Perbedaan Kemampuan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dengan Cangkang Udang sebagai Koagulan Alami dalam Penjernihan Air Sumur di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

(1)

1

PERBEDAAN KEMAMPUAN CANGKANG KERANG, CANGKANG KEPITING DENGAN CANGKANG UDANG SEBAGAI

KOAGULAN ALAMI DALAM PENJERNIHAN AIR SUMUR DI DESA TANJUNG IBUS

KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI Oleh :

SAILENT RIZKI SARI S NIM. 091000118

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KEPITING DENGAN CANGKANG UDANG SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENJERNIHAN

AIR SUMUR DI DESA TANJUNG IBUS KECAMATAN SECANGGANG

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

SAILENT RIZKI SARI S NIM. 091000118


(3)

(4)

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Manusia memerlukan air untuk mendukung kehidupannya sehari-hari. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Masyarakat di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, mayoritas penduduknya menggunakan sumur sebagai sumber utama persediaan air. Keadaan air beberapa sumur gali dan sumur bor di desa ini secara fisik terlihat keruh dan payau dan beberapa masyarakat tidak menggunakan penyaring air untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan cangkang kerang, cangkang kepiting dengan cangkang udang sebagai koagulan alami dalam penjernihan air sumur di desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

Jenis penelitian ini adalah Quasy Experiment atau Eksperimen semu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Sunggal dan di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Analisa data menggunakan uji statistik ANOVA one way dengan α =0,05 %.

Dari uji statistik diperoleh bahwa persentase penurunan rata-rata kekeruhan tertinggi ada pada penambahan kalsium karbonat kerang sebesar 95,28 % dan terendah pada kontrol sebesar 91,58%. Penurunan nilai pH sebesar 28,57 % dari 7,0 menjadi 5,0 pada penambahan koagulan. Berdasarkan hasil uji Anova One-Way nilai kekeruhan pada air sumur diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan penambahan kalsium karbonat cangkang kerang, khitosan cangkang kepiting dan khitosan cangkang udang sebagai koagulan alami penjernih air. Nilai p=0,05.

Untuk itu diperlukan peran pemerintah dalam upaya peningkatkan dan perbaikan sarana air bersih bagi masyarakat agar diperoleh air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.


(5)

iii ABSTRACT

Water is a basic need for human life on this earth. Human life needs water to support their daily life. The water need varies depending on climatic conditions, living standards, and culture of the people. People in the village of Tanjung Ibus, District Secanggang, majority of the people using wells as the main source of water supply. The condition of wells water and bore dug wells in the village physically looks turbid and brackish and some people do not use a water filter to resolve the issue.

This study aimed to find out the difference of ability between shell clams, crab shells with shrimp shells as a natural coagulant in water wells purification in the village of Tanjung Ibus District Secanggang.

The design of this study was quasi-experiment . The research was held in the Laboratory of Tirtanadi Sunggal and in the village of Tanjung Ibus District Secanggang Langkat district. Analysis of the data was using one-way ANOVA statistical test with α = 0.05%

Based on statistical test, the highest average reduction of water turbidity was shell calsium carbonate as 95,28 and the lowest was 91,58% in control. As well as the pH decreased by 28,57% from 7.0 to 5.0 on the addition of coagulant. Based on One-Way ANOVA test the turbidity in well water obtained that there isn’t a significant difference among the ability of calcium carbonate shells, shell crab chitosan and shell shrimp chitosan as natural coagulants in water purification , p value = 0.05.

For that it is needed the role of the society and the government in improving and improvement the clean water for the society so that it is obtained water that appropriate to health requirements.


(6)

Nama : SAILENT RIZKI SARI SIMAREMARE Tempat/Tanggal Lahir : Kampung Pon / 24 Desember 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 5 dari 6 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Dusun VI Kampung Pon

Nama Orangtua : Ayah : P. Simaremare,SPd Ibu : N. Nababan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1997-2003 : SD Negeri 106215 Sei Rampah 2. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 1 Sei Bamban 3. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 1 Tebing Tinggi

4. Tahun 2009-2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat yang tak berkesudahan serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Kemampuan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dengan Cangkang Udang sebagai Koagulan Alami dalam Penjernihan Air

Sumur di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(8)

4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku Dosen Dosen Penguji III yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 7. Siti Khadijah.Nst,SKM,M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

yang telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU. 8. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan

memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kepala Instalasi PDAM Tirtanadi Sunggal serta Laboran, Ibu Cempaka dan staffnya yang bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.

10.Kepala Desa Tanjung Ibus, Bpk. H. Surdik , beserta para stafnya.

11.Teristimewa untuk orang tua yang luar biasa, Bapak (P. Simaremare, S.Pd) dan Mama (Netty Herawaty Nababan) juga saudara-saudariku yang sangat aku kasihi. Opung dan Nantulang yang sudah menjadi orangtua yang baik selama tinggal di Medan. Terima kasih untuk dukungan doa, kasih sayang, serta dukungan materil yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat yang sangat aku kasihi terkhusus buat Putri Ruth Sibarani, Windy Utari, Melda Monalisa, Dewi, Hans, Pispa, Sera, Thomson, adik-adikku


(9)

vii

“Efod”( Jev, Raja, Martines, Frans, Alfonco dan Natal). Terima kasih untuk dukungan serta doa-doa kalian.

13.Teman-teman FKM USU (Kak Shinta, Kak Evia, Henny, Memory, dan teman-teman FKM stambuk β009 lainnya), Kelompok Kecilku (K’Margaret, Vebri, Novtalin, Bian,), Ikatan Mahasiswa Kesehatan Lingkungan (IMAKEL FKM USU), POMK FKM USU, para senior dan adik-adik di FKM USU.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2013


(10)

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Defenisi Air ... 6

2.2 Sumur... 6

2.2.1 Jenis-jenis Sumur ... 6

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Air Sumur ... 7

2.3 Kekeruhan ... 8


(11)

ix

2.4 Koagulasi ... 9

2.4.1 Proses Koagulasi... 10

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi ... 12

2.5 Koagulan ... 12

2.6 Kerang ... 13

2.7 Kepiting ... 14

2.8 Udang... 15

2.9 Khitin dan Khitosan ... 16

2.9.1 Sifat-sifat Kimia Khitin dan Khitosan ... 19

2.9.2 Khitin pada Udang dan Kepiting ... 20

2.10 Kalsium Karbonat ... 20

2.11 Kerangka Konsep ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 22

3.2.2 Waktu Penelitian... 23

3.3 Objek Penelitian ... 23

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.4.1 Data Primer ... 23

3.4.2 Data Sekunder... 23

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 24


(12)

3.5.3 Pemeriksaan Sampel di Laboratorium ... 25

3.6 Defenisi Operasional ... 27

3.7 Analisa Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 29

4.1. Hasil Penelitian ... 29

4.2. Hasil Uji Kemampuan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dengan Cangkang Udang Terhadap Penurunan Kekeruhan Air Sumur ... 30

4.2.1 Penurunan Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Perlakuan Pengadukan ... 30

4.2.2. Penurunan Kekeruhan Air Sumur pada Penambahan Kalsium Karbonat (CaCO3) Kerang 1% ... 31

. 4.2.3. Penurunan Kekeruhan Air Sumur pada Penambahan Khitosan Cangkang Kepiting 1% ... 32

4.2.4. Penurunan Kekeruhan Air Sumur pada Penambahan Khitosan Cangkang Udang 1% ... 33

. 4.2.5. Penurunan Rata-rata Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol, Penambahan Koagulan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang ... 34

4.3 Analisa Statistik ... 35

BAB V PEMBAHASAN ... 38

5.1.Kualitas fisik Air Sumur yang Diperiksa ... 38

5.2. Pengaruh Perlakuan Pengadukan pada Kontrol, Penambahan Koagulan Kalsium Karbonat Kerang, Khitosan Kepiting dan Khitosan Udang terhadap Nilai Kekeruhan Air Sumur ... 38


(13)

xi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 42

6.1. Kesimpulan ... 42

6.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(14)

Tabel 2.1. Perbedaan Sumur Dangkal dan Sumur Dalam ... 7

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Cangkang Kerang ... 14

Tabel 2.3. Analisis Proksimat Khitin dan Khitosan ... 19

Tabel 2.4. Spesifikasi Khitin dan Khitosan ... 20

Tabel 2.5. Rendemen dan Tekstur Senyawa Khitin ... 20

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Air Sumur Sebelum Penambahan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang ... 29

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Perlakuan Pengadukan ... 30

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Penambahan Kalsium Karbonat(CaCO3) Kerang ... 31

Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Penambahan Khitosan Cangkang Kepiting... 32

Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Penambahan Khitosan Cangkang Udang ... 32

Tabel 4.6. Penurunan Rata-Rata Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol, Penambahan Koagulan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang ... 33

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Perlakuan ... 36

Tabel 4.8. Hasil Uji Keragaman Varians Data Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Perlakuan ... 38

Tabel 4.9 Hasil Uji Anova One-Way Data Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Perlakuan. ... 38


(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerang Gambar 2 Kepiting Gambar 3 Udang

Gambar 4 Struktur Kimia Khitin Gambar 5 Struktur Kimia Khitosan


(16)

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Manusia memerlukan air untuk mendukung kehidupannya sehari-hari. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Masyarakat di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, mayoritas penduduknya menggunakan sumur sebagai sumber utama persediaan air. Keadaan air beberapa sumur gali dan sumur bor di desa ini secara fisik terlihat keruh dan payau dan beberapa masyarakat tidak menggunakan penyaring air untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan cangkang kerang, cangkang kepiting dengan cangkang udang sebagai koagulan alami dalam penjernihan air sumur di desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

Jenis penelitian ini adalah Quasy Experiment atau Eksperimen semu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Sunggal dan di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Analisa data menggunakan uji statistik ANOVA one way dengan α =0,05 %.

