Menentukan Urutan Prioritas Produk Berdasarkan Preferensi Konsumen Dengan Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)

(1)

ABSTRAK

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti. Matriks perbandingan berpasangan digunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari tiap tiap kriteria dengan cara menormalkan rata-rata geometrik (geometric mean) dari pendapat responden. Nilai eigen maksimum dan vektor eigen dinormalkan akan diperoleh dari matriks ini. Pada proses menentukan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi, uji konsistensi harus dilakukan.

Penerapan AHP dalam penelitian ini adalah menentukan urutan prioritas jenis produk serbet dari kertas tisu yang paling diminati konsumen. Hasil analisis AHP diperoleh kesimpulan bahwa jenis produk X menjadi prioritas utama minat konsumen.


(2)

ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) is a decision making method on determining the priority alternative of any alternatives. Application of AHP is begin by making the hierarchy structure of studied problem. The pair-wise comparison matrix is used to form a correlation in structure. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization of geometric mean from responden opinion. Normalized maximum eigen value and eigen vector will obtained from this matrix. In the process of performing the hierarchy weighting factor or evaluation factor, the consistency must be conducted.

AHP application in this research is determine priority sequence kind of napkin product from tissue that most interested by consumer. Analysis result of AHP is obtained conclusion that kind of X product be prime priority consumer interesting.


(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Minimal ada dua alternatif dan dalam prakteknya lebih dari dua alternatif dimana pengambil atau pembuat keputusan (Decision Maker) harus memilih salah satu berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu. Inti dari pengambilan keputusan ialah terletak dalam perumusan berbagai alternatif pemilihan yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan ialah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan dapat dibuat.

Para pengambil keputusan hampir selalu membuat keputusan, bahkan dalam kehidupannya sehari-hari. Ketika manusia membuat keputusan, ada suatu proses yang terjadi pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang dibuat. Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna baju, manusia dapat dengan mudah membuat keputusan. Namun ketika keputusan yang akan diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambil keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Salah satu alat analisis tersebut adalah berupa decision making model (model pembuatan keputusan) yang memungkinkan mereka untuk membuat keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks.

Suatu perusahaan juga harus membuat berbagai keputusan, salah satu jenis keputusan yang paling sering dibuat adalah dalam menyusun prioritas (memilih) produk dari berbagai alternatif/pilihan. Setiap tahun perusahaan dihadapkan pada ratusan pilihan produk Dalam hal ini, perusahaan harus menyusun prioritas penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disepakati.

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model pengambilan keputusan yang sering digunakan. AHP umumnya digunakan dengan


(4)

tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif/pilihan yang ada dan pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multi kriteria. Secara umum, dengan menggunakan AHP, prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif. Dengan tuntutan yang semakin tinggi berkaitan dengan transparansi dan partisipasi, AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi. Sejalan dengan penyusunan prioritas pilihan untuk menentukan jenis produk, tulisan ini akan mencoba mendemonstrasikan penggunaan AHP untuk maksud tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Suatu perusahaan dalam memproduksi atau memasarkan berbagai jenis produk dalam kasus ini untuk memproduksi serbet dari kertas tisu sehingga mendominasi pasar di Indonesia. Akan tetapi permasalahan yang timbul jenis serbet dari kertas tisu mana yang sesuai dengan kebutuhan ataupun keinginan konsumen? Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian tentang minat dari konsumen yang ingin membeli produk tersebut sehingga didapat suatu urutan prioritas jenis serbet dari kertas tisu yang diminati konsumen. Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana memperoleh urutan prioritas jenis serbet dari kertas tisu berdasarkan minat konsumen dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP)”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan urutan prioritas jenis serbet dari kertas tisu berdasarkan minat konsumen.

1.4Kontribusi Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam merencanakan produksi serbet dari kertas tisu yang sesuai dengan minat konsumen. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya dalam bidang pengambilan keputusan.


(5)

1.5Tinjaun Pustaka

Thomas Lorie Saaty (1986) menguraikan metode AHP yang menjelaskan tentang pemodelan permasalahan dilakukan dengan cara memodelkan permasalahan secara bertingkat yang terdiri dari kriteria dan alternatif. Sedangkan Siti Latifah (2005) menjelaskan tentang pengambilan keputusan dengan prinsip-prinsip dasar AHP.

Kardi Teknomo (1999) menguraikan tentang pemilihan moda ke kampus dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa alternatif Jalan Kaki dari Pondokan merupakan alternatif terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar 33,2%, kemudian mobil Pribadi (18,6%), Carpool (16,2%), Sepeda Motor (14,9%), Angkutan Kampus (12,4%), dan yang terakhir adalah Angkutan Umum (4,5%).

Rani Nuchrissa (2002) menguraikan tentang perangkingan fungsi pelayanan jalan tol untuk mengetahui skala prioritas penanganan dan peningkatan fasilitas pada ruas mana saja pada ruas jalan tol yang ditinjau. Lintas Harian Rata-rata ternyata merupakan indikator yang paling dominan, kemudian International Roughness Index, dan yang terakhir adalah Indeks Prasarana Jalan.

