasi yang adil harus konsisten baik dari satu orang ke orang lainnya maupun dari waktu ke waktu . setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan dalm prosedur yang sama pula. b. Meminimalisir bias, kepentingan yang bersifat pribadi harus

dicegah dalam pemberian kompensasi.

c. Memberikan informasi yang akurat dalam pemberian kompensasi. Informasi dan opini harus dikumpulkan dan diproses sedemikian rupa sehingga kesalahan dalam pengabilan keputusan tidak terjadi.


(34)

d. Keputusan harus bersifat dapat diperbaiki. Adanya kesempatan dalam merevisi dan memperbaiki keputusan dalam pemberian kompensasi yang bias saja muncul pada saat pengambilan keputusan.

e. Bersifat representatif. Yaitu pemberian kompensasi harus melibatkan semua pihak yang bersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapat sesuai dengan sub kelompok yang ada.

f. Pemberian kompensasi harus bersifat etis. Etika dan moral juga harus digunakan dalam pemberian kompensasi. Dengan kata lain, bila berbagai hal diatas terpenuhi namun tidak sesuai dengan etika, maka belum bias dikatakan adil. Keadilan prosedural menjadi dasar untuk memelihara legitimasi sebuah institusi. Prosedur yang adil dapat mengurangi “ill effect” dari hasil yang tidak sesuai (unfavourable). Jika karyawan percaya bahwa pemimpin telah melakukan proses yang adil , maka hal tersebut nantinya akan dapat membangun kerjasama dan kepercayaan dalam membangun strategi. Di sisi lain ketidakadilan prosedural dapat menimbulkan kemarahan dan kebencian. (Cropanzano, 2007).


(35)

9. Teori Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau "daya penggerak" yang ada dalam diri seseorang.Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikansebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004).

Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari


(36)

maupun tidak disadari (Makmun, 2003). Motivasi seseorang dapat ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-ekstrinsik (Elliot et al., 2000; Sue Howard, 1999). Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar (Elliott, 2000). Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan keajegan dalam belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut (Sue Howard, 1999). Elliott et al. (2000), mencontohkannya dengan nilai, hadiah, dan/atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang.

Motif tersusun dari dua unsur yang sangat berpengaruh satu sama lain. Adapun unsur yang pertama adalah dorongan untuk melakukan sesuatu, yang kedua merupakan imbalan. Tujuan seseorang melakukan sesuatu adalah untuk mendapatkan imbalan. Kedua motif tersebut dapat membuat seseorang melakukan suatu perbuatan dan sekaligus ingin mencapai apa yang dikehendaki oleh seseorang tersebut. Jika perbuatan timbul tanpa tujuan, maka perbuatan tersebut tidak akan menghasilkan apapun. Jadi mungkin


(37)

saja orang berbuat sesuatu tanpa tau apa tujuan yang ingin ia capai (Soetrisno, 2009).

Menurut Soetrisno (2009) motivasi merupakan suatu faktor pendorong seseorang melakukan suatu aktivitas tertentu. Oleh karena itu motivasi dapat dikatakan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan seseorang pasti mempunyai suatu faktor yang mendorong aktivitas tersebut.

Menurut Hasibuan (2010) motivasi adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi adalah pemberian gaya penggerak dari suatu kegiatan dan pendorong gairah kerja dari seseorang, agar mereka ingin bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai titik kepuasan.

Menurut Uno (2007) motivasi dipaparkan dala beberapa inti sebagai berikut:

a. Para ahli teori menyajikan penafsiran yang berbeda dan menekankan pada faktor yang berbeda pula. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya faktor perbedaan pada faktor yang bervariasi.


(38)

b. Motivasi sangat mempunai hubungan erat antara perilaku dan prestasi kerja. Hal ini memberi arti bahwa makin baik motivasi seseorang, maka makin baik pula pekerjaan yang ia lakukan. c. Motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Pemberian motivasi

hendaknya diarahkan untuk tujuan yang spesifik. Itulah sebabnya perumusan tujuan dalam suatu organisasi haruslah jelas dan rasional. Karena dengan hal itulah semua orang yang terlibat dalam organisasi dengan mudah memahami dan melaksanakan pekerjaannya.

d. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah faktor fisiologis, psikologis, dan faktor lingkungan. Ketiga faktor ini sangat penting bagi pimpinan dalam mengarahkan bawahannya dalam hal memotivasi. Hal ini didasarkan bahwa setiap karyawan memiliki perbedaan fisdiologis, psikologis dan berasal dari lingkungan yang berbeda.