Dari uji statistik diperoleh bahwa persentase penurunan rata-rata kekeruhan tertinggi ada pada penambahan kalsium karbonat kerang sebesar 95,28 % dan terendah pada kontrol sebesar 91,58%. Penurunan nilai pH sebesar 28,57 % dari 7,0 menjadi 5,0 pada penambahan koagulan. Berdasarkan hasil uji Anova One-Way nilai kekeruhan pada air sumur diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan penambahan kalsium karbonat cangkang kerang, khitosan cangkang kepiting dan khitosan cangkang udang sebagai koagulan alami penjernih air. Nilai p=0,05.

Untuk itu diperlukan peran pemerintah dalam upaya peningkatkan dan perbaikan sarana air bersih bagi masyarakat agar diperoleh air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.


(17)

iii ABSTRACT

Water is a basic need for human life on this earth. Human life needs water to support their daily life. The water need varies depending on climatic conditions, living standards, and culture of the people. People in the village of Tanjung Ibus, District Secanggang, majority of the people using wells as the main source of water supply. The condition of wells water and bore dug wells in the village physically looks turbid and brackish and some people do not use a water filter to resolve the issue.

This study aimed to find out the difference of ability between shell clams, crab shells with shrimp shells as a natural coagulant in water wells purification in the village of Tanjung Ibus District Secanggang.

The design of this study was quasi-experiment . The research was held in the Laboratory of Tirtanadi Sunggal and in the village of Tanjung Ibus District Secanggang Langkat district. Analysis of the data was using one-way ANOVA statistical test with α = 0.05%

Based on statistical test, the highest average reduction of water turbidity was shell calsium carbonate as 95,28 and the lowest was 91,58% in control. As well as the pH decreased by 28,57% from 7.0 to 5.0 on the addition of coagulant. Based on One-Way ANOVA test the turbidity in well water obtained that there isn’t a significant difference among the ability of calcium carbonate shells, shell crab chitosan and shell shrimp chitosan as natural coagulants in water purification , p value = 0.05.

For that it is needed the role of the society and the government in improving and improvement the clean water for the society so that it is obtained water that appropriate to health requirements.


(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk sanitasi dan air untuk transportasi, baik di sungai maupun di laut (Wardhana, 2004).

Manusia memerlukan air untuk mendukung kehidupannya sehari-hari. Seiring dengan perkembangan teknologi dan pesatnya pertumbuhan manusia, kebutuhan akan air pun semakin meningkat. Pertumbuhan manusia yang semakin pesat berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih itu sendiri.

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas akan memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).

Pemanfaatan air bagi kebutuhan manusia akan menghasilkan limbah bagi lingkungan. Limbah yang masuk ke air lingkungan akan menyebabkan terjadinya penyimpangan dari keadaan normal air dan ini berarti suatu pencemaran (Wardhana, 2004).


(19)

2

Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air adalah masuk dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Salah satu bentuk pencemaran terhadap sumber air, yaitu sumur adalah padatan yang terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan koloid dan padatan terlarut seperti tanah liat, lumpur, benda-benda organik yang halus, plankton, dll yang membuat kualitas fisik air menjadi keruh. Menurut Chandra (2007) sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan.

Adanya koloidal yang melayang di dalam air akan menyebabkan air menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air (Wardhana, 2004). Pada dasarnya, kekeruhan tidak mempunyai efek langsung terhadap kesehatan tetapi air yang keruh harus di olah terlebih dahulu agar dapat digunakan sesuai dengan fungsi air pada umumnya.

Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat merupakan desa yang terletak tidak terlalu jauh dari laut. Banyak terdapat tambak udang di desa ini, dan hasil laut seperti kerang dan kepiting juga mudah dijumpai. Mayoritas masyarakat di desa ini menggunakan air sumur gali dan sumur bor sebagai sumber air bersih bahkan air minum. Keadaan air beberapa sumur gali dan sumur bor di desa ini


(20)

secara fisik terlihat keruh dan payau dan beberapa masyarakat tidak menggunakan penyaring air untuk mengatasi masalah tersebut.

Kerang mengandung 66,70 % kalsium Karbonat, 7,88 % SiO2, 22,28 % MgO, dan 1,25 % Al2O3 (Siregar, 2009). Kandungan kalsium karbonat yang tinggi membuat cangkang kerang dapat digunakan sebagai penjernih air. Kalsium karbonat pada kerang mampu membersihkan air, bahkan dapat mengurangi kadar besi, mangan dan logam lainnya

Cangkang udang mengandung protein 25- 40%, kalsium karbonat 45-50%, dan khitin 15- 20% (Marganov, 2003 dalam Puspawati, 2010). Khitin pada cangkang udang ini dapat diubah menjadi khitosan yang mampu mengadsorpsi partikel-partikel di dalam air. Hasil penelitian Manurung (2011) menyatakan bahwa khitosan mampu mengurangi kekeruhan air sampai 90,37 % sedangkan tawas pada konsentrasi yang sama hanya mampu mengurangi 54,21 % kekeruhan air.

Demikian juga cangkang kepiting, menurut Marganov (dalam Puspawati, 2010) mengandung protein 15,60-23,90%, kalsium karbonat 53,70- 78,40%, dan khitin 18,70-32,20%.s Karena cangkang Kepiting mengandung Khitin, maka cangkang udang juga dapat digunakan sebagai koagulan alami penjernihan air.

Bergerak dari informasi tersebut, peneliti ingin melihat perbedaan cangkang kerang, cangkang udang dengan cangkang kepiting sebagai koagulan alami dalam proses penjernihan air sumur masyarakat di desa ini.


(21)

4

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting dapat dimanfaatkan sebagai alternatif koagulan alami dalam proses penjernihan air? 2. Bagaimanakah perbedaan tingkat kejernihan air dengan menggunakan

cangkang kerang, cangkang udang dengan cangkang kepiting? 1.3Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk menganalisa apakah ada perbedaan kemampuan cangkang kerang, cangkang udang dengan cangkang kepiting sebagai koagulan alami dalam penjernihan air sumur.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui penurunan kekeruhan melalui pemanfaatan limbah cangkang kerang dalam penjernihan air sumur masyarakat desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang.

2. Untuk mengetahui penurunan kekeruhan melalui pemanfaatan limbah cangkang kepiting dalam penjernihan air sumur masyarakat desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang.

3. Untuk mengetahui penurunan kekeruhan melalui pemanfaatan limbah cangkang udang dalam penjernihan air sumur masyarakat desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang.


(22)

4. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kejernihan air sumur masyarakat desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang yang menggunakan koagulan alami cangkang kerang, cangkang kepiting serta cangkang udang.

1.4. Manfaat penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat di desa Tanjung Ibus mengenai pemanfaatan limbah cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting sebagai koagulan alami dalam penjernihan air.

2. Memberikan masukan kepada masyarakat di desa Tanjung Ibus mengenai alternative lain penjernihan air sumur dengan memanfaatkan limbah cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting sebagai koagulan alami dalam penjernihan air.

3. Dapat mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting di desa Tanjung Ibus

4. Memberikan informasi bagi penulis dan peneliti lainnya mengenai kemampuan cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting sebagai koagulan alami dalam penjernihan air.


(23)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Air

Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini adalah air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat ( UU no. 7 tahun 2004).

Air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. (Permenkes RI no 416 tahun 1990).

2.2 Sumur

Dalam pemenuhan kebutuhan akan air bersih, masyarakat Indonesia masih banyak yang menggunakan sumur sebagai sarana pemenuhan kebutuhannya akan air bersih. Sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk Indonesia yang tinggal di Pedesaan maupun perkotaan (Chandra, 2007).

2.2.1 Jenis-Jenis Sumur

Secara teknis sumur dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Sumur dangkal (shallow well)

Sumber air dari sumur semacam ini berasal dari resapan air hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang perlu diperhatikan.


(24)

2. Sumur dalam (deep well)

Sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah. Sumber airnya tidak terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi.