Jani Rahardjo (2000) menguraikan tentang penerapan multi-criteria decision making dalam pengambilan keputusan sistem keperawatan dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa sistem perawatan untuk komponen kritis, yang terbaik adalah Preventive Maintenance dengan bobot 32%, kemudian Planned Maintenance (28,3%), Routine Maintenance (21,9%), dan yang terakhir adalah Breakdown Maintenance (17,8%). Sedangkan sistem perawatan untuk komponen tidak kritis, yang terbaik adalah Preventive Maintenance dengan bobot 30,4%, kemudian Planned Maintenance (29,6%), Routine Maintenance (20,1%), dan yang terakhir adalah Breakdown Maintenance (19,9%).

1.6Metode Penelitian

Secara umum penelitian yang dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:

1. Melakukan studi jurnal, buku dan artikel di internet yang berhubungan dengan Proses Hirarki Analitik.


(6)

2. Menyusun kuisioner

3. Pendistribusian kuisioner kepada responden.

4. Menganalisa data dengan menggunakan prinsip dasar metode Analytic Hierarchy Process.

5. Kesimpulan dari hasil penelitian urutan prioritas jenis produk dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP).


(7)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharston Business school untuk mencari ranking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturalnya.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/ k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yang mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap jenjang (level) mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).


(8)

4. Expectation, yang artinya menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada bebrapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

1. Decomposition;

2. Comparative judgment; 3. Synthesis of Priority; 4. Logical Consistency.

1. Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke dalam bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete.


(9)

Gambar 2.1 Struktur Hirarki 2. Comparative judgment

Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutaan prioritas dari elemen-elemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (erxtreme importance).

3. Synthesis of Priority

Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagregasikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai

GOAL

Kriteria I Kriteria II Kriteria III Kriteria N

1 2 M 1 2 M 1 2 M 1 2 M


(10)

tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

2.1.1 Proses Penentuan Prioritas dengan Metode AHP

Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya meliputi:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di ranking 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau “judgment” dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yanng diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

2.1.2 Penyusunan Prioritas

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk


(11)

setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain A1 dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison.

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 . . . An

A1 a 11 a 12 . . . a 1n

A2 a 21 a 22 . . . a 2n

    

An a m1 am2a mn

Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai 9, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Skala Saaty

Tingkat kepentingan Definisi

1 Sama pentingnya dibanding yang lain

3 Moderat (cukup) pentingnya dibanding yang lain 5 Kuat pentingnya dibanding yang lain

7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain 9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain 2,4,6,8 Nilai diantara dua nilai yang berdekatan

Resiprokal Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika

dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i


(12)

1 5 6 7 1 5 1 1 5 1 6 1 6 5 1 4 1 7 6 1 4 1

E F G H

E A F G H         =        

Model AHP didasarkan pada pairwise comparison matrix, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.

Berikut ini contoh suatu Pairwise Comparison Matrix pada suatu level of Hierarchy, yaitu:

Baris 1 Kolom 2: jika E dibandingkan dengan F, maka E lebih penting/disukai/dimungkinkan daripada yaitu sebesar 5, artinya :

E essential atau strong importance daripada F, dan seterusnya.

Angka 5 bukan berarti bahwa E lima kali lebih besar dari F, tetapi E strong importance dibandingkan F; sebagai ilustrasi perhatikan resiprokal matriks berikut:

1 1 7 9

7 1 3

1 9 1 3 1

E F G

E A F G       =      

Membacanya atau membandingkannya, dari kiri ke kanan.

Jika E dibandingkan dengan F, maka F very strong importance daripada E dengan nilai judgment sebesar 7. Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yaitu 1 7. Artinya,

E dibanding FF lebih kuat dari E

jika E dibandingkan dengan k, maka i extreme importance daripada G dengan nilai judgment sebesar 9. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 9, dan seterusnya.


(13)

2.1.3 Eigen value dan Eigenvector

Definisi. Jika A adalah matriks n n× maka vektor tak nol x di dalam n dinamakan dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni

Axx

Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigenvector yang bersesuaian dengan λ. untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n n× maka dapat ditulis pada persamaan berikut :

Axx atau secara ekivalen

I− =A) 0

Agar λmenjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika:

det(λI− =A) 0

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A.

Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah ij

a , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij =1 aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w=(w w w1, 2, 3,...,wn). Nilai wn menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem

tersebut.

Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan ajk manyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengana aij. jk atau jikaa aij. jk =aik untuk semua i,j,k maka matriks tersebut konsisten.