Adapun motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibedakan menjadi faktor intern dan faktor ekstern (Soetrisno, 2009)

a. Faktor Intern

Faktor intern yang dapat memberikan pengaruh terhadap motivasi adalah sebagai berikut:


(39)

a. Keinginan untuk dapat hidup

b. Keinginan untuk memperoleh penghargaan c. Keinginan atas pengakuan

d. Keinginan untuk memiliki sesuatu e. Keinginan atas kekuasaan

4. Faktor Ekstern.

Faktor ekstern juga sangat berpengaruh dalam motivasi seseorang. adapun faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Adanya jaminan kerja b. Peraturan yang fleksibel c. Tanggungjawab dan status d. Kondisi lingkungan kerja e. Kompensasi yang memadai

f. Supervisi yang baik

Untuk dapat memberdayakan seseorang dengan baik dalam mencapai tujuan organisasi, pimpinan harus mampu memotivasi para karyawannya dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing, maka dikembangkanlah beberapa teori motivasi dari sudut pandang psikologi. Teori tersebut antara lain:


(40)

a. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow

Teori dari Abraham Maslow menjabarkan bahwa kebutuhan seseorang tersusun dalam sebuah hirarki yaitu: 1. Kebutuhan Fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar dari

setiap orang. Kebutuhan sandang, pangan, papan, seks, dan kebutuhan ragawi lainnya.

2. Kebutuhan akan keamanan, yaitu kebutuhan akan keselamatan serta perlindungan terhadap gangguan fisik serta emosional.

3. Kebutuhan Sosial yaitu kebutuhan yang menyangkut kasih saying, rasa dimiliki dan pengakuan dari lingkungan

4. Kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan seseorang untuk dihargai dan dihormati baik dalam hal prestasi dan faktor internal lain seperti perhatian dari orang lain terhadap dirinya. 5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, merupakan suatu kebutuhan yang mendorong seseorang untuk dapat mengembangkan diri yang mencakup pertumbuhan , dan peningkatan potensi diri seseorang.


(41)

b. Teori motivasi Herzberg

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994) sebagai berikut:

1. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

2. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan


(42)

oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsik motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.


(43)

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang,2002).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (recognition), tanggung jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsicfactor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995).


(44)

Sedangkan faktor motivation/intrinsik factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995).

c. Teori Pengharapan ( Expectancy Theory)

Vroom lebih menekankan pada faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs) seperti yang dikemukakan oleh Maslow dan Herzberg.

Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang yang berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu:


(45)

1. Harga diri.

2. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.

3. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.

4. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas 5. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.

Sementara Vroom menyimpulkan bahwa teori pengharapan lebih menyangkut kepada motivasi karyawan adalah hasil dari seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (Valence), yaitu penilaian bahwa kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang diharapkan (Expectancy), dan keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan penghargaan (Instrumentality). Singkatnya, Valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan. Selanjutnya, Vroom menambahkan bahwa teori tersebut menekankan pada tiga hubungan:

1. Hubungan upaya-kinerja; kemungkinan- kemungkinan yang dipersepsikan oleh seseorang yang mengerahkan sebuah upaya tertentu tertentu akan mendorong sebuah kinerja.

2. Hubungan kinerja-ganjaran; merupaan tingkaran sampai sejauh mana seseorang meyakini bahwa kinerja pada suatu tingkat


(46)

tertentu akan mendorong tercapainya suatu output yang diinginkan.

3. Hubungan ganjaran-tujuan pribadi; meupakan tingkatan sejauh mana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seseorang dan potensi daya tarik ganjaran tersebut untuk individu tersebut.

d. Teori Equity ( Keseimbangan )

John Stacey Adams, (1963) mengatakan Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya manusia menyenangi perlakuan yang adil/sebanding, berhubungan dengan kepuasan relasional dalam hal persepsi distribusi yang adil/tidak adil dari sumber daya dalam hubungan interpersonal.

Teori ini membangun kesadaran yang lebih luas terhadap dimensi penilaian masing-masing individu sebagai manifestasi keadilan yang lebih luas dibanding teori motivasi lainnya.

Beberapa teori motivasi berasumsi bahwa perilaku seseorang muncul dan dikelola oleh usaha untuk membangun atau mempertahankan suatu keseimbangan psikologis batin.


(47)

Ketika kita mengalami ketegangan psikologis atau bila tingkat stress kerja meningkat, kita termotivasi ke dalam tindakan

untuk membangun kembali keseimbangan. Adams

mengembangkannya lebih lanjut dengan fokus terhadap sisi keadilan antar individu dalam organisasi.

Inti dari teori keadilan adalah dimana individu-individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan dan keluaran orang lain, dan kemudian direspon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Individu-individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak ganjaran atas kerja mereka, tetapi juga berhubungan dengan jumlah yang diterima orang lain (Robbins, 2001).

Dalam penelitian ini menggunakan teori motivasi Teori Dua Faktor dari Herzberg. Dua kesimpulan yang dibuat Herzberg adalah:

a. Serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa ketidakpuasan (dissatisffiers) atau disebut juga faktor kesehatan (hygiene factors). Faktor-faktor tersebut mencakup: upah, keamanan kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dari supervise teknis, dan mutu dari


(48)

hubungan interpersonal diantara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan.

b. Serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik.

Serangkaian faktor ini dinamakan satisfier atau motivators, yang meliputi: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan untuk berkembang. Faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Sebab pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor intrinsik) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma lebih tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (faktor ekstrinsik).