Tabel 1. Perbedaan antara sumur dangkal dan sumur dalam

Sumur dangkal Sumur dalam

Sumber air Air permukaan Air tanah

Kualitas air Kurang baik Baik

Kualitas bakteriologis Kontaminasi Tidak terkontaminasi

Persediaan Kering pada musim

kemarau

Tetap ada sepanjang tahun (Chandra, 2007)

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Sumur

Penggunaan air sumur sebagai sumber air bagi masyarakat memiliki kelebihan dan juga kekurangan sebagai berikut :

Kelebihan

Air bebas dari padatan tersuspensi dan secara normal bersih dan jernih

Biasanya air bebas dari bakteri pathogen jika sumur terkontruksi dan dipelihara dengan baik

Air berada dalam suhu rata-rata udara Biaya murah dan terjangkau

Kekurangan

Penggalian akan menghabiskan banyak biaya jika tida ada data geologis area. Air mengandung mineral yang tinggi seperti besi, mangan, kalsium,


(25)

8

Mudah terkontaminasi oleh bakteri dari pompa ataupun timba yang digunakan Kualitas air sumur dapat memburuk karena pergeseran bumi atau perpindahan aliran bawah tanah (Walker, 1978).

2.3 Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Effendi, 2003).

2.3.1 Pengukuran Kekeruhan

Kekeruhan, adanya padatan tersuspensi, dapat disebabkan oleh aktivitas manusia dan kejadian alam yang dapat diukur dengan dua cara yaitu dengan Sechi disc yang menunjukkan transparansi air menurut jarak di mana ia menghilang dari pandangan dan dengan Jackson Turbidity Units (JTU) yang diperoleh melalui daerah lingkupan air (Smith, 1986). Diukur dengan teknik Turbidimetri atau Nepelometri dan dinyatakan dalam bentuk acak (Sensappeal, 2009).

Pada metode ini sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standard. NTU (Nephelometric Turbidity Unit) adalah satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah (Effendi, 2003).


(26)

2.3.2 Dampak yang Diakibatkan Kekeruhan

Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Kekeruhan merupakan indikator penting dalam unit pengolahan air. Dalam tahap pengolahan air, kalau tingkat kekekruhan air menurun, maka parameter kualitas air yang lain juga akan mengalami perbaikan (Ojha, 2003).

Kekeruhan pada air tidak memiliki dampak secara langsung bagi kehidupan manusia, namun kekeruhan memiliki pengaruh bagi kehidupan manusia. Menurut Effendi (2003) kekeruhan memiliki dampak seperti:

a. Mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat hewan akuatik.

b. Menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air.

c. Mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air sehingga mempersulit usaha penyaringan.

2.4 Koagulasi

Partikel-partikel dalam sistem koloid mempunyai ukuran yang sangat kecil yaitu berkisar antara 10

-7

cm sampai dengan 10 -5

cm. Karena muatan antar patikel sama maka sifat partikel selalu dalam keadaan stabil sehingga terjadi gaya tolak menolak. Karena sifatnya tersebut maka partikel koloid akan selalu menyebabkan kekeruhan dan sulit untuk dipisahkan dengan cara penyaringan maupun pengendapan.


(27)

10

menetralkan muatan partikel dengan jalan menambahkan larutan kimia tertentu, sehingga partikel-partikel koloid akan membentuk suatu gumpalan. Cara tersebut dinamakan koagulasi. Ketidakstabilan pada sistim koloid akibat penetralan muatan akan menurunkan besarnya gaya tolak menolak antar partikel-partikel koloid tersebut (Prayudi, 2000).

2.4.1 Proses Koagulasi

Menurut Sincero (2002), proses koagulasi terjadi dalam 4 metode, yaitu: 1. Pemampatan Lapisan Ganda

Ketika konsentrasi ion lawan dalam medium dispersi lebih kecil, ketebalan elektrik lapisan ganda lebih besar. Oleh karena itu partikel kolloid menjadi stabil dan sulit untuk saling berdekatan. Untuk mendekatkannya, diperlukan penambahan konsentrasi ion lawan. Saat konsentrasi bertambah gaya tarik antara partikel dan penambahan ion tersebut menyebabkan lapisan ganda akan menyusut. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemadatan partikel.

2. Pengisian netralisasi

Muatan dari koloid juga dapat langsung dinetralkan dengan penambahan ion dengan muatan yang berlawanan yang memiliki kemampuan untuk langsung menyerap ke permukaan koloid. Netralisasi muatan secara langsung dan pemampatan dapat saling melengkapi satu dengan yang lain.

3. Penjerapan partikel menjadi endapan

Karakteristik beberapa kation garam-garam logam adalah membentuk endapan ketika dimasukkan ke dalam air. Partikel koloid mungkin menyediakan


(28)

seperti bibit untuk sisi pembentukan inti, sehingga menjebak koloid sebagai bentuk endapan. Apalagi jika beberapa partikel ini terperangkap dan dekat satu sama lain, koagulasi dapat dihasilkan melalui pengikatan langsung karena kedekatannya.

4. Penghubung Intrapartikel

Sebuah molekul penghubung dapat membawa partikel koloid ke satu sisi aktif dan partikel koloid kedua ke sisi lain. Sisi yang aktif adalah titik dalam molekul mana partikel dapat dibawa baik dengan ikatan kimia atau oleh keterikatan secara fisik semata. Jika dua sisi yang dekat satu sama lain maka koagulasi dapat terjadi atau gerakan kinetik mungkin mengulang di sekitar penghubung yang menyebabkan koloid terikat karena pada saat ini mereka saling bertabrakan satu sama lain, sehingga terjadilah koagulasi.

Koagulasi dapat dilakukan melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut (Siregar,2005):

a. Penambahan koagulan disertai pengadukan dalam kecepatan tinggi dalam waktu yang singkat.

b. Destabilisasi dari sistem koloid.

c. Penggumpalan partikel yang telah mengalami destabilisasi sehingga membentuk microfloc.

d. Penggumpalan lanjutan untuk menghasilkan macrofloc yang dapat diendapkan.


(29)

bahan-12

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas penjernihan air dalam proses koagulasi, yaitu (Prayudi, 2005):

a. Lamanya pengadukan yang terjadi dalam proses koagulasi b. Dosis koagulan yang dipakai

c. Temperatur proses, pH dan parameter fisik lainnya

d. Bergantung pada sumber air dan sifat dasar tersuspensi, koloid dan organik terlarut (Crittenden,2012)

2.5Koagulan

Koagulan merupakan zat atau larutan yang ditambahkan untuk menggumpalkan partikel koloid dalam proses koagulasi. Biasanya partikel-partikel koloid dalam air memiliki muatan negatif, dan koagulan yang digunakan biasanya bermuatan positif. Muatan positif akan menetralkan muatan negatif. Penambahan koagulan dalam proses koagulasi bertujuan untuk (Crhistensen,2003):

1. Meningkatkan proses koagulasi

2. Membentuk flok yang lebih kuat dan dapat diatur.

3. Menghindari pengaruh penurunan suhu yang dapat memperlambat proses koagulasi

4. Mengurangi jumlah kebutuhan koagulan 5. Mengurangi jumlah lumpur yang diproduksi

Umumnya koagulan yang digunakan dalam proses koagulasi terbagi menjadi dua kategori yaitu: yang berbasis aluminium dan berbasis Besi. Koagulan aluminium termasuk : aluminium sulfat, aluminium klorida, natrium aluminat, Klorohidrat


(30)

Aluminium, polyaluminium silicat klorida, dan bentuk lain polyaluminium dengan polimer organik. Koagulan Besi termasuk : Feri sulfat, Fero sulfat, Feri klorida, Feri klorida sulfat, poly Feri sulfat dan garam-garam besi dengan polimer organik (Bratby,2006). Dosis optimum koagulan sangat bergantung pada bahan kimia air tertentu serta jenis partikelnya (Crittenden,2012).

2.6 Kerang

Gambar 1. Kerang

Kerang darah (Anadara granosa) termasuk dalam filum mollusca dari ordo Palecypoda subordo bivalvia. Kerang berkaki pipih dan memiliki dua belahan cangkang yang dihubungkan oleh satu atau dua buah otot oduktor yang dapat memegang kedua cangkang tersebut sehingga tertutup erat (Setiowati,2007).

Kerang biasanya hidup pada air dengan densitas tinggi pada daerah lumpur, hidup pada kondisi tekanan oksigen yang rendah pada habitat asalnya. Kerang kemungkinan akan mendapatkan nutrisi dari campuran dari detitrus atau mikroorganisme yang melekat pada detritus dan bentik mikroalga. Pada habitat alaminya, kerang dapat tumbuh dari 4-10 mm ke 18-32 mm dalam waktu 9 bulan


(31)

14

Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhanpangan masyarakat Indonesia. Kerang darah banyak ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai dengan tofografi pantai yang landai sampai kedalaman 20 m. Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur di perairan dangkal.

Komposisi mineral cangkang kerang dari gabungan kalsium karbonat dan karbon terdiri lebih dari 98,7% dari total kandungan mineral. Mg, Na, P, K dan lain-lain (Fe, Cu, Ni, B, Zn dan Si) terdiri sekitar 1,3% (Muntamah,2010).

Serbuk cangkang kerang mempunyai komposisi kimia sebagai berikut : Tabel 2. Komposisi kimia cangkang kerang

Komponen Kadar (% berat)

CaO 66,70

SiO2 7,88

MgO 22,28

Al2O3 1,25

Sumber: Shinta Marito Siregar, 2009 2.7Kepiting


(32)

Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh dari upabangsa (infraordo) Brachyura, yang dikenal mempunyai "ekor" yang sangat pendek serta memiliki abdomen yang ditutupi thoraks (Hutchings,2008)

Kepiting mempunyai tubuh lunak yang dilindungi cangkang yang keras dan berkilap. Memiliki lima pasang kaki bersegment, dua kaki depan memiliki capit dan kaki yang lainnya digunakan untuk berjalan dan berenang (Thomson,2009). Cangkang tersebut terbuat dari khitin dan diperkuat dengan kalsium karbonat. Cangkang ini berfungsi untuk melindungi mereka dari predator serta memudahkan untuk menjepit, menghancurkan dan memotong makanan atau benda-benda lain (Gilpin,2006).

Cangkang kepiting mengandung protein 15,60-23,90%, kalsium karbonat 53,70- 78,40%, dan khitin 18,70-32,20% yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Marganov, 2003 dalam Puspawati, 2010)

2.8Udang


(33)

16

tiga bagian, yaitu bagian kepala, perut dan ekor. Seluruh tubuh udang terdiri dari ruas-ruas yang terbungkus oleh kerangka luar (eksoskeleton) yang terbuat dari khitin yang diperkeras oleh bahan kapur CaCO3 (Sosrowinoto, 2007)

Udang memiliki mata bulat di batang kepala, kumis yang panjang, sepuluh kaki dan ekor. Kaki yang berada di karapaks kepala digunakan untuk berjalan dan kaki yang berada pada abdomen digunakan untuk berenang, ekor yang disebut uropoda sebagai tenaga penggerak ketika udang berenang di air. Udang merupakan salah satu jenis krustacea berbentuk lateral pipih, bentuknya ramping sehingga memudahkan berenang serta memiliki kaki-kaki halus yang dapat membantu udang hinggap di dasar laut (Rudloe, 2010).

Cangkang udang mengandung protein 25- 40%, kalsium karbonat 45-50%, dan khitin 15- 20%, tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udang dan tempat hidupnya (Marganov, 2003 dalam Puspawati, 2010).

2.9Khitin dan Khitosan a. Khitin

Gambar 4. Struktur Kimia Khitin


(34)

Khitin adalah salah satu contoh polisakarida yang mengandung N-asetilglukosamin. Khitin dibangun dari pengulangan unit N-asetilglukosamin yang bergabung dengan ikatan (1 4) glycosidik (Wilbraham, 1984). Khitin berkaitan erat dengan selulosa dimana gugus hidroksil alkohol pada karbon nomor 2 dari unit -D-glukosa diganti dengan kelompok N-asetil (Fruton, 1956)

Reaksi:

NH3 H H C O H H C N O

CH3COOH C CH3

Glukosamin didapat saat musin air liur dan mucoids dari jaringan ikat dihidrolisis yang merupakan salah satu pembangun molekul Streptomisin (Harrow, 1964).

Rantai khitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat antara gugus NH dari satu rantai dan gugus C=O dari rantai yang berdekatan. Ikatan hidrogen menyebabkan khitin tidak dapat larut dalam air dan membentuk formasi serabut (fibril). Berdasarkan pola penyusunan rantai polimernya, khitin fibril dibedakan menjadi tiga jenis yaitu α-khitin, -khitin dan khitin. Pada α-khitin rantai-rantai polimser yang berdekatan tersusun secara antiparalel. Bentuk ini banyak ditemukan pada jamur dan arthropoda. Jenis -khitin mempunyai rantai polimer yang tersusun paralel, sedangkan -khitin fibrilnya masing-masing tersusun dari tiga rantai, dua rantainya tersusun paralel dan rantai ketiga antiparalel (Cabib, 1987 dalam Yurnaliza, 2002).


(35)

18

beberapa serangga (Wilbraham, 1984). Mikrofibril kristal inilah yang membentuk komponen struktural dari eksoskeleton arthropoda atau pada dinding sel jamur dan ragi. Khitin dapat juga diekstrak dari sejumlah organisme hidup lainnya dalam kingdom tanaman dan hewan yang lebih rendah, muncul dalam banyak fungsi dimana penulangan dan kekuatan diperlukan (Rinaudo, 2006 dalam Abdulkarim et. al, 2013)

b. Khitosan

Gambar 5. Struktur kimia Khitosan

Sumber :(Lertsutthiwong et al., 2002 dalam Abdulkarim et. al, 2013) Khitosan merupakan suatu senyawa polimer (N-amino-β deoksi -D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin/poli (N-asetil-2 amino-2-deoksi

- D-glukopiranosa)(Ramadhan, 2010). Polimer ini mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbonnya dan bermuatan positif sehingga menyebabkan molekul tersebut bersifat resisten terhadap stress mekanik. Gugus amino bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan bagi khitosan (Prayudi, 2000).

Khitosan dibentuk dari bahan baku chitin melalui proses deasetilasi. Semakin banyak gugus asetial yang hilang dari polimer chitin, semakin kuat interaksi ikatan hidrogen dan ion dari khitosan. Sehingga khitosan bermuatan positif, berlawanan dengan polisakarida alam lainnya (Prayudi, 2000). Khitosan, bagaimanapun,


(36)

bukanlah sebuah entitas kimia tunggal, melainkan sebuah turunan kitin, terlepas dari hakikat esensial dari analisis unsur (Richard, 1951).

Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan.

Reaksi Pembentukan Khitosan dari Khitin :

Gambar 6. Reaksi pembentukan khitosan dari khitin (Sumber : Wardananiati, 2010)

2.9.1 Sifat-sifat Kimia Khitin dan Khitosan

Khitin berbentuk padat, amorf, tidak berwarna, tidak larut dalam air, asam encer, alkohol dan semua pelarut organik lainnya, tetapi khitin dapat larut dalam fluoroalkohol dan asam mineral pekat pada suhu ruangan, tetapi segera terdegradasi secara lambat, yang pada dasarnya akan memperpendek rata-rata panjang rantai. Khitosan larut dalam asam encer tetapi tidak larut dalam atau terendap larutan dengan asam pekat, logam berat, alkali, alkohol, aseton, dll (Richard, 1951)

Tabel 3. Analisis proksimat kitin dan kitosan Kelembaban

(%)

Kandungan Abu (%)

Lemak (%)

Protein (%)


(37)

20

Tabel 4. Spesifikasi Khitin dan Khitosan

Spesifikasi Deskripsi

Kelembaban Dari 2-10% dibawah kondisi laboratorium normal

Nitrogen Biasanya antara 6-7 % pada Khitin, antara 7-8,4 % pada Khitosan Derajat deasetilasi biasanya−10% pada Khitin, ^0% pada Khitosan

Kandungan Abu pada suhu (900 0c)

Pada Khitin dan Khitosan biasanya dibawah 1,0% Viskositas 1% larutan

dalam 1% asam asetat

Hanya pada Khitosan, berkisar antara 200 sampai 300cps Berat molekul Khitin murni, >1.106, khitin dan Khitosan komersial 1-5.105 Titrasi Dengan Potasium Polyvinilsulfonat dan alkali

Konstanta Disosiasi, Ka

Antara 6.0 dan 7.0, kebanyakan 6.3

Asam amino Glysin, serin, dan Asam aspartat mungkin ada

Karetinoid Khitin dan Khitosan mungkin mengandung Karetinoidf Sumber: (Aspinall,1985)

2.9.2 Khitin pada Udang dan Kepiting

Tabel 4. Rendemen dan Tekstur Senyawa Khitin Berat sampel (g) Khitin yang Diperoleh (g) Rendemen Khitin (%) Tekstur Khitin

Kulit udang 300,000 105,5113 35,17 Serbuk putih krem Cangkang kepiting 100,000 20,9072 20,91 Serbuk putih

krem Sumber : (Puspawati, 2010)

2.10 Kalsium Karbonat

Kalsium karbonat adalah senyawa anorganik yang umum dikenal sebagai kapur. Sebagian besar digunakan dalam industri yang diekstraksi dengan KP proccess. Kalsium karbonat murni disintesis dengan melewatkan karbondioksida ke dalam larutan kalsium hidroksida. Dalam proses presipitasi kalsium karbonat, produk ini disebut sebagai endapan kalsium karbonat.


(38)

Reaksi yang umum adalah sebagai berikut (Pankaj, 2011): Ca(OH)2(l) + CO2(g)  CaCO3 (s) + H2O (l)

Kalsium karbonat dapat mengkristal sebagai kalsit, aragonit, dan vaterit. Kalsit dan aragonit merupakan bentuk polimorf CaCO3 yang paling umum secara biologis. Sebagian besar penyusunan CaCO3 dilakukan pada suhu kamar (Shi, 2009). 2.11 Kerangka Konsep

Cangkang Kepiting

Cangkang Udang

Cangkang Kerang

Air Sumur

Keruh Jernih

Permenkes No 416 Thn 1990


(39)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasy Experiment atau bersifat eksperimen semu yaitu untuk mengetahui perbedaan kemampuan cangkang kerang, cangkang kepiting dengan cangkang udang sebagai koagulan alami terhadap proses penjernihan air sumur di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap yaitu untuk melihat perbedaan penurunan kekeruhan air sumur setelah diberikan perlakuan berupa penambahan cangkang kerang, cangkang kepiting dan cangkang udang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena :

a. Desa Tanjung Ibus letaknya tidak jauh dari Laut, dan tambak udang

b. Belum pernah ada penelitian tentang penjernihan air menggunakan cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting di desa ini

c. Masyarakat sekitar umumnya menggunakan sumur sebagai sumber air bersih dan beberapa menggunakan air sumur sebagai sumber air minum


(40)

Lokasi pemeriksaan sampel air dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi IPASunggal.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Desember 2013. 3.3. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah air sumur yang secara fisik terlihat keruh yang didapatkan dari rumah warga desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data-data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil penelitian yaitu berupa : a. Data nilai kekeruhan air sumur masyarakat desa Tanjung Ibus sebelum diberi

perlakuan.

b. Data perbedaan tingkat kekeruhan air masyarakat desa Tanjung Ibus setelah diberi perlakuan berupa cangkang kerang, cangkang udang dan cangkang kepiting

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yang akan digunakan yaitu: data demografi desa Tanjung Ibus yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Secanggang tahun 2012.


(41)

24

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah pengukuran kekeruhan air sumur sebelum dan sesudah diberikan cangkang kerang, cangkang kepiting dan cangkang udang. 3.5.1 Pengambilan dan Pengiriman sampel (air sumur) ke Laboratorium

1. Persiapkan botol sebagai wadah sampel

2. Lapisi seluruh bagian botol dengan perekat berwarna hitam agar tidak ada cahaya yang masuk

3. Sampel diambil dan dimasukkan ke dalam botol plastik 4. Diberi label dan dibawa ke laboratorium

3.5.2 Pembuatan Larutan Kerja

a. Pembuatan larutan khitosan Kepiting 1%

Khitosan dari cangkang kepiting yang digunakan dibeli dari industri dengan derajat deasetilasi 95%. Khitosan kepiting diambil sebanyak 0,5 g dan dilarutkan dalam 50 mL asam asetat 1%. Selanjutnya larutan khitosan 1% diambil sebanyak 10mL dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, selanjutnya diencerkan sampai tanda batas untuk pembuatan larutan kerja: 0,20%.

b. Pembuatan larutan khitosan Udang 1%

Khitosan dari cangkang udang yang digunakan dibeli dari industry dengan derajat deasetilasi 95% diambil sebanyak 0,5 g dan dilarutkan dalam 50 mL asam asetat 1%. Selanjutnya larutan khitosan 1% diambil sebanyak 10mL dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, selanjutnya diencerkan sampai tanda batas untuk pembuatan larutan kerja: 0,20%.


(42)

c. Pembuatan larutan kalsium karbonat 1%

Kalsium karbonat dari kerang yang sudah tersedia sebanyak 0,5 g dilarutkan dalam 50 mL HCl 1%. Selanjutnya larutan kalsium karbonat 1% diambil sebanyak 10mL dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, selanjutnya diencerkan sampai tanda batas untuk pembuatan larutan kerja: 0,20%.

Skema Pembuatan Larutan Kerja sebagai berikut:

3.5.3 Pemeriksaan sampel di Laboratorium 3.5.3.1Perlakuan

Ke dalam gelas kimia 500 mL dimasukkan 200 mL sampel air sumur kemudian ditambahkan kalsium karbonat dari cangkang kerang, khitosan dari cangkang udang dan khitosan dari cangkang kepiting sebanyak 0,2%. Masing-masing

Kerang Kepiting Udang

Cangkang

Khitosan

Cangkang Cangkang

Larutan Khitosan kepiting 1% Larutan kalsium

Karbonat 1%

Kalsium Karbonat Khitosan

Larutan Khitosan kepiting 1%


(43)

26

menit, dan didiamkan selama 40 menit. Selanjutnya disaring dan diukur tingkat kekeruhannya. Pada kontrol penelitian dilakukan pengadukan dengan menggunakan jar Test tanpa penambahan koagulan kemudian diukur tingkat kekeruhannya.

3.5.3.2Pengulangan

Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan sesuai rumus Federer(1977) :

(n-1) (t-1)≥15 n = banyak pengulangan t = perlakuan

maka perhitungannya : (n-1)(4-1) ≥15 (n-1)(γ) ≥15 n = 6

Pengulangan dilakukan sebanyak 6 kali pada masing-masing perlakuan pada konsentrasi yang sama yaitu 0,2 %. Kemudian dilihat rata-rata hasil pengukuran tingkat kekeruhannya.


(44)

3.6Definisi Operasional

1. Air Sumur adalah air tanah dangkal yang digunakan masyarakat sebagai bahan baku sumber air minum.

2. Kekeruhan

Menggambarkan sifat optic air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut

3. Koagulasi

Penambahan bahan kimia ke dalam air dengan tujuan membentuk endapan yang akan menyapu partikel atau menyerap konstituen terlarut.

4. Khitin

Unit-unit monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang tersusun linear dengan ikatan

5. Khitosan

Merupakan polimer dengan nama kimia 2-amino-2-deoksi-D-glukosa, mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbonnya dan bermuatan positif ,dibentuk dari bahan baku chitin melalui proses deasetilasi

6. Kalsium Karbonat

Senyawa yang dihasilkan dari penghalusan cangkang kerang, berbentuk tepung, berwarna putih.


(45)

28

3.7 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA one way dengan α = 0,05. Terlebih dahulu data hasil penelitian diuji normalitasnya diuji dengan uji Kolmogorov Smirnoff, dilanjutkan dengan uji analisis homogenitas menggunakan uji Levene. Jika data berdistribusi normal dan variansnya homogen maka dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA one way. Namun jika data tidak berdistribusi normal ataupun tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis.


(46)

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan cangkang kerang, cangkang kepiting dengan cangkang udang sebagai koagulan penjernih air sumur yang diambil dari desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Pengukuran dan perlakuan dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal dengan menggunakan alat Jar Test pada konsentrasi 0,2%. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan awal sebelum diberikan perlakuan. Air sumur diaduk dengan alat jar test selama 15 menit masing-masing pada kontrol, penambahan kalsium karbonat kerang 1%, penambahan khitosan kepiting 1% dan penambahan khitosan udang 1%. Setelah dilakukan pengadukan dengan alat jar test, air sumur didiamkan selama 40 menit untuk mengendapkan flok/gumpalan yang dihasilkan. Setelah itu air sumur disaring dengan kertas saring lalu diukur kekeruhan serta pHnya. Hasil pengukuran kekeruhan, pH dan pengamatan warna air sumur sebelum perlakuan sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur Sebelum Penambahan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang

No Parameter Pengulangan

Rata-Rata

Standard Baku Mutu

I II III IV V VI

1 Kekeruhan (NTU)

21,20 21,00 21,90 20,70 21,00 19,60 20,90 25 NTU

2 pH 7,0 7,00 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 6,5-8,5


(47)

23

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui kekeruhan rata-rata air sumur sebesar 20,90 NTU hal ini masih memenuhi standard baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes RI no. 416 tahun 1990. Namun, secara fisik air terlihat keruh sehingga membutuhkan pengelolaan terlebih dahulu.

4.2 Hasil Uji Kemampuan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dengan Cangkang Udang Terhadap Penurunan Kekeruhan Air Sumur

Untuk mengetahui kemampuan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang dalam penjernihan air sumur dilakukan dengan pengadukan menggunakan alat Jar Test melalui dua tahapan kecepatan putaran yaitu putaran cepat dengan kecepatan 140rpm selama 5 menit untuk menghomogenkan air dan koagulan setelah itu dilakukan putaran lambat dengan kecepatan 30rpm selama 10 menit untuk proses pembentukan flok. Konsentrasi masing-masing koagulan yang dimasukkan sama, yaitu 0,2 %. Pada kontrol dilakukan perlakuan yang sama yaitu pengadukan dengan alat jar test tanpa penambahan koagulan dengan pengulangan masing-masing sebanyak 6 kali.

4.2.1 Penurunan Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Perlakuan Pengadukan

Kontrol penelitian dibuat dengan memberikan perlakuan berupa pengadukan dengan alat Jar Test tanpa penambahan koagulan. Sebelum dilakuakan perlakuan berupa pengadukan tersebut, dihitung kekeruhan air sumur terlebih dahulu. Air sumur yang digunakan sebagai kontrol diaduk dengan kecepatan 140rpm selama 5 menit setelah itu dilakukan putaran lambat dengan kecepatan 30rpm selama 10 menit.


(48)

Setelah itu, air sumur didiamkan selama 40 menit dan disaring. Kemudian diukur nilai kekeruhan air sumur. Hasil pengukuran penurunan kekeruhan air sumur dengan perlakuan pengadukan pada air sumur sebagai kontrol setelah perlakuan pengadukan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Perlakuan Pengadukan

Ulangan Kekeruhan

Sebelum Perlakuan

Kekeruhan setelah perlakuan

I 21,20 1,92

II 21,00 1,80

III 21,90 1,39

IV 20,70 1,20

V 21,00 1,65

VI 19,60 2,52

Rata-rata 21,90 1,75

Persentase rata-rata penurunan kekeruhan

(%)

- 91,58

Berdasarkan tabel 4.2, penurunan kekeruhan air sumur pada kontrol, yaitu air sumur yang diberikan perlakuan pengadukan tanpa penambahan koagulan yaitusebesar 91,58%.

4.2.2 Penurunan Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Kalsium Karbonat (CaCO3) Kerang 1%

Air sumur diberi perlakuan berupa pengadukan dengan alat Jar Test dan penambahan kalsium karbonat (CaCO3) kerang 1% . Sebelum dilakukan perlakuan tersebut, dihitung kekeruhan air sumur terlebih dahulu. Air sumur diaduk dengan


(49)

25

wadah jar test sambil dilakukan pengadukan. Setelah itu, air sumur didiamkan selama 40 menit dan disaring. Kemudian diukur nilai kekeruhan air sumur. Hasil pengukuran penurunan kekeruhan air sumur setelah penambahan kalsium karbonat kerang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan CaCO3 Kerang 1%

Ulangan Kekeruhan

Sebelum penambahan CaCO3 kerang Kekeruhan setelah penambahan CaCO3 kerang

I 21,20 0,33

II 21,00 0,63

III 21,90 0,71

IV 20,70 1,10

V 21,00 1,02

VI 19,60 1,44

Rata-rata 21,90 0,87

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan

(%)

- 95,28

Berdasarkan tabel 4.3 penurunan kekeruhan air sumur pada penambahan kalsium karbonat kerang 1% yaitu sebesar 95,28%.

4.2.3 Penurunan Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Khitosan Cangkang Kepiting

Air sumur diberi perlakuan berupa pengadukan dengan alat Jar Test dan penambahan khitosan kepiting . Sebelum dilakuakan perlakuan tersebut, dihitung kekeruhan air sumur terlebih dahulu. Air sumur diaduk dengan kecepatan 140rpm selama 5 menit setelah itu dilakukan putaran lambat dengan kecepatan 30rpm selama 10 menit. Khitosan kepiting 1% dimasukkan ke dalam wadah jar test sambil dilakukan pengadukan. Setelah itu, air sumur didiamkan selama 40 menit dan


(50)

disaring. Kemudian diukur nilai kekeruhan air sumur. Hasil pengukuran penurunan kekeruhan air sumur setelah penambahan khitosan kepiting 1% adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Khitosan Cangkang Kepiting

Ulangan Kekeruhan

sebelum penambahan khitosan kepiting Kekeruhan setelah penambahan khitosan kepiting

I 21,20 0,29

II 21,00 1,28

III 21,90 1,18

IV 20,70 0,85

V 21,00 1,74

VI 19,60 1,78

Rata-rata 21,90 1,19

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan

(%)

- 94,25

Berdasarkan tabel 4.4 penurunan kekeruhan air sumur pada penambahan khitosan 1% yaitu sebesar 94,25%.

4.2.4 Penurunan Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Khitosan Cangkang Udang 1%

Air sumur diberi perlakuan berupa pengadukan dengan alat Jar Test dan penambahan khitosan udang. Sebelum dilakuakan perlakuan tersebut, dihitung kekeruhan air sumur terlebih dahulu. Air sumur diaduk dengan kecepatan 140rpm selama 5 menit setelah itu dilakukan putaran lambat dengan kecepatan 30rpm selama 10. Khitosan udang 1% dimasukkan ke dalam wadah jar test sambil dilakukan


(51)

27

Kemudian diukur nilai kekeruhan air sumur. Hasil pengukuran penurunan kekeruhan air sumur setelah penambahan khitosan udang 1% adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Khitosan Cangkang Udang

Ulangan Kekeruhan

sebelum penambahan khitosan udang Kekeruhan setelah penambahan khitosan udang

I 21,20 0,32

II 21,00 0,28

III 21,90 1,55

IV 20,70 1,11

V 21,00 1,53

VI 19,60 1,68

Rata-rata 21,90 1,08

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan

(%)

- 94,81

Berdasarkan tabel 4.5 penurunan kekeruhan air sumur pada penambahan khitosan udang 1% yaitu sebesar 94,81%.

4.2.5 Penurunan Rata-Rata Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol, Penambahan Koagulan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang

Hasil pengukuran rata-rata penurunan kekeruhan air sumur dengan perlakuan penambahan koagulan cangkang kerang, cangkang kepiting dan cangkang udang serta kontrol pada ulangan pertama adalah sebagai berikut :


(52)

Tabel 4.6 Penurunan Rata-Rata Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol, Penambahan Koagulan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang

Ulangan Kekeruhan Awal

Kekeruhan Akhir Kontrol CaCO3

Kerang

Khitosan Kepiting

Khitosan Udang

I 21,20 1,92 0,33 0,29 0,32

II 21,00 1,80 0,63 1,28 0,28

III 21,90 1,39 0,71 1,18 1,55

IV 20,70 1,20 1,10 0,85 1,11

V 21,00 1,65 1,02 1,74 1,53

VI 19,60 2,52 1,44 1,78 1,68

Rata-rata 21,90 1,75 0,87 1,19 1,08

Persentase Rata-rata Penurunan Kekeruhan

- 91,58 95,28 94,25 94,81

Tabel 4.6 menunjukkan persentase rata-rata perubahan kekeruhan air yang cukup besar baik pada kontrol maupun setelah penambahan CaCO3 kerang, khitosan kepiting dan kitosan udang. Persentase penurunan kekeruhan tertinggi ada pada penambahan CaCO3 kerang sebesar 95,28 % dan terendah pada kontrol sebesar 91,58%.

4.5 Analisa Statistik

Data hasil pengukuran kekeruhan air sumur setelah perlakuan diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi tidak normal, maka uji dilanjutkan dengan uji Kruskall-Wallis.


(53)

29

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Pengukuran Kekeruhan air Sumur setelah Perlakuan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

replikasi variabel Kekeruhan setelah perlakuan

N 24 24 24

Normal Parametersa,,b Mean 3.5000 2.5000 1.2208 Std.

Deviation

1.74456 1.14208 .58781 Most Extreme

Differences

Absolute .138 .169 .102

Positive .138 .169 .102

Negative -.138 -.169 -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .678 .829 .499

Asymp. Sig. (2-tailed) .748 .498 .965

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa distribusi populasi hasil pengukuran nilai kekeruhan air sumur yang diwakilkan sampel berdistribusi normal. Nilai p (=0,965) lebih besar dari α=0,05.

Selanjutnya data diuji dengan uji Anova One-Way untuk melihat keragaman data dan perbedaan kemampuan pada kontrol maupun pada perlakuan penambahan kalsium karbonat kerang, khitosan kepiting dan khitosan udang.

Tabel 4.8 Hasil Uji Keragaman Varians Data Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Nilai pH Air Sumur setelah Perlakuan

Tabel 4.8 menun jukkan bahwa varians data populasi darimana data sampel ditarik adalah seragam (homogen)

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

Kekeruhan setelah perlakuan


(54)

Tabel 4.9 Hasil Uji Anova One-Way Data Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Nilai pH Air Sumur setelah Perlakuan

ANOVA Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig. Kekeruhan setelah

perlakuan

Between Groups

2.519 3 .840 3.094 .050 Within Groups 5.428 20 .271

Total 7.947 23

Berdasarkan Tabel 4.9 hasil uji Anova One-Way nilai kekeruhan pada air sumur diperoleh bahwa tidak ada perbedaan kemampuan yang signifikan dari kontrol maupun penambahan koagulan. Nilai p=0,05.

Karena tidak ada perbedaan yang signifikan pada penambahan koagulan CaCO3 kerang, Khitosan kepiting maupun khitosan udang, maka hasil uji tidak dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).


(55)

38 BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kualitas Fisik Air Sumur yang Diperiksa

Kekeruhan pada air sumur dapat disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Effendi, 2003). Air sumur di desa Tanjung Ibus memiliki kekeruhan sebesar 20,90 NTU, secara fisik air terlihat keruh berwarna kekuningan. Kalau didiamkan beberapa saat terjadi pengendapan seperti lumpur pada wadah yang digunakan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 416 tahun 1990, kadar maksimum kekeruhan air bersih adalahsebesar 25 NTU. Hal ini masih memenuhi standar yang ditetapkan. Namun secara fisik air terlihat keruh, berwarna kekuningan dan sedikit berbau lumpur. Hal ini dikarenakan daerah dimana sampel diambil terletak di daerah yang tidak jauh dari laut dengan karakteristik tanah sedikit liat sehingga warna air menjadi keruh.

5.2. Pengaruh Perlakuan Pengadukan pada Kontrol, Penambahan Koagulan Kalsium Karbonat Kerang 1%, Khitosan Kepiting 1% dan Khitosan Udang 1% terhadap Nilai Kekeruhan Air Sumur

Untuk melihat kemampuan perlakuan pengadukan pada kontrol dan perlakuan penambahan Kalsium Karbonat Kerang 1%, Khitosan Kepiting 1% dengan Khitosan Udang 1% dilakukan dengan alat Jar Test. Jar test terdiri dari rangkaian stirrer (pengaduk) yang berputar dalam wadah berupa beaker glass dengan rentang


(56)

kecepatan putaran dan waktu. Kecepatan putaran terdiri dua bagian, putaran lambat dan putaran cepat. Jar Test digunakan untuk memperkirakan dosis maksimal yang akan digunakan dalam proses penjernihan air (Logsdon,2002).

Dosis optimum yang digunakan dalam kegiatan jar Test digunakan konsentrasi 0,2% pada masing-masing koagulan, dan tanpa penambahan koagulan pada kontrol. Dilakukan pengadukan selama 15 menit (Manurung, 2011) yang terdiri dari pengadukan cepat sebesar 140rpm selama 10 menit, untuk menghomogenkan air dengan koagulan dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat sebesar 30rpm selama 5 menit untuk mengendapkan flok yang dihasilkan.

Rata-rata kekeruhan air sebelum perlakuan sebesar 20,90 NTU, setelah perlakuan, nilai rata-rata kekeruhan air menjadi 1,22 NTU. Dapat dilihat ada perbedaan yang signifikan nilai rata-rata kekeruhan air sebelum dan sesudah perlakuan. Pada kontrol, penambahan kalsium karbonat kerang 1%, khitosan kepiting 1% dan khitosan udang 1% berturut-turut menurunkan nilai kekeruhan air sebesar 91,58%, 95,28%, 94,25% dan 94,81%.

Pada kontrol persentase penurunan kekeruhan air sebesar 91,58%, hal ini disebabkan adanya pengadukan cepat dan pengadukan lambat dari proses jar test yang dilakukan pada kontrol. Adanya variasi pengadukan ini mengakibatkan kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media yaitu air yang membawa partikel-partikel bertubrukan,tetap bersatu, dan tumbuh menjadi satu ukuran yang siap mengendap berupa flok (Davis & Cornwell, 1991 dalam Enrico,2008). Proses


(57)

40

perlakuan juga dapat mengurangi kekeruhan air dengan menjebak flok-flok kecil yang terdapat pada air.

Penambahan kalsium karbonat kerang 1% menurunkan nilai kekeruhan air sebesar 95,28%, kulit kerang dapat dijadikan sebagai penjernih air, karena kulit kerang mengandung CaCO3 yang merupakan material berpori yang dapat mengikat kotoran dalam air sumur (Aliska A, dkk, 2012). Kemampuan khitosan cangkang kepiting 1% yang menurunkan nilai kekeruhan air sebesar 94,25% dan penambahan khitosan udang 1% yang menurunkan nilai kekeruhan air sebesar 94,81%.

Berdasarkan penelitian Manurung (2011) pemberian koagulan khitosan udang pada konsentrasi 0,2% dapat menurunkan kekeruhan sebesar 85,10%. Hal ini sedikit berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian. Hal ini dikarenakan oleh pengaruh derajat deasetilasi yang berbeda yang digunakan pada penelitian berkisar diatas 85-95% sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya mencapai 65%.

Khitosan merupakan polimer yang memiliki gugus amin yang bermuatan positif (Rha, 1984). Bahan-bahan seperti protein, anion polisakarida, asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan khitosan membentuk ion netral (Sanford, 1989 dalam Suyanti, 2004). Partikel-partikel koloid yang dapat menyebabkan kekeruhan dalam air biasanya bermuatan negatif. Muatan positif khitosan akan menetralkan muatan negatif pada bahan pengeruh air tersebut sehingga air menjadi jernih. Mekanisme koagulasi ini terjadi dengan cara adsorbsi dan membentuk jembatan antar partikel. Jika molekul polimer bersentuhan dengan


(58)

partikel koloid maka beberapa gugus akan teradsorbsi pada permukaan partikel (Benefield et al, 1982).

5.3. Hasil Uji Statistik Nilai Kekeruhan Air Sumur

Hasil uji statistik nilai kekeruhan air sumur dengan menggunakan uji Anova One-Way menunjukkan tidak adanya perbedaan rata-rata yang signifikan nilai kekeruhan air sumur pada masing-masing perlakuan pengadukan pada kontrol maupun perlakuan penambahan kalsium karbonat kerang, khitosan kepiting dan khitosan udang. Maka tidak ada perbedaan kemampuan penambahan kalsium karbonat kerang, khitosan kepiting dan khitosan udang sebagai koagulan alami dalam penjernihan air sumur.

Karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara kontrol dengan perlakuan penambahan kalsium karbonat kerang, khitosan kepiting dan khitosan udang. Maka uji tidak dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Rentang persentase penurunan nilai kekeruhan pada penambahan kalsium karbonat kerang dengan ,kontrol, khitosan kepiting dan khitosan udang adalah sebesar 3,7%, 1,03% dan 0,47%.


(59)

42 BAB VI

KESIMPULAN & SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Ada perbedaan rata-rata nilai kekeruhan air sumur sebelum dan sesudah perlakuan air sumur pada penambahan kalsium karbonat cangkang kerang, khitosan kepiting dan khitosan udang.

2. Besarnya penurunan nilai kekeruhan rata-rata pada kontrol (91,58%), penambahan kalsium karbonat kerang (95,28%), khitosan kepiting (94,25%) dan khitosan udang (94,81%).

3. Penurunan kekeruhan rata-rata air sumur terbesar ada pada penambahan kalsium karbonat cangkang kerang sebesar 95,28% dan terendah pada control sebesar 91,58%.


(60)

3.2 Saran

1. Bagi pemerintah agar memperhatikan kualitas air bersih di masyarakat serta mengadakan penyuluhan bagi masyarakat tentang pengelolaan air sumur. 2. Penggunaan kalsium karbonat, khitosan kepiting dan khitosan udang tidak

dapat langsung diaplikasikan bagi masyarakat karena mnggunakan larutan asam dalam pelarutan koagulannya, sebaiknya pemerintah melihat peluang alternatif ini untuk pengolahan limbah industri

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian untuk menganalisa nilai pH serta kandungan logam berat seperti Fe dan Mn.


(61)

44

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim, A 2013,Extraction and Characterisation of Chitin and Chitosan from Mussel Shell,Civil and Environmental Research Vol.3, No.2.

Aliska A, dkk 2012, Pemanfaatan Kulit Kerang sebagai Alternatif Penjernih Air dan Destilasi sebagai Pengubah Air Asin Menjadi Air Tawar (Studi Kasus di Bontang Kuala, Kota Bontang Provinsi Kalimantan Timur) : Karya Ilmiah. Diakses pada 3 Mei 2013.

Aspinall, GO 1985, Molecular Biology, An International Series of Monograph and Textbooks, the Polysaccharides, Academic Press,Inc.,London.

Benefield et al 1982, Process Chemistry for Water and Wastewater Treathment. Prentice Hall

Bratby, J 2006, Coagulation and Floculation in Water and Wastewater Treatment, Edisi II.2006, IWA Publishing, London.

Broom, MJ 1985, The Biology and Culture of Marine Bivalve Molluscs of the Genus Anadara.International Center for Living Aquatic Resources Management, Filipina.

Chandra, B 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Chandra, B 2005, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Christensen, M 2003, Water Treatment, Principles and Practices of Water Supply Operation, Edisi III, Water Works Assosiation, America.

Crittenden, JC 2012, MWH’s Water treatment : Principle and Design, Edisi III, John Willey and Sons Inc, Canada.

Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, Jakarta.

Effendi, H 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta.


(62)

Enrico, B 2008, Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) sebagai koagulan alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah CairIndustri Tahu: Thesis Magister Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia USU.

Fruton, JS dan Simmonds, S 1956, General Biochemistry, John Wiley & Sons Inc.,New York.

Gilpin, D 2006, Lobsters, Crab and Other Crustacean, Compas Point Books, Mineapolis

Hanafiah, AK 2008, Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Harrow, B dan Mazmur, A 1964, Textbook of Biochemistry, W.B. Sanders Company, Philadelphia.

Hutchings, P, Kingsford, M dan Guldberg, OH 2008,The Great Barrier Reef : Biology, Environment and Management, CSIRO Publishing, Australia

Manurung, M 2011, Potensi Khitin/Khitosan sebagai Biokoagulan Penjernih Air, Jurnal Kimia, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Mukono. JH 2006, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Edisi kedua, Airlangga

University Press, Surabaya.

Muntamah 2011, Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa, sp), Thesis Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Ojha, CSP, Muller, U. Baldauf, G. dan Kuhn, W 2003, Variation of certain water quality parameter with stream water turbidity : A case study from Southern Part of Germany, Water Tecnology Center.

Pankaj dan Ashokkumar 2011, Theoritical and Experimental Sonochemistry Involving Inorganic System, Springer.New York

Prayudi, T dan Susanto, PJ 2000.Chitosan Sebagai Bahan Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil ,Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol 1, No. 2.

Puspawati, NM 2000, Optimasi Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood menjadi Khitosan melalui Variasi


(63)

46

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Rha, CK 1984. Chitosan as a biomaterial, dalam RR colwell, AJ Sinskey dan ER

Pariser, Biotecnology in Marine Science. John Willey and Sos, New York. Richards, G 1951. The integument of Arthropods the chemical Components and Their

Properties, the Ansatomy and Development , and the Permeability. University of Minnesota Press, Mineapolis.

