kemampuan penggunaan grafik yang tinggi dan bahasa untuk berinteraksi dengan mesin seperti menggunakan bahasa inggris maka akan menaikan
efektifitas dari sistem pendukung keputusan. 9. Sistem pendukung keputusan menaikkan efektifitas pembuatan keputusan
baik dalam hal ketepatan waktu dan kualitas bukan pada biaya pembuatan keputusan atau biaya pemakaian waktu komputer.
10. Pembuat keputusan dapat mengontrol terhadap tahapan-tahapan pembuatan keputusan seperti pada tahap intelegence, choice dan implementation dan
sistem pendukung keputusan diarahkan untuk mendukung pada pembuat keputusan bukan menggantikan posisinya.
11. Memungkinkan pengguna akhir dapat membangun sistem sendiri yang sederhana. Sistem yang besar dapat dibangun dengan bantuan dari spesialis
sistem informasi. 12. Sistem pendukung keputusan menggunakan model-model standar atau buatan
pengguna untuk menganalisa keadaan-keadaan keputusan. Kemampuan modeling memungkinkan bereksperimen dengan strategi yang berbeda-beda
dibawah konfigurasi yang berbeda-beda pula. 13. Sistem pendukung keputusan mendukung akses dari bermacam-macam
sumber data, format, dan tipe, jangkauan dari sistem informasi geografi pada orientasi obyek.
2.4 Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan
Karakteristik utama dari sistem pendukung keputusan adalah memasukkan sedikitnya satu model. Ide dasarnya adalah melakukan analisis sistem pendukung keputusan pada
sebuah model realitas, dari pada analisis pada sistem nyata itu sendiri.
2.5 Multi Criteria Decision Making MCDM
Menurut Nachtnebel oleh Ziller, et al 2008:1, MCDM bertujuan memilih alternative terbaik dari suatu set alternative yang harus memenuhi beberapa tujuan yang telah
memilki beberapa kriteria. Serta sebagaimana yang dikemukakan Howard oleh Ziller, at al 2008:1, MCDM sebagai prosedur sistematis untuk mengubah suatu keputusan
masalah yang kompleks dengan urutan langkah langkah tertentu yang dapat membantu pengambil keputusan dalam sebuah keputusan yang rasional.
Universitas Sumatera Utara
MCDM memiliki beberapa langkah proses. Menurut Jung oleh Ziller, et al 2008:1, mengusulkan proses sebagai berikut:
1. Membangun model untuk menjelaskan sistem testruktur, komponen, dan interaksi antar kriteria.
2. Definisi tujuan. 3. Spesifikasi kriteria yang relevan untuk mengidentifikasi tujuan diinginkan dan
tidak diinginkan. 4. Menciptakan dan mengidentifikasi alternative yang mungkin.
5. Mencoba alternative pilihan yang ada, apakah sudah mampu memenuhi tujuan yang akan dicapai.
6. Menganalisa dampak alternative pilihan yang ada. 7. Menimbang dan mengurutkan dari alternative pilihan sesuai dengan preferensi
pengambil keputusan.
2.6 Pengertian AHP
Analitycal Hierarchy Process
Menurut Saaty metode AHP atau Proses Hirarki Analitik merupakan salah satu metode pengambilan keputusan dimana faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,
pengetahuan, emosi, dan rasa dicoba untuk dioptimasikan dalam suatu proses yang sistematis. Metode AHP ini mulai dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli
matematika University Of Pittsburgh di Amerika Serikat, pada awal tahun 1970 – an.
AHP yang dikembangkan oleh Saaty ini memecahkan yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak, kompleksitas ini disebabkan oleh
banyak hal diantaranya struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambilan keputusan serta ketidakpastian tersedia data statistic yang akurat atau
bahkan tidak ada sama sekali. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak
dapat dicatat secara numeric kuantitatif, namun secara kualitatif, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Namun, tidak menutup kemungkinan, bahwa model-
model lainnya ikut dipertimbangkan pada saat proses pengambilan keputusan dengan pendeketan AHP, khususnya dalam memahami para kepututsan individual pada saat
proses penerapan pendekatan ini.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Prinsip-Prinsip AHP
Menurut Hartono, et al 2013 1. Decomposition, setelah persoalan didefinisikan, dilakukan dekomposisi yaitu
memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hierarki.
