Penentuan Urutan Prioritas Strategi Kerja Dengan Menggunakan Metode AHP (Analytical Hirerachy Process) Di PT. Sinar Sakti Matra Nusantara Bandung

(1)

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri

Oleh :

Lismono Anggar Kusumo 1.03.07.701

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA


(2)

ii ABSTRAK

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS STRATEGI KERJA

DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process) DI PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA Bandung

Lismono Anggar Kusumo 1.03.07.701

Manusia sebagai faktor utama dituntut untuk mempunyai kemampuan, diantaranya kemampuan dalam hal penelitian, pengembangan ilmu terapan dan rancang bangun serta teori keputusan. Suatu perusahaan harus mempunyai keputusan dalam pengambilan permasalahan yang akan menentukan produktivitas dalam bekerja. Teori keputusan sangat berpengaruh dalam perusahaan karena sesuatu yang akhir dari permasalahan tersebut. Jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggung jawabkan kepada orang lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan sasaran yang akan dicapai berikut kronologi proses pengambilan keputusannya (Mangkusubroto dan Tresnadi, 1987).

Penelitian ini dilakukan di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk menentuan urutan prioritas dalam strategi kerja dengan mengunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Perusahaan mengalami kebimbangan dalam penentuan strategi kerja yang terjadi disaat pengambilan keputusan seperti pelayanan konsumen, kerjasama industry dengan pesaing dan pembinaan SDM, peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan beberapa pimpinan perusahaan untuk mengetahui permasalahan yang ada.

Setelah melakukan observasi dan wawancara, maka diperoleh pendapat dengan beberapa pimpinan perusahaan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi diperusahaan mengenai penentuan urutan prioritas yang harus didahulukan dalam penentuan strategi kerja yaitu masalah pelayanan konsumen, kerjasama industri dengan pesaing dan pembinaan sumber daya manusia.

Maka didapatkan hasil perhitungan bobot keseluruhan antar alternatif dalam penentuan strategi kerja sebagai berikut pelayanan konsumen 0.3137, kerjasama industri dengan pesaing 0.3504 dan pembinaan SDM 0.3359, maka yang harus diprioritaskan dalam menentukan strategi kerja adalah kerjasama industri dengan pesaing sebesar 0.3504 atau 35.04 %. Dari hasil penelitian ini diharapkan perusahaan dapat memprioritaskan strategi kerja yang harus didahulukan untuk mempermudah pekerjaaan.

Kata kunci: AHP (Analytical Hierarchy Process), sistem pengambilan keputusan dan penentuan strategi kerja.


(3)

iii

Segala puji dan syukur kupanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam semoga Allah SWT melimpahkan atas Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabi’in dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, penelitian menyadari bahwa Laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu yang dimiliki.

Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya serta secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak I Made Aryantha A, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Unikom.

2. Ibu Diana Adriani, MT, MM, selaku dosen wali.

3. Ibu Julian Robecca, MT. selaku koordinator Tugas Akhir.

4. Bapak Agus Riyanto, MT. Selaku Pembimbing yang selalu yang senantiasa memberikan pengarahan pada setiap bimbingan yang mengesankan sehingga laporan ini dapat selesai. Terima kasih atas saran, masukan, nasihatnya, serta terima kasih telah bersedia membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Seluruh Dosen Teknik Industri UNIKOM yang sudah memberikan ilmu, saran dan nasehat selama perkuliahan dikelas maupun dalam kegiatan praktikum. 6. Ibu Ini Jasini selaku pembimbing di PT. Sinar Sakti Matra Nusantara yang

telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini.

7. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan, motivasi, do’a, materi. I love Mama and Bapak forever and anyware.

8. Buat Rani Nurani, yang selalu menemani, memotivasi, mencintai, menyayangi serta memberi pencerahan. I love Rani


(4)

iv

yang selalu menemani saat begadang. Mumuh, Agung, Deni, Bhuluk (Praz), Tatang, Anggi, Asmi, Boan Mbot (Aan) serta Wandi yang selalu membuat kegembiraan di dalam kosan. Serta teman-teman yang lain nak Ti-07yang tidak bisa disebutkan, tapi tidak pernah terlupakan terima kasih udah bantuin, dan supotrnya.

10.Ucapan terima kasih terakhir untuk kampusku, terima kasih UNIKOM, terima kasih Fakultas Teknik, terima kasih Jurusan Teknik Industri, disinilah tempatku menyelesaikan program sarjana Strata Satu (S1), semoga ini menjadi bekal awal untuk meniti karier menuju sukses. Amin....

Bandung, Februari 2011


(5)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan ilmu dan teknologi yang dirasakan sangat pesat terutama dibidang industri, baik industri informasi maupun manufaktur. Perkembangan ini harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang merupakan modal pokok dalam pembangunan. Manusia sebagai faktor utama dituntut untuk mempunyai kemampuan, diantaranya kemampuan dalam hal penelitian, pengembangan ilmu terapan dan rancang bangun serta teori keputusan. Suatu perusahaan harus mempunyai keputusan dalam pengambilan permasalahan yang akan menentukan produktivitas dalam bekerja. Teori keputusan sangat berpengaruh dalam perusahaan karena sesuatu yang akhir dari permasalahan yang ada. Jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggungjawabkan kepada orang lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan sasaran yang akan dicapai berikut kronologi proses pengambilan keputusannya (Mangkusubroto dan Tresnadi, 1987).

PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA sebagai salah satu perusahaan milik swasta yang bergerak di sector industry logam dimana produk dan pelayanan yang dihasilkannya adalah berupa pembuatan part turbin seperti Disc, Carbon ring, Seal diaphragm, Trip body, Labyrinth, Housing turbin, Sudu, Bearing dan Shaft, serta pelayanan perbaikan mekanikal dan tooling service dari produk itu sendiri. Perusahaan mengalami kebimbangan dalam penentuan strategi kerja yang terjadi disaat pengambilan keputusan seperti pelayanan konsumen, kerjasama industry dengan pesaing dan pembinaan SDM, peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan beberapa pimpinan perusahaan untuk mengetahui permasalahan yang ada. Setelah melakukan penelitian dengan beberapa pimpinan perusahaan, maka diperoleh data tentang pendapat mengenai penentuan urutan prioritas yang harus didahulukan yaitu masalah pelayanan konsumen, kerjasama industri dengan pesaing dan pembinaan sumber daya manusia. Karena


(6)

kebimbangannya tersebut perusahaan meminta peneliti untuk melakukan penelitian mengenai urutan mana yang menjadi prioritas utama dalam penentuan strategi kerja. Berdasarkan pengamatan yang didapat tentang penentuan strategi kerja, maka peneliti akan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menyelesaikan masalah yang terjadi diperusahaan.

Suatu pengambilan keputusan dalam perusahaan saat berpengaruh dalam cara pandang dan kinerja serta meningkatkan produktivitas pekerja yang dilakukan oleh perusahaan. Pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu dengan menganalisis permasalah kompleks melalu prinsip-prinsip dekomposisi, analisis perbandingan dan sintesa prioritas. Dalam perkembangannya AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan berbagai macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena AHP cukup mengandalkan pada intuisi sebagai input utamanya, namun intuisi harus datang dari pengambilan keputusan yang cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi. Dasar berpikirnya metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul adalah Penentuan Urutan Prioritas Strategi Kerja Dengan Menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang dapat di identifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat beberapa pimpinan perusahaan yang mengerti permasalahan di perusahaan mengenai penentuan strategi kerja?

2. Bagaimana cara menentukan struktur hierarki dan model hierarki pada pengambilan keputusan penentuan strategi kerja?


(7)

3. Penghitungan apa saja yang dilakukan untuk menghitung AHP (Analytical Hierarchy Process) dalam pengambilan keputusan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pendapat dari beberapa pimpinan perusahaan yang mengerti permasalahan di perusahaan mengenai prioritas mana yang lebih penting atau yang lebih utama dari penentuan strategi kerja.

2. Untuk mengetahui cara pembuatan struktur hierarki dan model hierarki tujuan yang terjadi pada waktu mengambil keputusan dalam bekerja.

3. Untuk menentukan perhitungan AHP (Analytical Hierarchy Process) dilakukan dengan berbagai cara yaitu rata-rata geometri, perbandingan antar kriteria, eigenvalue, consistency index dan consistency ratio.

1.4. Pembatasan Masalah

Dari penjelasan diatas untuk memperkuat pembahasan yang sesuai dengan latar belakang, maka dari itu peneliti membatasi masalah agar lebih terarah dan sesuai dengan yang diharapkan. Batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ruang lingkup pengambilan keputusan hanya diberikan kepada ahli atau pakar, dimana diantaranya yaitu beberapa pimpinan perusahaan atau orang yang mengerti permasalahan.

2. Prosedur yang dilakukan dalam pengambilan keputusan dengan melakukan observasi langsung, wawancara serta pengambilan hasil keputusan.

3. Bukti pengambilan keputusan hanya dalam bentuk nilai perbandingan. 1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab 1. Pendahuluan

Berisikan Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Pembatasan Masalah dan Sistematika Penulisan


(8)

Bagian ini memuat tentang landasan teori yang berkaitan langsung dengan permasalah yang akan diteliti.

Bab 3. Metodologi Pemecahan Masalah

Memuat uraian tentang bagaimana cara sistematika penelitian yang dilakukan, variabel dan data yang dikaji dan cara analisis.

Bab 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Berisikan pengumpulan data-data yang diambil dan memuat tentang bagaimana melakukan pengolahan terhadap data-data yang telah diambil dengan melakukan pendekatan yang sesuai dengan metode yang dipergunakan.

Bab 5. Analisis

Berisi analisis dari hasil perhitungan yang diperoleh dari proses pengolahan data serta pengajuan usulan pengambilan keputusan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process).

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

Berisikan tentang Kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan dan saran bagi perusahaan.


