Keterlibatan Masyarakat Hukum Adat dalam Kegiatan Investasi di Kawasan Hutan Adat

Dari uraian pada bagain sebelumnya dapat ditarik benang merah bahwa masyarakat hukum adat yang memenuhi kriteria persayaratan sebagai masyarakat hukum adat dapat mendaftarkan diri dalam rangka inventarisasi masyarakat hukum adat sehingga kemudian keberadaannya diakui oleh negara melalui Peraturan Daerah mengenai masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dengan demikian masyarakat hukum adat yang dudah diakui tersebut dapat digolongkan sebagai pemegang hak dan kewajiban, dalam hal ini masyarakat hukum adat sebagai badan hukum. Masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum tentunya memiliki objek pula. Objek kepemilikan masyarakat hukum adat berupa tanah ulayat yang didalamnya termasuk hutan adat.

B. Keterlibatan Masyarakat Hukum Adat dalam Kegiatan Investasi di Kawasan Hutan Adat

Apabila masyarakat hukum adat sebagai pemilik hutan adat sepakat untuk menggunakan hutan adat yang mereka miliki untuk kegiatan investasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka masyarakat hukum adat berhak terlibat dalam kegiatan penanaman modal tersebut. Keterlibatan itu tentunya untuk menghindari adanya kerugian dari masyarakat hukum adat sebagai pemilik hutan adat sehingga baik masyarakat hukum adat maupun investor sama-sama mendapatkan keuntungan. Model keterlibatan masyrakat hukum adat dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk, yakni kerjasama investasi, kerjasama kemitraan, dan dalam Corporate Social Responsibility CSR. Universitas Sumatera Utara 1. Kerjasama investasi Berdasarkan prakteknya dalam investasi dikenal beberapa bentuk kerjasama investasi, yakni 158 : a. Joint Venture Secara umum definisi joint venture atau perusahaan patungan adalah sebuah kesatuan yang dibentuk antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok dengan menyumbang keadilan kepemilikan dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya dan kontrol perusahaan. 159 Usaha patungan yang dimaksud di sini adalah usaha yang didirikan dengan modal bersama dan dikerjakan secara bersama-sama oleh masing-masing pemilik modal. Aminuddin Ilmar mendefinifikan joint venture sebagai suatu usaha kerja sama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka kontraktuil, dimana tidak ada membentuk suatu badan hukum baru. 160 Terdapat berbagai macam corak dari joint venture yang diketemukan dalam praktik aplikasi penanaman modal asing, antara lain: 1 Technical Assistance service Contract : suatu bentuk kerja sama yang dilakukan antara pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau cara kerja method. 158 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm. 61 -68. 159 Albertus Banunaek, “Perlindungan Kepada Pemegang Saham Minoritas Dalam Perusahaan Joint Ventur Di Indonesia”, Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012. hlm. 31. 160 Aminnudin Ilmar, Op.Cit. hlm. 61. Universitas Sumatera Utara 2 Franchise and brand-use Agreement : suatu bentuk usaha kerja sama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal. 3 Management Contract : suatu bentuk usaha kerja sama antara pihak modal asing dengan modal nasional dalam hal pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu perusahaan nasional. 4 Build, Operation and Transfer B.O.T : suatu bentuk kerjasama yang relative masih baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerjasama antara para pihak, di mana suatu objek dibangun, dikelola atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli. b. Joint Enterprise Joint enterprise merupakan suatu kerja sama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru. Joint Enterprise merupakan suatu perusahaan terbatas yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing. c. Kontrak Karya Kontak karya sebagai suatu bentuk usaha kerja sama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum itu mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu bentuk badan hukum yang mempergunakan modal nasional. Bentuk kerja sama ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan hukum milik negara BUMN. Universitas Sumatera Utara d. Production Sharing Dinamakan production sharing atau bagi hasil, oleh karena kredit yang diperoleh dari pihak asing ini beserta bunganya akan dikembalikan dalam bentuk hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Dengan kata lain, production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasiolnya kepada negara pemberi kredit. Kontrak production sharing adalah suatu bentuk kerja sama berupa perolehan kredit dari pihak asing yang pembayarannya termasuk bunganya dilakukan dari hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan Indonesia tersebut untuk mengekspor hasilnya ke negara pemberi kredit. 