Untuk suatu matriks konsisten dengan faktor w, maka elemen aij dapat ditulis menjadi :

i ij

j w a

w


(14)

Jadi matriks konsisten adalah:

. i . j i

ij jk ik

j k k

w

w w

a a a

w w w

= = = (2)

Seperti yang diuraikan diatas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini:

1 1 j ji i i ij j w a w w a w

= = = (3)

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa . i 1

ji j w a

w = ; ∀ =i j, 1, 2, 3,...,n (4)

Dengan demikian untuk pairwise comparison matrix yang konsisten menjadi:

1 1 . . n ij ij j ij

a w n

w

= =

; ∀ =i j, 1, 2, 3,...,n (5)

1

. n

ij ij ij j

a w nw

= =

; ∀ =i j, 1, 2, 3,...,n (6)

Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:

. .

A w=n w (7)

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigenvector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

1 1

1 1 1

1 2 2 2

2 2 2

1 2

. n

n n n

w w

w w w

w w w w w

A n

w w w

w w w w w

                  ==                       (8)

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa : ik ij jk a a a = (9)

Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekpresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, judgment yang diberikan tidak untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.


(15)

Jika :

1) Jika λ1, λ2,..., λn adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan :

Axx (10)

Dengan eigen value dari matriks A dan jika aii = ∀ =1; i 1, 2,...,n,maka dapat ditulis i n

λ =

(11)

Misalkan kalau suatu pairwise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1. 11 12 21 22 A A A A A   =  

  maka 21

12

1 A

A

= (12)

Eigen value dari matriks A, 0

( ) 0

0

Ax x

A I x

A I λ λ λ − = − = − = (13)

Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :

11 12 21 22 0 A A A A λ λ − = − (14)

Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (λ-max) yaitu :

2 2 2

(1 ) 1 0

1 2 1 0

2 0

( 2) 0

λ λ λ λ λ λ λ − − = − + − = − = − =

1 0 ; 2 2

λ == λ

Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang

konsisten, dimana nilai λ – max sama dengan harga dimensi matriksnya.

Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten).


(16)

2) Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka aij eigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula.

Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier). Jika: a. Elemen diagonal matriksA

(a =1) ii ∀ =i 1, 2,...,n

b. Dan untuk matriks Ayang konsisten, maka variasi kecil dari aiji j, =1, 2,...,n akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

2.1.4 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Dengan mengkombinasikam apa tang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukkan eigenvalue terbesarλ maks, nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan mendekati nol.

Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi dengan persamaan:

( )

( 1) maks n CI

n

λ −

=

(10)

Dimana: CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index) maks

λ = eigenvalue maksimum n = ukuran matriks

Apabila CI bernilai nol, berarti matriks konsisten, batas ketidakkonsistensi (inconsistency) yang ditetapkan Saaty diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan :

CI CR

RI


(17)

Tabel 2.3 Nilai Random Indeks

n 1 2 3 4 5 6 7 8

RI 0,000 0,000 0,580 0,900 1,120 1,240 1,320 1,410

n 9 10 11 12 13 14 15

RI 1,450 1,490 1,510 1,480 1,560 1,570 1,590

Bila matriks bernilai CR lebih kecil dari 0,100, ketidakkonsistenan pendapat bisa diterima jika tidak maka penilaian perlu di ulang.

2.2 Penerapan Model AHP Dalam Menentukan Prioritas Produk

Mengingat “rasionalitas terbatas” konsumen, yaitu kenyataan bahwa konsumen tidak bertindak atas informasi yang sempurna atau lengkap dan sudah puas dengan pilihan yang paling rasionalekonomis, dapat dengan mudah membedakan antara sifat-sifat tersebut dengan membagi menjadi sejumlah kecil intensitas.hirarki yang dihasilkan terlihat dalam gambar 2.1. Persoalan untuk memilih produk yang memiliki preferensi konsumen menyeluruh terbesar dapat dipecahkan dengan cara berikut:

1. Menetapkan preferensi konsumen antara sberbagai sifat dengann membentuk matriks yang membandingkan berbagai sifat itu secara berpasangan berkenaan dengan daya tarik produk

2. Menetapakan preferensi konsumen antara berbagai intensitas sifat-sifat ini dengan membentuk enam matriks yang membandingkan tingkat-tingkat intensitas itu secara berpasangan berkenaan dengan setiap sifat.

3. Mengelompokkan prioritas berbagai intensitas (T, S, R) untuk masing-masing kekenam sifat dalam kolom-kolom dan masukkan prioritas sifat-sifat, lalau kalikan setiap kolom dengan prioritas sifat yang bersangkutan untuk memperoleh vektor prioritas terbobot bagi intensitas-intensitas.

4. Pilih dari setiap kolom, unsur dengn prioritas tertinggi untuk memperoleh vektor yang diinginkan.


(18)

5. Menetapkan peringkat produk yang diamati dengan membentuk matriks yang membandingkan produk (X, Y, Z) secara berpasangn berkenaan dengan intensitas sifat yang paling disenangi.

6. Mengelompokkan prioritas-prioritas produk yang berkenaan dengan setiap intensitas-intensitas sifat yang disenangi dalam kolom-kolom, dan masukkan prioritas-prioritas yang dinormalisasi diatas kolom-kolom tersebut.