(49)

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No. Peneliti dan Judul

Penelitian

Variabel Hasil Penelitian

1. Ioan Moise Achim ,

Larissa Dragorea , 2013

The Importance Of Employee Motivation To Increase

Organizational Performane

Motivasi , Kinerja - Motivasi karyawan

terhadap kinerja berpengaruh signifikan - Motivasi bersifat

filosofis terhadap kinerja

- Diperlukan adanya

pembenahan dari sistem

kompensasi perusahaan

2. Fuad Iwan Setiawan,

2016

Pengaruh Keadilan Distributif

Kompensasi, Keadilan Prosedural Kompensasi Dan Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Mediasi Pada PT Kayu Lima Utama Keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, motivasi intrinsik, kepuasan kerja, kinerja

- Motivasi intrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja - Keadilan distributif kompensasi dan keadilan prosedural kompensasi tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan dan kinerja karyawan - Kepuasan kerja

menjadi mediasi antara motivasi intrinsik dan kinerja karyawan


(50)

No. Peneliti dan Judul Penelitian

Variabel Indikator

3. Singgih Tiwut

Atmojo, Heru Kurnianto Tjahjono (2016)

Pengaruh Keadilan Distributif Kompensasi dan Keadilan

Prosedural Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Paramedis di Rumah sakit Keadilan distributif, keadilan prosedural, kepuasan kerja, kinerja - Keadilan distributive kompensasi dan keadilan prosedural kompensasi tidak erpengaruh signifikan terhadap kinerja - Kepuasan kerja

menjadi pemediasi

4. Annisa Dian Pertiwi ,

2016

Pengaruh Keadilan Distributif

Kompensasi, Keadilan Prosedural Kompensasi dan Komitmen Afektif terhadap Kinerja Karyawan PT Bando Indonesia Tangerang Keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, komitmen afektif, kinerja karyawan - Keadilan distributif kompensasi berpengaruh positif terhadap komitmen afektif - Keadilan prosedural kompensasi tidak berpengaruh positif terhadap komitmen afektif - Komitmen afektif

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan - Kedailan prosedural kompensasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja


(51)

No. Peneliti dan Judul Penelitian

Indikator Hasil Penelitian

5. Satria Harun, 2016 Pengaruh Motivasi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah Motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, kompensasi, kinerja pegawai

- Motivasi intrinsik secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai - Motivasi ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai - Kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja

5. Heru kurnianto Tjahjono (2008) Justice In Salary Structure : The Justice Influence Toward Employee Satisfaction Keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, kepuasan kerja - Keadilan distributif gaji berpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan - Keadilan prosedural kompensasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan

6. Nugraheni , wijayanti (2009) Pengaruh keadilan Prosedural dan keadilan distributif kompensasi terhadap kinerja pada Universitas Muria Kudus Keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, kinerja karyawan - Keadilan distributif dan keadilan prosedural kompensasi berpengaruh simultan terhadap kinerja pegawai dengan didominasi oleh keadilan distributif sebagai variabel yang lebih dominan


(52)

C.Model Penelitian

Berdasarkan telaah pada literatur-literatur terkait dan bukti-bukti empiris terdahulu sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka selanjutnya disusun sebuah kerangka pemikiran teoritis yang secara diagramatis menggambarkan alur pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini. Secara garis besar, kerangka pemikiran teoritis penelitian ini menjelaskan hubungan langsung antara variabel-variabel independen (X) Keadilan distributif (X1), keadilan prosedural (X2) motivasi intrinsik (X3) terhadap kepuasan kerja (Y1) dan kinerja karyawan (Y2) .

Gambar 2.1 Model Penelitian H1

H5 H4

H2

H10 H6


(53)

D. Hipotesis Penelitian

Peneliti mengajukan beberapa hipotesis yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan yaitu :

a. Pengaruh Keadilan Distributif Kompensasi terhadap Kinerja

Kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan. (As’ad, 2008). Sedangkan menurut Mangkuprawira

(2007), kinerja merupakan hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat yang bersangkutan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cropanzano dan Gilliand (1994), dalam Harris (2000), menghasilkan kesimpulan bahwa penelitian yang berhubungan dengan keadilan organisasional dalam hal ini adalah keadilan distributif memiliki pengaruh yang kuat terhadap hasil akhir yang juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Meskipun pengaruh yang ditimbulkan masih lebih rendah daripada keadilan prosedural. Sedangkan, Annisa Dian Pertiwi (2016) menyatakan bahwa keadilan distributif kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat keadilan dalam kompensasi yang diterima oleh karyawan


(54)

perusahaan, makan semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkan oleh karyawan perusahaan tersebut.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, peneliti dapat berasumsi bahwa keadilan distributif kompensasi berbanding lurus dengan kinerja karyawan. Apabila karyawan merasa diperlakukan adil dalam hal kompensasi yang mencakup imbalan, gaji, promosi dan status maka karyawan akan lebih termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H1. Terdapat pengaruh positif signifikan dari keadilan distributif kompensasi terhadap kinerja karyawan.

b. Pengaruh keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja karyawan.

