- 6 -
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam  kurun  waktu  1998 –2010  bangsa  Indonesia  mengalami  reformasi  di  segala  bidang  yang
mengharuskan  lahirnya  paradigma  baru  pembangunan  nasional,  yang  cukup  dirasakan  dampaknya  di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan paradigma tersebut merupakan variabel yang didapati dari adanya
pergeseran  dari  sentralistik  otoriter  menjadi  desentralistik  demokratis.  Perubahan  politik  Nasional  ke arah  demokratisasi  membawa  dampak  terhadap  lahirnya  Provinsi  Papua  Barat  sesuai  dengan  usulan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Provinsi Irian Jaya dengan Surat Keputusan Nomor 10 Tahun 1999  tentang  pemekaran  Provinsi  Irian  Jaya  menjadi  tiga  provinsi.  Sehingga  lahirnya  Undang-Undang
Nomor  45  Tahun  1999  tentang  pembentukan  Provinsi  Irian  Jaya  Barat,  Provinsi  Irian  Jaya  Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong, namun penjabaran dari
regulasi  tersebut  mengalami  kevakuman  dalam  kurun  waktu  1999-2002  yang  diakibatkan  oleh  kondisi politik lokal di tanah Papua yang tidak kondusif bagi penyelenggaran pemerintahan di Provinsi Irian Jaya
Barat. Upaya untuk menindak lanjuti eksistensi Provinsi Irian Jaya Barat menjadi kebutuhan dan tuntutan yang
semakin mengkristal di kalangan masyarakat, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim  315  mendorong  untuk  mengaktifkan  kembali  lahirnya  Pemerintah  Provinsi  Irian  Jaya  Barat
berdasarkan  Inpres  Nomor  I  Tahun  2003.  Sejak  saat  itu,  Provinsi Irian  Jaya  Barat  perlahan  membentuk dirinya  menjadi  provinsi  definitif.  Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  24  Tahun  2007,  nama
Provinsi  Irian  Jaya  Barat  diganti  menjadi  Provinsi  Papua  Barat,  dimana  terbentuknya  Provinsi  Papua Barat  tersebut,  maka  secara  otomatis  terjadi  perubahan  struktur  dan  pola  ruang  untuk  Wilayah  tanah
Papua yang terbagi menjadi dua Provinsi. Papua Barat memiliki potensi Sumber Daya Alam SDA yang mampu mendukung proses pembangunan
daerah, namun disisi lain masih didapati berbagai kelemahan terkait dengan sumber dana pembangunan yang  terbatas,  Sumber  Daya  Manusia  SDM  yang  rendah,  kondisi  geografis  yang  masih  tertutup,  kultur
dan  perilaku budaya yang kurang sesuai dengan tuntutan pembangunan daerah, sehingga hal ini belum memberikan dampak yang optimal terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Mencermati  kondisi  aktual  daerah  diatas  yang  disignifikasikan  dengan  pemberlakuan    Undang-Undang Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah  yang  memberikan  kewenangan  kepada  daerah
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik urusan wajib maupun urusan pilihan dalam rangka desentralisasi.  Peluang lain yang diberikan kepada daerah adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Papua,  Undang-Undang Nomor 35 tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 untuk Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, dalam upaya percepatan
pembangunan,  serta  fakta  kinerja  pembangunan  daerah  yang  kurang  memberikan  perubahan  dalam
- 7 - struktur  kehidupan  masyarakat,  hal  ini  besar  dipengaruhi  oleh  kapasitas  perencanaan  pembangunan
daerah.  Oleh  sebab  itu  dengan  diberlakukannya  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  2004  tentang  Sistem Perencanaan  Pembangunan  Nasional  SPPN,  yang  mengamanatkan  Pemerintah,  Pemerintah  Daerah
untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang  RPJP 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah  RPJM  5  tahun,  Rencana  Kerja  PemerintahRencana  Kerja  Pemerintah  Daerah  RKPRKPD
dan Rencana Kerja KLSKPD, serta Rencana Strategi KLSKPD. Terkait dengan Rencana Jangka Panjang Daerah Papua Barat untuk perioKampungsi 2012-2025 yang diharapkan akan menjadi arah dan petunjuk
bagi  pemerintah,  masyarakat  dan  stakeholder  lainnya  dalam  proses  pembangunan.  RPJPD  dalam penjabarannya  berisikan  visi,  misi  dan  arah  kebijakan  pembangunan  daerah  yang  dibagi  dalam  empat
tahapan dalam 20 tahun kedepan.
1.2 DASAR HUKUM PENYUSUNAN