BAB III PERENCANAAN PROYEK

(1)

BAB III

PERENCANAAN PROYEK

3.1 Uraian Umum

Jembatan didefinisikan sebagai struktur bangunan yang menghubungkan rute/lintasan transportasi yang terputus oleh sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan atau perlintasan lainnya. Komponen utama jembatan meliputi Upper Structure (Bangunan Atas),Sub Structure (Bangunan Bawah) dan bangunan pelengkap jembatan.

a. Upper Structure (Bangunan Atas) meliputi: 1. Lantai jembatan

2. Gelagar jembatan atau rangka jembatan (gelagar/rangka utama) 3. Gelagar memanjang, gelagar melintang, diafragma, pertambatan

angin, pertambatan rem

4. Tumpuan jembatan, lateral stop, seismic buffer

5. Hand rail (rel pegangan / pengaman), parapet, sambungan (joints), pelat injak, perlengkapan penerangan dan inspeksi.

b. Sub Structure (Bangunan Bawah) meliputi: 1. Abutment atau pangkal jembatan

2. Pier atau pilar jembatan 3. Pile cap pondasi atau footing 4. Pondasi jembatan

c. Bangunan pelengkap jembatan yang meliputi: tembok samping, tembok muka, dinding penahan tanah (retaining wall), pelindung lereng (slope protection), pelindung erosi dan gerusan (scouring), pengarah aliran, drainase jembatan dan sebagainya.


(2)

Tahap perencanaan menempati urutan pertama dari fungsi-fungsi manajemen lain seperti pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian.

Perencanaan merupakan suatu kegiatan awal yang dilakukan untuk merencanakan bangunan sebelum dilakukan pembangunan dilihat dari segi arsitektur, struktur maupun segi ekonomis. Tahapan awal ini dilakukan supaya biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sesuai dengan kualitas bangunan yang diinginkan dan dalam pelaksanaan mempunyai pedoman yang berkaitan dengan pembangunan proyek sehingga mendapatkan pelaksanaan pembangunan yang ekonomis. Oleh karena itu perencanaan harus dibuat sematang mungkin dan dalam pelaksanaan harus diserahkan pada orang atau badan usaha yang benar-benar ahli dan berpengalaman dalam bidangnya serta mempunyai reputasi yang baik.

Perancangan dan persiapan yang matang sebelum pelaksanaan proyek merupakan tindakan antisipasi dalam menangani pemasalahan yang sering muncul di lapangan. Perancangan yang dilaksanakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Konstruksi harus kokoh, stabil dan memiliki nilai estetika yang baik. b. Biaya pelaksanaan harus efisien dan ekonomis.

c. Mutu pekerjaan harus terjaga dengan baik. d. Waktu pelaksanaan harus tepat.

e. Aman dan nyaman digunakan.

f. Pelaksanaan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L). g. Berdasarkan hukum yang berlaku.

Dalam perancangan suatu jembatan harus memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip-prinsip perancangan jembatan yang ditetapkan dalam BMS-92 (Bridge Management System - 1992) meliputi:

a. Kehandalan kekuatan elemen struktur dan stabilitas sistem struktur b. Kelayanan struktural

c. Keawetan


(3)

f. Aestetis

Tahap-tahap perancangan pembangunan suatu proyek antara lain :

1. Tahap Pra Rancangan

Tahapan ini terdiri dari gambar-gambar sketsa atau merupakan outline dari bangunan berikut dengan perkiraan biaya proyek. Gambar-gambar tersebut kemudian akan dikembangkan menjadi lebih rinci lagi untuk dapat dipakai sebagai dasar pembahasan berikutnya.

2. Tahap Perancangan

Tahap ini merupakan tindak lanjut dari gambar-gambar pra rancangan dan gambar-gambar dasar dengan skala yang lebih besar. Gambar-gambar tersebut kemudian dikembangkan lagi menjadi Gambar-gambar-Gambar-gambar detail yang dilengkapi dengan uraian kerja dan syarat-syarat serta perhitungan anggaran biaya.