Menurut Leventhal (1980), keadilan prosedural pada perusahaan berkaitan langsung dengan proses untuk menentukan hasil yang terdistribusi yang diantaranya adalah beban kerja, dan penghasilan yang diperoleh oleh karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Cropanzano & Rupp dalam Byrne et at., (2003) mengatakan bahwa karyawan akan menunjukkan kinerja yang lebih tinggi jika


(55)

mereka merasa proses pengambilan keputusan dalam hal kompensasi dan penggajian dinilai adil dan tidak memihak pihak tertentu. Dengan ini dapat dikatakan bahwa jika karyawan merasa perusahaan telah memperlakukan karyawan dengan adil dalam proses penggajian, maka kinerja karyawan juga akan meningkat. Hal ini dikarenakan bahwa proses dan prosedur dalam kompensasi sudah sesuai dengan tujuan dan nilai dari karyawan itu sendiri. Dengan ini peneliti dapat mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H2. Terdapat pengaruh positif signifikan dari keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja karyawan

c. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja

Menurut Herzberg dalam Gibson, 2009 motivasi intrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang karyawan untuk melakukan suatu pekerjaan secara baik dengan tujuan mencapai kinerja yang lebih tinggi. Motivasi intrinsik juga dapat dikatakan sebagai energi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang dapat meningkatkan antusiasme dalam bekerja. Hayati (2102) dalam peneitiannya menyatakan bahwa motivasi intrinsik berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi motivasi karyawan dalam bekerja,


(56)

maka akan meningkatkan kinerja dari karyawan tersebut. Berdasarkan paparan tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H3. Terdapat pengaruh positif signifikan motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan

d. Pengaruh keadilan distributif kompensasi terhadap kepuasan kerja

Menurut Rupp & Cropanzano (2002), seorang individu akan menunjukkan tingkat kinerja dan kepuasan terhadap pekerjaan, tingkat kepercayaan dan peningkatan sikap positif terhadap organisasi jika karyawan diperlakukan adil dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Samad, (2006) dalam penelitiannya tentang hubungan pengaruh antara keadilan prosedural dan keadilan distributif terhadap hasil kerja karyawan yang meliputi komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa keadilan prosedural dan keadilan distributif secara positif berhubungan dengan komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Sedangkan Nur Wahyuniatri (2015) mengatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara keadilan distributif kompensasi dengan kepuasan kerja. Sehingga dapat dikatakan bahawa semakin adil kebijakan suatu perusahaan dalam menerapkan kompensasi, maka anak semakin memberikan kepuasan


(57)

terhadap pekerjaan dari karyawan tersebut. Dari penelitian diatas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H4. Terdapat pengaruh positif signifikan dari keadilan distributif kompensasi terhadap kepuasan karyawan

e. Pengaruh keadilan prosedural kompensasi terhadap kepuasan kerja

Kepuasan kerja merupakan salah satu dimensi perilaku kerja yang dipengaruhi oleh keadilan organisasional. Konovsky (2000) menyatakan bahwa adanya persepsi dari keadilan prosedur dalam suatu perusahaan sangatlah penting dalam mencapai efektivitas organisasi. Hal ini disebabkan karena hasil dari keadilan prosedural akan membuat kinerja karyawan berubah, jika prosedur kompensasi dalam suatu perusahaan dirasakan baik dan memuaskan, maka kinerja karyawan akan semakin meningkat, dengan kata lain semakin puas seorang karyawan terhadap keadilan prosedural, maka kepuasan kerja karyawan tersebut juga akan meningkat. Sedangkan Leventhal (1980) dan Lee (2000) menyimpulkan bahwa keadilan prosedural dapat mendukung terciptanya kepuasan kerja yang tinggi. Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:


(58)

H5. Terdapat pengaruh positif signifikan keadilan prosedural kompensasi terhadap kepuasan karyawan

f. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kepuasan karyawan

Menurut Handoko, (1996), motivasi merupakan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan apa yang kita inginkan. Sedangkan motivasi intrinsik merupakan daya dorong dari dalam diri seseorang untuk bekerja dengan baik ( Herzberg dalam Gibson, 2009). Hal ini menandakan, jika seseorang termotivasi, maka mereka akan melakukan pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu yang nantinya dapat memuaskan mereka. Lebih lanjut lagi Herzberg menyimpulkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kepuasan karyawan. Apabila seorang pimpinan ingin memberikan suatu motivasi pada karyawannya, maka faktor yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan rasa puas, terutama faktor motivasi yang bersifat internal. Hayati (2012) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara motivasi intrinsik terhadap kepuasan kerja karyawan. Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:


(59)

H6. Terdapat pengaruh positif signifikan antara motivasi intrinsik terhadap kepuasan karyawan

g. Pengaruh keadilan distributif kompensasi terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi

Ghiseli dan Brown (2003) dalam Simarmata (2012) mengemukakan bahwa kompensasi yang adil akan meningkatkan kepuasan kerja dari karyawan. Sedangkan Yuwono dan Khajar (2005) kompensasi yang diterima bila dipersepsikan adil sesuai dengan harapan, tingkat penggajian dan keterampilan karyawan akan meningkatkan kepuasan kerja. Sedangkan menurut Homans (1948) dalam Dunham (1984), keadilan distributif adalah tentang bagaimana seseorang membandingkan antara masukan (input) dengan hasil (outcome). Kemudian Greenberg dan Baron (2003) mengemukakan bahwa keadilan distributif kompensasi merupakan sebuah persepsi seseorang terhadap bagaimana kompensasi didistribusikan kepada karyawan.

