15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan Agency Theory
Teori keagenan agency theory merupakan basis yang mendasari praktik bisnis organisasi yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang
dengan pihak yang menerima wewenang. Teori keagenan agency theory merupakan hubungan agensi yang muncul
ketika satu orang atau lebih principal mempekerjakan orang lain agent untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut Jensen dan Meckling, 1976. Menurut Halim dan Abdullah 2006 agency theory terdapat dua pihak yang melakukan
kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan kewenangan yang disebut principal dan pihak yang menerima kewenangan yang disebut agent.
Agency theory menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu principal dan agent.
Agency theory akan relevan dalam memahami hubungan principal dan agent ketika program yang dilakukan atau aktivitas yang dilakukan agent sulit
untuk diukur keberhasilannya Eisenhardt, 1989. Agency theory membahas tentang hubungan keagenan dimana suatu pihak tertentu principal
mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain agent yang melakukan pekerjaan. Agency theory memandang bahwa agent tidak dapat dipercaya untuk bertindak
dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan principal Tricker 1984 dalam Puspitasari 2013.
Agency problem muncul ketika principal mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan kepada agent Zimmerman 1977 dalam Syafitri dan
Setyaningrum 2012. Hubungan keagenanini menimbulkan permasalahan, yaitu adanya informasi asimetris, dimana salah satu pihak mempunyai informasi yang
lebih banyak daripada pihak lainnya. Sedangkan pada penelitian Fama dan Jensen 1983 menyatakan bahwa masalah agensi dikendalikan oleh sistem pengambilan
keputusan yang memisahkan fungsi manajemen dan fungsi pengawasan. Pemisahan fungsi manajemen yang melakukan perencanaan dan implementasi
terhadap kebijakan perusahaan serta fungsi pengendalian yang melakukan ratifikasi dan monitoring terhadap keputusan penting dalam organisasi akan
memunculkan konflik kepentingan diantara pihak-pihak tersebut Puspitasari, 2013.
Teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik yang menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan
prinsipal-agen. Teori keagenan telah dipraktikkan, termasuk daerah di Indonesia apalagi sejak otonomi dan desentralisasi yang diberikan kepada pemerintah daerah
pada tahun 1999. Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasar UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, peluang penelitian dengan
menggunakan perspektif keagenan agency theory terbuka lebar Aji, 2011. Teori keagenan memandang bahwa pemerintah daerah sebagai agent bagi
masyarakat principal akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan
mereka sendiri serta memandang bahwa pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Hal ini
dikarenakan, Indonesia sebagai negara kesatuan yang mana pemerintah daerah bertanggung jawab kepada masyarakat sebagai pemilih dan juga kepada
pemerintah pusat Fadzil dan Nyoto, 2011 dalam Martani dan Hilmi, 2012. Agency theory beranggapan bahwa banyak terjadi information asymmetry
antara pihak agen pemerintah yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak prinsipal masyarakat. Adanya information asymmetry
inilah yang memungkinkan terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh agen. Selain itu, pemerintah dapat juga melakukan kebijakan yang hanya mementingkan
pemerintah yang nantinya akan mengorbankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah harus dapat meningkatkan
pengendalian internalnya atas kinerjanya sebagai mekanisme checks and balances agar dapat mengurangi information asymmetry Lane, 2000 dalam Puspitasari,
2013. Berdasar agency theory pengelolaan pemerintah daerah harus diawasi untuk
memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Meningkatnya akuntabilitas
pemerintah daerah informasi yang diterima masyarakat menjadi lebih berimbang terhadap pemerintah daerah yang itu artinya information asymmetry yang terjadi
dapat berkurang. Kemungkinan untuk melakukan korupsi menjadi lebih kecil dikarenakan semakin berkurangnya information asymmetry Puspitasari, 2013.
2.2 Pengendalian Intern