(9)

5 2.1. Proses Pengambilan Keputusan

Merupakan proses sejak identifikasi masalah sampai pemilihan solusi terbaik inilah yang disebut proses pengambilan keputusan (Putro dan Tjakraatmadja, 1998). Jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggungjawabkan kepada orang lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan sasaran yang akan dicapai berikut kronologi proses pengambilan keputusannya (Mangkusubroto dan Tresnadi, 1987).

Proses pengambilan keputusan didalam kehidupan organisasi adalah suatu proses yang selalu terjadi, dimana hal ini mempunyai denyut nadi jalannya organisasi tersebut (Sudirman, 1998). Pengambilan keputusan didalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus-menerus dari seluruh organisasi. Hasil keputusan tersebut dapat merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif atau antar prosedur untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatannya dapat dilakukan, baik melalui pendekatan yang bersifat individual/kelompok, sentralisasi/desentralisasi, partisipasi/ tidak berpartisipasi maupun demokratis/consensus (Suryadi dan Ramadhani, 1998).

Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan, yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui makanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik.

Pengambilan keputusan merupakan proses yang bertahap, sejak proses identifikasi masalah (mencatat, mendiagnosa dan mendifinisikan masalah, mencari dan memilih solusi dan pada akhirnya menerapkan keputusan) yang dilakukan setiap


(10)

2.1.1. Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan Menurut Rosenhead (1989) ada 5 yaitu:

a. Identifikasi tujuan

b. Identifikasi alternatif pilihan strategi/kegiatan

c. Perkiraan dampak dari setiap kegiatan maupun tujuan d. Evaluasi konsekuensi dalam bentuk skala penilaian. e. Pilih alternatif yang memberikan benefit terbesar. 2.1.2. Beberapa Pengambilan Keputusan

1. Pengambilan Keputusan Rasional Analitis

Pengambil keputusan rasional analitis mempertimbangkan semua alternatif dengan segala akibat dari pilihan yang diambilnya, menyusun segala akibat dan memperhatikan skala pilihan (scale of preferences) yang pasti dan memilih alternatif yang memberikan hasil maksimum.

Pendekatan ini merupakan model klasik dalam pengambilan keputusan bidang ekonomi dan bisnis. Model ini banyak memperoleh kritik karena dianggap kurang realistik, hanya mempertimbangkan informasi-informasi yang diterima dengan mengabaikan beberapa pertimbangan lainnya.

Suatu keputusan yang dapat dikatakan rasional jika ia dapat dijelaskan dan dibenarkan dengan berusaha mengaitkannya dengan sasaran dari pengambil keputusan. Individu sebgai pengambil keputusan akan menyusun urutan-urutan tujuan dan sasaran yang dikehendaki sebelum ia mengidentifikasi alternatif yang akan dipilih. Prinsip ini juga akan berlaku dalam satu kelompok yang bertugas mengambil keputusan, seperti sering terlihat dalam kalangan pemerintahan.

Kelompok merupakan satu kesatuan kohesif yang bertugas merancang keputusan untuk memaksimalkan kebahagiaan bagi masyarakat terhadap tujuan keputusan. Pengambilan keputusan yang berdasar logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semua unsur pada setiap sisi daam proses pengambilan keputusan. Unsur-unsur itu diperhitungkan secra matang, sambil semua informasi yang masuk dipertimbangkan tingkat kesahannya.


(11)

2. Pengambilan Keputusan Intuitif Emosional

Pengambilan keputusan intuitif emosional menyukai kebiasaan dan pengalaman, perasaan yang mendalam, pemikiran yang reflektif dan naluri dengan menggunakan proses alam bawah sadar. Proses ini dapat didorong oleh naluri, orientasi kreatif dan konfrontasi kreatif. Pengambilan keputusan mempertimbangkan sejumlah alternatif dan peluang, secara serempak meloncat dari satu langkah dalam analisis atau mencari yang lain dan kembali lagi.

Model pengambilan keputusan yang menggunakan intuisinya seringkali dikritik, karena kurang mengadakan analisis yang terkendali dengan perhatian hanya ditujukan pada beberapa fakta dengan melupakan banyak elemen penting. Dalam pengambilan keputusan intuisi tidak banyak tergantung pada fakta yang lengkap. Mungkin dengan informasi yang sedikit saja seseorang sudah dapat mengambi keputusan karena intuisi itulah yang dominan.

3. Pengambilan Keputusan Prilaku Politis

Merupakan pengambilan keputusan individual dengan melakukan pendekatan kolektif. Juga dianggap teori deskriptif yang menyarankan agar organisasi tempat pengambil keputusan bekerja membatasi pilihan yang ada. Pengambil keputusan harus mempertimbangkan apakah hasil keputusan itu dapat dilaksanakan secara politis.

2.2. Persoalan dan Model Keputusan

Sebelum keputusan diambil biasanya suatu keputusan mempunyai tipe persoalannya masing-masing, mulai dari persoalan sederhana inilah yang rumit. 2.2.1. Tipe-tipe Persoalan Keputusan

Tipe persoalan keputusan ada 5 macam yaitu 1. Keputusan yang sederhana

Keputusan yang sederhana adalah keputusan dengan informasi yang lengkap dengan prosedur pemecahannya mengikuti pola-pola tertentu (sudah terstruktur).


(12)

2. Keputusan yang rumit

Keputusan yang rumit dicirikan oleh sulitnya mengumpulkan dan mempertimbangkan informasi yang diperlukan. Dalam menghadapi kasus seperti pengalaman tidak dapat berpedoman, tetapi harus didekati dengan pendekatan baku yang ada. Dan sudah barang tentu pemecahan terhadap persoalan yang ada tidak tepat benar, karena terdapat sejumlah kekurangan yang perlu diperbaiki.

3. Keputusan yang diambil berulang-ulang

Keputusan yang berulang-ulang adalah bila masalah yang dihadapi dapat dikatakan sama atau hampir sama dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. Bila kasusnya seperti ini maka pembuat keputusan memiliki peluang untuk menyempurnakan metodologi dan pendekatan yang mendasari proses pengambilan keputusan tersebut. Sayangnya banyak keputusan yang penting justru hanya dihadapi sekali saja. Atau kalau berulang, perulangan ini terjadi dalam situasi dan kondisi yang berlainan. Akibatnya perbaikkan yang dilakukan dalam pengambilan keputusan tidak banyak berarti.

4. Keputusan yang dapat diuraikan menjadi sejumlah bagian (Sub Keputusan) Keputusan yang dapat diuraikan menjadi sejumlah bagian (sub keputusan), masing-masingdapat dipecahkan secara bergiliran. Namun ada juga pemecahan suatu bagian dari persoalan keputusan ditunda hingga dampak dari bagian keputusan terdahulu diketahui sehingga informasinya lengkap.

5. Keputusan yang berhadapan dengan ketidakpastian masa depan

Keputusan yang berhadapan dengan ketidakpastian masa depan mempunyai ciri yaitu hasilnya sulit diperkirakan, karenanya pengambilan keputusan perlu mengurangi ketidakpastian tersebut.

2.2.2. Langkah-langkah dalam Pengambilan Keputusan

Sebelum keputusan diambil maka dilakukan langkah-langkah berikut dalam menghadapi pemasalahan (kasus) yang ada:

1. Perumusan pokok masalah

Setelah persoalan (kasus) dipelajari, rumuskan pokok permasalahnya sehingga persoalannya memiliki ukuran yang dapat dipecahkan, baik kuantitatif


(13)

maupun kualitatif. Bila permasalahannya besar, maka uraikanlah persoalan tersebut menjadi beberapa sub-sub persoalan. Dengan menetapkan atribut-atributnya (uraikan dari realitas) baik yang subjektif maupun objektif.

2. Rumuskan tujuan dan pembatasan pengambilan keputusan

Tujuan dan batasan pengambilan keputusan disini dituliskan secara ringkas dan padat dengan cara yang dapat membandingkan komitmen dan motivasi. 3. Tetapkan alternatif jawaban yang mungkin

Alternatif jawaban yang mungkin dapat diperoleh setelah parameter dan variabel persoalan keputusan ditetapkan berupa model-model keputusan. 4. Tetapkan kriteria pemilihan alternatif berdasar

Setelah alternatif jawaban diperoleh, lakukan pemilihan alternatif terbaik berdasar misi dan tujuan serta kebijaksanaan organisasi, setelah analisis SWOT dilakukan

5. Implementasikan

Setelah alternatif terbaik didapat selanjutnya adalah mengimplementasikan alternatif terbaik itu dalam kasus yang dihadapi.

2.2.3. Model Keputusan

Penyusunan model keputusan adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis, yang mencerminkan hubungan yang terjadi diantara factor-faktor yang terlibat.

Model proses pengambilan keputusan menurut Simon (1960) terbagi 3 yaitu: a. Intelligence

Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukkan diperoleh, diproses dan diuju dalam rangka mengidentifikasikan masalah.


(14)

b. Design

Tahap ini merupakan proses menemukkan, mengembangkan dan menganalisis alternatif tindakan yang yang bias dilakukan. Tahap ini meliputiproses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi

c. Choice

Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan.

Intelegence (Penulusuran Lingkup

Masalah)

Design

(Perancangan Penyelesaian Masalah)

Choice (Pemilihan Tindakan)

Implementasi (Pelaksanaan Tindakan)

Sistem Informasi Manajemen/ Pengolahan Data Elektronik

Ilmu Manajemen/ Penelitian Operasional

Sistem Pendukung Keputusan

Gambar 2.4. Model Proses Pengambilan Keputusan

Apakah suatu model itu simpel atau kompleks ada aturan yang mudah dalam pembuatannya. Karena pembuatan model melibatkan seni dan imajinasi sebagaimana teknik ilmu pengetahuan lainnya.

Tetapi langkah-langkah berikut dapat dilakukan untuk pembuatannya: • Pelajari lingkungan agar problema yang dinyatakan dapat real.

• Rumuskan representasi permasalahan dengan selektif, buat asumsinya dan simflikasikan. Tetapkan tujuan dan variable keputusannya secara eksplisit. • Buatkan modelnya


(15)

Inlah beberapa langkah yang diperlukan dalam pembuatan suatu model keputusan. Namun sekali lagi konsep itu tidak baku, artinya masih banyka lagi cara lain dalam pembuatan model.