Kepuasan yang dirasakan oleh karyawan terhadap kompensasi dapat menjadi faktor utama dari terciptanya kepuasan terhadap pekerjaan dari karyawan itu sendiri. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2005), yang mengemukakan bahwa faktor


(60)

utama yang dapat mempengaruhi kepuasan seorang karyawan terhadap kompensasi adalah adanya keadilan dalam kompensasi tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan jika seorang karyawan merasa diperlakukan adil dalam pendistribusian kompensasi, maka karyawan akan merasa puas terhadap pekerjaan mereka.

Kemudian dalam konteks kinerja, kepuasan kerja memegang peranan penting dalam tingkat kinerja karyawan. Menurut Wibowo (2007) dalam Setiawan (2016) dengan adanya kepuasan kerja yang dilakukan oleh seorang individu terhadap pekerjaan mereka, maka akan tercapainya kinerja individual hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Selain itu Robbins & Judge (2007) dalam Edy (2014) menyatakan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut hubungan antara keadilan distributif kompensasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan dapat diasumsikan apabila pendistribusian kompensasi dinilai adil oleh karyawan, maka kepuasan kerja karyawan akan terpenuhi sehingga akan mempengaruhi perilaku karyawan untuk bekerja lebih giat


(61)

sehingga kinerja mereka meningkat. Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesis sebahai berikut:

H7. Terdapat pengaruh positif signifikan dari keadilan distributif kompensasi terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi

h. Pengaruh keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi

Menurut Greenberg (1990) keadilan prosedural merupakan sebuah persepsi suatu keadilan tentang kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk membuat suatu keputusan. Sedangkan Tjahjono (2008) mengemukakan bahwa keadilan prosedural adalah persepsi karyawan mengenai mekanisme dan evaluasi alokasi kopensasi dalam organisasi.

Hingga saat ini penelitian tentang keadilan prosedural yang mempunyai hubungan positif terhadap kepuasan kerja telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lind & Tyler (1998), dan Folger & Konovsky (1989) serta Rifai (2005), Edy (2015) yang menyimpulkan bahwa keadilan prosedural dapat menciptakan kepuasan kerja yang tinggi. Yang berarti bahwa semakin karyawan merasakan adil pada prosedur mekanisme alokasi


(62)

kompensasi yang digunakan perusahaan, maka karyawan akan merasa semakin puas terhadap pekerjaan mereka. Demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian lain yang dilakukan Konovsky (2000) mengenai pengaruh keadilan prosedural terhadap kinerja adalah hasil dari keadilan prosedural akan berdampak terhadap perilaku individu yang nantinya akan mempengaruhi kinerja karyawan. Artinya, semakin puas seorang karyawan terhadap keadilan mengenai prosedur kompensasi, maka karyawan tersebut akan meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H8. Terdapat pengaruh positif dari keadilan prosedural kompensasi terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi

i. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi.

Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau "daya penggerak" yang ada dalam diri seseorang. Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk


(63)

bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2002), hubungan antara motivasi dan kepuasan kerja adalah motivasi yang terdapat dalam diri seseorang merupakan sebuah kekuatan pendorong dalam mewujudkan suatu perilaku yang dapat mencapai suatu kepuasan pada dirinya.

Kepuasan kerja juga merupakan salah satu faktor untuk dapat mencapai hasil yang optimal dalam bekerja. Jika seseorang merasakan kepuasan dalam pekerjaannya, maka orang tersebut akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai kinerja yang baik. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh seseorang akan berpengaruh terhadap hasil dari pekerjaannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H9: Terdapat pengaruh positif signifikan dari motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabelmediasi

j. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan

Kepuasan kerja merupakan suatu elemen penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan kepuasan kerja dari para karyawannya. Jika kepuasan


(64)

kerja tercipta, maka kinerja karyawan dalam suatu organisasi juga akan meningkat. Menurut Clifford Mc Cue dan Gerasimos, (1997) dalam Agustina Siwi (2016) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan Dhermawan (2012) yang menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dari karyawan sangat berpengaruh signifikan terhadap kinerja dari karyawan itu sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa organisasi dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan memiliki tingkat kinerja yang lebih tinggi. Berdasarkan hal diatas peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut:

H10. Terdapat pengaruh positif signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan


(65)

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam peneliian ini adalah pendekatan kuantitatif dan disajikan dalam bentuk angka-angka yang akan diolah dengan metode statistika. Menurut Arikunto (2006), penelitian kuantitatif adalah salah satu pendekatan penelitian dengan yang banyak ditntut dengan menggunakan angka-angka. Dimulai dengan pengambilan data, pengolahan dan penafsiran angka tersebut hingga kesimpulan penelitian.