Gambar 2.2: Hirarki untuk Menetapkan Prioritas Konsumen Keterangan :

K = Kelembutan T = Tinggi

D-S = Daya Serap S = Sedang

H = Harga R = Rendah

U = Ukuran De = Desain E = Elastisitas

Daya Saing Produk

K D-S H U De

E

T S

R R

R R R

T

T S

S T S S

S

T T

X Y Z


(19)

BAB 3 PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas secara khusus penetapan prioritas untuk kasus berikut:

Sebuah perusahan ingin menetapkan preferensi konsumen untuk tiga jenis serbet dapur dari kertas tisu. Beberapa sifat yang dianggap paling relevan dari sudut pandang konsumen adalah :

1. Kelembutan (K) 2. Daya serap (D-S) 3. Harga (H)

4. Ukuran (U) 5. Desain (De)

6. Elastisitas (E- tidak mudah sobek).

Ketiga jenis serbet dapur dari kertas tisu itu X,Y,Z, memeiliki semua sifat ini, tetapi dengan tingkat intensitas yang berbeda-beda: tinggi(T), sedang (S) dan rendah (R).

3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan

Hasil analisis preferensi menunujukkan bahwa: kriteria kelembutan (K) 5 kuat pentingnya dibandingkan dengan kriteria desain (De), kriteria daya serap (D-S) 4 cukup pentingnya dibandingkan kriteria kelembutan (K), kriteria harga (H) 5 kuat pentingnya dibandingkan kriteria kelembutan (K), kriteria ukuran (U) 4 cukup pentingnya dibandingkan kriteria kelembutan (K), kriteria integritas (I) 6 kuat pentingnya dibandingkan kriteria kelembutan (K), kriteria harga (H) 3 cukup pentingnya dibandingkan kriteria daya serap (D-S), kriteria alastisitas (E) 2 sama pentingnya dibandingkan kriteria daya serap(D-S), kriteria daya serap (D-S) 3 cukup pentingnya dibandingkan kriteria ukuran (U), kriteria harga (H) 4 cukup pentingnya dibandingkan kriteria ukuran (U), kriteria elastisitas (E) 5 kuat pentingnya dibandingkan kriteria ukuran (U), kriteria kelembutan (K) 5 kuat pentingnya dibandingkan kriteria desain (De), kriteria daya serap (D-S) 6 kuat pentingnya dibandingkan kriteria desain (De), kriteria harga (H) 7 sangat kuat pentingnya


(20)

dibandingkan kriteria desain (De), kriteria ukuran (U) 5 kuat pentingnya dibandingkan kriteria desain (De), kriteria elastisitas (E) 7 sangat kuat pentingnya dibandingkan kriteria desain (De), kriteria harga (H) 3 cukup pentingnya dibandingkan kriteria elastisita (E). Maka matriks perbandingan berpasangan hasil preferensi diatas adalah:

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk semua kriteria

K D-S H U De E

K 1 1/4 1/5 1/4 5 1/6

D-S 4 1 1/3 3 6 1/2

H 5 3 1 4 7 3

U 4 1/3 1/4 1 5 1/5

De 1/5 1/6 1/7 1/5 1 1/7

I 6 2 1/3 5 7 1

Tabel 3.2 Matriks Faktor pembobotan Hirarki untuk semua kriteria yang disederhanakan

K D-S H U De E

K 1,000 0,250 0,200 0,250 5,000 0,167

D-S 4,000 1,000 0,333 3,000 6,000 0,500

H 5,000 3,000 1,000 4,000 7,000 3,000

U 4,000 0,333 0,250 1,000 5,000 0,200

De 0,200 0,167 0,143 0,200 1,000 0,143

I 6,000 2,000 0,333 5,000 7,000 1,000

∑ 20,200 6,750 2,259 13,450 31,000 5,010

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:


(21)

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk semua kriteria yang dinormalkan

K D-S H U De E Prioritas

K 0,050 0,037 0,089 0,019 0,161 0,033 0,057 D-S 0,198 0,148 0,147 0,223 0,194 0,099 0,168 H 0,248 0,444 0,443 0,297 0,226 0,599 0,376 U 0,198 0,049 0,111 0,074 0,161 0,040 0,100 De 0,010 0,025 0,063 0,015 0,032 0,029 0,027 I 0,297 0,296 0,147 0,372 0,226 0,200 0,256

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (20,200 × 0,057) + (6,750 × 0,168) + (2,259 × 0,376) + (13,450 × 0,100) +

(31,000 × 0,027) + (5,010 × 0,256) = 6,598

Karena matriks berordo 6 (yakni terdiri dari 6 kriteria), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:

1 6, 598 6

6 1 0,12

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=6, RI = 1,240 (tabel Saaty), maka: 0,12

0, 097 1, 240

CI CR

RI

= = =

Karena CR < 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Dari perhitungan pada tabel diatas menunjukkan bahwa: kriteria Harga merupakan kriteria paling penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan prioritas jenis serbet dapur dari kertas tisu dengan nilai bobot 0,376 atau 37,6%, berikutnya kriteria integritas dengan nilai bobot 0,256 atau 25,6%, kriteria daya serap dengan nilai bobot 0,168 atau 16,8%, kriteria ukuran dengan nilai bobot 0,100 atau 10%, kriteria kelembutan dengan nilai bobot 0,057 atau 5,7% dan kriteria desain dengan nilai bobot 0,027 atau 2,7%.