161 e. Penananaman Modal dengan DICS Rupiah Penanaman modal dengan Debt Investment Convertion Scheme DICS– Rupiah merupakan suatu bentuk campuran atau variasi antara kredit dengan penanaman modal. Dalam hal ini maka penanaman modal asing yang telah dilakukan harus dikembalikan lagi kepada kreditornya oleh pihak Indonesia. f. Penanaman Modal dengan Kredit Investasi Penanaman Modal dengan kredit investasi adalah bentuk kerja sama dimana di dalam bidang penanaman modal tidak dapat dipisahkan dengan tegas, 161 Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 171. Universitas Sumatera Utara oleh karena kredit luar negeri dapat menjadi penanaman modal asing di dalam negeri. Dalam praktiknya, penanaman modal dengan kredit investasi ini banyak dilakukan oleh para pemodal dalam negeri untuk membiayai setiap proyeknya yang ada di Indonesia. g. Portofolio Investment Portofolio investment atau dalam istilah lain dikenal dengan investasi tidak langsung adalah pemilik hanya memiliki sejumlah saham dalam suatu perusahaan tanpa ikut serta atau mempunyai kekuasaan langsung dalam pengelolaan manajemen perusahaan tersebut. 162 Ide Kerjasama Investasi dengan bentuk portofolio investment dapat dilihat langsung dalam kasus PT. Freeport Indonesia yang selanjutnya disebut PT. Freeport di bumi Papua. Melihat kembali pada perjalanan sejarah, persoalan penambangan di Papua telah didiskusikan lama baik pada era Orde Baru maupun setelahnya. Freeport berada di Papua saat Forbes Wilson bersama Del Flint melakukan ekpedisi pada tahun 1960 setelah membaca sebuah laporan ditemukannya Estberg oleh seorang geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy pada tahun 1936. Penandatanganan Kontrak Karya pertama dengan Pemerintah Indonesia pada bulan April 1967 dengan dilanjutkan eksplorasi pada Desember 1967 dan tahun 1991 menandatangani Kontrak Karya kedua. Pada tahun 2001 Freeport telah menghasilkan 1,5 milyar ton tembaga dan 2,3 juta ons emas. 163 162 Soedjono Dirhjosisworo., Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1999, Hlm. 222. 163 Agustinus Dawarja., Negara Adat Papua kalah atas Modal, Legal Article, diposkan pada 21 April 2006. Lihat : http:www.lexregis.com?menu=legal_articleid_la=1. Diakses pada 22 Februari 2014. Universitas Sumatera Utara Komposisi kepemilikan saham dalam PT Freeport awalnya adalah Freeport-McMoran Copper Gold Inc 81.28, Pemerintah Indonesia 9.36 dan PT Indocopper Investama 9.36. Dengan komposisi tersebut, Freeport mengontrol 81.28 saham dan harta kekayaan alam yang terkandung di Tembaga Pura. 164 Di sisi lain, UUPA pada Pasal 1 ayat 3 juga menegaskan hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air serta ruang angkasa merupakan hubungan abadi. UUPA menegaskan bahwa pemanfaatan dan relasi antara bangsa dengan bumi serta kekayaan alamnya adalah relasi abadi, terkecuali ada kepentingan pemanfaatan dan penggunaan dengan urutan prioritas sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UUPA. Meskipun, masyarakat Papua Timika sudah memiliki hubungan hukum dengan tanah mereka jauh sebelum Freeport berada di sana, dalam kenyataannya lembaga adat selaku pemilik penguasa awal tradisional dianggap orang asing bagi PT. Freeport. Hal ini bisa dilihat dalam struktur kepemilikan saham PT. Freeport yang sama sekali tidak mengakui atau mengakomodir hubungan abadi antara lembaga adat di Timika dengan tanah mereka dalam struktur kepemilikan saham PT. Freeport Apabaila PT. Freeport atau negara mengakui masyarakat Timika Lembaga adat setempat selaku pemilik hubungan abadi dengan tanah mereka sebagaimana diatur dalam UUPA, seharusnya dan sepantasnya mereka dijadikan pemegang saham baik dengan membentuk Persekutuan Lembaga Adat atau 164 Ibid. Universitas Sumatera Utara struktur lain yang menjelaskan kepentingan masyarakat adat Papua atau Timika selaku pemegang hak abadi atas tanah mereka. Berkaca dari kasus PT. Freeport tersebut, maka muncul dan berkembanglah wacana bahwa masyarakat hukum adat memungkinkan untuk