B.Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek yang diangkat dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai STMM Yogyakarta, sedangkan obyek penelitiannya adalah STMM Yogyakarta. Jumlah pegawai STMM adalah 117 orang tenaga administratif sehingga seluruh pegawai dijadikan subyek penelitian. Peneliti akan melakukan penelitian dengan cara menyebar kuisioner pada


(66)

pegawai STMM yang berjumlah 117 orang yang termasuk di dalamnya semua divisi.

C.Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah jenis data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui observasi dan survey. Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui penyebaran angket atau kuesioner kepada para responden, yaitu pegawai administratif non pengajar Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta.

Berdasarkan kedudukan tingkat variabel , penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian asosiatif kausal yaitu penelitian yang mencari pengaruh sebab akibat yaitu, hubungan pengaruh variabel X (1,2,3) terhadap variabel Y (sugiyono, 2008) dalam penelitian ini variabel Y ada dua yaitu kepuasan kerja (Y1) sebagai variabel mediasi dan kinerja karyawan (Y2) dipengaruhi oleh variabel bebas X Keadilan


(67)

distributif kompensasi(X1), keadilan prosedural kompensasi (X2) , motivasi intrinsik ( X3).

D.Populasi

Menurut Arikunto (2006), populasi adalah jumlah keseluruhan obyek penelitian populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan administratif non struktural dan pada Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta sebanyak 117 orang. Metode populasi merupakan metode sederhana karena memerlukan satu tahap pemilihan sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Heru Kurnianto Tjahjono (2009), kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang efektif jika ingin mengetahui apa yang diinginkan oleh peneliti dan bagaimana mengukur variabel yang menjadi pusat perhatian secara pasti. pengambilan data dapat dilakukan langsung oleh peneliti kepada responden dengan cara memberikannya secara langsung ataupun dikirimkan kepada responden melalui pesan elektronik. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006),


(68)

kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Pertanyaan dalam kuisioner yang akan digunakan untuk penelitian sudah terperinci dan lengkap, sehingga peneliti bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk komponen penelitian.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuisioner atau angket yang akan diberikan langsung kepada responden. Adapun kuisioner yang digunakan disusun menggunakan teknik skala Likert yaitu dengan mencantumkan lima jawaban yang hanya boleh dipilih salah satu oleh responden yang mengisi angket tersebut.


(69)

Tabel 3.1 Tabel jawaban Skala Likert

NO Jawaban Alternatif Kuisioner Nilai

1 Sangat Setuju 5

2 Setuju 4

3 Kurang Setuju 3

4 Tidak Setuju 2

5 Sangat Tidak Setuju 1

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian a. Variabel Independen (X)

Variabel ini adalah variabel yang menjadi penyebab timbulnya suatu masalah yang mempengaruhi variabel dependen atau terikat. Dan dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan oleh peneliti adalah variabel keadilan distributif kompensasi, keadilan prosedural kompensasi, dan motivasi intrinsik.


(70)

b. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel yang timbul dan dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah kinerja dan kepuasan kerja pegawai STMM Yogyakarta. Kinerja dan kepuasan kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh masing- masing karyawan pada instansi tersebut.

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang diamati (Azwar, 2007). Agar pelaksanaan penelitian lebih fokus dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka berikut ini dikemukakan definisi operasional untuk semua variabel yang diteliti yaitu:


(71)

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel penelitian

No Variabel Definisi variabel Indikator

1. Kepuasan Kerja (KEP)

Menggambarkan perasaan yang

mendukung atau tidak

mendukung dalam diri seorang karyawan yang berhubungan

dengan pekerjaan ataupun

dirinya.

(Robert & Reed, 1996)

1. Tempat kerja

memiliki makna pribadi bagi karyawan.

2. Sistem kompensasi

mempertimbangkan masukan yang diberikan karyawan

3. Sistem kompensasi

menilai apa yang diharapkan karyawan

4. Sistem kompensasi

sesuai dengan kontribusi yang diharapkan karyawan

5. Tingkat kepuasan

atas penghargaan kerja

6. Kepuasan terhadap

pelaksanaan sistem kompensasi

2. Kinerja (KIN)

Kinerja sebagai tingkat

keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentudidalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan , seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan (Veitzal, 2005)

1. Kualitas kerja 2. Kuantitas kerja 3. Pengetahuan tentang

pekerjaan 4. Kreativitas 5. Kualitas personal

6. Kerjasama

7. Bekerja tanpa pengawasan


(72)

No Variabel Definisi Variabel Indikator

3. Keadilan distributif kompensasi (KDK)

Adalah keadilan atas hasil yang

diperoleh seseorang yang

didasarkan oleh hasil kerja mereka (Leventhal, 1979)

1. Pemberian kompensasi berdasarkan kemampuan individu 2. Pemberian kompensasi sesuai dengan apa yang diberikan karyawan kepada organisasi atau perusahaan 3. Pemberian kompensasi menggambarkan yang diberikan individu terhadap organisasi. 4. Pemberian kompensasi sesuai dengan hasil kerja karyawan

4. Keadilan

Prosedural Kompensasi.