(22)

3.2 Matriks Yang Membandingkan Beberapa Tingkat Intensitas

Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kelembutan

T S R

T 1 4 5

S 1/4 1 2

R 1/5 1/2 1

Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kelembutan yang disederhanakan

T S R

T 1,000 4,000 5,000 S 0,250 1,000 2,000 R 0,200 0,500 1,000

∑ 1,450 5,500 8,000

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kelembutan yang dinormalkan

T S R Prioritas

T 0,689 0,727 0,625 0,680

S 0,172 0,182 0,250 0,201

R 0,138 0,091 0,125 0,118

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,450 × 0,680) + (5,500× 0,201) + (8,000 × 0,118)


(23)

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 004 3

3 1 0, 004 maks n CI n λ − = − − = − =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 004 0, 007 0, 580 CI R RI = = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Dengan cara yang sama diperoleh prioritas untuk masing-masing kriteria matriks berikut:

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Serap

T S R Prioritas

T 1 1 7 0,467

S 1 1 7 0,467

R 1/7 1/7 1 0,067

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (2,143 × 0,467) + (2,143× 0,467) + (15,000 × 0,067)

= 3,007

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 007 3

3 1 0, 004 maks n CI n λ − = − − = − =


(24)

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 004

0, 007 0, 580

CI CR

RI

= = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.8 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Harga

T S R Prioritas

T 1 1/2 1/4 0,134

S 2 1 1/4 0,212

R 4 4 1 0,655

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (7 ,000× 0,134) + (5,500 × 0,212) + (1,5× 0,655)

= 3,087

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 087 3

3 1 0, 044

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 044

0, 076 0, 580

CI CR

RI

= = =


(25)

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Ukuran

T S R Prioritas

T 1 3 5 0,627

S 1/3 1 4 0,279

R 1/5 1/4 1 0,094

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,533× 0,627) + (4,250 × 0,279) + (10,000× 0,094)

= 3,087

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 087 3

3 1 0, 044

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 044

0, 076 0, 580

CI CR

RI

= = =

Karena CR < 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Desain

T S R Prioritas

T 1 1/5 2 0,178

S 5 1 5 0,708

R 1/2 1/5 1 0,113

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (6,500× 0,178) + (1,400 × 0,708) + (8,000× 0,113)


(26)

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 052 3

3 1 0, 026 maks n CI n λ − = − − = − =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 026 0, 045 0, 580 CI CR RI = = =

Karena CR < 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.11 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Elastisitas

T S R Prioritas

T 1 1/3 5 0,283

S 3 1 7 0,643

R 1/5 1/7 1 0,074

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (4 ,200× 0,283) + (1,476 × 0,643) + (13,000× 0,074)

= 3,099

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 099 3

3 1 0, 050 maks n CI n λ − = − − = − =

. Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 050 0, 086 0, 580 CI CR RI = = =


(27)

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten

3.3 Prioritas berbagai Sifat

Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap faktor-faktor kelembutan, daya serap, harga, ukuran, desain dan integritas diperoleh faktor evaluasi integritas rotal sebagai berikut:

Tabel 3.12 Matriks Prioritas Berbagai Sifat (0,057)

Kelembutan

(0,168) Daya Serap

(0,376) Harga

(0,100) Ukuran

(0,027) Desain

(0,256) Elastisitas

T 0,680 0,467 0,134 0,627 0,178 0,283

S 0,201 0,467 0,212 0,279 0,708 0,643

R 0,118 0,067 0,655 0,094 0,113 0,074

Selanjutnya tabel 3.12 dikalikan setiap kolom dengan prioritas sifat yang bersangkutan untuk memperoleh vektor prioritas terbobot bagi intensitas-intensitas itu, sebagi berikut:

Tabel 3.13 Vektor-vektor Prioritas untuk Berbagai Intensitas

Kelembutan Daya Serap Harga Ukuran Desain Elastisitas

T 0,039 0,078 0,050 0,063 0,005 0,072

S 0,011 0,078 0,080 0,028 0,019 0,165

R 0,007 0,011 0,246 0,009 0,003 0,019

Dari tiap-tiap kolom dipilih unsur dengan prioritas tertinggi untuk memperoleh vektor intensitas sifat yang diinginkan:

T-Kelembutan T-Daya Serap R-Harga T-Ukuran S-Desain S-Elastisitas

0,039 0,078 0,246 0,063 0,019 0,165

Kemudian dijumlahkan baris diatas dan bagi setiap entri dengan jumlah itu untuk mendapatkan vektor yang dinormalisasi dari intensitas-intensitas sifat yang disenangi:


(28)

T-Kelembutan T-Daya Serap R-Harga T-Ukuran S-Desain S-Elastisitas

0,064 0,128 0,403 0,103 0,031 0,270

3.4 Matriks Yang Membandingkan Tiga Serbet Dapur dari Kertas Untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi

Tetapkan peringkat produk yang diamati dengan membentuk matriks-matriks yang membandingkan ketiga serbet kertas (X,Y dan Z) secara berpasangan , berkenaan dengan intensitas yang disenangi serpeti berikut:

Tabel 3.14 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk T-Kelembutan

X Y Z Prioritas

X 1 2 5 0,588

Y 1/2 1 3 0,309

Z 1/5 1/3 1 0,109

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,700× 0,588) + (3,333 × 0,309) + (9,000× 0,109)

= 3,019

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 019 3

3 1 0, 010

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 010

0, 017 0, 580

CI CR

RI


(29)

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk T-Daya Serap

X Y Z Prioritas

X 1 2 7 0,566

Y 1/2 1 8 0,373

Z 1/7 1/8 1 0,061

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,643× 0,566) + (3,125 × 0,373) + (16,000× 0,061)

= 3,070

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 070 3

3 1 0, 035

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 035

0, 060 0, 580

CI CR

RI

= = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk R-Harga

X Y Z Prioritas

X 1 1/3 1/7 0,088


(30)

Z 7 3 1 0,668

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (11,000× 0,088) + (4,333× 0,243) + (1,476× 0,668)

= 3,007

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 007 3

3 1 0, 004

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 004

0, 007 0, 580

CI CR

RI

= = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsis

Tabel 3.17 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk T-Ukuran

X Y Z Prioritas

X 1 2 1 0,413

Y 1/2 1 1 0,259

Z 1 1 1 0,328

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (2,500× 0,413) + (4,000× 0,259) + (3,000× 0,328)


(31)

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3, 052 3

3 1 0, 026

maks n CI

n

λ −

= −

− =

− =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 026

0, 045 0, 580

CI CR

RI

= = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.18 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk S-Desain

X Y Z Prioritas

X 1 3 7 0,668

Y 1/3 1 3 0,243

Z 1/7 1/3 1 0,088

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,476× 0,668) + (4,333× 0,243) + (11,000× 0,088)

= 3,007

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :


(32)

1 3, 007 3

3 1 0, 004 maks n CI n λ − = − − = − =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 004 0, 007 0, 580 CI CR RI = = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.19 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk T-Elastisitas

X Y Z Prioritas

X 1 4 6 0,682

Y 1/4 1 4 0,236

Z 1/6 1/4 1 0,082

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil

perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,417× 0,682) + (5,250× 0,236) + (11,000× 0,082)

= 3,107

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3,107 3 3 1 0, 053 maks n CI n λ − = − − = − =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 053 0, 091 0, 580 CI CR RI = = =


(33)

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

3.5 Persepsi Sifat Produk Menyeluruh

Dari seluruh faktor evaluasi untuk intensitas sifat-sifat yang disenangi, kelompokkan prioritas-prioritas serbet kertas yang berkenaan dengan setiap intensitas sifat-sifat yang disenangi dalam kolom-kolom, dan masukkan prioritas-prioritas yang yang dinormalisasi diatas kolom-kolom itu.

Tabel 3.20 Matriks Persepsi Sifat Produk Menyeluruh (0,056)

T-Kelembutan

(0,175) T-Daya Serap

(0,391) R-Harga

(0,086) T-Ukuran

(0,026) S-Desain

(0,266) S-Elastisitas

0,588 0,566 0,088 0,412 0,668 0,682

0,309 0,373 0,243 0,259 0,243 0,236

0,109 0,061 0,668 0,328 0,088 0,082

Selanjutnya tabel 3.20 dikalikan setiap kolom dengan prioritas yang dinormalisasi dari sifat yang sesuai untuk memperoleh vektor prioritas terbobot bagi intensitas sifat yang disenangi untuk setiap serbet kertas.

Tabel 3.21 Matriks Persepsi Sifat-sifat Produk menyeluruh Terbobot (0,056)

T-Kelembutan

(0,175) T-Daya Serap

(0,391) R-Harga

(0,086) T-Ukuran

(0,026) S-Desain

(0,266) S-Elastisitas

0,033 0,099 0,034 0,035 0,017 0,181

0,017 0,065 0,095 0,022 0,006 0,063

0,006 0,011 0,261 0,028 0,002 0,022

Selanjutnya jumlahkan masing-masing dari ketiga baris untuk memperoleh prioritas menyeluruh dari ketiga serbet kertas. Sintesis ini menghasilkan prioritas berikut:


(34)

Y = 0,268 Z = 0,330

Dari hasil perhitungan diatas ternyata urutan prioritas produk berdasarkan preferensi konsumen adalah sebagai berikut: Produk X dengan nilai bobot 0,399 (39,9%), kemudian produk Z dengan nilai bobot 0,330 (33,0%) dan yangg terakhir produk Y dengan nilai bobot 0,268 (26,8%). Dari hasil-hasil ini akan dipilih produk X sebagai produk yang paling disenangi dari perspektif konsumen. Walaupun harga rendah merupakan intensitas sifat yang disenangi dengan prioritas tertinggi. Alasan pemilihan ini jelas: X mendominasi Y dan Z dalam semua hal intensitas lain yang disenangi.