Karakteristik model menurut Siregar (1991): • Tingkat generalisasi yang tinggi

Semakin tinggi derajat generalisasi suatu model, maka ia semakin baik sebab kemampuan model untuk memecahkan masalah semakin besar.

• Mekanisme transparansi

Suatu model dikatakan baik jika dapat melihat mekanisme suatu model dalam memecahkan masalah, artinya kita bias menerangkan kembali (rekonstruksi) tanpa ada yang disembunyikan. Jadi kalau ada suatu formula, maka formula tersebut dapat diterangkan kembali.

• Potensial untuk dikembangkan

Suatu model yang berhasil biasanya mampu membangkitkan minat (Interest) peneliti lain untuk menyelidikinya lebih jauh.

• Peka terhadap perubahan asumsi

Hal ini menunjukkan bahwa proses permodelan tidak pernah berakhir (selesai), selalu membaeikan celah untuk membangkitkan asumsi

Pada kenyataannya, keadaan system nyata itu terlalu kompleks atau masih dalam bentuk hipotesis. Sehingga terlalu mahal, tidak praktis atau bahkan tidak mungkin dapat dilakukan, jika harus bereksperimen langsung. Secara umum, kendala-kendala inilah yang menjadi alasan bagi perancang untuk membuat model. Hal ini mengkonfirmasikan lagi salah satu karakteristek model yaitu penyederhanaan system nyata.

Analisis sistem dilakukan untuk memahami bagaimana suatu sistem yang diusulkan dapat beroperasi. Idealnya, seorang analis bereksperimen langsung dengan sistem tersebut. Tetapi kenyataan yang dilakukan adalah membangun sistem tersebut dan menyelidiki perilakunya melalui model tersebut. Hasil yang diperoleh, kemudian ditafsirkan dalam terminology performasi sistem.


(16)

Dalam studi-studi perancangan sistem yang menjadi sasaran adalah menghasilkan suatu sistem yang memenuhi beberapa spesifikasi. Parameter-parameter atau komponen-komponen system tersebut diseleksi atau direncanakan oleh perancang (designer) dan secara konseptual, dapat dipilih salah satu kombinasi khususnya untuk membangun suatu sistem.

Sistem yang diusulkan dimodelkan, kemudian performansinya diperkirakan berdasarkan perilaku model. Jika performansi yang diperkirakan ini sesuai dengan performansi yang diinginkan, maka rancangan diterima. Tetapi jika tidak, sistem dirancang ulang dan keseluruhan proses dilakukan kembali.

Postulasi sistem adalah karakteristik cara penerapan model dalam studi-studi sosial, ekonomi, politik dan kedokteran, yang perilaku sistemnya diketahui tetapi proses yang dihasilkan perilakunya tidak diketahui. Sejumlah hipotesis mengenai sekumpulan entity atau aktivitas yang diduga kuat sebagai penyebab harus dibuat, agar perilaku yang diamati dapat dijelaskan.

Studi akan membandingkan respon model yang didasarkan pada hipotesis ini dengan perilaku yang diketahui. Jika ditemukan kesesuaian, maka dapat diasumsikan bahwa struktur model sudah relevan dengna sistem nyata dan sistem nyata tersebut dapat dipostulasikan.

2.2.4. Sebab-sebab Lemahnya Kualitas Keputusan Ada beberapa penyebaba kualitas keputusan menjadi lemah: 1. Kurangnya Informasi.

Kurangnya informasi yang diserap mempengaruhi pula kualitas keputusan yang diambil. Karena kurang informasi orang sering salah dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

2. Datanya Salah

Data yang salah bila diambil dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Karena kesalahan data orang akan salah pula dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.


(17)

3. Kebiasaan/Tradisi yang sulit diubah.

Kebiasaan yang sudah mentradisi akan memperlemah kualitas keputusan yang diambil. Karena kebiasaan yang sudah mentradisi orang akan sulit diubah dengan metode yang lebih baik, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

4. Terlalu Optimis

Mereka yang terlalu optimis memiliki kecenderungan hanya melihat permasalahan dari segi baiknya saja akibatnya mengabaikan hal-hal yang kurang baik. Bila sikap ini diambil dalam perbuatan keputusan jelas akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Karena memandang permasalahan kurang seimbang orang akan salah pula dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

5. Sempitnya Waktu

Waktu yang sempitpun bila dipakai dalam pembuatan keputusan akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Karena kesempitan waktu orang menjadi tergesa-gesa dalam memutuskan suatu permasalahan sehingga orang akan salah pula dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

6. Kurangnya Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan bila dipakai dalam pembuatan keputusan akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Karena kurangnya pengetahuan seseorang akan mrngakibatkan salah pula dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

7. Perkembangan Ilmu

Perkembangan ilmu pengtahuan dapat mempengaruhi dalam pembuatan keputusan. Oleh karenanya bila pengambilan keputusan tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dia akan tertinggal informasi. Akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.


(18)

8. Lemahnya Tolak Ukur

Lemahnya tolak ukur juga akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Karen kelemahan tolak ukur orang akan salah dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

9. Lemahnya Spesifikasi

Lemahnya spesifikasi juga akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Karen kelemahan spesifikasi orang akan salah dalam menilai suatu situasi, akibatnya keputusan yang diambilpun menjadi lemah mutu dan nilainya.

10.Dan lain-lain

2.3. Kondisi Persoalan Keputusan

Ada beberapa kategori keputusan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Keputusan dengan kepastian

Keputusan tersebut berada dalam kondisi dengan kepastian bila hasil dari setiap pilihan diketahui secara pasti, sehingga akibat atau konsekuensi pemilihan suatu alternatif dapat ditentukan sebelum keputusan dibuat. Pembuat keputusan sepenuhnya merupakan proses untuk memilih alternatif dengan hasil paling baik.

Kondisi dimana hasil setiap alternatif diketahui secara pasti karena informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan lengkap. Dengan demikian kita dapat meramalkan secara tepat hasil dari seriap keputusan.

2. Keputusan dengan resiko

Kondisi ini dihadapi oleh pembuat keputusan jika informasi mengenai konsekuensi dari setiap pilihan terbatas, namun masih cukup untuk menentukan probabilitas dari beberapa kemungkinan hasil yang terkandung dalam pilihan-pilihan tadi. Kondisi dimana hasil dari setiap alternatif tidak diketahui secara pasti, tetapi probabilitasnya diketahui.


(19)

3. Keputusan dengan ketidakpastian

Pembuat keputusan menghadapi kondisi dimana setiap pilihan tidak memiliki hasil yang pasti. Pengetahuan terbatas sampai pada kemungkinan hasil dari pilihan-pilihan itu. Mengingat informasi makin terbatas, pembuat keputusan tidak dapat menentukkan probabilitas dari keadaan-keadaan di masa depan. Dalam kondisi seperti ini, kriteria keputusan sangat ditentukkan oleh sikap pembuat keputusan terhadap resiko dan masa depan.

Pembuat keputusan, mungkin pribadi yang selalu berusaha menghindari resiko dari hasil buruk atau yakin bahwa masa depan akan berkembang menuju keadaan yang akan membawa hasil yang baik. Kondisi dimana hasil dari setiap alternatif bersifat tidak pasti bahkan probabilitasnya tidak diketahui. Keputusan dengan ketidakpastian ini dibagi menjadi babarapa kriteria antara lain:

a. Kriteria Pesimisme

Kriteria yang sangat mengindahkan hasil buruk dari setiap alternative dan memilih yang terbaik diantara yang buruk. Orang yang demikian disebut sebagai orang yang pesimis artinya orang yang melihat segala sesuatu dari sisi buruknya (looks on the side of taings). Kriteria pesimisme dibagi menjadi 2 kriteria:

1) Kriteria Maksimin (maksimum dari minimum)

Pembuat keputusan diarahkan untuk menetukan hasil terkecil (minimum) dari setiap pilihan. Alternatif terbaik baginya adalah pilihan yang memiliki hasil terbesar di antara hasil-hasil terkecil atau maksimum dari minimum (maksimin).

2) Kriteria Minimaks (minimum dari maksimum)

Bila hasil merupakan kerugian atau biaya, hasil terbyryk adalah biaya terbesar (maksimum). Alternative terbaik adalah pilihan yang mempunyai biaya terkecil di antara biaya-biaya terbesar (minimaks).


(20)

b. Kriteria Optimisme

Kebalikan dari sikap pesimisme, optimisme adalah keyakinan bahwa masa depan akan bergerak ke keadaan seperti yang diharapkan. Dengan keyakinan seperti itu, pembuat keputusan dianjurkan untuk memperhatikan hasil yang terbaik atau hasil maksimum. Alternatif terbaik baginya adalah pilihan yang memberikan hasil terbesar di antara hasil-hasil terbaik atau maksimum dari maksimum (maksimaks).

c. Kriteria Penyesalan

Kriteria ini berhubungan dengan adanya peluang yang hilang disebut sebagai suatu penyesalan karena adanya kerugian disebabkan pengambilan keputusan yang salah mengakibatkan hasil yang diperoleh berbeda jauh dengan hasil terbesar yang mungkin diperoleh pada keadaan tertentu. Kriteria ini memiliki hubungan dengan konsep “opportunity cost”. Penyesalan didefinisikan sebagai perbedaan antara hasil terbesar yang mungkin diperoleh dalam keadaan tertentu.

d. Kriteria Hurwicz-α

Metode ini memadukan sikap optimisme dan pesimisme. Sikap ini

dinyatakan dengan koefisien optimisme α, yang nilai berkisar dari 0

(pesimis) sampai 1 (optimisme) yang bila diuraikan sebagai berikut:

2.4. Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP).

Konsep metode AHP adalah merubah nilai-nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif. Sehingga keputusan-keputusan yang diambil bisa lebih obyektif. AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisis perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria.

Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Pendekatan yang dilakukan dalam AHP adalah analisis


(21)

permasalahan komplek melalui prinsip-prinsip dekomposisi, analisis perbandingan dan sintesa prioritas.