melakukan kegiatan portofolio investment atau penyertaan saham dalam perusahaan penanaman modal. Berbagai macam bentuk kerjasama investasi yang telah dipaparkan sebelumnya, masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum dapat saja melakukan kerjasama investasi dalam bentuk potofolio investment. Dalam hal ini, masyarakat hukum adat hanya memiliki sejumlah saham dalam suatu perusahaan yang melakukan investasi di wilayah hutan adat mereka, dimana lahan hutan adat mereka menjadi bagian dari penyertaan modal masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat tidak harus ikut serta dalam pengelolaan manajemen tersebut. Namun, masyarakat hukum adat tetap dapat menikmati hasil keuntungan dari perusahaan. 2. Kerjasama Kemitraan Menurut kamus bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya : perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. 165 Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Julius Bobo menyatakan bahwa 165 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Universitas Sumatera Utara tujuan utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan Self-Propelling Growth Scheme dengan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya. 166 Peraturan perundang-undangan mengartikan kemitraan sebagai kerjasama dalam keterkaitan usaha baik langsung maupun tidak langsung atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar. 167 Dalam pasal 25 Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Kemitraan antar-usaha mikro, kecil, dan menengah dan Kemitraan antara usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Kemitraan dilaksanakan dengan pola 168 : a. Inti-plasma; b. Subkontrak; c. Waralaba; d. Perdagangan umum; 166 Lihat http:www.damandiri.or.idfilearirahmathakimundipbab2a.pdf diakses pada : 17 Februari 2014 167 Lihat Pasal 1 angka 13 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 168 Lihat Pasal 26 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Universitas Sumatera Utara e. Distribusi dan keagenan; dan f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti bagi jasil, kerjasama operasional, usaha patungan joint venture, dan penyumberluasan outsourching. Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma dilakukan oleh usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah, yang menjadi plasmanya dalam 169 : a. Penyediaan dan penyiapan lahan; b. Penyediaan sarana produksi; c. Pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha; d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; e. Pembiayaan; f. Pemasaran; g. Penjaminan; h. Pemberian informasi, danpemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha. Penerapan pola inti-plasma umumnya dilakukan dalam usaha perkebunan maupun pertanian. Sekarang terdapat kecenderungan berkembangnya bentuk- bentuk khas organisasi yang mengaitkan secara vertical satuan-satuan usaha kecilrakyat dengan pengusaha besar agroindustri. Menurut Freeman dan Karen, tipe hubngan transaksi yang “menjanjikan” adalah hubungan satellite farming di sekeliling corporate core, yaitu petani sebagai satelit dengan perusahaan 169 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 27. Universitas Sumatera Utara agroindustri sebagai inti. 170 Bentuk hubungan tersebut selanjutnya disebut usaha tani kontrak contract farming. Di Indonesia contract farming ini, lebih banyak dikenal dengan usaha pertanian kontrak yang memiliki berbagai macam model atau pola. Pola-pola tersebut berbentuk PIR-BUN Perusahaan Inti Rakyat- Perkebunan, TIR Tebu Inti Rakyat, PIR-unggas Perusahaan Inti Rakyat- unggas dan lain-lain. Dengan demikian perjanjian inti plasma adalah perjanjian yang dibuat antara perusahaan inti dengan petani plasma, yang di dalamnya mengatur tentang jual beli hasil produksi dan pemasaran hasil produksi, termasuk golongan perjanjian bernama. Oleh karena itu perjanjian ini, sesuai dengan Pasal 1319 KUHPerdata. Dengan demikian asas-asas perjanjian dalam KUHPerdata akan berlaku, kecuali apabila para pihak memperjanjikan lain. 171 Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak, untuk memproduksi barang danatau jasa, usaha besar memberikan dukungan berupa 172 : a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi danatau komponennya; b. Kesempatan memperolrh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar; c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen; d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; 170 Musa Rajekshah, “Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan”, Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana USU, 2009, hlm. 51. 