Daya Saing Produk

Gambar 3.1 Hirarki Hasil Akhir Produk

K D-S H U De

E

T S

R R

R R R

T S

S

T S

S T S T

X Y Z

R T


(35)

(36)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasann pada bab sebelumnya dalam menentukan preferensi konsumen berdasarkan integritas dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process, maka diperoleh kesimpulan bahwa produk X merupakan jenis serbet dari kertas tisu yang paling disenangi konsumen, walaupun harga rendah merupakan intensitas sifat yang disenangi dengan prioritas tertinggi. Alasan pemilihan ini jelas: X mendominasi Y dan Z dalam semua hal intensitas lain yang disenangi

4.2 Saran

1. Persoalan menentukan jenis produk yang disenangi konsumen sangat beragam. Metode Analytic Hierarchy Process adalah sebuah alternatif yang dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan analisis, dan disarankan egar pihak perusahaan lebih meningkatkan upaya meraih peluang pasar yang semakin ketat dengan meningkatkan promosi sehingga masyarakat akan lebih tertarik dengan produk tersebut.

2. AHP merupakan alat bantu yang sering digunakan sebagai alat bantu tersebut. AHP memiliki kelebihan seperti pendekatannya yang sederhana, transparan, dan partisipatif. Namun demikian, AHP juga mempunyai kelemahan seperti dasar keputusan yang mengadalkan persepsi para ahli. Oleh sebab itu, AHP seyogyanya hanya digunakan ketika masalah yang dihadapai memang sesuai dengan kerangka teori dari AHP. Di samping itu, perlu juga kehati-hatian dalam menginterptetasikan hasil-hasil yang diperoleh dengan AHP.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Latifah, Siti. (2005). “Prinsip-prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process”, Jurnal Studi Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Mulyono, Sri. (2004). “Riset Operasi”. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia.

Nurcharissa, Rani dan Yogasmara, Bonasia. (2002). “Perangkingan Fungsi Pelayanan Jalan Tol Dengan Analisis Multi Kriteria Pada Lokasi Jaringan Ruas Jalan Tol Antar Kota Dengan DKI Jakarta Sebagai Simpul”, Jurnal Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Rahardjo, Jani. (2000). “Penerapan Multi-Criteria Decision Making dalam Pengambilan keputusan Sistem Keperawatan”, Jurnal Teknik Industri, Vol.2, No.1, Juni 2000;1-12, Universitas Kristen Petra.

Saaty, T. Lorie. (1986). “Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World”, University of Pittsburgh, 322 Mervis Hall.

Supranto, Johanes. (1998). “teknik Pengambilan Keputusan”. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Suryadi, Kadarsah dan Ramadhan, Ali. (1998). “Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural Dealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan”. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Yudhanto, Ari, Subastinus dan Henrosiswanto, dengan Teknomo Kardi. (1999). “Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Dalam Menganalisa faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus”, Jurnal Teknik Sipil, Vol.1, No.1 Maret 1999, Universitas Kristen Petra.


(1)

1 3, 007 3

3 1 0, 004 maks n CI n λ − = − − = − =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 004 0, 007 0, 580 CI CR RI = = =

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Tabel 3.19 Matriks Faktor Evaluasi untuk Intensitas Sifat-sifat yang Disenangi untuk T-Elastisitas

X Y Z Prioritas

X 1 4 6 0,682

Y 1/4 1 4 0,236

Z 1/6 1/4 1 0,082

Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaks) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah:

λmaks = (1,417× 0,682) + (5,250× 0,236) + (11,000× 0,082) = 3,107

Karena matriks berordo 3 ( yakni terdiri dari 3 kriteria), maka nilai indeks yang diperoleh :

1 3,107 3 3 1 0, 053 maks n CI n λ − = − − = − =

Untuk n=3, RI=0,580 (tabel Saaty), maka: 0, 053 0, 091 0, 580 CI CR RI = = =


(2)

Karena CR<0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

3.5 Persepsi Sifat Produk Menyeluruh

Dari seluruh faktor evaluasi untuk intensitas sifat-sifat yang disenangi, kelompokkan prioritas-prioritas serbet kertas yang berkenaan dengan setiap intensitas sifat-sifat yang disenangi dalam kolom-kolom, dan masukkan prioritas-prioritas yang yang dinormalisasi diatas kolom-kolom itu.