Metode AHP mula-mula dikembangkan oleh tahun 1970 dalam hal perencanaan kekuatan militer untuk menghadapi berbagai kemungkinan (contingency planning). Kemudian dikembangkan di Afrika khususnya di Sudan dalam hal perencanaan transportasi. Pada saat inipun metode AHP juga telah digunakan oleh beberapa peneliti, misalkan untuk ”Pemilihan Karyawan Berprestasi” atau ”Pengembangan Produktivitas Hotel”.

Metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Dalam perkembangannya AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan berbagai macam masalah seperti memilih fortofolio, analisis manfaat biaya, peramalan dan lain-lain. AHP menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh sumber kerumitan seperti yang diidentifikasikan diatas. Hal ini dimungkinkan karena AHP cukup mengandalkan pada intuisi sebagai input utamanya, namun intuisi harus datang dari pengambilan keputusan yang cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi.

Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Dasar berpikirnya metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun struktur hirarki AHP ditampilkan pada gambar 1. berikut.

Gambar 2.1. Struktur Hirarki AHP

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif ke n

Sasaran

Kriteria ke n Kriteria 3

Kriteria 2 Kriteria 1


(22)

Adapun langkah-langkah metode AHP adalah :

1. Menentukan jenis-jenis kriteria yang akan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan.

3. Menjumlah matriks kolom.

4. Menghitung nilai elemen kolom kriteria dengan rumus masing-masing elemen kolom dibagi dengan jumlah matriks kolom.

5. Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus menjumlah matriks baris hasil langkah ke 4 dan hasilnya 5 dibagi dengan jumlah kriteria.

6. Menentukan alternatif-alternatif yang akan menjadi pilihan.

7. Menyusun alternatif-alternatif yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan untuk masing-masing kriteria. Sehingga akan ada sebanyak n buah matriks berpasangan antar alternatif.

8. Masing-masing matriks berpasangan antar alternatif sebanyak n buah matriks, masing- masing matriksnya dijumlah perkolomnya.

9. Menghitung nilai prioritas alternatife masing-masing matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus seperti langkah 4 dan langkah 5.

10.Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 2 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria. Hasilnya masing-masing baris dijumlah, kemudian hasilnya dibagi dengan masing-masing nilai prioritas kriteria sebanyak

α

1,

α

2,

α

3,…

α

n.

11.Menghitung Lamda max dengan rumus:

α

max=

∑ α /

n

....(2.1)

12.Menghitung CI dengan rumus: CI =

α

max

/

(n-1) ....(2.2) 13.Menghitung RC dengan rumus:

CR = CI

/

RC ....(2.3)

dimana RC adalah nilai yang berasal dari tabel random seperti Tabel dibawah.

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11


(23)

Jika CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR > 01, maka maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

14.Menyusun matriks baris antara alternatif versus kriteria yang isinya hasil perhitungan proses langkah 7, langkah 8 dan langkah 9.

15.Hasil akhirnya berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan skor yang tertinggi.

2.5. Aksioma-Aksioma AHP

Pengertian aksioma adalah sesuatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya atau yang harus terjadi. Ada empat aksioma yang harus diperhatikan dalam penggunaan model AHP dan pelanggaran setiap aksioma berakibat tidak validnya model yang dipakai.

Keempat aksioma tersebut adalah 1. Aksioma 1

Reciprocal artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan prefensinya. Prefensi itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau α1 lebih disukai dari α2 dengan skala x, maka α2 lebih disukai dari α1 dengan skala1/x.

2. Aksioma 2

Homogenelty artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi, maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous atau harus dibentuk suatu cluster (kelompok elemen-elemen) yang baru.

3. Aksioma 3

Dependence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan criteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif, melainkan oleh tujuan secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan ketergantungan atau pengaruh dalam model


(24)

AHP adalah searah. Artinya perbandingan antar elemen dalam satu level dipengaruhi atau tergantung pada elemen-elemen dalam level di atasnya. 4. Aksioma 4

Expectations artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka pengambil keputusan dapat dikatakan tidak memakai seluruh kriteria sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

2.6. Hirarki Tujuan

Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen-elemen tersebut, sekaligus menentukan keputusan yang akan diambil.

Hirarki yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan adalah model AHP adalah bentuk hirarki fungsional yang menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian-bagian sesuai dengan hubungan esensialnya. Pembentukkan hirarki pada prinsipnya adalah suatu tujuan yang bersifat umum dijabarkan dalam beberapa sub tujuan yang lebih terperinci, yang dapat menjelaskan maksud dalam tujuan pertama. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada tingkat hirarki inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatif-alternatif yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama. Pada hirarki ini dapat ditetapkan dalam satuan apa kriteria diukur, sehingga setiap alternatif dapat diukur secara operasional.


(25)

Tujuan

K2 K3

K1

SK12 SK13

SK11 SK21 SK22 SK23 SK31 SK32 SK33

A2 A3

A1 Tujuan

Kriteria

Sub Kriteria

Alternatif

Gambar 2.2. Model Hirarki Tujuan

Penjabaran tujuan dalam hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukkan agar diperoleh kriteria yang dapat diukur keadaannya. Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian keadaannya. Dalam beberapa hal tertentu, mungkin lebih menguntungkan bila menggunakan tujuan pada hirarki yang lebih tinggi dalam proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu tujuan, semakin mudah pula penentuan ukuran objektif dari kriteria-kriterianya. Tetapi ada kalanya dalam proses analisis pengambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Bila demikian keadaannya, maka salah satu cara untuk menyatakan ukuran pencapaiannya adalah dengan menggunakan skala subjektif.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka perlu dilihat sifat-sifat berikut:

1. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan tidak terlalu banyak dan berlebihan untuk memudahkan dalam menganalisis.

2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tergantung/tumpang tindih dan harus dihindari pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap


(26)

4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

Berdasarkan atas suatu penelitian Psikologi yang dilakukan oleh G.A. Miller, pada tahun 1965 yang menyimpulkan bahwa manusia tidak dapat secara simultan membangkitkan lebih dari tujuh objek (tambah atau kurang dua). Pada kondisi tersebut, manusia akan mulai kehilangan konsentrasinya dalam melakukan perbandingan dan bahkan cenderung menjadi bingung. Untuk manusia yang tergolong luar biasa, paling banyak ia dapat melakukan perbandingan Sembilan elemen yang konsisten. Lebih dari itu, hampir tidak mungkin. Sedangkan orang biasa kebanyakan mampu membandingkan paling sedikit lima elemen secara konsisten (Brodjonegoro, 1992). Hal ini mendasari pembuatan percabangan hirarki dalam AHP diupayakan tidak lebih dari tujuh elemen.

Pengambilan keputusan AHP memberikan bobot prioritas untuk sejumlah n alternatif dengan mempertimbangkan sejumlah m kriteria. Dalam hal ini, kriteria-kriteria dinyatakan dalam Ci (untuk I = 1, 2, 3,…, m) dan alternatif-alternatif sebagai αi (untuk I = 1, 2, 3,…, n).

2.4. Penyusunan Matriks Perbandingan

Misalkan terdapat subsistem hirarki dengan satu kriteria C dan sejumlah n elemen dibawahnya: α1 sampaiαn, seperti terlihat dibawah ini:

Gambar 2.3. Subsistem Hirarki

Perbandingan antar elemen untuk subsistem hirarki itu dibuat dalam bentuk matriks nxn, seperti disajian pada tabel dibawah ini. Matriks tersebut dinamakan matriks perbandingan berpasangan.

C


(27)

Tabel 2.1. Matriks Perbandingan Berpasangan

C α1 α2 … αn

α1 … … … …

α2 … … … …

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

αn … … … …

2.7. Pengisian Matriks Perbandingan

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot telatifnya satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan atau prefensi pengambil keputusan terhadap elemen dan struktur hirarki secara keseluruhan. Langkah pertama dalam menentukan susunan proiritas elemen adalah biasanya dengan menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comporison), yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap subsistem hirarki.

Perbandingan tersebut kemudian ditrasnformasikan dalam bentuk matriks untuk maksud analisis numerik. Penilaian perbandingan antar elemen dalam hirarki tersebut menggunakan skala penilaian satu sampai Sembilan, dengan perincian dibawah ini:


(28)

Tabel 2.2. Skala Penilaian Perbandingan

Pengambil keputusan harus memberikan penilaian sebanyak n[(n-1)/2] untuk setiap matriks berukuran nxn.

2.8. Perhitungan Nilai Bobot

Hasil penilaian pengambilan keputusan disajikan pada matriks yang berisi nilai penilaian, seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3. Matriks Nilai Perbandingan Berpasangan

C α1 α2 … αn

α1 α11 α12 … α1n

α2 α21 α22 … α2n

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .


(29)

) 4 . 2 ....(

Nilai αij adalah nilai perbandingan elemen αi terhadap elemen αj, yang menyatakan hubungan seberapa besar tingkat kepentingan elemen αi bila dibandingkan dengan elemen αj atau seberapa besar elemen αi disukai dibandingkan elemen αj terhadap kriteria C.

Bila diketahui nilai perbandingan αi terhadap αj adalah αij maka secara teoritis nilai perbandingan αj terhadap αi (reciproc) atau nilai αij adalah 1/ αij. Sedangkan nilai

αij dalam situasi i=j adalah mutlak sama dengan satu. Dengan demikian bentuk matrik A adalah sebagai berikut:

1 α12 ….. α1n 1/α12 1 …. α2n …. ….. ….. …..

1/α1n 1/α2n ….. 1 A =

Bobot yang dicari dinyatakan dalam vector w = (w1, w2, …, wn). Nilai wn menyatakan bobot relative elemen αn terhadap seluruh himpunan elemen pada subsistem tersebut. Masalahnya adalah bagaimana mendapatkan bobot wi untuk setiap αij tersebut.

