Pengaturan Kegiatan Investasi di Wilayah Hutan

proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha danatau kegiatan. 122 Kegiatan pengawasan dilaksanakan melalui pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal, sebagai tindak lanjut dari 123 : 1 Evaluasi atas pelaksanaan penanaman modal berdasarkan perizinan dan nonperizinan yang dimiliki; 2 Adanya indikasi penyimpangan atas ketentuan pelaksanaan penanaman modal; 3 Penggunaan fasilitas pembebasan bea masuk sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk.

B. Pengaturan Kegiatan Investasi di Wilayah Hutan

Sumber daya hutan merupakan salah satu ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan alam di jagad raya ini. Hal ini menjadi sumber kekayaan yang dapat dikelola dengan baik, yang dipergunakan untuk membangun bangsa dan negara. Oleh karena itu, aset yang terdapat di dalam hutan sangat dibutuhkan untuk menambah pendapatan negara dan pendapatan daerah, sehingga adanya pengelolaan hutan tersebut dapat pula menopang pendapatan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan. 124 122 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 1 Angka 2. 123 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 19 124 Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara Secara normatif hutan didefinisikan berbeda dengan kehutanan. Kehutanan diartikan sebagai sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. 125 Sedangkan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. 126 Hutan dalam bahasa Inggris disebut Forest, yaitu “a large piece of land covered with trees”. 127 Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan- kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida carbon dioxide sink, habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. 128 Selanjutnya, Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 129 Dari pengertian tentang hutan dan kawasan hutan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Kehutanan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian “Hutan” adalah pengertian fisik atau pengertian ekologi, yaitu suatu hamparan lahantanah yang didominasi pepohonan sebagai suatu kesatuan ekosistem. Sedangkan pengertian “Kawasan Hutan” adalah pengertian yuridis atau status 125 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bab 1, Pasal 1 Angka 3 126 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bab 1, Pasal 1 Angka 2. 127 Abdul Musis Yusuf dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Kehutanan di Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011, hlm. 18. 128 Ibid. 129 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bab 1, Pasal 1 Angka 3. Universitas Sumatera Utara hukum, yaitu wilayah atau daerah tertentu yang ditunjuk danatau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 130 Pendefinisian Kawasan Hutan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Kehutanan telah mengalami perubahan sejak dikeluarkannya Putusan MK Nomor: 045PUU-IX2011 tentang Uji Materi Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Kehutanan. Dalam putusan tersebut, MK mengabulakan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dengan menghapus frasa “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 anka 3 Undang-Undang Kehutanan, sehingga berbunyi: “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Implikasinya, penentuan kawasan hutan tidak hanya sekedar pada penunjukan kawasan hutan, tetapi juga dilakukan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. 131 1. Jenis-Jenis Hutan Pembagian jenis hutan dapat dibedakan atas dua, yakni menurut fungsinya dan menurut statusnya. 132 Berikut pembagian serta penjelasannya yang disadur dari buku Pengantar Hukum Kehutanan Indonesial oleh Abdul Khakim : a. Menurut Fungsi Hutan Berdasarkan fungsinya hutan terbagi menjadi 3 tiga macam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, yaitu: 1 Hutan Konservasi 130 Bambang Eko Supriyadi., Hukum Agraria Kehutanan Aspek Hukum Pertanahan dalam Pengelolaan Hutan Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013, Hlm. 68. 131 Ibid.,Hlm. 69. 