Rudloe, J dan Rudloe, A 2010. Shrimp: The Endless Quest of Pink Gold. Pearson Education Inc. New Jersey.

Sensapeal 2009. Sensor Applications, Experimentation, and Logistic, First International Conference. Springer. New York.

Setiowati, T dan Furkonita, D 2007. Biologi Interaktif untuk Anak SMA. Azka Press. Jakarta.

Shi, D 2009. NanoScience in Biomedicine.Tsinghua University Press. Beijing.

Sincero, AP. dan Sincero, GA 2002. Physical-Chemical Treatment of Water and Wastewater. CFC Press. Forida.

Siregar, SM 2009. Pemanfaatan Kulit Kerang dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer. Thesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6089/1/09E02227.pdf diakses 5 Juni 2013.

Smith, VK and Devousges, WH 1986. Measuring Water Quality Benefit. Kluwer-Nijhof Publishing.Boston.

Sosrowinoto, RP 2007, Pemanfaatan Limbah Kulit Udang untuk Produksi Bahan Baku Khitin dan Enzim, Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sunu, P 2001, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, Penerbit PT.

Grasindo, Jakarta.

Suyanti, DS 2004, Uji Daya Adsorbsi Khitosan terhadap Pigmen Klorofil. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Thomson, R 2009. The Life Cycle of Crab. The Rosen Publishing Group Inc. New York


(64)

Wardananiati, AR dan Setyaningsih, S 2010, Pembuatan Chitosan dari Kulit Udang dan Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, UNDIP.

Wardhana, AW 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Wilbraham, AC dan Matta, MS 1984. Introduction to Organic & Biological

Chemistry. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California Yurnaliza 2002, Senyawa Khitin dan Aktivitas Enzim Mikrobial Pendegradasinya,


(65)

48

LAMPIRAN 1.


(66)

LAMPIRAN 2.

Surat Keterangan selesai melakukan penelitian di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang


(67)

50

LAMPIRAN 3.

Surat Keterangan selesai melakukan penelitian di Laboratorium PDAM Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal


(68)

LAMPIRAN 4

Hasil Pengukuran Laboratorium

I. Hasil Pengukuran Kekeruhan dan pH Air Sumur Sebelum Penambahan Cangkang Kerang, Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang

No Parameter Pengulangan

Rata-Rata

Standard Baku Mutu

I II III IV V VI

1 Kekeruhan (NTU)

21,20 21,00 21,90 20,70 21,00 19,60 20,90 5 NTU

2 pH 7,0 7,00 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 6,5-8,5

3 Warna Kekuningan Tidak

berwarna

II. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol setelah Perlakuan Pengadukan

Ulangan Kekeruhan

Sebelum perlakuan

Kekeruhan setelah perlakuan

I 21,20 1,92

II 21,00 1,80

III 21,90 1,39

IV 20,70 1,20

V 21,00 1,65

VI 19,60 2,52

Rata-rata 21,90 1,75

Persentase rata-rata penurunan kekeruhan

(%)


(69)

52

III. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan CaCO3 Kerang 1%

Ulangan Kekeruhan

Sebelum penambahan CaCO3 kerang Kekeruhan setelah penambahan CaCO3 kerang

I 21,20 0,33

II 21,00 0,63

III 21,90 0,71

IV 20,70 1,10

V 21,00 1,02

VI 19,60 1,44

Rata-rata 21,90 0,87

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan (%)

- 95,28

IV. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Khitosan Cangkang Kepiting

Ulangan Kekeruhan

sebelum penambahan khitosan kepiting Kekeruhan setelah penambahan khitosan kepiting

I 21,20 0,29

II 21,00 1,28

III 21,90 1,18

IV 20,70 0,85

V 21,00 1,74

VI 19,60 1,78

Rata-rata 21,90 1,19

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan

(%)


(70)

V. Hasil Pengukuran Kekeruhan Air Sumur setelah Penambahan Khitosan Cangkang Udang

Ulangan Kekeruhan

sebelum penambahan khitosan udang Kekeruhan setelah penambahan khitosan udang

I 21,20 0,32

II 21,00 0,28

III 21,90 1,55

IV 20,70 1,11

V 21,00 1,53

VI 19,60 1,68

Rata-rata 21,90 1,08

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan (%)

- 94,81

VI. Penurunan Rata-Rata Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol, Penambahan Koagulan Cangkang Kerang , Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang

Ulangan Kekeruhan Awal

Kekeruhan Akhir Kontrol CaCO3

Kerang

Khitosan Kepiting

Khitosan Udang

I 21,20 1,92 0,33 0,29 0,32

II 21,00 1,80 0,63 1,28 0,28

III 21,90 1,39 0,71 1,18 1,55

IV 20,70 1,20 1,10 0,85 1,11

V 21,00 1,65 1,02 1,74 1,53

VI 19,60 2,52 1,44 1,78 1,68

Rata-rata 21,90 1,75 0,87 1,19 1,08

Persentase Rata-rata Penurunan Kekeruhan


(71)

54

LAMPIRAN 5.

Peraturan Menteri Kesehatan R.I No : 416/MENKES/PER/IX/1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR BERSIH


(72)

LAMPIRAN 6.

Hasil Analisa Statistik

a. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Normalitas) Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Nilai pH air Sumur setelah Perlakuan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Replikasi variabel Kekeruhan setelah perlakuan

N 24 24 24

Normal Parametersa,,b Mean 3.5000 2.5000 1.2208 Std.

Deviation

1.74456 1.14208 .58781

Most Extreme Differences

Absolute .138 .169 .102

Positive .138 .169 .102

Negative -.138 -.169 -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .678 .829 .499

Asymp. Sig. (2-tailed) .748 .498 .965

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

b. Hasil Uji Keragaman Varians Data Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Nilai pH Air Sumur setelah Perlakuan

c. Hasil Uji Anova One-Way

ANOVA Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig. Kekeruhan setelah

perlakuan

Between Groups

2.519 3 .840 3.09

4

.050

Within 5.428 20 .271

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

Kekeruhan setelah perlakuan


(73)

56

LAMPIRAN 7.

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Sampel Air Sumur


(74)

Gambar 3. Serbuk Khitosan Udang, Khitosan Kepiting dan Kalsium Karbonat Kerang


(75)

58


(1)

Khitosan Cangkang Udang

Ulangan Kekeruhan

sebelum penambahan khitosan udang Kekeruhan setelah penambahan khitosan udang

I 21,20 0,32

II 21,00 0,28

III 21,90 1,55

IV 20,70 1,11

V 21,00 1,53

VI 19,60 1,68

Rata-rata 21,90 1,08

Persenntase rata-rata penurunan kekeruhan (%)

- 94,81

VI. Penurunan Rata-Rata Kekeruhan Air Sumur pada Kontrol, Penambahan Koagulan Cangkang Kerang , Cangkang Kepiting dan Cangkang Udang

Ulangan Kekeruhan Awal

Kekeruhan Akhir Kontrol CaCO3

Kerang

Khitosan Kepiting

Khitosan Udang

I 21,20 1,92 0,33 0,29 0,32

II 21,00 1,80 0,63 1,28 0,28

III 21,90 1,39 0,71 1,18 1,55

IV 20,70 1,20 1,10 0,85 1,11

V 21,00 1,65 1,02 1,74 1,53

VI 19,60 2,52 1,44 1,78 1,68

Rata-rata 21,90 1,75 0,87 1,19 1,08

Persentase Rata-rata Penurunan Kekeruhan


(2)

LAMPIRAN 5.

Peraturan Menteri Kesehatan R.I No : 416/MENKES/PER/IX/1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR BERSIH


(3)

Hasil Analisa Statistik

a. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Normalitas) Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Nilai pH air Sumur setelah Perlakuan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Replikasi variabel Kekeruhan setelah perlakuan

N 24 24 24

Normal Parametersa,,b Mean 3.5000 2.5000 1.2208 Std.

Deviation

1.74456 1.14208 .58781 Most Extreme

Differences

Absolute .138 .169 .102

Positive .138 .169 .102

Negative -.138 -.169 -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .678 .829 .499

Asymp. Sig. (2-tailed) .748 .498 .965

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

b. Hasil Uji Keragaman Varians Data Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Nilai pH Air Sumur setelah Perlakuan

c. Hasil Uji Anova One-Way

ANOVA Sum of Squares

df Mean Square

F Sig. Kekeruhan setelah

perlakuan

Between Groups

2.519 3 .840 3.09

4

.050 Within

Groups

5.428 20 .271 Total 7.947 23

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

Kekeruhan setelah perlakuan


(4)

LAMPIRAN 7.

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Sampel Air Sumur


(5)

Gambar 3. Serbuk Khitosan Udang, Khitosan Kepiting dan Kalsium Karbonat Kerang

Gambar 4. Larutan Khitosan udang 1%, Larutan Khitosan Kepiting 1%, dan Larutan Kalsium Karbonat 1%


(6)