Untuk memecahkan masalah tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap berikut: Tahap 1:

Diasumsikan bahwa nilai perbandingan merupakan hasil pengukuran nyata. Untuk membandingkan elemen α1 dengan α2 diambil patokan dari bobot setiap elemen. Dengan demikian, nilai perbandingan yang diperoleh dari partisipan berdasarkan penilaian table diatas yaitu αij dapat dinyatakan dalam vector w sebagai hubungan antara widengan hasil penilaian αij adalah sebagai berikut:

n j

i w wi

ij ; , 1,2,...,

2

= =

α

) 5 . 2 ....(


(30)

Dan matriks perbandingannya adalah:                       n n n n n n w w w w w w w w w w w w w w w w w w .... ... . ... ... .. ... .... .... 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 ) 6 . 2 ....(

Ternyata, bentuk hubungan di atas tidak realitik untuk menangani kasus yang sebenarnya (nyata). Pertama, karena pengukuran fisik tidak pernah eksak secara matematis sehingga diperlukan kelonggaran (deviation). Kedua, penyimpangan pada penilaian yang dilakukan manusia biasanya cukup besar.

Tahap 2:

Untuk melihat seberapa besar kelonggaran yang dibuat untuk penyimpangan, perhatikan baris ke-i dari matriks α. Elemen baris tersebut adalah

αi1, αi2, …, αin ....(2.7)

Pada kasus ideal (eksak), nilai-nilai ini sama dengan perbandingan:

n i j i i i w w w w w w w w ,...., ,...., , 2 1 ) 8 . 2 ....(

Jika elemen pertama dari baris tersebut dikalikan dengan w1, elemen kedua dengan w2 dan seterusnya, maka akan diperoleh:

n n i j j i i i w w w w w w w w w w w w . ,...., . . , . 2 2 1

1 

                        ) 9 . 2 ....(

Hasilnya adalah baris dengan elemen yang identik: wi, wi, …, wi, …, wi

Pada kasus umum, akan diperoleh elemen baris yang besarnya berkisar nilai wi, sehingga jika dikatakan bahwa wi adalah harga rata-rata dari nilai tersebut:

wi = rata-rata dari ((αi1. wi1), (αi2. wi2),…, (αin. win)) n i w n w j n j ij

i ; 1,2,..., 1 1 = =

= α ) 10 . 2 ....(


(31)

Tahap 3:

Pada kasus nyata, nilai αij tidak selalu sama dengan wi/wj, sehingga akan mempengaruhi solusi persamaan (2.10), kecuali jika n berubah. Untuk selanjutnya nilai n ini diganti oleh λmaks sehingga:

n i

w

w j

n

j ij maks

i ; 1,2,..., 1

1

=

=

=

α λ

) 11 . 2 ....(

Persamaan (13.3) memiliki solusi unik, yang dikenal dengan nilai eignvelue (nilai eigen). Nilai λmaks adalah eignvelue maksimum dari matriks α.

Dari tahap 1, dapat siturunkan hubungan: 1. αij . αjk = (wi / wj) . (wj / wk)

αij . αjk = (wi / wk)

αij . αjk = αik untuk semua i, j, k …(2.12)

bentuk persamaan (13.4) menyatakan harus terpenuhinya konsistensi penilaian dari elemen matriks tersebut.

2. αji = (wj / wi) αji = 1/(wi / wj)

αji = 1/αij ; i, j = 1, 2, …, n …(2.13)

Bentuk persamaan (13.5) menunjukkan cirri resiprokal dari matriks perbandingan. Pada situasi penilaian yang konsisten sempurna (teoritis) maka didapatkan hubungan:

αik = αij . αjk untuk semua i, j, k ....(2.14) dan matriks yang didaptkan adalah matriks yang konsisiten. Dari persamaan di atas dapat dibuat persamaan berikut:

αij = wj / wi = 1 ; i, j = 1,…, n ....(2.15) dengan demikian didapatkan:

n i

w n w

n i

n w w

i j n

j ij

ij j n

j ij

,..., 1 ; .

,..., 1 ; /

1 .

1 1

= =

= =

= =

α α

) 16 . 2 ....(


(32)

yang ekivalen dengan persamaan:

αw = nw ....(2.17)

Dalam teori matriks, formula tersebut menyatakan bahwa w adalah eigen vector dari matriks α dengan eigenvalue n. bila ditulis secara lengkap maka persamaan tersebut akan terlihat dibawah ini:

                      =                                             n n n n n n n n w w w n w w w w w w w w w w w w w w w w w w w w w ... . ... .... ... . ... ... .. ... .... .... 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 ) 18 . 2 ....(

Variabel n pada persamaan αw = nw dapat digantikan secara umum dengan

sebuag vektor λ, sehingga terbenruk persamaan sebagai berikut:

αw = λw …(2.19)

dimana: λ = (λ1,λ2,…,λn)

Setiap λn yang memenuhi persamaan (2.19) dinamakan sebagai eigenvalue, sedangkan vektor w yang memenuhi persamaan (2.19) tersebut dinakan sebagai eigenvector.

Apabila dihubungkan dengan tahap 3 dan mengingat adanya teori matriks, maka: 3. Jika λ1,λ2,…,λn adalah eigenvalue dari α dan karena matriks α adalah suatu

matriks resiprokal dengan nilai αii= 1 untuk semua I, maka:

n n i i =

=1

λ = jumlah elemen-elemen diagonal matrik α

Artinya, apabila matriks α adalah matriks yang konsisten maka semua

eigenvalue bernilai nol, kecuali satu yang bernilai sama dengan λmaks. Bila matriks α dalah matriks yang tidak konsisten, variansi kecil atas αij akan membuat nilai eigenvalue terbesar, λmaks tetap dekat dengan n, dengan nilai eigenvalue lainnya mendekati nol.


(33)

4. Kesalahan kecil pada koefisien matariks αii akan menyebabkan penyimpangan yang kecil pula pada eigenvalue. Oleh karena itu, untuk mendapatkan besarnya eigenvector harus diselesaikan persamaan berikut:

αw - λmaks . w

Nilai λmaks dapat diperoleh dengan persamaan (2.19) atau: (α - λmaks . i) w = 0

Dimana i adalah matriks identitas dan 0 adalah matriks nol

Nilai eigenvector w dapat diperoleh dengan mensubstitusikan nilai λmaks ke dalam persamaan (α - λmaks . i) w = 0

2.9. Sintesa Prioritas

Pada tahap sintesa prioritas dilakukan perhitungan bobot prioritas, dengan dua jenis proiritas yaitu:

1. Prioritas Lokal

Priorital lokal ditunjukkan sebagai himpunan eigenvector dalam setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai ini menggambarkan pengaruh relatif himpunan elemen dalam matriks tersebut terhadap elemen pada level tepat di atasnya.

2. Prioritas Global

Setiap himpunan elemen pada suatu matriks perbandingan berpasangan dapat dihitung nilai prioritas globalnya yang menyatakan pengaruh relatif masing-masing elemen terhadap pencapaian tujuan pada level paling atas (top level). 2.10. Pengujian Konsistensi

Hubungan preferensi yang dilakukan pada dua elemen tidak mempunyai masalah konsistensi relasi. Bila elemen α1 adalah dua kali lebih penting dari elemen α2, maka elemen α2 adalah ½ kali pentingnya dari elemen α1. Tetapi konsistensi seperti itu tidak selalu berlaku apabila terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan. Karena keterbatasan kemampuan numeric manusia, maka prioritas yang diberikan untuk sekumpulan elemen tidaklah selalu konsisten secara logis.


(34)

Hal ini berkaitan dengan penerapan AHP, yaitu bahwa penilaian dalam AHP dilakukan berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sehingga secara numeric, terdapat kemungkinan suatu rangkaian penilaian untuk menyimpang dari konsistensi logis.

Pada prakteknya niali αij akan menyimpang dari rasio wi /wj dan dengan demikian, persamaan sebelumnya tidak akan terpenuhi. Pada matriks yang konsisten, secara praktis λmaks = n, sedangkan pada matriks tidak konsisten setiap variasi dari αij akan membawa perubahan pada nilai λmaks. Deviasi λmaks dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI) yang dinyatakan sebagai berikut:

(

)

1 −

− =

n n

CI λmaks

…(2.20)

Nilai CI tidak akan berarti apabila tidak terdapat patokan untuk menyatakan apakah CI mrnunjukkan suatu matriks yang konsisten. Patokan ini selanjutnya dinamakan sebagai Random Index (RI) yang diperoleh berdasarkan serangkaian perbandingan random atas 500 sampel. Suatu matriks yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan suatu matriks yang mutlak tidak konsisten.

Perbandingan antara CI dengan RI akan diperoleh patokan untuk menentukan tingkat konsistensi penilaian suatu matriks yang disebut sebagai Ratio Consistency (RC)

RI CI

RC= …(2.21)

Dari 500 sampel matriks acak, dengan skala perbandingan 1-9 untuk beberapa orde matriks diperoleh nilai rata-rata RI seperti sebagai berikut:

Tabel 2.4. Nilai Indeks Random

Orde

Matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Indeks


(35)

Hasil penelitian suatu matriks perbandingan dalam pengolahan AHP adalah konsisten apabila nilai rasio konsistensi (CR) tidak lebih dari 0.10. Apabila CR ≤ 0.10, maka hasil penilaian dapat diterima atau dipertanggungjawabkan. Jika tidak, maka pengambil keputusan harus meninjau ulang masalah dan merevisi matriks perbandingan berpasangan.

Pengujian pada persamaan (2.21) dilakukan untuk matriks perbandingan yang didapatkan dari partisipan. Pengujian harus pula dilakukan untuk hirarki. Prinsipnya adalah dengan mengalikan semua nilai CI dengan bobot suatu kriteria yang menjadi acuan pada suatu matriks perbandingan berpasangan dan kemudian menjumlahkannya. Jumlah tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dengan cara yang sama tetapi untuk suatu matriks random. Hasil akhirnya berupa suatu parameter yang disebut dengan Consistency Ratio Hierarchy (CRH), dengan persamaan sebagai berikut:

RIH CIH

CRH = …(2.22) dimana: CIH = Consistency Index of Hierarchy

RIH = Random Index of Hierarchy

Secara rinci, prosedur perhitungan dapat diuraikan dengan langkah-langkah berikut:

1. Perbandingan antar elemen yang dilakukan untuk seluruh hirarki akan menghasilkan beberapa matriks berpasangan. Setiap matriks akan mempunyai beberapa hal berikut:

a. Suatu kriteria yang menjadi acuan perbandingan antara kriteria pada tingkat hirarki dibawahnya.

b. Nilai bobot untuk kriteria acuan tersebut, relatif terhadap kriteria di tingkat lebih tinggi.

c. Nilai CI untuk matriks perbandingan untuk matriks tersebut d. Nilai RI untuk matriks perbandingan untuk matriks tersebut


(36)

2. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Consistency Index of Hierarchy (CIH).

3. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Random Index of Hierarchy (RIH).

4. Nilai CRH diperoleh dengan membagi CIH dengan RIH. Sama halnya dengan konsistensi matriks perbandingan berpasangan, suatu hirarki disebut konsisten apabila nilai CRH tidak lebih dari 0.10.


(37)

33 3.1. Flowchart Penelitian

Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya peneliti membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilalui seperti tersaji pada gambar 3.1.

Studi Pendahuluan

Wawancara dengan Para Petinggi Perusahaan di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA

Studi Pustaka

Tujuan Penelitian Latar Belakang Masalah

Identifikasi Masalah

Pengolahan Data: Menggunakan Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) diataranya: - Menghitung rata-rata

- Menghitung Eigen Vektor - Menghitung Eigen Value - Menghitung indeks konsistensi - Menghitung rasio konsistensi

Kesimpulan Analisis Pengumpulan Data: 1. Survei Lapangan di perusahaan

2. Wawancara dengan beberapa petinggi perusahaan 3. Observasi

Mulai

Selesai


(38)

3.2. Flowchart Pengolahan Data AHP (Analytical Hierarchy Process)

Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya peneliti membuat pengolahan data dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilalui seperti tersaji pada gambar 3.2.

Menentukan faktor-faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan

Menstrukturkan kriteria dan menyusun hierarki

Melakukan Pembobotan Kriteria

Melakukan Pembobotan Alternatif

Menyusun Bobot terhadap Keseluruhan Susunan

Memeriksa Kosistensi: 1. Melakukan Perataan

2. Menghitung Eigen vektor 3. Manghitung Eigen value

4. Menghitung Indeks Konsistensi 5. Menghitung Rasio Konsistensi

Mulai


(39)

3.3. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Penelitian

1. Melakukan studi pendahuluan dengan observasi dan mewawancarai para petinggi perusahaan di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA, untuk mengetahui gambaran umum tentang perusahaan dan permasalahan yang terjadi.

2. Melakukan studi kepustakaan untuk mendukung studi lapangan yang akan dilakukan menggunakan acuan pada buku aplikasi teknik pengambilan keputusan dalam manajemen rantai pasok serta materi-materi pada kuliah proses pengambilan keputusan.

3. Membuat latar belakang masalah tentang penelitian yang akan dilakukan yaitu Perusahaan mengalami permasalahan atau kebimbangan dalam penentuan strategi kerja yang terjadi disaat pengambilan keputusan, peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan pegawai atau karyawan untuk mengetahui permasalahan yang ada. Setelah melakukan penelitian terhadap pegawai atau karyawan, maka diperoleh data tentang pendapat mengenai penentuan urutan prioritas yang harus didahulukan mengenai beberapa hal diantaranya masalah pelayanan konsumen, kerjasama industri dengan pesaing dan pembinaan sumber daya manusia. Karena kebimbangannya tersebut perusahaan meminta peneliti untuk melakukan penelitian mengenai urutan mana yang menjadi prioritas utama dalam penentuan strategi kerja. Berdasarkan pengamatan yang didapat tentang penentuan strategi kerja, maka peneliti akan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menyelesaikan masalah yang terjadi diperusahaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul adalah “Penentuan Urutan Prioritas Strategi Kerja Dengan Menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA Bandung”.

4. Melakukan identifikasi masalah mengenai kriteria, struktur hierarki, perhitungan AHP (Analytical Hierarchy Process) dan penentuan model hierarki.


(40)

5. Menentukan tujuan penelitian dari permasalahan yang ada untuk bisa melakukan pengumpulan data-data yang diperlukan atas jawaban-jawaban pada identifikasi masalah.

6. Mengumpulkan data-data seperti survei lapangan diperusahaan, hasil wawancara dan observasi dengan beberapa petinggi perusahaan.

7. Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data berupa data pengambilan keputusan berbentuk kuesioner dan disajikan dalam bentuk Analytical Hierarchy Process (AHP).

8. Melakukan analisis terhadap latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data yang telah dilakukan. 9. Menarik kesimpulan dari pengumpulan data, pengolahan data dan analisis

data yang telah diperoleh untuk menemukan pemecahan dari masalah yang akan dicapai.

3.4. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Pengolahan Data

1. Melakukan penyusunan Penentuan Urutan Prioritas Strategi Kerja Dengan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA Bandung.

2. Menentukan faktor-faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Di dalam suatu pengambilan kepuusan dengan kriteria majemuk sering melibatkan banyak faktor. Pengidentifikasian faktor-faktor yang terlibat akan membantu terutama didalam mengidentifikasi tujuan atau kepentingan para pakar dalam pengambilan keputusan, hal ini akan bermanfaat dalam menstrukturkan masalah dan penyusunan hierarki

3. Menstrukturkan masalah dan menyusun hierarki.

Penstrukturkan masalah harus dilakukan selogis mungkin dan menyeluruh artinya mampu menggambarkan masalah yang sesungguhnya.

4. Melakukan pembobotan kriteria.

Kriteria yang telah ditentukan sehubungan dengan tujuan utama dinilai tingkat kepentingannya sehingga dapat diperoleh satu set bobot kriteria. Bobot ini diperoleh dari penilaian para ahli terhadap kriteria yang kita buat.


(41)

5. Melakukan pembobotan alternatif

Pembobotan alternatif ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana kondisi setiap alternatif yang ada, dilihat dari kriteria-kriteria yang telah disusun. Untuk keperluan tersebut perlu dibuat matriks profil yang memuat penilaian bagi tiap alternatif terhadap masing-masing kriteria.

6. Menyusun bobot terhadap keseluruhan susunan.

Pada tahap ini dilakukan penilaian alternatif terhadap tujuan utama dengan tetap membandingkannya dengan kriteria-kriteria, sehingga didapat satu bobot untuk tiap alternatif.

7. Memeriksa konsistensi

Dalam melakukan pemeriksaan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan perataan terhadap jawaban para ahli dengan perataan geometrik. Dari perhitungan, kemudian kita masukan ke dalam tabel matriks berpasangan untuk tujuan.

b. Menghitung nilai Eigen Vector

Nilai Eigen Vektor = Mean / ∑ Mean ...(1) c. Menghitung Eigen Value

Hasil dari perhitungan eigen value ini berupa nilai λmaks, untuk perhitungannya dimulai dengan mengalikan masing-masing nilai eigen vector dengan matriks yang bersangkutan. Kemudian dicari jumlah eigen value untuk masing-masing kriteria.

d. Menghitung Indeks Konsistensi (CI)

(

)

1 −

− =

n n

CI λmaks

) 2 ...( e. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)

RI CI

RC= ...(3)

8. Jika hasil nilai yang didapat lebih dari 10 persen maka penilaian data harus diperbaiki dari awal. Namun apabila data telah sesuai maka dilakukan analisis dan kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh


(42)

38 4.1. Pengumpulan Data

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Sinar Sakti Matra Nusantara

MATRA MACHINERY SERVICES bermula dari sebuah bengkel kecil di Bandung pada bulan Juni 1969 seluas 30 m2 dengan empat orang mekanik saja. Lima belas tahun kemudian secara hukum didirikanlah CV MATRA (Akte Notaris Melly Nathaniel SH No. 10/9 Agustus 1984-Bandung).

Tujuh tahun kemudian, sesuai dengan perkembangan status hukum perusahaan ini ditingkatkan menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT. Sinar Sakti Matra Nusantara Bandung, Akte Notaris Sabar Partakoesoema SH No.31/20 Mei 1991-Bandung, yang kemudian setelah melalui beberapa perubahan diubah kembali dan terakhir diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia Nomor urut 3223, tambahan Berita Negara Republik Indonesia tanggal 2 April 2002 Nomor 27, Keputusan Mentri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Nomor C-16144 HT.01.04 tahun 2001 tanggal 30 Oktober 2001. Selanjutnya berdasarkan keterangan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham PT PT. Sinar Sakti Matra Nusantara Bandung nomor 08 tanggal 09 Pebruari 2009 Notaris. R. Sabar Partakoesoema, SH. diadakan perubahan Pemegang Saham dan Komisaris yang baru.

Saat ini, berkat upaya dan kerja keras dari seluruh karyawan dan manajemen, MATRA telah dikenal sebagai salah satu bengkel permesinan besar di Indonesia berstandar tinggi yang ditangani oleh lebih dari 100 tenaga kerja terampil untuk melayani kelanjutan kegiatan dunia industri.

MATRA memberikan pelayanan permesinan yang mencakup: 1. Pelayanan perbaikan turbin.

2. Pelayanan perbaikan mekanikal & tooling service. 3. Konsultasi teknik On-Line.


(43)

Melalui pelayanannya MATRA telah berhasil menciptakan efisiensi yang maksimal dalam waktu dan biaya bagi para klien karena seluruh pekerjaan dilaksanakan secara lokal di Bandung, sesuai dengan standar internasional. Untuk memenuhi tujuan ini, MATRA secara berkelanjutan terus meningkatkan keterampilan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan dan seminar serta melakukan investasi pada peralatan dan mesin terbaru pada CNC, FMS dan Machining Center.

Seiring dengan perkembangan teknologi, demi kenyamanan klien, kami juga memberikan konsultasi on-line secara cuma-cuma melalui internet.