2. Comparative Judgement, membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya.
Hasil penilaian akan lebih baik jika disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.
3. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority.
4. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna : a Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokan sesuai
dengan ke seragaman dan relevansi. b kedua adalah tingkat hubungan antara obyek didasarkan pada criteria tertentu.
Metode AHP adalah metode yang paling efisien untuk pilihan optimal logistik system. Metode ini memungkinkan mengatur alternatif trasportasi dalam urutan
efisiensi dan menunjukkan perbedaan dalam himpunan kriteria. Eugene 2012.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 1 Kriteria Pembobotan Metode AHP Saaty 1990
2.6.2 Kelebihan dan Kelemahan AHP
Metode AHP telah banyak penggunaannya dalam berbagai skala bidang kehidupan. Kelebihan metode AHP ini dibandingkan dengan pengambilan keputusan criteria
majemuk lainnya adalah : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai
pada sub – sub kriteria yang palling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai criteria dan alternative yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
Inten Keterangan
Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting dari pada Elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya 5
Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya 7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat disokong dan dominan terlihat dalam
praktek 9
Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain
memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang berdekatan Nilai-nilai ini diberikan bila ada dua
kompromi di antara dua pilihan
Universitas Sumatera Utara
4. Metode AHP memiliki keunggulan dari segi proses pengambilan keputusan dan akomodasi untuk atribu
– atribut baik kuantitatif maupun kualitatif. 5. Metode AHP juga mampu menghasilkan hasil yang lebih konsisten dibandingkan
dengan metode – metode lainnya.
6. Metode pengambilan keputusan AHP memiliki system yang mudah dipahami dan digunakan.
Kelemahan – kelemahan penggunaan metode AHP yaitu :
1. Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan yang cukup dalam expert mengenai permasalahan dan tentang AHP itu sendiri.
2. AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam atau ekstrim dikalangan responden.
2.6.3 Langkah – langkah Metode AHP
Adapun langkah yang dipergunakan dalam metode AHP, yaitu : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan
– tujuan, criteria dan kemungkinan alternatif – alternatif pada tingkatan criteria yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing
– masing tujuan atau criteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari
pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruh sebanyak n x [n-12] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka
pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
Universitas Sumatera Utara
7. Mengikuti vector eigen di setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mesintesis judgement
dalam penentuan prioritas elemem – elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 maka penilaian data
judgement harus diperbaiki. Secara naluriah manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya.
Proses paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan yang dapat dipertanggungjawabkan, untuk itu Saaty menetapkan skala
kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai secara perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain.
2.6.4 Struktur Hirarki
Hirarki adalah gambaran dari permasalahan yang kompleks dalam struktur banyak tingkat dimana tingkat paling atas adalah tujuan dan diikuti tingkat kriteria, subkriteria
dan seterusnya ke bawah sampai pada tingkat yang paling bawah adalah tingkat alternatif. Hirarki menggambarkan secara grafis saling ketergantungan elemen-elemen
yang relevan, memperlihatkan hubungan antar elemen yang homogen dan hubungan dengan sistem sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Satty 1994
Tujuan
Kritetia 1 Kriteria 2
Kriteria 3 Kriteria 4
Kriteria 5 Kriteria 6
Alternatif 1 Alternatif 2
Gambar 2. 1 Struktur Hirarki Model AHP
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP, dilakukan dengan menggunakan matriks. Misalkan, dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen
operasi, yaitu elemen-elemen operasi A
1
,A
2
, …, A
n
, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan
seperti pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2. 2 Matriks Perbandingan Berpasangan
A
1
A
2
… A
n
A
1
a
11
a
12
… a
1n
A
2
a
21
a
22
… a
2n
: :
: :
: A
n
a
n1
a
n2
… \a
nn
Matriks A nxn merupakan matriks resiprokal dan diasumsikan terdapat n elemen yaitu w
1
, w
2
, …, w
n
yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai judgement perbandingan secara berpasangan antara w
i
, w
j
dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut, lihat persamaan dibawah ini:
w
i
= a
i, j
; I, j = 1, 2, …, n .................................... 2.1 w
j
Matriks A merupakan matris perbandingan dengan unsur-unsur adalah a
ij
, dengan I, j = 1, 2, …, n. Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu
elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya tingkat hirarki yang sama. Matriks itu dikenal juga dengan sebutan Pairwise Comparison Judgement Matrices PCJM.
Vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan sebagai vector w, dengan w w
1
, w
2,
…, w
n
, sehingga nilai intensitas kepentingan elemen operasi A
1
terhadap A
2
yakni w
1
w
2
sama dengan a
12
, lihat table 2.3 dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 3 Matriks perbandingan dengan nilai intensitas
A
1
A
2
… A
n
A
1
w
1
w
1
w
1
w
2
… w
1
w
n
A
2
w
2
w
1
w
2
w
2
… w
2
w
n
: :
: :
: A
n
w
n
w
1
w
n
w
2
… w
n
w
n
Nilai-nilai w
i
, w
j
, dengan I , j = 1, 2, …, n, diperoleh partisipan yang dipilih, yaitu
orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vector kolom w = w
1
, w
2
, …, w
n
, maka A dengan nilai eigen n. Persamaan tersebut akan dilihat seperti gambar berikut:
w
1
w
1
… w
1
w
1
w
2
w
n
w
1
w
1
w
2
w
2
… w
2
x w
2
= n x w
2 …………
2.2 w
1
w
2
w
n …
… w
n
w
n
… w
n
w
n
w
n
w
1
w
2
w
n
Variabel n pada gambar dapat digantikan secara umum dengan sebuah vector λ dalam
persamaan berikut : Aw =
λw Dimana
λ = λ
1
, λ
2
, …, λ
n
............................. 2.3 Setiap
λ
n
yang memenuhi persamaan diatas disebut sebagai eigen value, sedangkan vector w yang memenuhi persamaan diatas tersebut dinamakan eigen vector.
Matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan nilai a
ii
= 1 untuk semua I, sehingga memenuhi persamaan berikut :
n i
i 1
= n …..……………………… 2.4
Apabila matriks A adalah matriks yang konsisten maka semua eigen value bernilai 0 kecuali satu yang bernilai sama dengan n. Bila matriks A adalah matriks yang tak
Gambar 2. 2 Persamaan Matriks
Universitas Sumatera Utara
konsisten, variasi kecil atas a
ij
akan membuat eigen value paling besar, λ
max
tetap dekat dengan n, dan eigen value lainnya mendekati nol. Nilai
λ
max
dapat dicari dengan persamaan berikut :
Aw = λ
max
w atau [ A – λ
max
I ] = 0 ……………….. 2.5
Dimana I adalah matriks identitas.
Nilai vector bobot w dapat dicari dengan mensubtitusikan nilai λ
max
ke dalam persamaan Aw =
λ
max
w. Pada prakteknya, kondisi yang konsisten akan sulit didapat. Nilai a
ij
akan menyimpang dari rasio w
i
w
j
sehingga dengan demikian persamaan Aw = nw tidak akan terpenuhi. Deviasi
λ
max
dari n merupakan suatu parameter Consistency Index CI yang dirumuskan sebagai berikut :
CI = .................................................... 2.6
Nilai CI tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten. Saaty memberikan acuan dengan
melakukan perbandingan acak terhadap 500 buah sample. Saaty berpendapat bahwa suatu matriks yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak
merupakan suatu matriks yang mutlak tak konsisten. Pada matriks acak tersebut diperoleh nilai CI, yang disebut dengan Random Index RI , sehingga dengan
membandingkan CI dengan RI akan didapatkan acuan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut dengan Consistency Ratio CR , melalui
persamaan berikut : CR =
………………………………. 2.7 Thomas L. Saaty mendapatkan nilai rata
– rata RI dari 500 buah sample matriks acak dengan skala perbandingan 1
– 9, untuk beberapa orde matriks yang dapat diliat pada tabel 2.4 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 4 Nilai Random Index
Orde Matrik
s 1
2 3
4 5
6 7
8 9
RI 0.00
0.00 0.58
0.90 1.12
1.24 1.32
1.41 1.45
Orde Matrik
s 10
11 12
13 14
15 RI
1.49 1.51
1.48 1.56
1.57 1.59
Saaty menerapkan bahwa suatu matriks perbandingan adalah konsistensi bila nilai CR tidak lebih dari 0.1 10 .