(KPK)

Merupakan persepsi karyawan tentang keadilan berdasarkan prosedur yang digunakan dalam sistem kompensasi (Colquitt, 2001) yang dimodifikasi oleh

Heru Kurnianto Tjahjono

(2008)

1. Prosedur dapat mewakili pandangan dan perasaan karyawan

2. Prosedur kompensasi

telah diupayakan melibatkan karyawan sehingga penilaian kinerja dapat diterima dengan baik

3. Prosedur kompensasi

telah diaplikasikan secara konsisten dan tidak diskriminatif.

4. Prosedur kompensasi

tidak mengandung unsur bias ( kepentingan pribadi tertentu.)

5. Pemberian prosedur

kompensasi telah didasarkan pada informasi yang akurat .

6. Prosedur kompensasi

memungkinkan karyawan untuk memberikan


(73)

Indikator

masukan dan koreksi terhadap penilaian kinerja

7. Prosedur sesuai

dengan etika dan moral yang berlaku

5. Motivasi Intrinsik (MOT)

Sebuah konsep untuk

menggambarkan dorongan-

dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk

menggerakkan dan

mengarahkan perilaku (Gibson, 2001)

1. Adanya keinginan

untuk berprestasi

2. Adanya keinginan

untuk mendapatkan pengakuan

3. Adanya dorongan

untuk maju 4. Adanya ketertarikan

atas pekerjaan itu sendiri

5. Adanya keinginan

untuk terus berkembang .

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Dalam penelitian ini, validitas berhubungan dengan alat ukur mengukur secara tepat apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas mengacu pada sejauh mana alat ukur secara konsisten mengukur apa yang diukur (Kirk & Miller, 1986).

Definisi Variabel Variabel


(74)

1. Validitas Instrumen

Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu instrumen penelitian, dalam hal ini adalah kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuisioner tersebut. Uji validitas dengan menggunakan progam AMOS yaitu dengan melihat output estimate dengan alpha 5%, jika nilai p-value lebih kecil dari 5% maka indikator dinyatakan valid (Ghozali, 2014).

2. Uji Reliabilitas

Selain valid, suatu instrumen juga harus dipastikan konsisten atau dipercaya dan dapat diandalkan. Apabila responden dalam menjawab pertanyaan pada kuisioner secara konsisten, maka data tersebut dapat dikatakan reliabel Adapun cara untuk mencari reliabilitas suatu instrumen dalam penelitian ini adalah dengan mengukur kriteria nilai reliabelitas yaitu jika nilai Construct Reliability (CR) > 0,6. Disamping itu, untuk menguatkan hasil analisis untuk uji realibilitas dapat dilihat dari hasil perhitungan rerata nilai VE (Variance Extracted). Jika nilai


(75)

AVE berada di atas 0,5 maka dapat dikatakan reliabel (Ghozali, 2014). Pengujian kualitas instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan program AMOS 21 dan menggunakan stat tool excel

Gambar 3.1 Rumus CR dan AVE

H. Analisis Data

1. Teknik Analisis Data

Analisis data dan interpretasi untuk penelitian yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial tertentu. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti.


(76)

Untuk menganalisis data digunakan SEM atau Structural Equation Modeling yang dioperasikan melalui program AMOS.SEM merupakan suatu teknik modeling statistika yang telah digunakan secara luas dalam ilmu prilaku (behavior science) yang memungkinkan pengujian suatu rangkaian hubungan yang relative kompleks.

2. Uji Asumsi SEM

Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan model persamaan SEM sebagai berikut:

a. Ukuran sampel / Populasi

Dalam pengukuran model persamaan SEM ukuran sampel yang harus dipenuhi yaitu minimal 100. Besarnya ukuran sampel dapat mempengaruhi terhadap hasil pengolahan data.Ukuran sempel memberikan dasar untuk mengestimasi sampling eror.Selain itu, ukuran sampel dapat memiliki peran yang penting dalam interprestasi hasil SEM. Dapat direkomendasikan bahwa ukuran sampel antara


(77)

100-200 harus digunakan metode maximum likelyhood (Ghozali, 2014).

b. Uji Outliers

Uji Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariate maupun multivariate. Apabila terjadi outliers maka data tersebut dapat dikeluarkan dari analisis. Untuk mendeteksi adanya outliers univariate dilakukan dengan data perlu dikonversikan terlebih dahulu kedalam standar score (z-score) yang memiliki rata-rata nol dengan standar deviasi 1. Untuk sampel besar (diatas 80), nilai ambang batas dari z-score itu berada pada rentang 3 sampai dengan 4 (Hair dkk, 2006) dalam (Ghozali, 2014). Oleh karena itu jika dalam penelitian terjadi z-score ≥ 3,0 dikategorikan outliers. Dalam kriteria data, jika standar deviasi sama dilakukan dengan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p > 0,001. Jarak ersebut dievaluasi dengan mengunakan X2 pada derajat bebas sebesar jumlah