Setelah berkecimpung selama lebih dari tiga dekade, kami merasa berbahagia bahwa kami telah berhasil menyumbangkan solusi terbaik kepada para klien kami mulai dari toko donat, pabrik tekstil sampai instalasi besar di luar Pulau. Termasuk juga industri pertahanan seperti, TNI, PINDAD, serta PLN dan perusahaan industri asing maupun domestik ternama lainnya.

4.1.2. Struktur Organisasi

Pada dasarnya PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang permesinan/perbengkelan, maka dari itu mayoritas pendidikan karyawan adalah minimal lulusan SLTA/SMA untuk staf administrasi dan luludan STM/SMK untuk operator.

Jumlah seluruh karyawan PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA sampai dengan bulan juli 2009 sebanyak 97 orang, terdiri dari 15 orang karyawan wanita, 72 orang karyawan pria atau direkapitulasi sebagai berikut


(44)

Direktur Utama

Direktur Operasional Ass. Direksi

Manager Bengkel

Staf Ahli Bidang Teknik

Manager Pemasaran Manager

Keuangan

Mgr/ Ass Mgr Personalia &

Umum

Promosi Spv & Adm

Keuangan

Kepala Bengkel

Spv & Staf Piutang

Spv & Staf Akunting

Legal Officer Staf Pers &

Umum/Sekretariat Pemasaran &

Penjualan

Kepala Seksi Pembelian

Barang Teknik

Spv Pengeluaran barang Jadi & claim Supervisor

Teknik Staf Pers &

Umum/Sekretariat

Gudang Brg. Teknik/Bahan

Baku

Operator

Mesin Perkakas/ToolsGudang Adm

Supervisor


(45)

4.1.3. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan

• Visi

Menjadi perusahaan unggul, maju, terpercaya dengan kinerja profesional.

• Misi

Melakukan usaha dalam bidang permesinan dan mekanikal berstandar tinggi yang ditangani oleh tenaga ahli dan terampil untuk melayani kelanjutan kegiatan dunia industri nasional, berorientasi pada kepuasan pelanggan, serta berwawasan lingkungan.

• Tujuan

Memberi nilai tambah dan kepuasan konsumen/pelanggan melalui peningkatan pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan dengan menciptakan mekanisme peningkatan efisiensi dan efektifitas melalui pengelolaan perusahaan yang profesional dan kompetitif.

4.1.4. Kapasitas dan Kemampuan Perusahaan

• Pelayanan Perbaikan Turbin

Melalui perpaduan antara keahlian dan know-how dunia teknologi turbin internasional, MATRA memberikan pelayanan inspeksi turbin, pemeliharaan dan overhaul serta produksi dan penggantian suku cadang serta rotating equipment. Klien kami terutama datang dari berbagai sektor industri seperti pembangkit listrik, pabrik gula, petrokimia, pupuk, pulp dan kertas, pertambangan serta bidang-bidang lainnya.

Tidak masalah apakah menyangkut pembangkit tenaga generator atau turbin, tim kami selalu siap untuk memberikan pelayanan servis yang memenuhi persyaratan khusus sesuai dengan teknologi yang berstandar internasional.

Setelah pemeriksaan yang menyeluruh, para ahli turbin kami akan menentukan kerusakan komponen, inefisiensi atau degradasi dari turbin yang diperbaiki untuk kemudian mengembalikannya kepada kondisi yang prima dan memastikan bahwa turbin tersebut berfungsi dengan maksimal kembali.


(46)

Pelayanan perbaikan turbin terdiri dari:

- Pemeriksaan menyeluruh pada seluruh units dan servis diagnostik. - Identifikasi dan perbaikan kerusakan dalam sistem pemeliharaan. - Pembersihan secara mekanik dan kimiawi.

- Reparasi shaft turbin dengan welding, powder, metal spray, ceramic coating dan hardchrome plating.

- Balancing.

- Laporan evaluasi kondisi untuk seluruh pekerjaan mesin dan instrumentasi terkait dilengkapi dengan sertifikasi pengetesan sesuai dengan kebutuhan. Perbaikan lainnya yang berhubungan dengan turbin, selain itu pula MATRA menerima pembuatan part turbin seperti:

- Disc

- Carbon ring - Seal diaphragm - Trip body - Labyrinth - Housing turbin - Sudu

- Bearing - Shaft

Semua pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan kemampuan permesinan yang berpresisi tinggi, mulai dari penentuan jadwal kerja dan anggaran kerja sampai dengan penyelesaian pekerjaan.

• P e l a y a n a n P e r b a i k a n M e k a n i k a l

MATRA memberikan pelayanan perbaikan mekanikal termasuk inspeksi, full service dalam reparasi/overhaul serta pemeliharaan:

- Pelayanan uji performa, analisis dan diagnostik. - Evaluasi kondisi permesinan serta peralatan terkait. - Reparasi kerusakan pada sistem proses dan pemeliharaan. - Reparasi journal bearing, rekondisi motor dan generator.


(47)

Teknisi berpengalaman MATRA memberikan pelayanan pembongkaran dan pemasangan on site, perbaikan dan pemeliharaan berbagai jenis katup (Valve) yang terdapat di dunia industri. Pelayanan perbaikan meliputi pelapisan hardchrome plating, rubber, penggantian parts, uji khusus performa dan tes tekanan untuk jenis katup: Globe Valves, Gate Valves, Plug Valves, Butterfly Valves, dan lain sebagainya.

T o o l i n g S e r v i c e s

Berbekal pengalaman kami dalam Turbine Services dan Mechanical Services selama lebih dari dua dekade , peralatan bantu (Tooling) merupakan suatu produk yang telah memberikan kontribusi atas ketelitian dan keakuratan produk yang kami hasilkan selama ini.

Assembly/Dis-assembly Tools, Special Equipment Tools, Supporting Tools yang kami pergunakan selama ini menjadi keahlian tersendiri bagi kami selama ini dan sejenis peralatan yang sama juga digunakan pada industri besar dalam membantu meningkatkan kinerja produk baik dalam indusri perminyakan, otomotif, train maupun aircraft production & maintenance.

Dengan berbekal keahlian dan pengalaman tersebut, kamipun memiliki kemampuan melakukan rekayasa dan manufaktur dalam berbagai peralatan untuk mendukung industri besar yang bergerak dibidang produksi & maintenance plant antara lain:

- Assembly & Dis-assembly Tools untuk Turbine & Aircraft Engines. - Ground Support Equipment, Scaffolding, Docking dsb.

- Transportation Equipments, Troulley, Sling, Engine Stand dsb. - Test Equipment, Special Purpose Tools & Equipment.

- Jig & Fixtures.

• K o n s u l t a s i T e k n i s

Demi kelancaran dan kenyamanan komunikasi, MATRA menyediakan juga kemudahan bagi anda berupa konsultasi teknis secara cuma-cuma, melalui telepon, fax dan internet.


(48)

Masalah permesinan dan turbin diantaranya yang menyangkut program proses produksi, evaluasi penggunaan suku cadang atau peralatan permesinan untuk pabrik, perbaikan dan pemeliharaan mesin-mesin industri, dapat dikomunikasikan untuk dicarikan solusi terbaik bagi perusahaan anda.

Hubungi Customer Service kami atau kirimkan masalah anda melalui e-mail. Dengan senang hati kami akan melayani anda.

KONSULTASI TEKNIS :PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA Alamat : Jl. A. Yani No. 726 Bandung 40282, Jawa Barat

Telepon : 022. 7202200

Fax : 022.7201143

E-mail

• F a s i l i t a s

Perusahaan kami dilengkapi State of the Facilities untuk mendukung seluruh pekerjaan baik Turbine Services, Mechanical Services dan Tooling Services adalah sebagai berikut:

Mechanical Process :

- CNC Milling ST28N ATC/MC-Mazak sebanyak 1 Units - Copy Milling Maching berbagai type dan ukuran sebanyak 3 Units - Milling Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 15 Units - CNC Lathe Quick Turn 8N-Mazak sebanyak 1 Units - Lathe Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 33 Units - Copy Lathe berbagai type dan ukuran sebanyak 3 Units - Grinding Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 7 Units - Surface Grinding berbagai type dan ukuran sebanyak 10 Units - Crank Shaft Grinding berbagai type dan ukuran sebanyak 4 Units - Shaping Machine Elliot berbagai ukuran sebanyak 4 Units - Boring Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 5 Units - Drilling Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 14 Units - Jig Boring Machine – Manex sebanyak 1 Units - Corter Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 5 Units - Honing Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 3 Units


(49)

- Conrod Machine sebanyak 2 Units - Sawing Machine berbagai type dan ukuran sebanyak 4 Units - Polishing Machine Danit sebanyak 1 Units - Grafier Machine 1 : 10 sebanyak 1 Units

- Tapping Machine sebanyak 1 Units

4.1.5. Utilitas dan Lingkungan Perusahaan

Energi yang digunakan pada perusahaan PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA untuk menjalankan mesin-mesin dan alat-alat lainnya adalah menggunakan tenaga listrik PLN dan generator yang merupakan suatu unsure pokok dalam aktivitas suatu perusahaan. Basarnya daya listrik yang digunakan perusahaan adalah sebesar 23.000 watt/220 volt. Tapi ada juga beberapa mesin yang menggunakan pembangkit listriknya dari tenaga diesel. Dalam penggunaan maupun pengadaan air diperusahaan ini diambil dari air ledeng yang mengalir dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandung. Adapun keperluan yang digunakan oleh perusahaan tidaklah terlalu banyak. Sisa dari hasil produksi atau sampah yang berupa geram dan scrapt dikumpulkan dalam sebuah tong sampah yang kemudian pada setiap minggunya diambil oleh petugas kebersihaan.

Limbah industri yang dihasilkan oleh perusahaan adalah berupa air yang dialirkan ke kolam sehingga tidak mempengaruhi lingkungan sekitar. Adapun pencemaran udara tidak ada karena mesim-mesin yang digunakan hampir tidak mengeluarkan asap sehingga tidak akan berpengaruh terhadap lingkungan.

