19 Tabel 3 Ketersediaan dan permintaan air aktual untuk keperluan rumah tangga,
perkotaan, industri dan irigasi
No Propinsi
Ketersediaan Permintaan Saat Ini 2002 dalam m
3
dt Rata-rata
R.Tangga Perkotaan
Industri Irigasi
Total 1
N. Aceh D. 3,042.21
9.34 3.98
- 126.54
139.86 2
Sumatra Utara 2,948.79
87.46 37.32
9.42 166.51
300.71 3
Sumatra Barat 1,670.69
8.00 3.41
93.01 -
104.42 4
Riau 5,020.67
15.76 6.73
- 74.42
96.91 5
Jambi 2,680.65
6.17 2.63
- 31.14
39.94 6
Sumsel BangkaBelitung
4,793.82 26.96
11.50 -
62.67 101.13
7 Bengkulu
1,662.20 2.97
1.27 -
41.96 46.20
8 Lampung
1,528.41 17.82
7.60 -
94.67 120.09
SUMATRA 23,347.44
174.48 74.44
102.43 597.91
949.26
9 DKI Jakarta
317.45 31.41
13.77 14.14
75.85 135.17
10 Banten
252.38 1.11
0.49 1.59
29.05 32.24
11 Jawa Barat
2,171.14 24.00
9.00 20.00
372.00 425.00
12 Jawa Tengah
1,665.18 17.95
7.87 -
337.28 363.10
13 DI Yogyakarta
175.23 3.89
1.71 -
50.01 55.61
14 Jawa Timur
1,354.95 24.99
10.96 11.55
419.26 466.76
JAWA 5,936.33
103.35 43.80
47.28 1,283.45
1,477.88 JAWA+BALI
6,109.24 105.25
44.59 47.28
1,374.40 1,571.52
15 Kalbar
10,154.14 3.51
1.47 -
5.17 10.15
16 Kalsel
5,668.41 5.69
2.38 -
7.18 15.25
17 Kalteng
5,824.04 8.96
3.75 -
0.38 13.09
18 Kaltim
10,318.37 14.41
6.03 -
3.26 23.70
KALIMANTAN 31,964.96
32.57 13.63
0.00 15.99
62.19
19 Bali
172.91 1.90
0.79 90.95
93.64 20
NTB 404.90
1.90 0.79
- 164.65
167.34 21
NTT 907.98
1.52 0.64
- 23.70
25.86
BALI+ N.TENGGARA 1,485.79
5.32 2.22
0.00 279.30
286.84 N.TENGGARA
1,312.88 3.42
1.43 0.00
188.35 193.20
22 Sulawesi Utara
1,003.93 2.13
0.89 -
42.69 45.71
23 Gorontalo
221.91 0.81
0.34 -
11.22 12.37
24 Sulteng
3,683.12 8.92
3.74 -
71.97 84.63
25 Sultra
217.69 0.71
0.30 -
6.04 7.05
26 Sulsel
2,698.76 9.05
3.79 1.10
232.03 245.97
SULAWESI 7,825.41
21.62 9.06
1.10 363.95
395.73
27 Maluku Utara
1,324.00 0.28
0.12 -
0.80 1.20
28 Maluku
1,994.17 5.78
2.42 -
10.02 18.22
29 Papua
27,786.00 13.41
5.62 -
2.32 21.35
MALUKU dan PAPUA 31,104.17
19.47 8.16
0.00 13.14
40.77 INDONESIA
101,664.10 356.81
151.31 150.81
2,553.74 3,212.67
Sumber: Sub Direktorat Hidrologi, Direktorat Pemanfaatan Sumber daya Air, Dep.Kimpraswil 2003
Tabel 4 Neraca air pada MK tahun 2003
No. Pulau
Tahun 2003 Kebutuhan kemarau
Ketersediaan kemarau Neraca
Milyar m
3
Milyar m
3
1. Sumatera
11.6 17.5
96.2 19.9
surplus 2.
Jawa Bali 38.4
57.8 25.3
5.2 defisit
3. Kalimantan
2.9 4.3
167.0 34.6
surplus 4.
Nusa Tenggara 4.3
6.5 4.2
0.9 defisit
5. Sulawesi
9.0 13.6
14.4 3.0
surplus 6.
Maluku 0.1
0.2 12.4
2.6 surplus
7. Papua
0.1 0.1
163.6 33.9
surplus : terhadap total nasional
20
Tabel 5 Proyeksi keadaan neraca air pada MK tahun 2020
No. Pulau
Tahun 2020 Kebutuhan kemarau
Ketersediaan kemarau Neraca
Milyar m
3
Milyar m
3
1. Sumatera
13.3 17.6
96.2 19.9
Surplus 2.