132 Abdul Khakim., Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia Dalam Era Otonomi Daerah, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, Hlm. 37 – 41. Universitas Sumatera Utara Hutan konservasi ialah kawasan hutan dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Fungsi pokok maksudnya adalah fungsi utama yang diemban oleh suatu hutan. Hutan konservasi terbagi menjadi 3 tiga macam, yaitu : a Kawasan hutan suaka alam, hutan dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. b Kawasan hutan pelestarian alam, hutan dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, erta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam menurut Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 terdiri atas : 1 Taman nasional ialah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 2 Taman hutan raya ialah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan danatau satwa yang alami atau buatan, jenis asli danatau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan rekreasi. Universitas Sumatera Utara 3 Taman wisata alam ialah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. c Taman buru, kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. 2 Hutan Lindung Hutan lindung ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, yaitu untuk mengatur tata air, mencegah banjir, menendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 3 Hutan Produksi Hutan produksi ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Walaupun setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda, pada umumnya semua hutan mempunyai fungsi konservasi, lindung, dan produksi. Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda- beda sesuai dengan keadaan fisik, tofografi, flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. 4 Hutan dengan tujuan khusus Hutan dengan tujuan khusus ialah hutan yang dipergunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta kepentingan-kepentingan religi dan budidaya setempat. Pemanfaatan hutan untuk tujuan khusus ini tidak boleh mengubah fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. 5 Hutan kota Universitas Sumatera Utara Hutan kota ialah kawasan tertentu di setiap kota yang berfungsi untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air. Hutan kota ini dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan tanah. b. Menurut Status Hutan Berdasarkan statusnya Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 hutan terbagi menjadi 2 dua macam, yaitu : 1 Hutan Negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan Negara dapat berbentuk : a Hutan Adat ialah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat rechtgemeenschap. Dahulu istilah hutan adat populer dengan sebutan hutan ulayat, hutan marga, hutan pertuanan, dan sebagainya. b Hutan Desa ialah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. c Hutan kemasyarakatan ialah hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 2 Hutan hak ialah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik disebut hutan rakyat. Pengertian hutan hak menurut Pasal 67 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, serta dibuktikan dengan alam titel atau hak atas tanah. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor PUU 35PUU-X2012 maka kategori hutan hak di dalamnya haruslah dimasukkan hutan adat. Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Kehutanan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali dimaknai bahwa “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, tidak termasuk hutan adat”. Adapun hutan hak terdiri dari hutan adat dan hutan perseoranganbadan hukum. Terhadap hutan negara sebagian konsekuensi penguasaan negara terhadap hutan, negara dapat memberikan pengelolaan kepada desa untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat desa, dan hutan negara dapat juga dimanfaatkan bagi pemberdayaan masyarakat. 133 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini maka hutan berdasarkan statusnya teridiri dari hutan negara dan hutan hak. Dimana hutan hak terbagi atas hutan adat dan hutan atas hak lainnya. 