171 Ibid. 172 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 28. Universitas Sumatera Utara e. Pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak, dan f. Upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak. Sistem bapak angkat atau hubungan subkontrak sebenarnya tidak lahir di Indonesia. Sistem ini diadopsi dari Jepang oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia, setelah melihat bahwa Jepang juga cukup berhasil dalam melaksanakan sistem ini. 173 Sistem subkontrak menjadi bagain penting dari program keterkaitan yang oleh Departemen Perindustrian telah dipromosikan sejak akhir tahun 1970-an. Bentuk-bentuk keterkaitan ini pada kenyataannya sangat bervariasi. Dalam konteks industrialisasi pedesaan keterkaitan ini bersifat antar sektor atau berada dalam sektor industri sendiri. Sistem subkontrak menciptakan suatu kaitan antara pihak pemesan principal dengan pihak produsen subkontraktur. Keterkaitan ini antara lain ditunjukkan dalam kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak prinsipal maupun produsen. Pihak prinsipal misalnya harus menyediakan modal, bahan baku, dan melaksanakan pemasaran atau prinsipal hanya menyediakan modal dan melaksanakan pemasarannya, sedangkan pihak produsen melaksanakan proses produksi dan menyediakan tenaga kerja atau produsen yang menyediakan bahan baku maupun bahan pendukung. Pihak prinsipal yang menentukan jenis pesanan, jumlah, motif, waktu dan harga barang yang dipesan. 174 173 Bontor Arifin Hutasoit, “Hubungan Subkontrak Antara Partonun dengan Toke Studi Kasus Pada Industri Kerajinan Ulos Di Kecamatan Siatas Barita Kab Taput”, Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana USU Medan 2005, hlm. 32. 174 Ibid, hlm. 34. Universitas Sumatera Utara Usaha besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba memberikan kesempatan dan mendahulukan usaha mikro, kecil, dan menengah yang memiliki kemampuan. Pemberi waralaba mengutamakan penggunaan barang danatau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan danatau dijual berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan. 175 M. Tohar menguraikan usaha waralaba sebagai usaha menengah atau usaha besar sebagai pemberi waralaba memberikan hak penggungaan lisensi, merk dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Usaha menengah atau usaha besar yang dimaksud memperluas usahanya dengan cara memberi kesempatan dan mendahulukan usaha kecil yang memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penerima waralaba bagi usaha yang bersangkutan. 176 Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha mikro, kecil, dan menengah oleh usaha besar yang dilakukan secara terbuka. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh usaha besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi usaha kecil atau usaha mikor sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan. 175 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 29. 176 Bontor Arifin Hutasoit, Op.Cit., hlm. 36. Universitas Sumatera Utara Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak. 177 Dalam pelaksanaan kemitran dengan pola distribusi dan keagenan, usaha besar danatau usaha menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada usaha mikro danatau usaha kecil. 178 Dalam hal ini usaha kecil ditunjuk sebagai agen yang diutamakan untuk kegiatan usaha yang tidak mensayaratkan adanya fasilitas pemeliharaanperbaikan yang memerlukan investasi tersendiri. 179 Sedangkan dalam hal usaha mikro, kecil, dan menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam hal ini Undang-Undang Penanaman Modal. 180 Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana disebutkan diatas diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selain dari berbagai bentuk pola yang telah diuraikan diatas, kerjasama kemitraan juga dapat dilakukan oleh perusahaan penanam modal dengan masyarakat dalam hal ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membuka peluang diadakannya perjanjian kerja bersama dengan tenagakerja. Pasal 1 angka 21 menyebutkan “Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerjaserikat buruh atau beberapa serikat pekerjaserikat buruh yang tercatat pada instansi yang 177 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 30. 