2.6.5 Analisis Bobot Metode AHP
Dalam pencarian bobot metode AHP dilakukan langkah-langkah tersebut: a. Membuat struktur hirarki dengan kriteria-kriteria.
b. Perhitungan bobot kriteria dengan cara : 1. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontibusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing kriteria dengan kriteria lainnya.
2. Menghitung Total Prioritas Value untuk mendapatkan bobot kriteria dengan cara seperti yang terlihat pada tabel 2.5 dan tabel 2.6 berikut :
Tabel 2. 5
Penjumlahan Kolom K
1
K
2
… K
n
K
1
Nilai perbandingan K
11
+… …
+… K
2
Nilai perbandingan K
12
+… …
+… K
3
Nilai perbandingan K
13
+… …
+… :
: :
: :
K
n
Nilai perbandingan K
1n
+… …
+… Σkolom
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 6 Penjumlahan Baris
K
1
K
2
… K
n
TPV K
1
Nilai perbandingan K
11
Σ
kolom
+… …
+… Σ
baris1nn
K
2
Nilai perbandingan K
12
Σ
kolom
+… …
+… Σ
baris2nn
K
3
Nilai perbandingan K
13
Σ
kolom
+… …
+… Σ
baris3nn
: :
: :
: :
K
n
Nilai perbandingan K
1n
Σ
kolom
+… …
+… Σ
barisnnn
Keterangan : K
= Kriteria n
= Banyaknya kriteria TPV = Total Priority Value
3. Nilai TPV yang didapat merupakan nilai bobot untuk setiap kriteria. c. Memeriksa konsistensi matriks perbandingan suatu kriteria.
Adapun langkah-langkah dalam memeriksa konsistensi adalah sebagai berikut : 1. Pertama bobot yang didapat dari nilai TPV dikalikan dengan nilai-nilai elemen
matriks perbandingan yang telah diubah menjadi bentuk desimal, dan dilanjutkan dengan menjumlahkan entri-entri pada setiap baris, dapat dilihat
pada tabel 2.7 dibawah ini :
Tabel 2. 7 Perkalian TPV dengan elemen matriks
K TPV K
1
TPV K
2
TPV K
n
K
1
Nilai perbandingan K
11
x TPV K
1
… Nilai perbandingan K
1n
x TPV K
n
K
2
… …
… K
3
… …
… :
: :
: K
n
Nilai perbandingan K
n1
x TPV K
n
… Nilai perbandingan K
nn
x TPV K
nn
Universitas Sumatera Utara
2. Kemudian jumlah setiap barisnya, dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut :
Tabel 2. 8 Penjumlahan Baris Setelah Perkalian
K TPV K
1
TPV K
2
… TPV K
n
Σ
baris
K
1
Nilai perbandingan K
11
TPV K
1
+… …
+… Σ
barisk1
K
2
… +…
… +…
… K
3
… +…
… +…
… :
: :
: :
: K
n
Nilai perbandingan K
n1
TPV K
n
+… …
+… Σ
bariskn
3. Kemudian mencari λ
maks
, pertama-tama mencari nilai rata-rata setiap kriteria atau subkriteria yaitu jumlah hasil pada langkah no.2 diatas yaitu Σ
baris
dibagi dengan TPV dari setiap kriteria.
Σ
baris
K
1
TPV K
1
λ
maks
K
1
… ÷
… =
… Σ
baris
K
n
TPV K
n
λ
maks
K
n
…………………………… 2.8
Kemudian akan diperoleh λ
maks
dengan cara sebagai berikut : λ
maks
= λ
maks
K
1
+ … + … + λ
maks
K
n
÷ n ………………………….... 2.9
Keterangan : λ
maks
= nilai rata – rata dari keseluruhan kriteria
n = jumlah matriks perbandingan suatu kriteria
4. Setelah mendapatkan λ
maks
, kemudian mencari Consistency Index CI , yaitu dengan persamaan :
CI = ……………………………. 2.10
5. Kemudian mencari Consistency Ratio CR dengan mengacu pada Nilai Indeks Random atau Random Index RI yang dapat dilihat pada tabel 2.2,
yaitu dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
CR = ………………………… 2.11
6. Matriks perbandingan dapat diterima jika Nilai Rasio Konsistensi ≤ 0.1, jika
nilai CR 0.1 maka pertimbangan yang dibuat perlu diperbaiki.
2.7 Fuzzy Analytical Hierarcy Process FAHP