2. Penggunaan Wilayah Hutan untuk Kegiatan Investasi Apabila berpedoman pada PP Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Lampiran II PP tersebut mencatumkan 34 usaha yang dapat dilakukan untuk penanaman modal di Bidang Kehutanan. Masing-masing kegiatan diberikan peruntukan dan persyaratan yang berbeda, ada yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi; kemitraan; 133 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35PUU-X2012 Hlm. 179 Universitas Sumatera Utara kepemilikan modal asing; perizinan khusus; dan modal dalam negeri 100 . Daftar kegiatan investasi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 2. Daftar Kegiatan Investasi No. Kegiatan Keterangan 1 Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar TSL dari Habitat Alam kecuali reptil ular, biawak, kura-kura, labi-labi dan buaya Dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, mengengah dan koperasi 2 Pengusahaan Hutan Tanaman Lainnya Aren, Kemiri, Biji Asam, Bahan Baku Arang, Kayu Manis dll 3 Industri Primer Pengolahan Hasil Hutan bukan Kayu lainnya Getah Pinus, Bambu 4 Pengusahaan Sarang Burung Walet di Alam 5 Industri Kayu Gergajian kapasitas produksi sampai dengan 2000M 3 tahun 6 Industri Primer Pengolahan Rotan 7 Industri Barang Setengah Jadi dari Kayu Bakau:  industri kerajinan ukir-ukiran kecuali mebeler  industri alat-alat dapur  industri barang yang tidak diklasifikasikan di tempat lain 8 Pengusahaan rotan Kemitraan 9 Pengusahaan getah pinus 10 Pengusahaan bamboo 11 Pengusahaan dammar 12 Pengusahaan gaharu 13 Pengusahaan shellac 14 Pengusahaan tanaman pangan alternatif sagu 15 Pengusahaan perlebahan 16 Pengusahaan getah-getahan 17 Pengusahaan kokonkepompong ulat sutra persutraan alam 18 Pengusahaan perburuan di Taman Buru dan Blok Buru Kepemilikan Modal Asing 19 Penangkaran Satwa Liar dan Tumbuhan 20 PenangkaranBudidaya Koral 21 Pengusahaan Pariwisata Alam berupa Pengusahaan Sarana, Kegiatan dan Jasa Ekowisata di Dalam Kawasan Hutan:  Wisata tirta  Wisata petualangan alam  Wisata gua  Wisata minat usaha lainnya 22 Penangkapan dan Peredaran reptil ular, biawak, kura- Perizinan Khusus Universitas Sumatera Utara kura, labi-labi dan buaya dari habitat alam 23 Pengembangan teknologi pemanfaatan genetik tumbuhan dan satwa liar 24 Pemanfaatan pengambilan dan peredaran koralkarang hias dari alam untuk akuarium 25 Pemanfaatan pengambilan dan peredaran koralkarang untuk koral mati recent death coral dari hasil transplantasipropagasi 26 Industri kayu gergajian dengan kapasitas produksi di atas 2000M 3 tahun 27 Industri veneer 28 Industri kayu lapis 29 Industri laminated veneer lumber LVL. 30 Industri serpih kayu wood chip 31 Industri pellet kayu wood pellet 32 Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam Modal Dalam Negeri 33 Pengadaan dan peredaran benih dan bibit tanaman hutan ekspor dan impor benih dan bibit tanaman hutan 34 Usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan hutan Selain hal tersebut, payung hukum dari penggunaan wilayah hutan adalah PP Nomor 24 Tahun 2010 jo PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Penggunaan Kawasan Hutan didefinisikan sebagai penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukkan kawasan hutan tersebut. 134 Penggunaan Kawasan Hutan ini pada dasarnya bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, termasuk pula kegiatan investasi. Penggunaan Kawasan Hutan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi danatau kawasan hutan lindung. Hal yang harus ditekankan dari 134 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 jo Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 1 angka 5. Universitas Sumatera Utara penggunaan kawasan hutan adalah bahwa dalam penggunaannya dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas, jangka waktu tertentu, serta kelestarian lingkungan. Berdasarkan PP tersebut, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Kegiatan tersebut meliputi 135 : a. Religi b. Pertambangan c. Instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik serta teknologi energi baru dan terbarukan d. Pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi e. Jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api f. Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi g. Sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih limbah h. Fasilitas umum i. Industri selain industri primer hasil hutan j. Pertahanan dan Keamanan k. Prasarana penunjang keselamatan umum 135 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 jo Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 4 ayat 2. Universitas Sumatera Utara l. Penampungan sementara korban bencana alam m. Pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan energy 3. Persyaratan Investasi di Wilayah Hutan Pembahasan mengenai persyaratan investasi di wilayah hutan akan sangat bergantung pada pengaturan penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan. 136 Izin pinjam pakai kawasan hutan dapat dilakukan dengan: a. izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di bawah 30 tiga puluh perseratus dari luas daerah aliran sungai, pulau, danatau provinsi, dengan ketentuan kompensasi lahan dengan ratio paling sedikit 1:1 untuk nonkomersial dan paling sedikit 1:2 untuk komersial; b. izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30 tiga puluh perseratus dari luas daerah aliran sungai, pulau, danatau provinsi, dengan ketentuan: 1 penggunaan untuk nonkomersial dikenakan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dengan ratio 1:1 136 Lihat Pasal 6 ayat 1 PP Nomor 24 Tahun 2010 jo PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Universitas Sumatera Utara 2 penggunaan untuk komersial dikenakan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai paling sedikit dengan ratio 1:1 Perizinan merupakan instrumen administrasi pemerintah yang dikeluarkan untuk memberikan perkenaan untuk membuka atau melakukan sesuatu untuk memberikan perkenaan untuk membuka atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan suatu kegiatan, termasuk di dalamnya perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penelolaan di bidang kehutanan. 137 Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan diajukan oleh menteri atau pejabat setingkat menteri, gubernur, bupatiwalikota, pimpinan badan usaha, atau ketua yayasan yang nantinya akan ditujukan kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia sebagai pimpinan lembaga penyelenggara urusan pemerintahan di bidang kehutanan. 138 Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dalam bentuk dokumen yang dilegalisasi oleh instansi penerbit atau notaris. Persyaratan administrasi yang dimaksud meliputi 139 : a surat permohonan yang dilampiri dengan peta lokasi kawasan hutan yang dimohon; b Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi IUP EksplorasiIzin Usaha Pertambangan Operasi Produksi IUP Operasi Produksi atau 137 Supriadi, Op.Cit. hlm. 158. 138 Permenhut Nomor 14Menhut-II2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 11. 139 Permenhut Nomor 14Menhut-II2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 13. Universitas Sumatera Utara perizinanperjanjian lainnya yang telah diterbitkan oleh pejabat sesuai kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki perizinanperjanjian; c rekomendasi: 1 gubernur untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di luar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh bupatiwalikota dan Pemerintah; atau 2 bupatiwalikota untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di luar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh gubernur; atau 3 bupatiwalikota untuk pinjam pakai kawasan hutan yang tidak memerlukan perizinan sesuai bidangnya; d pernyataan dalam bentuk akta notaris yang menyatakan: 1 kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan kesanggupan menanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan; 2 semua dokumen yang dilampirkan dalam permohonan adalah sah; dan 3 tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri; e akta pendirian dan perubahannya bagi badan usahayayasan; f dalam hal permohonan diajukan oleh badan usaha atau yayasan, selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e ditambah persyaratan: 1 profil badan usahayayasan; 2 Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3 laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Universitas Sumatera Utara Rekomendasi gubernur atau bupatiwalikota memuat persetujuan atas penggunaan kawasan hutan yang dimohon, berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas KabupatenKota yang membidangi Kehutanan dan Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan setempat. Pertimbangan teknis tersebut memuat letak dan lokasi areal yang dimohon sesuai fungsi kawasan hutan, luas kawasan hutan yang dimohon dan dilukiskan dalam peta, serta kondisi kawasan hutan antara lain tutupan vegetasi, ada tidaknya perizinan pada kawasan hutan yang dimohon. Sedangkan persyaratan teknis meliputi 140 : a rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi skala 1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas kawasan hutan yang dimohon; b citra satelit terbaru paling lama liputan 2 dua tahun terakhir dengan resolusi minimal 15 lima belas meter dan hasil penafsiran citra satelit oleh pihak yang mempunyai kompetensi di bidang penafsiran citra satelit dalam bentuk digital dan hard copy dan pernyataan bahwa citra satelit dan hasil penafsiran benar; c dokumen AMDAL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL, sesuai peraturan perundang-undangan atau dokumen lingkungan sesuai peraturan perundang- undangan dan disahkan oleh instansi yang berwenang; dan 140 Permenhut Nomor 14Menhut-II2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 14. Universitas Sumatera Utara d pertimbangan teknis Direktur Jenderal yang membidangi Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk perizinan kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh gubernur atau bupatiwalikota sesuai kewenangannya, memuat informasi antara lain bahwa areal yang dimohon di dalam atau di luar Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang berasal dari Wilayah Pencadangan Negara dan pola pertambangan. 4. Pengawasan Investasi di Wilayah Hutan Pengawasan investasi di wilayah hutan dilakukan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia sebagaimana yang telah diamanahkan dalam Pasal 38 Permenhut tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, bahwa Menteri menyelenggarakan monitoring dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasn hutan, dispensasi pinjam pakai kawasan hutan, dan izin pinjam pakai kawasan hutan. Monitoring dilakukan sebagaimana pembinaan agar pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan memenuhi kewajibannya. Sedangkan, evaluasi dilakukan untuk mengetahui besarnya perbedaan antara status pemenuhan kewajiban dan kewajiban yang tercantum dalam persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan perpanjangan atau tindakan-tindakan koreksi termasuk sanksi. Pelaksanaan monitoring tidak jauh berbeda dengan evaluasi. Pada monitoring, Menteri menugaskan kepada bupatiwalikota untuk melakukan monitoring persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan dan izin pinjam pakai Universitas Sumatera Utara kawasan hutan. Monitoring tersebut dilaksanakan oleh Tim yang dikordinasikan oleh Kepala Dinas KabupatenKota yang membidangi kehutanan dengan anggota terdiri dari unsur Dinas KabupatenKota yang membidangi energi dan sumber daya mineral, BadanDinas KabupatenKota yang membidangi lingkungan hidup, Perum Perhutani dalam hal berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani, serta unsur terkait lainnya. Monitoring dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 satu kali dalam 1 satu tahun. Apabila monitoring telah terlaksana, maka Bupati menyampaikan hasil monitoring kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur dan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. 141 Sedangkan, pada evaluasi Menteri melimpahkan pelaksanaan evaluasi persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan dan izin pinjam pakai kawasan kepada Gubernur. Evaluasi tersebut dilaksanakan oleh Tim yang dikordinasikan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan dengan anggota terdiri dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, BadanDinas Provinsi dan KabupatenKota yang membidangi lingkungan hidup, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi, Perum Perhutani dalam hal berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani serta unsur terkait lainnya. Evaluasi izin pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 satu kali dalam 5 lima tahun. Gubernur menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. 142 Dalam hal hasil evaluasi atas 141 Permenhut Nomor 14Menhut-II2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 38A. 142 Permenhut Nomor 14Menhut-II2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 38B. Universitas Sumatera Utara pemenuhan kewajiban pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutanpenerima dispensasipemegang izin pinjam pakai kawasan hutan tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan, pemegang izin dikenakan sanksi sesuai peraturan peraturan perundang-undangan. Universitas Sumatera Utara BAB IV KETERLIBATAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM KEGIATAN INVESTASI DI DALAM KAWASAN HUTAN ADAT A. Eksistensi Hutan Adat Di Indonesia Hak untuk mengelola sumberdaya alam, termasuk hutan, merupakan salah satu hak ekonomi, sosial dan budaya yang melekat pada setiap manusia sejak dilahirkan. Karenanya, hak seperti ini dapat dikategorikan sebagai “hak alamiah” atau “hak bawaan” yang melekat secara kodrat pada setiap insan. 143 Menurut Garreth Hardyn, merujuk pada teori Common Property, sebetulnya sumberdaya alam yang ada di bumi ini merupakan sumberdaya yang bebas, dan terbuka untuk siapa saja serta dapat dimiliki bersama. Untuk pengelolaannya setiap individu dapat mengambil bagian dan akan berusaha memaksimalkan keuntungan yang didapat dari pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Pada mulanya tidak ada aturan yang menghalangi siapapun untuk mengeksploitasi sumberdaya alam tersebut secara maksimal. Namun, ketika semua orang berupaya memaksimalisasi pengelolaan sumberdaya alam, maka sumberdaya alam tersebut menjadi berkurang, bahkan kemungkinan besar bisa habis. Karena itu perlu adanya pengaturan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Hak atau kekuasaan atas sumberdaya alam dapat dibedakan kedalam empat kategori, yaitu 144 : 143 Taqwaddin, Op. Cit., hlm. 16. 144 Ibid, hlm. 17. Universitas Sumatera Utara 1. Open access, yaitu suatu sumberdaya yang tidak jelas penguasaannya. Akses terhadap sumberdaya ini tidak diatur dan terbuka bagi siapa saja. 2. State property, yaitu sumberdaya yang hak penguasaannya berada pada Negara. 3. Communal property, yaitu sumberdaya yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat yang menggunakannya secara de facto dan diakui secara legal. 4. Private property, yaitu sumberdaya yang hak penguasaan dan pemilikannya pada perseorangan, yang secara de facto atau secara legal diperkuat oleh negara pemerintah. Kekuasaan masyarakat hukum adat atas pengelolaan hutan adatnya merupakan derivasi dari kekuasaan negara atas hutan. Dan kekuasaan negara atas hutan merupakan derivasi dari konsep kekuasaan negara atas sumberdaya alam. 145 Pancasila, bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan landasan filosofis kekuasaan Negara atas sumberdaya alam yang diselenggarakan oleh pemerintah. Kekuasaan ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana terdapat dalam sila kelima Falsafah Pancasila. Teori kekuasaan negara atas sumberdaya alam merupakan jiwa dari sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneisa, dimana sila kelima ini dijiwai dan menjiwai sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, 145 Ibid, hlm. 19. Universitas Sumatera Utara Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwkilan. 146 Mengacu pada teori penguasaan Negara terhadap sumberdaya alam dan doktin Panca Fungsi Pemerintah sebagaimana ditemukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian terhadap beberapa undang-undang mengenai sumberdaya alam, maka makna penguasaan dapat dirumuskan sebagai 147 : 1. Merumuskan kebijakan bleid 2. Melakukan pengaturan regelendaad 3. Melakukan pengurusan bertuursdaad 4. Melakukan pengelolaan beheersdaad, dan 5. Melakukan pengawasan toezichthoundendaad. Terkait dengan penguasaan hutan, dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tengtang Kehutanan disebutkan bahwa: 1. Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2. Penguasaan hutan oleh Negara member wewenang kepada pemerintah untuk: a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, 146 Ibid. 147 Ibid., Hlm. 33. Universitas Sumatera Utara b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan, dan c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. 3. Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Essensi dari penguasaan hutan oleh Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah kewenangan merumuskan kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola dan mengawasi. Pemerintah dimaksud meliputi pula pemerintah daerah dan pemerintah masyarakat hukum adat. 148 1. Pengertian Hutan Adat Masyarakat hukum adat merupakan indikator adanya hutan adat. 149 Hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di dalam wilayah adat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas adat penghuninya. 150 Pada umumnya komunitas-komunitas masyarakat adat penghuni hutan di Indonesia memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni. 148 Ibid, hlm. 34. 149 Taqwaddin, Op. Cit. hlm. 4. 150 Abdon Nababan., Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Adat: Antara Konsep dan Realitas. http:www.satgasreddplus.orgdownloadPengelolaan_Hutan_Berbasis_Masyarakat_Adat_Abdon _Nababan.pdf diakses tanggal 16 Februari 2014. Universitas Sumatera Utara Secara normatif, Undang-Undang Kehutanan sebagai payung hukum pengaturan mengenai kehutanan di Indonesia mengartikan Hutan Adat sebagai hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. 151 Namun, setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35PUU-X2012, maka pengertian hutan adat tersebut dinyatakan unkonstitusional. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan sejumlah kata, frasa dan ayat dalam UU Kehutanan. Salah satunya menghapus kata “negara” dalam Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan, sehingga Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kehutanan menjadi “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.” 2. Pengakuan Hukum Terhadap Hutan Adat Pembahasan mengenai hutan adat tidak dapat dipisahkan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35PUU-X2012 terkait judicial review Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal krusial yang berkaitan dengan hutan adat dalam putusan tersebut adalah Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kehutanan. “Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Kata “negara” dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga bunyi Pasal 1 angka 6 menjadi sebagai berikut : “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa “… hutan berdasarkan statusnya dibedakan menjadi dua yaitu hutan negara dan hutan hak. Adapun hutan hak dibedakan antara hutan adat dan hutan 151 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 1 Angka 6. Universitas Sumatera Utara perseoranganbadan hukum. Ketiga status hutan tersebut pada tingkatan yang tertinggi seluruhnya dikuasai oleh Negara”. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat beberapa upaya di kalangan masyarakat untuk secara fisik memperjelas batas-batasan wilayah adat di lapangan dan mengambil alih tanah-tanah adat yang di atasnya sudah diberikan izin kepada pihak ketiga. Sampai saat ini belum dapat dipastikan jumlah luasan hutan adat. Dari data AMAN sampai November 2012, telah mengidentifikasi 2,4 Juta Ha wilayah adat yang terdiri dari 265 peta wilayah adat. 152 Implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi dapat berupa munculnya berbagai isu hukum yang belum dapat terjawab dengan konstruksi aturan yang ada saat ini, antara lain, mekanisme identifikasi masyarakat hukum adat, batasan kewenangan masyarakat hukum adat di dalam mengelola hutan adat, sejauh mana masyrakat hukum adat dapat mengalihkanmenyewakan hak atas hutan adat kepada pihak lain dan dengan mekanisme seperti apa, sejauh mana kewenangan masyarakat hukum adat untuk dapat mengalihkan hutan adat menjadi non-hutan, bagaimana bentuk formal pengakuan negara atas hutan adat uang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. 153 Penetapan status hutan adat yang dilakukan oleh Pemerintah ditentukan dengan syarat sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah melalui Peraturan Daerah. Jadi, harus ada pengukuhan masyarakat hukum adat 152 Amir Syamsudin, “Tata Kelola Hutan Adat dan Resolusi Konflik Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35PUU-X2012” http:www.unorcid.orguploaddoc_lib20130902182846_Minister20of20Law20and20Hu man20Rights_Mr.20Amir20Syamsudin_KEMENKUMHAM.pdf Diakses tanggal 17 Februari 2014. 153 Ibid. Universitas Sumatera Utara terlebih dahulu melalui Peraturan Daerah dengan persyaratan seperti disebutkan dalam Penjelasan Pasal 67 ayat 1 Undang-Undang Kehutanan 154 , kemudian dapat ditetapkan status hutan adatnya oleh Pemerintah. Pengukuhan masyarakat hukum adat dinyatakan dalam Pasal 67 ayat 2 Undang-Undang Kehutanan yaitu: “Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyrakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Peraturan Daerah.” Pasal 67 ayat 3 Undang-Undang Kehutanan menyebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana sari Pasal 67 Undang-Undang Kehutanan sampai saat ini belum dikeluarkan oleh Pemerintah. Pelaksanaan Pasal 67 Undang-Undang Kehutanan tersebut berisi mengenai tata cara penetapan hutan adat bagi masyarakat hukum adat untuk mengelola hutan adatnya. Pengaturan mengenai mekanisme penetapan kawasan Hutan Adat dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999, yang intisarinya sebagai berikut 155 : a. Penentuan masih adanya Hak Ulayat Pasal 5 : 154 Masyarakat Hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain: masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban rechtgemeenschap; ada keembagaan dalam bentuk perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. 