(78)

variabel terukur yang digunakan dalam penelitian (Ghozali, 2014).

c. Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal.Uji ini perlu dilakukan baik normalitas untuk data yang bersifat tunggal (univariate) maupun normalitas seluruh data (multivariate). Dalam output AMOS, uji normalitas dilakukan dengan membandingkan nilai CR (critical ratio) pada assessment ofnormalitydengan kritis ± 2,58 pada level 0,01. Jika ada nilai CR yang lebih besar dari nilai kritis maka distribusi data tersebut tidak normal secara univariate. Sedangkan secara multivariatedapat dilihat pada c.r baris terakhir dengan ketentuan yang sama (Ferdinand, 2006).


(1)

Bollen-Stine Bootstrap (Default model)

The model fit better in 1346 bootstrap samples. It fit about equally well in 0 bootstrap samples. It fit worse or failed to fit in 654 bootstrap samples.

Testing the null hypothesis that the model is correct, Bollen-Stine bootstrap p = .327

ML discrepancy (implied vs sample) (Default model)

|---

214.762 |*

255.097 |*

295.431 |***

335.766 |********* 376.101 |***************** 416.435 |******************** 456.770 |******************* N = 2000 497.104 |**************** Mean = 448.479 537.439 |**********

S. e. = 1.773 577.773 |******

618.108 |***

658.442 |**

698.777 |*

739.111 |*

779.446 |*


(2)

Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate KDK <--> KPK .806 KPK <--> MOT .808 KDK <--> MOT .809


(3)

(4)

Hasil Uji Goodness of Fit Result (Default model)

Minimum was achieved Chi-square = 481.000 Degrees of freedom = 367

Probability level = .000

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 68 481.000 367 .000 1.311

Saturated model 435 .000 0

Independence model 29 2997.677 406 .000 7.383

RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model .023 .770 .728 .650 Saturated model .000 1.000

Independence model .328 .090 .025 .084

Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1 RFI rho1 IFI Delta2 TLI

rho2 CFI Default model .840 .822 .957 .951 .956

Saturated model 1.000 1.000 1.000

Independence model .000 .000 .000 .000 .000

Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model .904 .759 .864 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 1.000 .000 .000


(5)

RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model .055 .040 .068 .284 Independence model .248 .239 .256 .000


(6)

Standarized Estimate Regression Weights

Hasil uji standarized direct effect

Hasil standiarized indirect effect

Estimate S.E. C.R. P Keterangan KEP <--- KDK .205 .099 2.066 .039 Signifikan

KEP <--- KPK .210 .177 1.187 .235 Tidak signifikan

KEP <--- MOT .418 .160 2.613 .009 Signifikan KIN <--- KEP 1.161 .520 2.233 .026 Signifikan

KIN <--- MOT -.438 .287 -1.527 .127 Tidak signifikan

KIN <--- KDK -.055 .130 -.420 .674 Tidak signifikan

KIN <--- KPK .213 .183 1.164 .245 Tidak signifikan

Variabel MOT KPK KDK KEP KIN KEP .567 .173 .272 .000 .000

KIN -.896 .264 -.110 1.753 .000

Variabel MOT KPK KDK KEP KIN KEP .000 .000 .000 .000 .000


Dokumen yang terkait

Pengaruh keadilan jasa, terhadap word of mouth, kepuasan, dan intensitas pembelian ulang pelanggan: studi kasus atas penanganan keluhan pelanggan PT. AHASS di Ciledug

0 4 154

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL PADA KOMITMEN AFEKTIF DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI

4 27 125

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN PROSEDURAL KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PARAMEDIS DI RUMAH SAKIT

0 2 15

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL DALAM PENGGAJIAN TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU DAN KARYAWAN

0 3 89

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, KEADILAN DISTRIBUTIF KOMPENSASI DAN KEADILAN PROSEDURAL KOMPENSASI TERHADAP KOMITMEN AFEKTIF

0 5 114

Pengaruh Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Dan Keadilan Interaksional Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus Pada PT. Solo Sentral Taksi).

0 0 21

Pengaruh Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural terhadap Komitmen Organisasional.

3 12 18

Pengaruh Keadilan Distributif Dan Prosedural Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Paramedis Di Rumah Sakit | Atmojo | Jurnal Bisnis Teori & Implementasi 2544 6893 1 SM

0 0 16

Analisis Pengaruh Keadilan Distributif Kompensasi Dan Keadilan Prosedural Kompensasi Terhadap Kinerja Yang Dimediasi Oleh Kepuasan Kerja Pada Karyawan Di Rsud Kraton Kabupaten Pekalongan | Edy | Jurnal Bisnis Teori & Implementasi 2439 6654 1 SM

1 1 19

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF KOMPENSASI, KEADILAN PROSEDURAL KOMPENSASI DAN MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI PADA KARYAWAN PT KAYU LIMA UTAMA

0 0 15