Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia

14 menyebabkan beberapa negara dan bagian dunia telah berada dalam kondisi krisis air yang mendalam diiringi dengan meningkatnya kompetisi dan konflik untuk memperebutkan sumber-sumber air Winpenny, 2003.

2.1.2 Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia

Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 1.957 milyar meter kubik per tahun. Dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa, potensi tersebut mencapai 8.800 meter kubik perkapita per tahun, masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Namun, jika ditinjau ketersediaan air menurut wilayah dan waktu maka kondisi yang terjadi akan bervariasi. Lebih dari 83 persen dari aliran permukaan terkosentrasi di Sumatera, Kalimantan dan Papua, 17 persen lainnya di Jawa-Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pulau Jawa dengan luas 7 persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya memiliki potensi air tawar 4,5 persen dari total nasional. Dalam pada itu, pulau ini dihuni oleh sekitar 65 persen total penduduk Indonesia. Kondisi di atas menggambarkan bahwa potensi kelangkaan air yang sangat besar akan terjadi di Jawa dengan daya dukung sumbedaya air yang telah mencapai titik krisis BAPPENAS, 2006. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Jawa hanya tersedia 1.750 meter kubik, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 meter kubik. Hingga tahun 2020 di Pulau Jawa diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Potensi krisis air ini juga terjadi wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut, maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumber daya air yang telah terlampaui. Dari total ketersediaan air per tahun, sekitar 80 persen tersedia pada musim hujan yang berdurasi selama 5 bulan, sedangkan 20 persen lainnya tersedia pada musim kemarau dengan durasi selama 7 bulan. Pada musim hujan banyak air yang terlimpas langsung ke daerah hilir antara lain akibat bentuk topografi, berkurangnya tutupan vegetasi lahan, dan juga berkurangnya daerah resapan akibat laju penggunaan lahan, Air yang mengalir langsung ini telah banyak menyimpang dari daur hidrologi asal yang bisa disebut sebagai kombinasi dari ‗sub-surface flow’ dan ‗surface flow’ menjadi ‗surface flow dominant’ tanpa pemanfaatan berarti. 15 Perubahan ini bahkan telah menjadi ancaman banjir rutin di beberapa wilayah serta ancaman kekeringan pada musim kemarau yang telah dirasakan di pulau Jawa BAPPENAS, 1991. Kebutuhan air secara nasional saat ini terkonsentrasi pada Jawa dan Bali, dengan penggunaan terutama untuk minum, rumah tangga, perkotaan, industri, pertanian dan lainnya. Dari data neraca air tahun 2003, kondisi Jawa dan Bali dengan kebutuhan air sebesar 38.4 milyar meter kubik pada musim kemarau, yang dapat dipenuhi hanya sekitar 25.3 milyar kubik. Defisit ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2020, dimana jumlah penduduk dan aktifitas perekonomian meningkat secara signifikan BAPPENAS, 2006. Penanganan kebutuhan air di pulau Jawa telah ditempuh melalui pembangunan waduk besar dan sedang. Dari pemantauan yang dilakukan terhadap 14 waduk utama di Jawa, seluruhnya mengalami kondisi di bawah normal pola kering pada saat musim kemarau. Untuk itu dilakukan penentuan prioritas pemanfaatan waduk-waduk tersebut, yaitu Prioritas pertama untuk air minum, air rumah tangga dan perkotaan semua waduk utama menjamin terpenuhinya air, Prioritas 2 untuk irigasi tanaman pangan, dan Prioritas 3 untuk industri dan kebutuhan lainnya. Pada tahun 2003 rendahnya daya dukung waduk tersebut mengakibatkan terjadinya kekeringan pada areal sawah di daerah produksi beras seluas 430.295 hektar termasuk yang mengalami puso 82.696 ha. Di samping itu, terdapat beberapa PLTA yang terpaksa beroperasi secara intermitten. Kekeringan ini telah berdampak pada menurunnya pendapatan, kekurangan pangan, dan kesulitan lapangan kerja bagi lebih dari 250.000 KK, serta kesulitan memperoleh air bersih di wilayah perkotaan. Rawannya ketersediaan air antar waktu temporal dan antar wilayah spatial pada musim kemarau menyebabkan pasokan air untuk keperluan pertanian, domestik dan munisipal terganggu. Sebaliknya pada musim hujan, tingginya curah hujan dan rusaknya DAS menyebabkan hanya sebagian kecil saja volume air hujan yang dapat ditampung melalui infiltrasi dan intersepsi, sedangkan sisanya ditransfer menjadi aliran permukaan. Secara kuantitatif fenomena ini ditandai dengan semakin tingginya debit puncak dan semakin singkatnya waktu respon DAS. Kondisi distribusi air yang fluktuatif akan kurang menguntungkan institusi yang bergerak dalam bisnis air seperti Perum Jasa Tirta II, karena pasokan 16 untuk keperluan domestik dan industri secara teoritis tetap untuk suatu periode dan bahkan cenderung meningkat. Pada Tabel 2 disajikan pasokanketersediaan air per pulau di Indonesia Departemen Kimpraswil, 2000. Tabel 2 Ketersediaan sumber daya air di pulau-pulau di Indonesia Sumber: Departemen Kimpraswil 2000 Ket: NA: tidak tersedia DMI: Domestic, Municipal and Industri Banyak negara dan wilayah di dunia yang sudah mencapai titik kritis. Dari 180 negara yang diberi rankingperingkat dalam laporan tersebut menurut ketersediaan sumber daya air yang dapat diperbaharui renewable water resources pernegara perkapita, negarawilayah yang paling parah ketersediaan airnya berada pada peringkat terbawah, 176-180 adalah Kuwait, Jalur Gaza, Emirat Arab, Bahamas, dan Qatar. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 58, dimana tersedia 13.381 m 3 air pertahunnya, perkapita penduduk Indonesia. Tetapi, meskipun Indonesia berada pada peringkat yang “lumayan” dalam hal ketersediaan airnya, dibandingkan dengan Kuwait hanya 10 m 3 atau Emirat Arab 58 m 3 misalnya, namun jika dilihat dari kualitas airnya, ternyata Indonesia berada pada peringkat yang cukup mengkhawatirkan, yaitu urutan ke 110 dari 122 negara yang terdata. Berarti, tingkat polusi, sistem pembuangan dan sanitasi berada pada tingkat yang cukup parah sehingga jaminan agar rakyat bisa mendapatkan air bersih yang layak, kecil sekali Hadad, 2003.

2.1.3 Proyeksi Ketersediaan dan Kebutuhan Air