178 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 31. 179 Bontor Arifin Hutasoit, Op.Cit., hlm. 36. 180 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 32. Universitas Sumatera Utara bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”. Dalam hal ini berarti masyarakat hukum adat berpeluang untuk bekerja dalam perusahaan tersebut sesuai dengan kapasitas yang dimiliki mereka. Berdasarkan uraian diatas, bentuk kerjasama kemitraan yang dimungkinkan dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan investor adalah pola inti-plasma, pola subkontrak, dan kerjama ketenagakerjaan. Dengan dilakukannya kerjasama kemitraan tersebut diharapkan nantinya masyarakat hukum adat dapat berkembang dan meningkatkan kesejahteraannya. 3. Corporate Social Responsibility CSR David C. Koerten berpendapat bahwa kecenderungan negara-negara maju mengutamakan pertumbuhan mengilhami pelaku-pelaku usaha untuk bertindak ekspansif. Akibatnya, upaya memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dilakukan tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan maupun kehidupan masyarakat sekitar. Isu CSR adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perushaan dan masyarakat disekitar perusahaan. Oleh karena itu berkaitan pula dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu atau sekelompok mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat. 181 181 Bismar Nasution., Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Bahan Kuliah Hukum Perusahaan. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan. 2013. Universitas Sumatera Utara Menyangkut kewajiban CSR sangat berkaitan dengan teori utilitarisme yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Pandangan teori ini menekankan pada suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar the greatest good for the greatest number dengan perkataan lain kalau memaksimalkan manfaat Utility Realisme. 182 Artinya bahwa bila perusahaan melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan dan juga ikut memikirkan kebaikan, kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat. 183 Masyarakat yang berada di sekitar perusahaan adalah salah satu pemangku kepentingan utama dari sistem perusahaan. Dikemukakan demikian adalah karena pada hakekatnya dukungan dari masyarakat setempat sangat diperlukan dalam rangka perwujudan, kelangsungan hidup, dan kemajuan perusahaan. Sebagai suatu pemangku kepentingan stakeholder utama, maka masyarakat setempat harus dipandang sebagai bagian dari pada perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus memiliki komitmen dan tekad untuk memberikan manfaat yang sebesar- besarnya atas kehidupan masyarakat setempat. 184 Termasuk pula masyarakat hukum adat apabila perusahaan beroperasi di wilayah kawasan hutan adat. Dalam tulisan yang berjudul The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the moral Management of Organizational Stakeholders, 182 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanusius, 2000, hlm. 238. 183 Musa Rajekshah, Op.Cit., hlm. 44. 184 Matias Siagian dan Agus Suriandi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan: FISIP USU PRESS, 2010, hlm. 51. Universitas Sumatera Utara Archie B. Carroll menggambarkan piramida tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut 185 : Gambar 2. Piramida tanggung jawab sosial perusahaan Peraturan perundang-undangan Indonesia mengatur mengenai kewajiban CSR bagi perusahaan, antara lain peraturan penanaman modal dan peraturan perseroan terbatas. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 3007 tentang Penanaman Modal pasal 15 menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban: a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan 185 Amin Widjaja Tunggal, Corporate Social Responsibility CSR, Jakarta :Harvarindo, 2008, hlm. 57. Philantropic Responsibilities Be a good corporate citizen. Contribute resources to the community; improve quality of life. Ethical Responsibilities Be ethical. Obligation to do what is right, just, and fair. avoid harm. Legal Responsibilities Obey the law. Law is societys codification of right and wrong, Play by the rules of the game . Economic Responsibilities Be profitable. The foundation upon which all others rest. Universitas Sumatera Utara c. Melaksanakan laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal d. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undnagan. Penjelasan Pasal 15 b lebih lanjut menerangkan bahwa “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. Peraturan perundangan lainnya yang mewajibkan CSR adalah Undang- Perseroan Terbatas Pasal 74 yang menentukan bahwa : 1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. 2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Universitas Sumatera Utara Dalam upaya mencapai efektivitas implementasi tanggung jawab sosial perusahaan, Saidi dan Abidin mengemukakan sedikitnya ada empat model atau pola yang secara umum dapat dilaksanakan di Indonesia, yaitu 186 : 1. Model keterlibatan langsung. Perusahaan sendiri yang secara langsung mengimplementasikan program tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Model yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan sendiri mendirikan yayasan atau organisasi sosial. 3. Model bermitra dengan pihak lain. Pihak perusahaan melakukan kerjasama dengan organisasi lain, dimana organisasi mitra kerjasama tersebutlah yang secara langsung mengelola pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan. 4. Model mendukung dan bergabung dengan konsorsium. Sejumlah perusahaan berkerjasama mendirikan organisasi sosial. Selanjutnya organisasi sosial inilah yang secara langsung bertanggung jawab dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan. Rogovsky menyusun tabel yang menggambarkan manfaat penglibatan masyarakat setempat oleh perusahaan dalam implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut 187 : Tabel 3. Keterlibatan Masyarakat Setempat Pada Persuahaan Masyarakat Setempat Pada Perusahaan Perusahaan Pada Masyarakat Setempat  Reputasi yang lebih baik  Izin untuk beroperasi secara sosial  Mampu menggunakan pengetahuan  Peluang penciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja, dan program latihan 186 Ibid, hlm. 78. 187 Ibid, hlm. 79. Universitas Sumatera Utara dan tenaga kerja lokal  Keamanan yang lebih terjamin  Infrastruktur dan lingkungan sosial ekonomi yang lebih baik  Menarik dan menjaga pribadi yang efisien dan memiliki komitmen yang tinggi  Menarik pekerja, pemasok, pemberi pelayanan dan konsumen setempat yang berkualitas  Laboratorium kajian pembaruan organisasi  Pembagian penanaman modal bagi masyarakat, pengembangan rangka asas  Keterampilan perdagangan  Efisiensi teknik dan pribadi pekerja yang terlibat  Keterwakilan ekonomi sebagai strategi promosi bagi prakarsa masyarakat setempat Implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan juga sejalan dengan peranan pekerja sosial. Aktivitas pekerja sosial terfokus pada upaya peningkatan kesejahteraan manusia, baik secara individual, kelompok maupun masyarakat. Jika dikaitkan dengan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan dapatlah dikemukakan bahwa aktualisasi asumsi-asumsi yang terdapat dalam pekerjaan sosial sebagai suatu profesi yang diperankan oleh pekerja sosial akan menjadikan program tanggung jawab sosial perusahaan itu bukan lagi sekedar aktivitas kedermawanan sosial yang bersifat sukarela, tetapi akan menjadikannya sebagai aktivitas yang sistematik dan professional, sesuai dengan keperluan masyarakat, khususnya target group. Oleh karena itu peranan pekerja sosial dalam implementasi tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya jika dikaitkan dengan tujuan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan dapatlah kiranya disimpulkan bahwa konsep pekerjaan Universitas Sumatera Utara sosial dan tanggung jawab sosial perusahaan itu memiliki tujuan yang sama. Tujuan keduanya adalah peningkatan kualitas hidup manusia, yang ditandai dengan kemandirian. Pertimbangan filosofis implementasi tanggung jawab sosial perusahaan harus menjadikan manusia itu baik dalam wujud pribadi, kelompok maupun masyarakat dapat menolong diri sendiri. 188 Dengan adanya program CSR ini sangat diharapkan agar masyarat hukum adat dapat langsung merasakan manfaat dari hadirnya perusahaan di wilayah adat mereka. Selain hal tersebut, perlu adanya ketegasan bahwa program CSR suatu perusahaan harus disalurkan pada masyarakat sekitar dalam hal ini masyarakat hukum adat bila dilakukan dikawasan hutan adat, agar tidak terjadi penyaluran dana CSR yang keluar dari masyarakat sekitar. 188 Ibid., Hlm. 93. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan