proses  pengambilan  keputusan  tentang  penyelenggaraan  usaha  danatau kegiatan.
122
Kegiatan pengawasan dilaksanakan melalui pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal, sebagai tindak lanjut dari
123
: 1 Evaluasi  atas  pelaksanaan  penanaman  modal  berdasarkan  perizinan  dan
nonperizinan yang dimiliki; 2 Adanya  indikasi  penyimpangan  atas  ketentuan  pelaksanaan  penanaman
modal; 3 Penggunaan fasilitas pembebasan bea masuk sesuai dengan tujuan pemberian
fasilitas pembebasan bea masuk.
B. Pengaturan Kegiatan Investasi di Wilayah Hutan
Sumber  daya  hutan  merupakan  salah  satu  ciptaan  Tuhan  Yang  Maha Kuasa yang memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan
alam  di  jagad  raya  ini.  Hal  ini  menjadi  sumber  kekayaan  yang  dapat  dikelola dengan  baik,  yang  dipergunakan  untuk  membangun  bangsa  dan  negara.  Oleh
karena itu, aset yang terdapat di dalam hutan sangat dibutuhkan untuk menambah pendapatan  negara  dan  pendapatan  daerah,  sehingga  adanya  pengelolaan  hutan
tersebut  dapat  pula  menopang  pendapatan  masyarakat  yang  bermukim  di  sekitar hutan.
124
122
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 1 Angka 2.
123
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 19
124
Supriadi,  Hukum  Kehutanan  dan  Hukum  Perkebunan  di  Indonesia Jakarta:  Sinar Grafika, 2010, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
Secara normatif hutan didefinisikan berbeda dengan kehutanan. Kehutanan diartikan sebagai sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan
hutan,  dan  hasil  hutan.
125
Sedangkan  hutan  adalah  suatu  kesatuan  ekosistem berupa  hamparan  lahan  berisi  sumber  daya  alam  hayati  yang  didominasi
pepohonan  dalam  persekutuan  alam  lingkungannya,  yang  satu  dengan  yang lainnya  tidak  dapat  dipisahkan.
126
Hutan  dalam  bahasa  Inggris  disebut  Forest, yaitu “a large piece of land covered with trees”.
127
Hutan adalah sebuah kawasan yang  ditumbuhi  dengan  lebat  oleh  pepohonan  dan  tumbuhan  lainnya.  Kawasan-
kawasan  semacam  ini  terdapat  di  wilayah-wilayah  yang  luas  di  dunia  dan berfungsi  sebagai  penampung  karbon  dioksida  carbon  dioxide  sink,  habitat
hewan,  modulator  arus  hidrologika,  serta  pelestari  tanah,  dan  merupakan  salah satu  aspek  biosfer  bumi  yang  paling  penting.
128
Selanjutnya,  Kawasan  hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
129
Dari pengertian tentang hutan dan kawasan hutan sebagaimana  tercantum dalam  Undang-Undang  Kehutanan  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  pengertian
“Hutan”  adalah  pengertian  fisik  atau  pengertian  ekologi,  yaitu  suatu  hamparan lahantanah  yang  didominasi  pepohonan  sebagai  suatu  kesatuan  ekosistem.
Sedangkan  pengertian  “Kawasan  Hutan”  adalah  pengertian  yuridis  atau  status
125
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bab 1, Pasal 1 Angka 3
126
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bab 1, Pasal 1 Angka 2.
127
Abdul  Musis  Yusuf  dan  Mohammad  Taufik  Makarao,  Hukum  Kehutanan  di Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011, hlm. 18.
128
Ibid.
129
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bab 1, Pasal 1 Angka 3.
Universitas Sumatera Utara
hukum, yaitu wilayah atau daerah tertentu yang ditunjuk danatau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
130
Pendefinisian Kawasan Hutan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Angka 3  Undang-Undang  Kehutanan  telah  mengalami  perubahan  sejak  dikeluarkannya
Putusan  MK  Nomor:  045PUU-IX2011  tentang  Uji  Materi  Pasal  1  angka  3 Undang-Undang  Kehutanan.  Dalam  putusan  tersebut,  MK  mengabulakan
permohonan  para  pemohon untuk  seluruhnya dengan menghapus frasa  “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 anka 3 Undang-Undang Kehutanan, sehingga berbunyi:
“Kawasan  hutan  adalah  wilayah  tertentu  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah  untuk dipertahankan  keberadaannya  sebagai  hutan  tetap”.  Implikasinya,  penentuan
kawasan  hutan  tidak  hanya  sekedar  pada  penunjukan  kawasan  hutan,  tetapi juga dilakukan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan.
131
1. Jenis-Jenis Hutan Pembagian jenis hutan dapat dibedakan atas dua, yakni menurut fungsinya
dan  menurut  statusnya.
132
Berikut  pembagian  serta  penjelasannya  yang  disadur dari buku Pengantar Hukum Kehutanan Indonesial oleh Abdul Khakim :
a. Menurut Fungsi Hutan Berdasarkan fungsinya hutan terbagi menjadi 3 tiga macam Pasal 6 ayat
1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, yaitu: 1 Hutan Konservasi
130
Bambang  Eko  Supriyadi.,  Hukum  Agraria  Kehutanan  Aspek  Hukum  Pertanahan dalam Pengelolaan Hutan Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013, Hlm. 68.
131
Ibid.,Hlm. 69.
132
Abdul Khakim., Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia Dalam Era Otonomi Daerah, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, Hlm. 37 – 41.
Universitas Sumatera Utara
Hutan  konservasi  ialah  kawasan  hutan  dengan  cirri  khas  tertentu,  yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Fungsi pokok maksudnya adalah fungsi utama yang diemban oleh suatu hutan. Hutan konservasi terbagi menjadi 3 tiga macam, yaitu :
a Kawasan  hutan  suaka  alam,  hutan  dengan  cirri  khas  tertentu,  yang mempunyai  fungsi  pokok  sebagai  kawasan  pengawetan  keanekaragaman
tumbuhan  dan  satwa  serta  ekosistemnya,  yang  juga  berfungsi  sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
b Kawasan  hutan  pelestarian  alam,  hutan  dengan  cirri  khas  tertentu,  yang mempunyai  fungsi  pokok  perlindungan  sistem  penyangga  kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, erta pemanfaatan secara  lestari  sumber  daya  alam  hayati  dan  ekosistemnya. Kawasan
pelestarian  alam  menurut  Pasal  29  ayat  1  Undang-Undang  Nomor  5 Tahun 1990 terdiri atas :
1 Taman  nasional  ialah  kawasan  pelestarian  alam  yang  mempunyai
ekosistem  asli,  dikelola  dengan  sistem  zonasi  yang  dimanfaatkan untuk  tujuan  penelitian,  ilmu  pengetahuan,  pendidikan,  menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 2
Taman  hutan  raya  ialah  kawasan  pelestarian  alam  untuk tujuan koleksi  tumbuhan  danatau  satwa  yang  alami  atau  buatan,  jenis  asli
danatau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu  pengetahuan,  pendidikan,  menunjang  budidaya,  budaya,  dan
rekreasi.
Universitas Sumatera Utara
3 Taman  wisata  alam  ialah  kawasan  pelestarian  alam  yang  terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. c Taman  buru,  kawasan  hutan  yang  ditetapkan  sebagai  tempat  wisata
berburu. 2 Hutan Lindung
Hutan lindung ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan  sistem  penyangga  kehidupan,  yaitu  untuk  mengatur  tata  air,
mencegah  banjir, menendalikan  erosi, mencegah intrusi  air laut,  dan memelihara kesuburan tanah.
3 Hutan Produksi Hutan  produksi  ialah  kawasan  hutan  yang  mempunyai  fungsi  pokok
memproduksi  hasil  hutan.  Walaupun  setiap  wilayah  hutan  mempunyai  kondisi yang  berbeda-beda,  pada  umumnya  semua  hutan  mempunyai  fungsi  konservasi,
lindung,  dan  produksi.  Setiap  wilayah  hutan  mempunyai  kondisi  yang  berbeda- beda  sesuai  dengan  keadaan  fisik,  tofografi,  flora  dan  fauna,  serta
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. 4 Hutan dengan tujuan khusus
Hutan  dengan  tujuan  khusus  ialah  hutan  yang  dipergunakan  untuk keperluan  penelitian  dan  pengembangan,  pendidikan  dan  pelatihan,  serta
kepentingan-kepentingan religi dan budidaya setempat. Pemanfaatan hutan untuk tujuan  khusus  ini  tidak  boleh  mengubah  fungsi  konservasi,  fungsi  lindung,  dan
fungsi produksi. 5 Hutan kota
Universitas Sumatera Utara
Hutan  kota  ialah  kawasan  tertentu  di  setiap  kota  yang  berfungsi  untuk kepentingan  pengaturan  iklim  mikro,  estetika,  dan  resapan  air. Hutan  kota  ini
dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan tanah.
b. Menurut Status Hutan Berdasarkan statusnya Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 hutan terbagi menjadi 2 dua macam, yaitu : 1 Hutan Negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah. Hutan Negara dapat berbentuk : a Hutan Adat ialah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat
hukum  adat  rechtgemeenschap.  Dahulu  istilah  hutan  adat  populer dengan  sebutan  hutan  ulayat,  hutan  marga,  hutan  pertuanan,  dan
sebagainya. b Hutan  Desa  ialah  hutan  negara  yang  dikelola  oleh  desa  dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. c Hutan  kemasyarakatan  ialah  hutan  Negara  yang  pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 2 Hutan  hak ialah  hutan  yang  berada  pada  tanah  yang  dibebani  hak  atas
tanah. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik disebut hutan rakyat. Pengertian hutan hak menurut Pasal 67 Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2002 adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, serta dibuktikan dengan alam titel atau hak atas tanah.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor PUU 35PUU-X2012 maka kategori hutan hak di dalamnya haruslah dimasukkan
hutan  adat.  Pasal  5  ayat  1  Undang-Undang  Kehutanan  bertentangan  dengan Undang-Undang Dasar Negara  Republik Indonesia  Tahun 1945 secara bersyarat,
sehingga  tidak  mempunyai  kekuatan  hukum  yang  mengikat,  kecuali  dimaknai bahwa  “Hutan  negara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  huruf  a,  tidak
termasuk  hutan  adat”. Adapun  hutan  hak  terdiri  dari  hutan  adat  dan  hutan perseoranganbadan  hukum.  Terhadap  hutan  negara  sebagian  konsekuensi
penguasaan negara terhadap hutan, negara dapat memberikan pengelolaan kepada desa  untuk  dimanfaatkan  bagi  kesejahteraan  masyarakat  desa,  dan  hutan  negara
dapat juga dimanfaatkan bagi pemberdayaan masyarakat.
133
Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  dengan  adanya  putusan Mahkamah  Konstitusi  ini  maka  hutan  berdasarkan  statusnya  teridiri  dari  hutan
negara  dan  hutan  hak.  Dimana  hutan  hak  terbagi  atas  hutan  adat  dan  hutan  atas hak lainnya.
2. Penggunaan Wilayah Hutan untuk Kegiatan Investasi Apabila  berpedoman  pada  PP  Nomor  36  Tahun  2010  tentang Daftar
Bidang  Usaha  Yang  Tertutup  dan  Bidang  Usaha  Yang  Terbuka  Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Lampiran II PP tersebut mencatumkan
34  usaha  yang  dapat  dilakukan  untuk  penanaman  modal  di  Bidang  Kehutanan. Masing-masing kegiatan diberikan peruntukan dan persyaratan yang berbeda, ada
yang  dicadangkan  untuk  usaha  mikro,  kecil,  menengah  dan  koperasi;  kemitraan;
133
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35PUU-X2012 Hlm. 179
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan  modal  asing;  perizinan  khusus;  dan  modal  dalam  negeri  100  . Daftar kegiatan investasi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Daftar Kegiatan Investasi
No. Kegiatan
Keterangan
1 Penangkapan  dan  Peredaran  Tumbuhan  dan  Satwa
Liar TSL dari Habitat Alam kecuali reptil ular, biawak, kura-kura, labi-labi dan buaya
Dicadangkan untuk usaha mikro,
kecil, mengengah dan koperasi
2 Pengusahaan  Hutan Tanaman  Lainnya Aren, Kemiri,
Biji Asam, Bahan Baku Arang, Kayu Manis dll 3
Industri  Primer  Pengolahan  Hasil  Hutan  bukan  Kayu lainnya Getah Pinus, Bambu
4 Pengusahaan Sarang Burung Walet di Alam
5 Industri  Kayu  Gergajian  kapasitas  produksi  sampai
dengan 2000M
3
tahun 6
Industri Primer Pengolahan Rotan
7 Industri Barang Setengah Jadi dari Kayu Bakau:
 industri kerajinan ukir-ukiran kecuali mebeler  industri alat-alat dapur
 industri  barang  yang  tidak  diklasifikasikan  di tempat lain
8 Pengusahaan rotan
Kemitraan 9
Pengusahaan getah pinus 10
Pengusahaan bamboo 11
Pengusahaan dammar 12
Pengusahaan gaharu 13
Pengusahaan shellac 14
Pengusahaan tanaman pangan alternatif sagu 15
Pengusahaan perlebahan 16
Pengusahaan getah-getahan 17
Pengusahaan  kokonkepompong ulat sutra persutraan alam
18 Pengusahaan perburuan di Taman Buru dan Blok Buru
Kepemilikan Modal Asing
19 Penangkaran Satwa Liar dan Tumbuhan
20 PenangkaranBudidaya Koral
21 Pengusahaan  Pariwisata  Alam  berupa  Pengusahaan
Sarana,  Kegiatan  dan  Jasa  Ekowisata  di  Dalam Kawasan Hutan:
 Wisata tirta  Wisata petualangan alam
 Wisata gua  Wisata minat usaha lainnya
22 Penangkapan dan Peredaran reptil ular, biawak, kura-
Perizinan Khusus
Universitas Sumatera Utara
kura, labi-labi dan buaya dari habitat alam 23
Pengembangan teknologi
pemanfaatan genetik
tumbuhan dan satwa liar 24
Pemanfaatan pengambilan
dan peredaran
koralkarang hias dari alam untuk akuarium 25
Pemanfaatan pengambilan
dan peredaran
koralkarang untuk koral mati recent death coral dari hasil transplantasipropagasi
26 Industri  kayu  gergajian  dengan  kapasitas  produksi  di
atas 2000M
3
tahun 27
Industri veneer 28
Industri kayu lapis 29
Industri laminated veneer lumber LVL.
30 Industri serpih kayu wood chip
31 Industri pellet kayu wood pellet
32 Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam
Modal Dalam Negeri
33 Pengadaan  dan  peredaran  benih  dan  bibit  tanaman
hutan  ekspor  dan  impor  benih  dan  bibit  tanaman hutan
34 Usaha  pemanfaatan  jasa  lingkungan  air  di  kawasan
hutan
Selain hal tersebut, payung hukum dari penggunaan wilayah hutan adalah PP  Nomor  24  Tahun  2010  jo  PP  Nomor  61  Tahun  2012  tentang  Penggunaan
Kawasan  Hutan.  Penggunaan  Kawasan  Hutan  didefinisikan  sebagai  penggunaan atas  sebagian  kawasan  hutan  untuk  kepentingan  pembangunan  di luar  kegiatan
kehutanan  tanpa  mengubah  fungsi  dan  peruntukkan  kawasan  hutan  tersebut.
134
Penggunaan  Kawasan  Hutan ini  pada  dasarnya  bertujuan  untuk  mengatur penggunaan  sebagian  kawasan  hutan  untuk  kepentingan  pembangunan  di  luar
kegiatan kehutanan, termasuk pula kegiatan investasi. Penggunaan  Kawasan  Hutan  hanya  dapat  dilakukan  di  dalam  kawasan
hutan  produksi  danatau kawasan  hutan  lindung. Hal  yang  harus  ditekankan  dari
134
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 jo Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 1 angka 5.
Universitas Sumatera Utara
penggunaan kawasan hutan adalah bahwa dalam penggunaannya dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas,
jangka waktu tertentu, serta kelestarian lingkungan. Berdasarkan  PP  tersebut,  penggunaan  kawasan  hutan  untuk  kepentingan
pembangunan  di  luar  kegiatan  kehutanan  hanya  dapat  dilakukan  untuk  kegiatan yang  mempunyai  tujuan  strategis  yang  tidak  dapat  dielakkan.  Kegiatan  tersebut
meliputi
135
: a. Religi
b. Pertambangan c. Instalasi  pembangkit,  transmisi,  dan  distribusi  listrik  serta  teknologi
energi baru dan terbarukan d. Pembangunan  jaringan  telekomunikasi,  stasiun  pemancar  radio,  dan
stasiun relay televisi e. Jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api
f. Sarana  transportasi  yang  tidak  dikategorikan  sebagai  sarana
transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi g. Sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi
air, dan saluran air bersih  limbah h. Fasilitas umum
i. Industri selain industri primer hasil hutan
j. Pertahanan dan Keamanan
k. Prasarana penunjang keselamatan umum
135
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 jo Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 4 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
l. Penampungan sementara korban bencana alam
m. Pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan energy
3. Persyaratan Investasi di Wilayah Hutan Pembahasan mengenai persyaratan investasi di wilayah hutan akan sangat
bergantung  pada  pengaturan penggunaan  kawasan  hutan  dilakukan  berdasarkan izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan.
136
Izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  dapat dilakukan dengan:
a. izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  dengan  kompensasi  lahan,  untuk  kawasan hutan  pada  provinsi  yang  luas  kawasan  hutannya  di  bawah  30  tiga  puluh
perseratus  dari  luas  daerah  aliran  sungai,  pulau,  danatau  provinsi,  dengan ketentuan  kompensasi  lahan  dengan  ratio  paling  sedikit  1:1  untuk
nonkomersial dan paling sedikit 1:2 untuk komersial; b. izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  dengan  kompensasi  membayar  Penerimaan
Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam  rangka  rehabilitasi  daerah  aliran  sungai,  untuk  kawasan  hutan  pada
provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30 tiga puluh perseratus dari luas daerah aliran sungai, pulau, danatau provinsi, dengan ketentuan:
1 penggunaan  untuk  nonkomersial  dikenakan  kompensasi  membayar Penerimaan  Negara  Bukan  Pajak  Penggunaan  Kawasan  Hutan  dan
melakukan  penanaman  dalam  rangka  rehabilitasi  daerah  aliran  sungai dengan ratio 1:1
136
Lihat Pasal 6 ayat 1 PP Nomor 24 Tahun 2010 jo PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Universitas Sumatera Utara
2 penggunaan untuk
komersial dikenakan
kompensasi membayar
Penerimaan  Negara  Bukan  Pajak  Penggunaan  Kawasan  Hutan  dan melakukan  penanaman  dalam  rangka  rehabilitasi  daerah  aliran  sungai
paling sedikit dengan ratio 1:1 Perizinan merupakan instrumen administrasi pemerintah yang dikeluarkan
untuk  memberikan  perkenaan  untuk  membuka  atau  melakukan  sesuatu  untuk memberikan  perkenaan  untuk  membuka  atau  melakukan  sesuatu  yang  berkaitan
dengan  suatu  kegiatan,  termasuk  di  dalamnya  perizinan  yang  berkaitan  dengan pemanfaatan  dan  penelolaan  di  bidang  kehutanan.
137
Permohonan  izin  pinjam pakai  kawasan  hutan  diajukan  oleh  menteri  atau  pejabat  setingkat  menteri,
gubernur,  bupatiwalikota,  pimpinan  badan  usaha,  atau  ketua  yayasan  yang nantinya  akan  ditujukan  kepada  Menteri  Kehutanan  Republik  Indonesia  sebagai
pimpinan  lembaga  penyelenggara  urusan  pemerintahan  di  bidang  kehutanan.
138
Permohonan  izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  tersebut  harus  memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dalam bentuk dokumen yang dilegalisasi oleh
instansi penerbit atau notaris. Persyaratan administrasi yang dimaksud meliputi
139
: a surat permohonan yang dilampiri dengan peta lokasi kawasan hutan yang
dimohon; b Izin  Usaha  Pertambangan  Eksplorasi  IUP  EksplorasiIzin  Usaha
Pertambangan Operasi
Produksi IUP
Operasi Produksi
atau
137
Supriadi, Op.Cit. hlm. 158.
138
Permenhut  Nomor  14Menhut-II2013  tentang  Pedoman  Pinjam  Pakai  Kawasan Hutan, Pasal 11.
139
Permenhut  Nomor  14Menhut-II2013  tentang  Pedoman  Pinjam  Pakai  Kawasan Hutan, Pasal 13.
Universitas Sumatera Utara
perizinanperjanjian  lainnya  yang  telah  diterbitkan  oleh  pejabat  sesuai kewenangannya,  kecuali  untuk  kegiatan  yang  tidak  wajib  memiliki
perizinanperjanjian; c rekomendasi:
1 gubernur  untuk  pinjam  pakai  kawasan  hutan  bagi  perizinan  di  luar bidang  kehutanan  yang  diterbitkan  oleh  bupatiwalikota  dan
Pemerintah; atau 2 bupatiwalikota  untuk  pinjam  pakai  kawasan  hutan  bagi  perizinan  di
luar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh gubernur; atau 3 bupatiwalikota  untuk  pinjam  pakai  kawasan  hutan  yang  tidak
memerlukan perizinan sesuai bidangnya; d pernyataan dalam bentuk akta notaris yang menyatakan:
1 kesanggupan  untuk  memenuhi  semua  kewajiban  dan  kesanggupan menanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan;
2 semua dokumen yang dilampirkan dalam permohonan adalah sah; dan 3 tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri;
e akta pendirian dan perubahannya bagi badan usahayayasan; f dalam  hal  permohonan  diajukan  oleh  badan  usaha  atau  yayasan,  selain
persyaratan  sebagaimana  dimaksud  pada  huruf  a  sampai  dengan  huruf  e ditambah persyaratan:
1 profil badan usahayayasan; 2 Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
3 laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Universitas Sumatera Utara
Rekomendasi  gubernur  atau  bupatiwalikota  memuat  persetujuan  atas penggunaan  kawasan  hutan  yang  dimohon,  berdasarkan  pertimbangan  teknis
Kepala  Dinas  Provinsi  atau  Kepala  Dinas  KabupatenKota  yang  membidangi Kehutanan  dan  Kepala  Balai  Pemantapan  Kawasan  Hutan  setempat.
Pertimbangan teknis tersebut memuat letak dan lokasi areal yang dimohon sesuai fungsi  kawasan  hutan,  luas  kawasan  hutan  yang  dimohon  dan  dilukiskan  dalam
peta,  serta  kondisi  kawasan  hutan  antara  lain  tutupan  vegetasi,  ada  tidaknya perizinan pada kawasan hutan yang dimohon.
Sedangkan persyaratan teknis meliputi
140
: a rencana  kerja  penggunaan  kawasan  hutan  dilampiri  dengan  peta  lokasi  skala
1:50.000  atau  skala  terbesar  pada  lokasi  tersebut  dengan  informasi  luas kawasan hutan yang dimohon;
b citra satelit terbaru paling lama liputan 2 dua tahun terakhir dengan resolusi minimal  15  lima  belas  meter  dan  hasil  penafsiran  citra  satelit  oleh  pihak
yang  mempunyai  kompetensi  di  bidang  penafsiran  citra  satelit  dalam bentuk digital  dan  hard  copy  dan pernyataan bahwa citra satelit  dan hasil  penafsiran
benar; c dokumen AMDAL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali
untuk  kegiatan  yang  tidak  wajib  menyusun  AMDAL,  sesuai  peraturan perundang-undangan  atau  dokumen  lingkungan  sesuai  peraturan  perundang-
undangan dan disahkan oleh instansi yang berwenang; dan
140
Permenhut  Nomor  14Menhut-II2013  tentang  Pedoman  Pinjam  Pakai  Kawasan Hutan, Pasal 14.
Universitas Sumatera Utara
d pertimbangan  teknis  Direktur  Jenderal  yang  membidangi  Mineral  dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk perizinan
kegiatan  pertambangan  yang  diterbitkan  oleh  gubernur  atau  bupatiwalikota sesuai  kewenangannya,  memuat  informasi  antara  lain  bahwa  areal  yang
dimohon  di  dalam  atau  di  luar  Wilayah  Usaha  Pertambangan  Khusus  yang berasal dari Wilayah Pencadangan Negara dan pola pertambangan.
4. Pengawasan Investasi di Wilayah Hutan Pengawasan investasi di wilayah hutan dilakukan oleh Menteri Kehutanan
Republik  Indonesia  sebagaimana  yang  telah  diamanahkan  dalam  Pasal  38 Permenhut  tentang  Pedoman  Pinjam  Pakai  Kawasan  Hutan,  bahwa  Menteri
menyelenggarakan  monitoring  dan  evaluasi  terhadap  pemegang  persetujuan prinsip  penggunaan  kawasn  hutan,  dispensasi  pinjam  pakai  kawasan  hutan,  dan
izin pinjam pakai kawasan hutan. Monitoring dilakukan sebagaimana pembinaan agar  pemegang  izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  memenuhi  kewajibannya.
Sedangkan,  evaluasi  dilakukan  untuk  mengetahui  besarnya  perbedaan  antara status  pemenuhan  kewajiban  dan  kewajiban  yang  tercantum  dalam  persetujuan
prinsip penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan perpanjangan atau tindakan-tindakan koreksi
termasuk sanksi. Pelaksanaan  monitoring  tidak  jauh  berbeda  dengan  evaluasi.  Pada
monitoring,  Menteri  menugaskan  kepada bupatiwalikota  untuk  melakukan monitoring persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan dan izin pinjam pakai
Universitas Sumatera Utara
kawasan  hutan.  Monitoring  tersebut  dilaksanakan  oleh  Tim  yang  dikordinasikan oleh Kepala Dinas KabupatenKota yang membidangi kehutanan dengan anggota
terdiri  dari  unsur  Dinas  KabupatenKota  yang  membidangi  energi  dan  sumber daya mineral, BadanDinas KabupatenKota yang membidangi lingkungan hidup,
Perum  Perhutani  dalam  hal  berada  dalam  wilayah  kerja  Perum  Perhutani,  serta unsur  terkait  lainnya.  Monitoring  dilaksanakan  sekurang-kurangnya  1  satu  kali
dalam  1  satu  tahun.  Apabila  monitoring  telah  terlaksana,  maka  Bupati menyampaikan  hasil  monitoring  kepada  Menteri  dengan  tembusan  kepada
Gubernur dan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan.
141
Sedangkan,  pada  evaluasi  Menteri  melimpahkan  pelaksanaan  evaluasi persetujuan  prinsip  penggunaan  kawasan  hutan  dan  izin  pinjam  pakai  kawasan
kepada  Gubernur.  Evaluasi  tersebut  dilaksanakan  oleh  Tim  yang  dikordinasikan oleh  Kepala  Dinas  Provinsi  yang  membidangi  kehutanan  dengan  anggota  terdiri
dari Balai
Pemantapan Kawasan
Hutan, BadanDinas
Provinsi dan
KabupatenKota  yang  membidangi  lingkungan  hidup,  Balai  Pengelolaan  Daerah Aliran Sungai, Balai Pemantauan  Pemanfaatan Hutan Produksi, Perum Perhutani
dalam hal berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani serta unsur terkait lainnya. Evaluasi  izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  dilaksanakan  sekurang-kurangnya  1
satu  kali  dalam  5  lima  tahun.  Gubernur  menyampaikan  hasil  evaluasi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  kepada  Menteri  dengan  tembusan  kepada
Direktur  Jenderal  Planologi  Kehutanan.
142
Dalam  hal  hasil  evaluasi  atas
141
Permenhut  Nomor  14Menhut-II2013  tentang  Pedoman  Pinjam  Pakai  Kawasan Hutan, Pasal 38A.
142
Permenhut  Nomor  14Menhut-II2013  tentang  Pedoman  Pinjam  Pakai  Kawasan Hutan, Pasal 38B.
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan  kewajiban  pemegang  persetujuan  prinsip  penggunaan  kawasan hutanpenerima  dispensasipemegang  izin  pinjam  pakai  kawasan  hutan  tidak
memenuhi  kewajiban  yang  ditetapkan,  pemegang  izin  dikenakan  sanksi  sesuai peraturan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KETERLIBATAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM KEGIATAN
INVESTASI DI DALAM KAWASAN HUTAN ADAT A. Eksistensi Hutan Adat Di Indonesia
Hak untuk mengelola sumberdaya alam, termasuk hutan, merupakan salah satu  hak  ekonomi,  sosial  dan  budaya  yang  melekat  pada  setiap  manusia  sejak
dilahirkan. Karenanya, hak seperti ini dapat dikategorikan sebagai “hak alamiah” atau  “hak  bawaan”  yang  melekat  secara  kodrat  pada  setiap  insan.
143
Menurut Garreth  Hardyn,  merujuk  pada  teori  Common  Property,  sebetulnya  sumberdaya
alam yang ada di bumi ini merupakan sumberdaya yang bebas, dan terbuka untuk siapa  saja  serta  dapat  dimiliki  bersama.  Untuk  pengelolaannya  setiap  individu
dapat  mengambil  bagian  dan  akan  berusaha  memaksimalkan  keuntungan  yang didapat  dari  pengelolaan  sumberdaya  alam  tersebut.  Pada  mulanya  tidak  ada
aturan  yang  menghalangi  siapapun  untuk  mengeksploitasi  sumberdaya  alam tersebut secara maksimal. Namun, ketika semua orang berupaya memaksimalisasi
pengelolaan  sumberdaya  alam,  maka  sumberdaya  alam  tersebut  menjadi berkurang,  bahkan  kemungkinan  besar  bisa  habis.  Karena  itu  perlu  adanya
pengaturan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Hak  atau  kekuasaan  atas  sumberdaya  alam  dapat  dibedakan  kedalam
empat kategori, yaitu
144
:
143
Taqwaddin, Op. Cit., hlm. 16.
144
Ibid, hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
1. Open access, yaitu suatu sumberdaya yang tidak jelas penguasaannya. Akses  terhadap  sumberdaya  ini  tidak  diatur  dan  terbuka  bagi  siapa
saja. 2. State  property,  yaitu  sumberdaya  yang  hak  penguasaannya  berada
pada Negara. 3. Communal property, yaitu sumberdaya yang dikuasai oleh sekelompok
masyarakat  yang  menggunakannya  secara  de  facto dan  diakui  secara legal.
4. Private  property,  yaitu  sumberdaya  yang  hak  penguasaan  dan pemilikannya  pada  perseorangan,  yang  secara  de  facto  atau  secara
legal diperkuat oleh negara pemerintah. Kekuasaan  masyarakat  hukum  adat  atas  pengelolaan  hutan  adatnya
merupakan derivasi dari kekuasaan negara atas hutan. Dan kekuasaan negara atas hutan merupakan derivasi dari konsep kekuasaan negara atas sumberdaya alam.
145
Pancasila,  bagi  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  merupakan  landasan filosofis  kekuasaan  Negara  atas  sumberdaya  alam  yang  diselenggarakan  oleh
pemerintah.  Kekuasaan  ini  merupakan  penjabaran  dari  nilai-nilai  keadilan  sosial bagi  seluruh  rakyat  Indonesia  sebagaimana  terdapat  dalam  sila  kelima  Falsafah
Pancasila. Teori kekuasaan negara atas sumberdaya alam merupakan jiwa dari sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneisa, dimana sila
kelima  ini  dijiwai  dan  menjiwai  sila-sila  Ketuhanan  Yang  Maha  Esa,
145
Ibid, hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
Kemanusiaan  yang  adil  dan  beradab, persatuan  Indonesia,  serta  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwkilan.
146
Mengacu  pada  teori  penguasaan  Negara  terhadap  sumberdaya  alam  dan doktin  Panca  Fungsi  Pemerintah  sebagaimana  ditemukan  dalam  Putusan
Mahkamah  Konstitusi  dalam  pengujian  terhadap  beberapa  undang-undang mengenai  sumberdaya  alam,  maka  makna  penguasaan  dapat  dirumuskan
sebagai
147
: 1. Merumuskan kebijakan bleid
2. Melakukan pengaturan regelendaad 3. Melakukan pengurusan bertuursdaad
4. Melakukan pengelolaan beheersdaad, dan 5. Melakukan pengawasan toezichthoundendaad.
Terkait dengan penguasaan hutan, dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tengtang Kehutanan disebutkan bahwa:
1. Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam  yang  terkandung  di  dalamnya  dikuasai  oleh  negara  untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2. Penguasaan hutan oleh Negara member wewenang kepada pemerintah
untuk: a. Mengatur  dan  mengurus  segala  sesuatu  yang  berkaitan  dengan
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan,
146
Ibid.
147
Ibid., Hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
b. Menetapkan  status  wilayah  tertentu  sebagai  kawasan  hutan  atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan, dan
c. Mengatur  dan  menetapkan  hubungan-hubungan  hukum  orang dengan  hutan,  serta  mengatur  perbuatan-perbuatan  hukum
mengenai kehutanan. 3. Penguasaan  hutan  oleh  negara  tetap  memperhatikan  hak  masyarakat
hukum  adat  sepanjang  kenyataannya  masih  ada  dan  diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Essensi  dari  penguasaan  hutan  oleh  Negara  yang  diselenggarakan  oleh pemerintah  adalah  kewenangan  merumuskan  kebijakan,  mengatur,  mengurus,
mengelola dan mengawasi. Pemerintah dimaksud meliputi pula pemerintah daerah dan pemerintah masyarakat hukum adat.
148
1. Pengertian Hutan Adat
Masyarakat hukum adat merupakan indikator adanya hutan adat.
149
Hutan adat  adalah  kawasan  hutan  yang  berada  di  dalam  wilayah  adat  yang  merupakan
bagian  yang  tidak  terpisahkan  dari  siklus  kehidupan  komunitas  adat penghuninya.
150
Pada  umumnya  komunitas-komunitas  masyarakat adat  penghuni hutan  di  Indonesia  memandang  bahwa  manusia  adalah  bagian  dari  alam  yang
harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni.
148
Ibid, hlm. 34.
149
Taqwaddin, Op. Cit. hlm. 4.
150
Abdon Nababan., Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Adat: Antara Konsep dan Realitas.
http:www.satgasreddplus.orgdownloadPengelolaan_Hutan_Berbasis_Masyarakat_Adat_Abdon _Nababan.pdf diakses tanggal 16 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
Secara  normatif,  Undang-Undang  Kehutanan  sebagai  payung  hukum pengaturan  mengenai  kehutanan  di  Indonesia  mengartikan  Hutan  Adat  sebagai
hutan  negara  yang  berada  dalam  wilayah  masyarakat  hukum  adat.
151
Namun, setelah  keluarnya  putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor  35PUU-X2012,  maka
pengertian  hutan  adat  tersebut  dinyatakan  unkonstitusional.  Dalam  putusannya, Mahkamah  Konstitusi  membatalkan  sejumlah  kata,  frasa  dan  ayat  dalam  UU
Kehutanan.  Salah  satunya  menghapus  kata  “negara”  dalam  Pasal  1  angka  6  UU Kehutanan,  sehingga  Pasal  1  angka  6  Undang-Undang Kehutanan  menjadi
“Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.”
2. Pengakuan Hukum Terhadap Hutan Adat Pembahasan  mengenai  hutan  adat  tidak  dapat  dipisahkan  dari  Putusan
Mahkamah  Konstitusi  Nomor  35PUU-X2012  terkait  judicial  review  Undang- Undang  Nomor  41 Tahun  1999 tentang  Kehutanan.  Pasal  krusial  yang  berkaitan
dengan hutan adat dalam putusan tersebut adalah Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kehutanan. “Hutan  adat  adalah  hutan  negara yang  berada  dalam  wilayah
masyarakat hukum adat”. Kata “negara” dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga  bunyi  Pasal  1  angka  6  menjadi  sebagai  berikut  : “Hutan  adat  adalah
hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Dalam  pertimbangannya,  Mahkamah  Konstitusi  menegaskan  bahwa  “…
hutan  berdasarkan  statusnya  dibedakan  menjadi  dua  yaitu  hutan  negara  dan hutan  hak.  Adapun  hutan  hak  dibedakan  antara  hutan  adat  dan  hutan
151
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 1 Angka 6.
Universitas Sumatera Utara
perseoranganbadan  hukum.  Ketiga  status  hutan  tersebut  pada  tingkatan  yang tertinggi seluruhnya dikuasai oleh Negara”.
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat beberapa upaya di kalangan masyarakat  untuk  secara  fisik  memperjelas  batas-batasan  wilayah  adat  di
lapangan  dan  mengambil  alih  tanah-tanah  adat  yang  di  atasnya  sudah  diberikan izin  kepada  pihak  ketiga.  Sampai  saat  ini  belum  dapat  dipastikan  jumlah  luasan
hutan adat. Dari data AMAN sampai November 2012, telah mengidentifikasi 2,4 Juta Ha wilayah adat yang terdiri dari 265 peta wilayah adat.
152
Implikasi  dari  putusan  Mahkamah  Konstitusi  dapat  berupa  munculnya berbagai  isu  hukum  yang  belum  dapat  terjawab  dengan  konstruksi  aturan  yang
ada  saat ini, antara lain, mekanisme identifikasi masyarakat  hukum adat, batasan kewenangan masyarakat hukum adat di dalam mengelola hutan adat, sejauh mana
masyrakat  hukum  adat  dapat  mengalihkanmenyewakan  hak  atas  hutan  adat kepada  pihak  lain  dan  dengan  mekanisme  seperti  apa,  sejauh  mana  kewenangan
masyarakat  hukum adat untuk  dapat mengalihkan hutan adat  menjadi  non-hutan, bagaimana  bentuk  formal  pengakuan  negara  atas  hutan  adat  uang  dimiliki  oleh
masyarakat hukum adat.
153
Penetapan  status  hutan  adat  yang  dilakukan  oleh  Pemerintah  ditentukan dengan syarat sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah
melalui  Peraturan  Daerah.  Jadi,  harus  ada  pengukuhan  masyarakat  hukum  adat
152
Amir  Syamsudin,  “Tata  Kelola  Hutan  Adat  dan  Resolusi  Konflik  Pasca  Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor
35PUU-X2012” http:www.unorcid.orguploaddoc_lib20130902182846_Minister20of20Law20and20Hu
man20Rights_Mr.20Amir20Syamsudin_KEMENKUMHAM.pdf Diakses  tanggal  17
Februari 2014.
153
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
terlebih  dahulu  melalui  Peraturan  Daerah  dengan  persyaratan  seperti  disebutkan dalam  Penjelasan  Pasal  67  ayat  1  Undang-Undang  Kehutanan
154
,  kemudian dapat  ditetapkan  status  hutan  adatnya  oleh  Pemerintah.  Pengukuhan  masyarakat
hukum adat dinyatakan dalam Pasal 67 ayat 2 Undang-Undang Kehutanan yaitu: “Pengukuhan  keberadaan  dan  hapusnya  masyrakat  hukum  adat  sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Peraturan Daerah.” Pasal  67  ayat  3  Undang-Undang  Kehutanan  menyebutkan  bahwa
“Ketentuan  lebih  lanjut sebagaimana  dimaksud pada  ayat  1  dan  ayat  2  diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana
sari Pasal 67 Undang-Undang Kehutanan sampai saat ini belum dikeluarkan oleh Pemerintah.  Pelaksanaan  Pasal  67  Undang-Undang  Kehutanan  tersebut  berisi
mengenai  tata  cara  penetapan  hutan  adat  bagi  masyarakat  hukum  adat  untuk mengelola hutan adatnya.
Pengaturan mengenai mekanisme penetapan kawasan Hutan Adat dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria  Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999,
yang intisarinya sebagai berikut
155
: a. Penentuan masih adanya Hak Ulayat Pasal 5 :
154
Masyarakat  Hukum adat  diakui  keberadaannya,  jika  menurut  kenyataannya
memenuhi unsur antara lain: masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban rechtgemeenschap; ada  keembagaan  dalam  bentuk  perangkat  hukum,  khususnya  peradilan  adat,  yang  masih  ditaati;
dan  masih  mengadakan  pemungutan  hasil  hutan  di  wilayah  hutan  sekitarnya  untuk  pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
155
Menteri Kehutanan, “Langkah Strategis Pengelolaan Hutan dan Mekanisme Penetapan Hutan
Adat Pasca
Terbitnya Putusan
MK No.
35PUU-X2012”, lihat
http:www.unorcid.orguploaddoc_lib20130902173117_H.E.20Mr.20Zulkifli20Hasan2 0Ministry20of20Forestry_Presentation.pdf diakses pada 13 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Pemda dengan mengikut sertakan Pakar Hukum Adat, Masyarakat Hukum Adat yang ada di wilayah
bersangkutan, LSM dan instansi yang mengelola Sumber Daya Alam. 2. Keberadaan tanah ulayat dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran
tanah dengan menggambarkan batasnya. b. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PERDA
Sebagai  contoh,  telah  terdapat  Peraturan  Daerah  Khusus  Provinsi  Papua Nomor  23  Tahun  2008  tentang  Hak  Ulayat  Masyarakat  Hukum  Adat  dan  Hak
Perorangan  Warga  Masyarakat  Hukum  Adat  Atas  Tanah  yang  mengatur  lebih konkrit  mengenai  mekanisme  penetapan  kawasan  hutan  adat.  Berikut  langkah-
langkah yang diatur dalam peraturan daerah khusus tersebut
156
: a. Pembentukan Panitia peneliti sengan SK Gubernur, BupatiWalikota
b. Anggota panitia peneliti : 1 Pakar Hukum Adat
2 Wakil Lembaga Adat  Tetua Adat  Penguasa Adat 3 LSM
4 Pejabat dari BPN Kantor Pertanahan setempat 5 Pejabat Bagian Hukum dari Pemda Provinsi, KabupatenKota
6 Pejabat dari Instansi terkait lainnya c. Tugas panitia peneliti, melakukan penelitian tentang :
1 Tatanan  hukum  adat  yang  berlaku  serta  struktur  penguasa  adat  yang masih ditaati
156
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2 Tata  cara  pengaturan,  penguasaan  dan  penggunaan  Hak  Ulayat    Hak Perorangan atas tanah
3 Penguasa  adat  yang  berwenang  untuk  mengatur  peruntukan  dan penggunaan serta penguasaan Hak Ulayat  Hak Perorangan
4 Batas-batas wilayah Hak Ulayat danatau Hak Perorangan d. Data Pendukung :
1 Peta paling kecil skala 1 : 50.000 2 Berita  Acara  Persetujuan  Batas  yang  ditandatangani  oleh  Penguasa
adat  yang  berwenang  danatau  pihak-pihak  yang  berkepentingan apabila  berbatasan  dengan  Hak  Ulayat    Hak  Perorangan  atas  tanah
pihak lain 3 Pada titik-titik tertentu yang telah disetujui dipasang tanda batas yang
bersifat permanen e. Finalisasi
1 Apabila  hasil  laporan  tim  peneliti dinyatakan  memenuhi  syarat, maka diterbitkan SK Gubernur, BupatiWalikota
2 Substansi SK Gubernur, BupatiWalikota berisi : a Nama Asli Masyarakat Hukum Adat
b Penguasa Adat c Peta hasil penelitian
Untuk  mempermudah  dalam  memahami  pengakuan  terhadap  hutan  adat serta  alur  konektivitas  antara  masyarakat  hukum  adat,  hutan  adat,  dan  peraturan
Universitas Sumatera Utara
terkait  lainnya,  berikut  bagan  yang  disadur  dari  Resume  Diskusi  Reguler  WG- Tenure dalam Pembahasan draf Naskah Akademis RPP Hutan Adat
157
:
Gambar 1. Alur Pengelolaan Hutan Adat
157
Lihat http:wg-tenure.orgwp-
contentuploads201306Resume_Diskusi_Draft_NA_RPP_HutanAdat.pdf diakses  pada  :  17 Februari 2014
UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3  Pasal 18 B poin 2
UU No. 5 Tahun 1960 Pasal 3 dan Penjelasan Umum II angka
3 UU No. 5 Tahun 1960
Pasal 5 ayat 2, Pasal 37  dan Pasal 67
PEMDA
Implementasi dalam Pengelolaan Hutan : - Perencanaan   - Pemanfaatan               - Konservasi
- Rehabilitasi      - Perlindungan Hutan
- Pola Pemanfaatan Jenis yang Dilindungi - Pengelolaan Hutan Sesuai Karakteristik
- Pola Pemberdayaan Partisipatif
- Inventarisasi
- Pengkajian dan Penelitian
- Penetapan Wilayah
PERDA
Masyarakat Hukum Adat
MENTERI
Hutan Adat
Hak Masyarakat Hukum Adat
Kewajiban : - Pelestarian   - Pengawetan   -Pengelolaan
- Perlindungan kawasan
- Pemungutan hasil hutan
- Pengelolaan Hutan adat
- Pemberdayaan Masyarakat
PENGELOLAAN HUTAN ADAT LESTARI
Universitas Sumatera Utara
Dari  uraian  pada  bagain  sebelumnya  dapat  ditarik  benang  merah  bahwa masyarakat hukum adat yang memenuhi kriteria persayaratan sebagai masyarakat
hukum  adat  dapat  mendaftarkan  diri  dalam  rangka  inventarisasi  masyarakat hukum  adat  sehingga  kemudian  keberadaannya  diakui  oleh  negara  melalui
Peraturan  Daerah  mengenai  masyarakat  hukum adat  yang  bersangkutan.  Dengan demikian  masyarakat  hukum  adat  yang  dudah  diakui  tersebut  dapat  digolongkan
sebagai  pemegang  hak  dan  kewajiban,  dalam  hal  ini  masyarakat  hukum  adat sebagai  badan  hukum. Masyarakat  hukum  adat  sebagai  subjek  hukum  tentunya
memiliki  objek  pula.  Objek  kepemilikan  masyarakat  hukum  adat  berupa  tanah ulayat yang didalamnya termasuk hutan adat.
B. Keterlibatan  Masyarakat  Hukum  Adat  dalam  Kegiatan  Investasi  di Kawasan Hutan Adat