Tabel 3.20 Matriks Persepsi Sifat Produk Menyeluruh

(0,056) T-Kelembutan

(0,175) T-Daya Serap

(0,391) R-Harga

(0,086) T-Ukuran

(0,026) S-Desain

(0,266) S-Elastisitas

0,588 0,566 0,088 0,412 0,668 0,682

0,309 0,373 0,243 0,259 0,243 0,236

0,109 0,061 0,668 0,328 0,088 0,082

Selanjutnya tabel 3.20 dikalikan setiap kolom dengan prioritas yang dinormalisasi dari sifat yang sesuai untuk memperoleh vektor prioritas terbobot bagi intensitas sifat yang disenangi untuk setiap serbet kertas.

Tabel 3.21 Matriks Persepsi Sifat-sifat Produk menyeluruh Terbobot

(0,056) T-Kelembutan

(0,175) T-Daya Serap

(0,391) R-Harga

(0,086) T-Ukuran

(0,026) S-Desain

(0,266) S-Elastisitas

0,033 0,099 0,034 0,035 0,017 0,181

0,017 0,065 0,095 0,022 0,006 0,063


(3)

Y = 0,268 Z = 0,330

Dari hasil perhitungan diatas ternyata urutan prioritas produk berdasarkan preferensi konsumen adalah sebagai berikut: Produk X dengan nilai bobot 0,399 (39,9%), kemudian produk Z dengan nilai bobot 0,330 (33,0%) dan yangg terakhir produk Y dengan nilai bobot 0,268 (26,8%). Dari hasil-hasil ini akan dipilih produk X sebagai produk yang paling disenangi dari perspektif konsumen. Walaupun harga rendah merupakan intensitas sifat yang disenangi dengan prioritas tertinggi. Alasan pemilihan ini jelas: X mendominasi Y dan Z dalam semua hal intensitas lain yang disenangi.

Daya Saing Produk

Gambar 3.1 Hirarki Hasil Akhir Produk

K D-S H U De

E

T S

R R

R R R

T S S

T S

S T S T

X Y Z

R T


(4)

(5)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasann pada bab sebelumnya dalam menentukan preferensi konsumen berdasarkan integritas dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process, maka diperoleh kesimpulan bahwa produk X merupakan jenis serbet dari kertas tisu yang paling disenangi konsumen, walaupun harga rendah merupakan intensitas sifat yang disenangi dengan prioritas tertinggi. Alasan pemilihan ini jelas: X mendominasi Y dan Z dalam semua hal intensitas lain yang disenangi

4.2 Saran

1. Persoalan menentukan jenis produk yang disenangi konsumen sangat beragam. Metode Analytic Hierarchy Process adalah sebuah alternatif yang dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan analisis, dan disarankan egar pihak perusahaan lebih meningkatkan upaya meraih peluang pasar yang semakin ketat dengan meningkatkan promosi sehingga masyarakat akan lebih tertarik dengan produk tersebut.

2. AHP merupakan alat bantu yang sering digunakan sebagai alat bantu tersebut. AHP memiliki kelebihan seperti pendekatannya yang sederhana, transparan, dan partisipatif. Namun demikian, AHP juga mempunyai kelemahan seperti dasar keputusan yang mengadalkan persepsi para ahli. Oleh sebab itu, AHP seyogyanya hanya digunakan ketika masalah yang dihadapai memang sesuai dengan kerangka teori dari AHP. Di samping itu, perlu juga kehati-hatian dalam menginterptetasikan hasil-hasil yang diperoleh dengan AHP.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Latifah, Siti. (2005). “Prinsip-prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process”, Jurnal Studi Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Mulyono, Sri. (2004). “Riset Operasi”. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia.

Nurcharissa, Rani dan Yogasmara, Bonasia. (2002). “Perangkingan Fungsi Pelayanan Jalan Tol Dengan Analisis Multi Kriteria Pada Lokasi Jaringan Ruas Jalan Tol Antar Kota Dengan DKI Jakarta Sebagai Simpul”, Jurnal Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Rahardjo, Jani. (2000). “Penerapan Multi-Criteria Decision Making dalam Pengambilan keputusan Sistem Keperawatan”, Jurnal Teknik Industri, Vol.2, No.1, Juni 2000;1-12, Universitas Kristen Petra.

Saaty, T. Lorie. (1986). “Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World”, University of Pittsburgh, 322 Mervis Hall.

Supranto, Johanes. (1998). “teknik Pengambilan Keputusan”. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Suryadi, Kadarsah dan Ramadhan, Ali. (1998). “Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural Dealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan”. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Yudhanto, Ari, Subastinus dan Henrosiswanto, dengan Teknomo Kardi. (1999). “Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Dalam Menganalisa faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus”, Jurnal Teknik Sipil, Vol.1, No.1 Maret 1999, Universitas Kristen Petra.


Dokumen yang terkait

Implementasi Perbandingan Algoritma Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dalam Pemilihan Website Hosting

6 80 130

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Analisis Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berdasarkan Nilai Consistency Ratio

2 46 123

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

Pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Supplier (Pemasok)

0 35 51

Pendekatan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process Dalam Pemilihan Konsep Produk.

1 47 59