155 Menteri Kehutanan, “Langkah Strategis Pengelolaan Hutan dan Mekanisme Penetapan Hutan Adat Pasca Terbitnya Putusan MK No. 35PUU-X2012”, lihat http:www.unorcid.orguploaddoc_lib20130902173117_H.E.20Mr.20Zulkifli20Hasan2 0Ministry20of20Forestry_Presentation.pdf diakses pada 13 Februari 2014. Universitas Sumatera Utara 1. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Pemda dengan mengikut sertakan Pakar Hukum Adat, Masyarakat Hukum Adat yang ada di wilayah bersangkutan, LSM dan instansi yang mengelola Sumber Daya Alam. 2. Keberadaan tanah ulayat dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan menggambarkan batasnya. b. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PERDA Sebagai contoh, telah terdapat Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah yang mengatur lebih konkrit mengenai mekanisme penetapan kawasan hutan adat. Berikut langkah- langkah yang diatur dalam peraturan daerah khusus tersebut 156 : a. Pembentukan Panitia peneliti sengan SK Gubernur, BupatiWalikota b. Anggota panitia peneliti : 1 Pakar Hukum Adat 2 Wakil Lembaga Adat Tetua Adat Penguasa Adat 3 LSM 4 Pejabat dari BPN Kantor Pertanahan setempat 5 Pejabat Bagian Hukum dari Pemda Provinsi, KabupatenKota 6 Pejabat dari Instansi terkait lainnya c. Tugas panitia peneliti, melakukan penelitian tentang : 1 Tatanan hukum adat yang berlaku serta struktur penguasa adat yang masih ditaati 156 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2 Tata cara pengaturan, penguasaan dan penggunaan Hak Ulayat Hak Perorangan atas tanah 3 Penguasa adat yang berwenang untuk mengatur peruntukan dan penggunaan serta penguasaan Hak Ulayat Hak Perorangan 4 Batas-batas wilayah Hak Ulayat danatau Hak Perorangan d. Data Pendukung : 1 Peta paling kecil skala 1 : 50.000 2 Berita Acara Persetujuan Batas yang ditandatangani oleh Penguasa adat yang berwenang danatau pihak-pihak yang berkepentingan apabila berbatasan dengan Hak Ulayat Hak Perorangan atas tanah pihak lain 3 Pada titik-titik tertentu yang telah disetujui dipasang tanda batas yang bersifat permanen e. Finalisasi 1 Apabila hasil laporan tim peneliti dinyatakan memenuhi syarat, maka diterbitkan SK Gubernur, BupatiWalikota 2 Substansi SK Gubernur, BupatiWalikota berisi : a Nama Asli Masyarakat Hukum Adat b Penguasa Adat c Peta hasil penelitian Untuk mempermudah dalam memahami pengakuan terhadap hutan adat serta alur konektivitas antara masyarakat hukum adat, hutan adat, dan peraturan Universitas Sumatera Utara terkait lainnya, berikut bagan yang disadur dari Resume Diskusi Reguler WG- Tenure dalam Pembahasan draf Naskah Akademis RPP Hutan Adat 157 : Gambar 1. Alur Pengelolaan Hutan Adat 157 Lihat http:wg-tenure.orgwp- contentuploads201306Resume_Diskusi_Draft_NA_RPP_HutanAdat.pdf diakses pada : 17 Februari 2014 UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 Pasal 18 B poin 2 UU No. 5 Tahun 1960 Pasal 3 dan Penjelasan Umum II angka 3 UU No. 5 Tahun 1960 Pasal 5 ayat 2, Pasal 37 dan Pasal 67 PEMDA Implementasi dalam Pengelolaan Hutan : - Perencanaan - Pemanfaatan - Konservasi - Rehabilitasi - Perlindungan Hutan - Pola Pemanfaatan Jenis yang Dilindungi - Pengelolaan Hutan Sesuai Karakteristik - Pola Pemberdayaan Partisipatif - Inventarisasi - Pengkajian dan Penelitian - Penetapan Wilayah PERDA Masyarakat Hukum Adat MENTERI Hutan Adat Hak Masyarakat Hukum Adat Kewajiban : - Pelestarian - Pengawetan -Pengelolaan - Perlindungan kawasan - Pemungutan hasil hutan - Pengelolaan Hutan adat - Pemberdayaan Masyarakat PENGELOLAAN HUTAN ADAT LESTARI Universitas Sumatera Utara Dari uraian pada bagain sebelumnya dapat ditarik benang merah bahwa masyarakat hukum adat yang memenuhi kriteria persayaratan sebagai masyarakat hukum adat dapat mendaftarkan diri dalam rangka inventarisasi masyarakat hukum adat sehingga kemudian keberadaannya diakui oleh negara melalui Peraturan Daerah mengenai masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dengan demikian masyarakat hukum adat yang dudah diakui tersebut dapat digolongkan sebagai pemegang hak dan kewajiban, dalam hal ini masyarakat hukum adat sebagai badan hukum. Masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum tentunya memiliki objek pula. Objek kepemilikan masyarakat hukum adat berupa tanah ulayat yang didalamnya termasuk hutan adat.

B. Keterlibatan Masyarakat Hukum Adat dalam Kegiatan Investasi di Kawasan Hutan Adat