Teori Inovasi Landasan Teori

terutama pada perilaku atau sikap mereka dalam menghadapi resiko. Pola perilaku petani dalam berusaha ternyata tidak sama dengan pola perilaku wirausahawan entrepreneur. Seorang wirausahawan, memandang suatu resiko usaha merupakan suatu ketidakpastian yang bergandengan dengan keuntungan. Dengan kata lain, resiko usaha bukanlah sesuatu yang menakutkan, yang harus dihindari sama sekali, karena dibaliknya tersembunyi keuntungan yang mungkin sangat besar, yang dapat diraih, asal orang dapat mengambil keputusan atau menentukan strategi yang tepat. Berbeda halnya dengan petani. Seorang petani lebih mengambil sikap utamakan selamat dalam menghadapi resiko, hal ini merupakan sebuah ketidakrasionalan Putra, 2003:29-31.

2. Teori Inovasi

Selain pendekatan strategi adaptasi yang sudah dipaparkan sebelumnya, untuk menganalisis lebih dalam fenomena yang ada dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan teori inovasi yang dikemukakan oleh H.G. Barnett. Barnett dalam Koentjaraningrat, 2010:108-111 menjelaskan bahwa suatu proses perubahan kebudayaan tentu tidak selalu terjadi karena adanya pengaruh langsung dari unsur-unsur kebudayaan asing, tetapi karena didalam rangka kebudayaan itu sendiri terjadi pembaruan yang biasanya mengalami penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru tenaga kerja, dan penggunaan teknologi baru, yang semuanya akan menyebabkan adanya sistem produksi dan dihasilkannya produk-produk baru. Semua proses perubahan kebudayaan terurai di atas, dalam ilmu-ilmu sosial pada umumnya, dan dalam ilmu antropologi khususnya disebut inovasi. Suatu gejala penting yang sering kali menyebabkan inovasi adalah penemuan baru dalam bidang teknologi. Para individu yang tidak terpandang dalam masyarakatnya, atau yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, itulah yang sering bermotivasi untuk mengadakan pembaruan dalam kebudayaan, dan menjadi pendorong terjadinya suatu penemuan baru dan kemudian suatu inovasi. Para pencipta unsur kebudayaan baru, atau orang-orang yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan itu seringkali adalah warga masyarakat yang pada mulanya tidak terpandang. Namun hal itu tidak cukup untuk menumbuhkan daya kreativitas diantara meraka, apalagi bila mereka maladjusted, atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Untuk mendorong kreativitas perlu juga tumbuh 1 kesadaran para individu akan adanya kekurangan-kekurangan dalam kebudayaan mereka; 2 mutu dari keahlian para individu bersangkutan; 3 adanya sistem perangsang dalam masyarakat yang mendorong mutu, dan 4 adanya krisis dalam masyarakat. Dalam tiap masyarakat ada beberapa individu yang sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan mereka, namun hal itu belum dapat mendorong munculnya penemuan baru. Hal ini disebabkan mereka menerima kekurangan-kekurangan itu sebagai hal yang memang harus diterima saja, dan walaupun mereka mungkin tidak puas dengan keadaan, mereka bersikap pasif saja dan hanya menggerutu dan tidak berani atau tidak mampu berbuat apa-apa. Ada individu-individu yang aktif dan berusaha untuk berbuat sesuatu untuk mengisi atau memperbaiki kekurangan yang mereka sadari itu. Hanya dari golongan individu seperti inilah muncul para pencipta penemuan baru. Adanya kesadaran akan mutu dalam suatu masyarakat, merupakan dorongan lain bagi terjadinya penemuan baru. Keinginan untuk mencapai mutu yang tinggi, menyebabkan bahwa yang ahli dalam suatu bidang selalu akan berusaha memperbaiki hasil karyanya, dan akhirnya mencapai hasil yang sebelumnya belum pernah dicapai oleh orang lain. Demikianlah tercapai penemuan baru. Mengingat teori inovasi yang dikemukakan Barnett masih berupa konsep-konsep yang memerlukan pengembangan lebih spesifik, Everett Rogers dan F. Floyd Shoemaker kemudian mengusulkan konsep adopsi inovasi untuk menelaah lebih lanjut teori inovasi. Adopsi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker dalam Poerwanto, 2010:184-185, merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan cognitive, sikap affective, maupun keterampilan psychomotor pada diri seseorang sejak ia mengenal inovasi sampai memutuskan untuk mengadopsinya setelah menerima inovasi. Proses penyebarluasan suatu inovasi untuk sampai pada adopsi, secara teoretis akan melalui lima pentahapan, yaitu: 1 timbulnya kesadaran akan perlunya ide-ide baru tersebut awareness stages; 2 individu tadi tertarik untuk mengembangkan ide-ide baru, dan kemudian ia berupaya mencari berbagai informasi tentang hal tersebut interest stages; 3 secara mental individu tadi akan menilai apakah ide-ide baru itu akan bermanfaat ataukah sebaliknya, dan barulah setelah itu muncul keputusan, apakah menerima ataukah menolaknya evaluation stages; 4 ia akan mulai mencoba-coba, pertama kali dalam sekala kecil, apakah hasilnya memadai ataukah sebaliknya trial stages; 5 dan jika menguntungkan atau sesuai, barulah ia akan menerima adoption stages. Lebih lanjut, Rogers dan Shoemaker mengatakan bahwa ide-ide baru yang telah diterima seseorang belum tentu akan menyebabkan seseorang itu seterusnya mengadopsinya; sebaliknya juga demikian apabila sebelumnya seseorang itu menolak, belum tentu akan selamanya ia tidak akan mengadopsinya. Terkait dengan penelitian ini, dengan mengajukan dua pendekatan tersebut nantinya dapat menganalis dan mengungkapkan bagaimana perilaku masyarakat Dukuh Penambangan dalam menanggapi kerusakan lingkungan yang terjadi. Timbulnya perilaku masyarakat dalam menanggapi kerusakan lingkungan, tentu didasari oleh beberapa alasan- alasan dan motivasi yang pada setiap individu berbeda satu sama lain. Melalui latar belakang kondisi lingkungan yang ada, maka masyarakat Dukuh Penambangan memunculkan upaya dalam menanggapi kerusakan lingkungan, yaitu dengan melakukan kegiatan ekonomi pemanfaatan blumbang. Oleh sebab itu pendekatan strategi adaptasi dan teori inovasi dianggap relevan untuk menjadi pisau analisis dalam penelitian ini.

C. Kerangka Berfikir