4.1.6. Pengambilan Keputusan menurut Para Pakar

Pada penelitian ini. untuk mendapatkan data-data yang akan diolah didapat dari 5 pakar/ahli yang memahami permasalahan. terdiri dari Ahmad Yadi. Muchlis Djihadi. Tini Sumartini. Berry dan Subeno. dari pohon hirarki yang mengenai Perencanaan Strategi Kerja pada PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA di Bandung. Untuk pengambilan data pada perusahaan tersebut. yang akan diambil dari lima pakar diatas yaitu:

1. Ahmad Yadi

Beliau menjabat supervisor bagian teknik yang ada diperusahaan. Pada pengalaman Beliau. untuk mengambil suatu keputusan sangat besar


(50)

pengaruhnya bagi kehidupan pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Karena keputusan merupakan solusi dari persoalan yang bersifat unik. tak pasti. jangka panjang dan kompleks. Pada dasarnya keputusan yang diambil merupakan suatu alternatif yang dianggap layak dimana orang lain belum tentu dapat menerima alasan-alasan ataupun bukti-bukti yang boleh dijelaskan secara ilmiah.

2. Muchlis Djihadi

Bapak Muchlis Djihadi diperusahaan menjabat sebagai marketing. Menurut buku yang telah dibacanya yang berjudul “Judgment in Mangerial Decision Making”. yang menjelaskan 6 langkah yang dapat ditempuh untuk pendekatan pengambilan keputusan yaitu:

a. Definisikan Permasalahan b. Identifikasi Kriteria c. Pembobotan Kriteria d. Membangkitkan Alternatif

e. Menilai setiap alternatif untuk setiap alternatif f. Menghitung Keputusan yang Optimal

3. Berry

Bapak Berry menjabat sebagai Kepala Bengkel yang ada diperusahaan. Pada pengambil keputusan yang rasional akan mengikuti kelima langkah berikut ini yaitu:

1. Mendefinisikan permasalahan secara lengkap. 2. Mengetahui semua alternatif yang relevan.

3. Mengidentifikasikan seluruh kriteria sesuai dengan tujuan secara tepat. 4. Menafsirkan setiap alternatif untuk setiap kriteria secara tepat

5. Menghitung dan memilih alternatif dengan nilai tertinggi secara tepat. 4. Subeno

Bapak Kendi Siswanto diperusahaan menjabat sebagai staff Front Office. 5. Tini Sumartini


(1)

109

Sub Kriteria Alternatif Jumlah Rata-rata

Sistem Kerja

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan

Pesaing 0.119976 0.6544

Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.043195 0.5334 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.599880 0.9028 Proses

Produksi

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan

Pesaing 0.0432 0.5334

Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.0666 0.5818 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 5.3995 1.4011 • Prioritas Relatif

Untuk level 1

Tabel 5.4. Bobot (EV) pada Level 1 Kriteria Bobot (EV)

Pemasaran 0.2396

Manajemen 0.2310

Penanaman 0.0519

Lahan 0.0575

Tenaga Kerja 0.2180

Pengolahan 0.2020

Untuk level 2

Tabel 5.5. Bobot (EV) pada Level 2

Kriteria Sub Kriteria Bobot (EV) Pemasaran Sosial Ekomoni 0.4745

Pesaing 0.5255

Manajemen Manj Skill 0.6591 Manj Keuangan 0.3409 Penanaman Penghijauan 0.6591 Mencegah Polusi 0.3409 Lahan Lokasi Strategis 0.7687 Kualitas Tanah 0.2313 Tenaga Kerja Teknologi 0.5835

SDM 0.4165

Pengolahan Sistem Kerja 0.4745 Proses Produksi 0.5255


(2)

Untuk level 3

Tabel 5.6. Bobot (EV) pada Level 3

Sub Kriteria Alternatif Bobot (EV)

Sosial Ekomoni

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.5024 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.2092 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.2884 Pesaing

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.2848 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.5261 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.1891 Manjemen

Skill

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.3118 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.3458 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.3424 Manjemen

Keuangan

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.3040 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.4360 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.2600 Penghijauan

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.3970 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.1985 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.4045 Mencegah

Polusi

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.3929 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.1985 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.4086 Lokasi

Strategis

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.4898 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.2736 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.2366 Kualitas

Tanah

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.3272 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.4332 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.2396 Teknologi

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.2956 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.4366 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.2678 SDM

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.2109 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.1875 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.6016 Sistem

Kerja

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.2277 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.3599 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.4124 Proses

Produksi

Pelayanan Konsumen vs Kerjasama Industri dengan Pesaing 0.2277 Pelayanan Konsumen vs Pembinaan SDM 0.3599 Kerjasama Industri dengan Pesaing vs Pembinaan SDM 0.4124


(3)

111

Rasio Konsistensi Untuk level 1

λmaks = 6.0479 CI = 0.00958 CR = 0.007726

Untuk level 2

λmaks = 2.00 CI = 0 CR =~

Untuk level 3

Sosial Ekomoni : λmaks = 3.0107 CI = 0.00535 CR = 0.00922 Pesaing : λmaks = 3.0057 CI = 0.00285 CR = 0.00491 Manjemen Skill : λmaks = 3.1079 CI = 0.05395 CR = 0.0930 Manjemen Keuangan : λmaks = 3.004 CI = 0.002 CR = 0.00345 Penghijauan : λmaks = 3.0012 CI = 0.0006 CR= 0.001035 Mencegah Polusi : λmaks = 3.0005 CI = 0.00025 CR = 0.00043 Lokasi Strategis : λmaks = 3.0175 CI = 0.00875 CR = 0.0151 Kualitas Tanah : λmaks = 3.0199 CI = 0.00995 CR = 0.0172 Teknologi : λmaks = 3.0013 CI = 0.00065 CR = 0.00112 SDM : λmaks = 3.0521 CI = 0.02605 CR = 0.04491 Sistem Kerja : λmaks = 3.0011 CI = 0.00055 CR = 0.00095 Proses Produksi : λmaks = 3.0011 CI = 0.00055 CR= 0.000948


(4)

106

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA Bandung, maka pada bagian ini akan dilakukan kesimpulan dan saran mengenai Penentuan Urutan Prioritas Strategi Kerja Dengan Menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarchy

Process).

6.1. Kesimpulan

Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data berdasarkan analisis, peneliti dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam pengambilan keputusan melalui beberapa proses yang bertahap, sejak proses identifikasi masalah, mencatat, mendiagnosa dan mendifinisikan masalah, mencari dan memilih solusi dan pada akhirnya menerapkan keputusan. Jadi setelah melakukan pengambilan kuesoiner dari beberapa pimpinan perusahaan mengenai penentuan strategi kerja yang terdiri dari beberapa kriteria dan subkriteria. Pada kriteria terdiri dari pemasaran, menajemen, penanaman, lahan, tenaga kerja dan pengolahan, sedangkan subkriteria terdiri dari kriteria-kriteria diatas yaitu sosial ekonomi, pesaing, manajemen keuangan, manajemen skill, penghijauan, mencegah polusi, lokasi strategis, kualitas tanah, teknologi, sumber daya manusia, sistem kerja dan proses produksi

2. Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode

AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah memberikan usulan kepada

pengambil keputusan mengenai tingkat-tingkat kepentingan yang harus didahulukan dalam menentukan bobot prioritas kepentingan dalam menentukan strategi kerja. Penentuan prioritas dalam struktur hierarki dirancang dalam suatu tatanan hierarki yang menunjukan suatu tingkat kepentingan dari pengaruh antara kriteria satu dengan kriteria lainnya, subkriteria satu dengan subkriteria lainnya dan alternatif satu dengan


(5)

107

alternatif lainnya. Setelah struktur hierarki jadi, maka selanjutnya membuat model hierarki yang terdiri daru beberapa level diantaranya tujuan hierarki, kriteria, subkriteria dan pemilihan (alternatif)

3. Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan bobot global keseluruhan dalam matrik perbandingan berpasangan, didapatkan hasil perbandingan antar alternatif dalam penentuan strategi kerja sebagai berikut:

• Pelayanan Konsumen : 0.3137 = 31.37 % • Kerjasama Industri dengan Pesaing : 0.3504 = 35.04 % • Pembinaan SDM : 0.3359 = 33.59 %

Maka dari urutan prioritas yang utama diprioritaskan dalam menentukan strategi kerja adalah kerjasama industri dengan pesaing sebesar 0.3504 atau 35.04 %.

6.2. Saran

Setelah melakukan penelitian di PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA, peneliti merasakan banyak manfaat dan kesan yang menarik terhadap perusahaan ini. Dalam melakukan wawancara, observasi, pengamatan dan menganalisis, peneliti akan menyampaikan beberapa saran bagi perusahaan agar meningkatnya kapasitas produksi dan produktivitas yang tinggi agar dapat tercapai dengan baik. Beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan adalah:

1. Pihak perusahaan hendaknya lebih menekankan pada kerjasama industri dengan pesaing yang efektif untuk mempermudah jalinan kerjasama dengan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sehingga baik operator maupun pekerja lainnya dapat mengetahui keinginan pesaing.

2. Untuk meningkatkan produktivitas pekerja, maka pihak perusahaan PT. SINAR SAKTI MATRA NUSANTARA mengadakan suatu program yang dapat menunjang kepegawaian pekerja atau operator untuk lebih giat lagi dalam bekerja diantaranya adalah dengan adanya pelatihan-pelatihan sehingga kualitas pekerja secara perlahan-lahan akan dapat meningkatkan produktivitas.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Rizky (2005), Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis. CV Alfabeta, Bandung.

Maghfiroh, Nurul dan Marimin (2010), Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dan Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor.

Mangkusubroto, K. dan L. Trisnadi (1987). Analisa Keputusan. Ganeca Exact, Bandung.

Rachman, Abdul (2005), Proses Penentuan Urutan Proritas dengan Menggunakan Metode Analitical Hierarchy Process (AHP). UNISBA, Bandung.

Saaty, T. L (1983), Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy

Process for Decision in Complex World. RWS Publication, Pittsburgh

Sudirman, A (1998), Pengambilan Keputusan Stratejik. Grasindo, Jakarta

Suryadi dan Ramadhani (1998), Sistem Pendukung Keputusan. Media Komputindo, Jakarta.