Jawa Bali 44.1
58.4 25.3
5.2 Defisit
3. Kalimantan
3.5 4.6
167.0 34.6
Surplus 4.
Nusa Tenggara 4.7
6.2 4.2
0.9 defisit
5. Sulawesi
9.7 12.8
14.4 3.0
surplus 6.
Maluku 0.1
0.2 12.4
2.6 surplus
7. Papua
0.2 0.2
163.6 33.9
surplus Sumber: Sub Direktorat Hidrologi, Dep.Kimpraswil, 2000
. Ketersediaan sumber daya air nasional annual water resources, AWR
memang masih sangat besar, terutama di wilayah barat, akan tetapi tidak semuanya utilizable. Sebaiknya di sebagian besar wilayah timur yang radiasi suryanya
melimpah, curah hujannya rendah 1500 mmtahuin yang terdistribusi selama 3- 4 bulan saja. Kondisi sumber daya air yang berbeda akan memerlukan strategi
pengelolaan dan sistem usahatani yang berlainan pula. Total pasokan atau ketersediaan air wilayah air permukaan dan air bumi di seluruh Indonesia adalah
2110 mmtahun setara dengan 127.775 m
3
detik Tabel 6 Pawitan, et al, 1996; Las, Pawitan, Sarnita,1998.
B erdasarkan analisis “water-demand-supply 2020” oleh International Water
Management Institute IWMI, Indonesia dikategorikan sebagai negara kelompok 3 berdasarkan kebutuhan dan potensi sumber daya airnya yang membutuhkan
pengembangan sumber daya 25-100 dibanding saat ini Seckler, et al., 1998. Tabel 6 Total air tersedia menurut wilayahkepulauan di Indonesia
Wilayah Pulau Luas
Km
2
Curah Hujan mmth
Total Air Tersedia Keb. air
irigasi MCM mmth
m
3
det MCM
Sumatera 477.379
2.801 2.128
32.198 1015.396
19.417 Jawa
121.304 2.555
1.915 7.360
232.105 32.255
Bali NT 87.939
1.695 1.167
3.251 102.525
3.808 Kalimantan
534.847 2.956
2.264 38.369
1210.004 8.123
Sulawesi 190.375
2.156 1.568
9.458 298.267
7.855 MalukuPapua
499.300 30.221
2.221 37.139
1171.215 218
Indonesia 1911.144
2.779 2.110
127.775 4029.512
71.676
Sumber : Pawitan et al 1996 dan Napitupulu1999 data diolah, dengan asumsi air hanya digunakan 1satu kali
21 Sementara itu secara hidrologis masih terdapat peluang yang cukup besar
untuk meningkatkan ketersediaan air melalui pemanfaatan air limpasan direct runoff sebesar kurang lebih 45 dari total hujan, sedangkan sisanya yaitu 55
akan dievapotranspirasikan Seckler et al, 1998. Di Indonesia pada beberapa DAS yang kritis prosentase air limpasannya lebih dari 50, sehingga proporsi air yang
disimpan sebagai cadangan air tanah sangat rendah dan sering menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Sementara itu potensi sumber
daya air tanah cukup besar, yaitu dengan debit 4,7 x 109 m
3
tahun dari 224 cekungan yang tersebar diseluruh Indonesia. Sumber daya air tersebut pada musim
kemarau sangat potensial untuk suplemen air permukaan irigasi dan curah hujan bagi kebutuhan pertanian Soetjipto, 1997.
Hasil penelitian teknologi panen hujan dan aliran permukaan di Sub DAS Kripik menunjukkan bahwa teras sawah dapat menurunkan debit puncak dari 14,42
menjadi 11.40 m
3
detik, dan memperpanjang waktu terjadinya debit puncak selama 42 menit Irianto, 1999. Debit puncak pada lahan yang diteras lebih rendah 3,02
m
3
detik dibandingkan dengan lahan tidak diteras, sedangkan waktu respon lahan berteras lebih lama 42 menit. Artinya DAS yang diteras menyimpan air hujan dan
aliran permukaan lebih besar dari pada yang tidak diteras. Dalam penelitiannya Irianto 1999 juga mengemukakan bahwa apabila
kapasitas menahan air pada lahan tanpa teras dibandingkan dengan lahan yang diteras untuk luasan yang sama, maka teras dapat menyimpan 1,2 kali lebih besar
dibandingkan lahan tidak diteras. Bahkan secara potensial teras mampu menampung volume air 2-3 kali lebih besar dari yang ada apabila genangan air di
teras dapat mencapai ketinggian 6-10 cm. Berdasarkan sebaran luas baku lahan dan sebaran jumlah penduduk
Indonesia, terlihat adanya kesenjangan gap ketersediaan air antar pulau wilayah yang cukup besar Tabel 7. Menurut Ditjen Pengairan 1997, batas kritis yang
“aman” persediaan air wilayah berdasarkan jumlah penduduk adalah 2000 MCCT meter cubic per capita per year. Jika berada di bawah nilai tersebut maka
diperkirakan bahwa pengembangan sumber daya air untuk mengikuti laju peningkatan kebutuhan di masa datang sulit dilakukan.
22 Tabel 7 Rasio ketersediaan air dan luas lahan pertanian dan ketersediaannya per
kapita
Wilayah Luas
Wilayah Total Air
Tersedia Luas
Lahan Airluas
lahan Penduduk
Airkapita GMC
Rb. Ha MCHY
Jt. Jiwa MCCY
Sumatera 24,7
1015 14.833
68.429 42,6
23.826 Jawa
6,9 232
7.052 32.898
121,3 1.896
Bali NT 4,6
103 1.574
65.438 10,8
9.537 Kalimantan
28,1 1210
6.229 194.252
10,6 114.151
Sulawesi 9,9
298 5.063
58.858 14,2
20.986 MalukuPapua
25,9 1171
tad -
4,1 285.610
Indonesia 100,0
4030 34.763
115.928 203,6
19.793
tad = tidak ada data
Penerapan rekayasa teknologi irigasi dan pengelolaan sumber daya air dimungkinkan untuk mentransfer air dari satu ke lain DAS, namun belum mungkin
dilakukan antar pulau. Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap air dalam bentuk investasi air oleh
swasta atau privatisasi air untuk irigasi misalnya sprinkler irrigation, drip irrigation merupakan salah satu indikator berkembangnya sektor agribisnis.
Melalui penerapan teknik rekayasa irigasi yang memadai, maka efisiensi irigasi dan air dan pengembangan komoditas unggulan bernilai ekonomi tinggi pada petani
yang pemilikan lahannya sempit dapat ditingkatkan dan mampu membiayai investasi yang ditanamkan sekaligus memberikan keuntungan yang mamadai
Dahigaonkar, 1993. Pengembangan teknik irigasi tersebut juga sangat tepat untuk pengembangan lahan kering, mengingat pada saat ini lahan kering semakin
strategis dalam ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis Las et al., 2000.
Dari hasil penelitian peningkatan intensitas pertanaman mengenai palawija utama menunjukkan bahwa tanaman kedelai dan jagung merupakan tanaman yang
relatif tidak boros air dan merupakan tanaman palawija utama di Indonesia, dapat dipilih menjadi tanaman alternatif yang dapat digunakan untuk mengganti padi.
Peningkatan IP pada dasarnya adalah pemanfaatan sumber daya air dan lahan secara optimal. Potensi ketersediaan air sangat menentukan jenis tanaman yang
ditanam. Jika potensi air relatif besar, jenis tanaman yang sebaiknya ditanam adalah padi. Sedangkan pada daerah yang mempunyai ketersediaan air terbatas,
lahan sebaiknya ditanami palawija kedelai dan jagung.
23 Selanjutnya masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi
lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya
dukung daerah aliran sungai DAS hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Di samping
itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun 1984 telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998. Fenomena ini telah menyebabkan turunnya
kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat, demikian juga sedimentasi makin tinggi yang
menyakibatkan pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan pengalirannya. Pada tahun 1999 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di
Indonesia, 62 di antaranya dalam kondisi kritis, yang diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas
normalnya. Keadaan ini diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan bahan galian golongan C di berbagai sungai di Jawa, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Sumatera Barat yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai.
Sementara itu penyedotan air tanah terutama di beberapa kota besar di Indonesia yang melebihi kemampuan alami untuk mengisinya kembali makin tidak
terkendali sejalan dengan perkembangan permukiman dan pertumbuhan kegiatan ekonomi penduduk yang pada akhirnya menyebabkan permukaan tanah turun,
muka air tanah menurun, dan terjadinya intrusi air laut. Sebagai contoh, di wilayah Leuwigajah Bandung telah terjadi penurunan muka air tanah yang mencapai 60
meter sedangkan di Jakarta muka air tanah turun rata-rata antara setengah sampai dengan tiga meter per tahun dan intrusi air laut telah sampai di wilayah Jakarta
Pusat yaitu di daerah Monumen Nasional Santoso, 2000. Penurunan muka air tanah tersebut telah menyebabkan turunnya permukaan tanah dengan laju 2,3
sampai dengan 34 sentimeter per tahun sehingga meningkatkan kerentanan wilayah-wilayah tersebut terhadap banjir.
Salah satu implikasi terbesar dari kelangkaan air global dan lokal adalah jaminan kesinambungan ketahanan pangan food security. Sebagian besar dari
sekitar 800 juta penduduk dunia yang masih mengalami kekurangan pangan dan kelaparan hidup di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan air yang laten.
24 Dari sekitar 3.600 kilometer kubik air yang dikonsumsi manusia per tahun
ekivalen dengan 580 meter kubik per kapita per tahun, sekitar 69 persen di antaranya dipergunakan untuk sektor pertanian, bahkan di Asia mencapai rata-rata
sekitar 83 persen, sedangkan sisanya sebesar 21 persen untuk industri, dan 10 persen untuk sektor perkotaan. Ancaman kelangkaan air untuk kehidupan manusia
ini menjadi lebih kita pahami bila menyadari bahwa untuk memproduksi satu kilogram beras diperlukan sekitar satu sampai tiga ton air FAO, 2002 . Di
Indonesia, pada tahun 2020 kebutuhan air untuk keperluan irigasi masih mencapai 74,1 persen dari total kebutuhan sedangkan lainnya digunakan untuk keperluan
domestik, perkotaan, dan industri domestic,municipal and industries - DMI sebanyak 11,34 persen, pemeliharaan sungai 7 11,53 persen, dan sisanya untuk
keperluan tambak dan peternakan Kimpraswil, 2003. Kekurangan air pada suatu kawasan juga akan memicu terjadinya konflik di
kawasan tersebut, baik konflik antar wilayah, antar sektor, maupun konflik antar petani dan pengguna air lainnya. Dalam skala tertentu, konflik penggunaan air
secara horizontal sudah terjadi di Indonesia terutama antara daerah hulu dan hilir. 2.1.4
Kelangkaan Air
Salah satu implikasi terbesar dari kelangkaan air global dan lokal adalah jaminan kesinambungan ketahanan pangan food security. Sebagian besar dari
sekitar 800 juta penduduk dunia yang masih mengalami kekurangan pangan dan kelaparan hidup di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan air yang laten.
Dari sekitar 3.600 kilometer kubik air yang dikonsumsi manusia per tahun ekivalen dengan 580 meter kubik per kapita per tahun, sekitar 69 persen di
antaranya dipergunakan untuk sektor pertanian --bahkan di Asia mencapai rata-rata sekitar 83 persen-- sedangkan sisanya sebesar 21 persen untuk industri, dan 10
persen untuk sektor perkotaan. Ancaman kelangkaan air untuk kehidupan manusia ini menjadi lebih kita pahami bila menyadari bahwa untuk memproduksi satu
kilogram beras diperlukan sekitar satu sampai tiga ton air FAO, 2002 . Di Indonesia, pada tahun 2020 kebutuhan air untuk keperluan irigasi masih mencapai
74,1 persen dari total kebutuhan sedangkan lainnya digunakan untuk keperluan domestik, perkotaan, dan industri domestic,municipal and industries - DMI
25 sebanyak 11,34 persen, pemeliharaan sungai 7 11,53 persen, dan sisanya untuk
keperluan tambak dan peternakan Kimpraswil, 2003. Kelangkaan air yang terjadi, terutama di musim kemarau, semakin terasa
akibat kompetisi pemanfaatannya untuk berbagai kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Untuk itu dalam pengelolaan air, perlu mempertimbangkan kebutuhan
air untuk komponen usaha tani lain selain dari tanaman. Kekurangan air pada suatu kawasan juga akan memicu terjadinya konflik di
kawasan tersebut, baik konflik antar wilayah, antar sektor, maupun konflik antar petani dan pengguna air lainnya. Dalam skala tertentu, konflik penggunaan air
secara horizontal sudah terjadi di Indonesia terutama antara daerah hulu dan hilir. Pakar hidrologi mengembangkan konsep model untuk menentukan
kelangkaan air water scarcity di dunia. Pengalaman beberapa Negara menunjukkan bahwa kelangkaan air terjadi saat kurang dari 1.000 m
3
air tawar renewable freshwater tersedia per orang per tahun. Jika air bersih tersedia antara
1.000 -1.700 m
3
per orang per tahun dinyatakan stress air water stress. Dan jika lebih dari 1.700 m
3
per orang per tahun relatif cukup air water sufficient Falkenmark et al., 1999.
2.2 Water Allocation Alokasi Air