3. Gambar-gambar Detail

Merupakan gambar detail yang menjelaskan secara rinci pekerjaan konstruksi, disamping sebagai dasar pelaksanaan dan juga dipakai sebagai dokumen lelang.

4. Pembuatan Uraian Kerja dan Syarat-Syarat

Uraian kerja dan syarat-syarat ini mencakup semua aspek antara lain material, peralatan, tenaga kerja, dan mutu dari pekerjaan.

5. Perhitungan Anggaran Biaya

Anggaran biaya merupakan perhitungan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk bahan, upah, dan biaya lain yang berhubungan dengan proyek.

Pada pembangunan proyek Jembatan Sigandul dan Kranggan Cs perencanaan terdiri dari 3 macam, yaitu :

1. Perencanaan Arsitektur 2. Perencanaan Struktur.

3. Perencanaan ME & Drainase

Ketiga proses perancangan tersebut saling berkaitan dan harus mampu mewujudkan suatu bangunan yang kuat dan stabil, yang menjamin keamanan dan kenyamanan pemakainya, serta memiliki nilai estetika yang tinggi serta tepat dan sesuai fungsinya.


(4)

Perencanaan arsitektur merupakan bagian dari tahap awal dari perencanaan bangunan infrastruktur, termasuk didalamnya perencanaan jenis jembatan, estetika, landscape, utilitas, kenyamanan, dan keamanan. Perancangan arsitektur meliputi bentuk bangunan infrastruktur, tata letak ruang, prasarana, utilitas, keindahan, dan hubungan antar ruangan yang sesuai dengan tujuan dan maksud dari proyek pembangunan Jembatan Sigandul.

3.1.2 Tinjauan Perencanaan Struktur

Struktur adalah suatu kesatuan dan rangkaian beberapa elemen yang dirancang agar mampu menerima beban luar ataupun berat sendiri tanpa mengalami perubahan bentuk yang melewati batas persyaratan. Struktur yang direncanakan harus mampu menahan beban, baik vertikal maupun horizontal yang direncanakan dan berat sendiri bangunan tanpa mengalami perubahan bentuk yang diijinkan. Adapun standard yang dipakai dalam proyek pembangunan Jembatan Sigandul dan Kranggan Cs ini didasarkan pada peraturan – peraturan yang berlaku di Indonesia.

Dalam menjalankan fungsinya, setiap sistem struktur teknik sipil akan menerima pengaruh dari luar yang perlu dipikul. Selain pengaruh dari luar, sistem struktur yang terbuat dari material bermassa, juga akan memikul beratnya sendiri akibat pengaruh gravitasi. Agar struktur tersebut aman sampai umur rencana yang telah direncanakan, maka dalam perencanaan struktur tersebut, struktur harus mampu menerima berbagai macam pembebanan yang terjadi.

3.1.3 Tinjauan Perencanaan ME dan Drainase

Perencanaan bangunan khususnya bangunan infrastruktur sangat memerlukan perencanaan ME dan Drainase. Hal ini dikarenakan fungsi bangunan infrastruktur yang vital bagi masyarakat. Perencanaan Mechanical Electrical sendiri belum ada di pekerjaan proyek ini dikarenakan belum


(5)

terlihat adalah perencanaan drainase. Bentuk – bentuk aplikasi perencanaan drainase antara lain:

1. Pada pengerjaan jembatan Sigandul, fluktuasi muka air tanah akibat curah hujan dialirkan keluar dari tebing hasil rekayasa topografi lahan yang diperkuat dengan retaining wall maupun shotcrete melalui lubang pipa pada badan tebing yang menembus struktur badan retaining wall maupun shotcrete. Hal ini untuk mencegah bertambahnya tekanan lateral tanah akibat penambahan berat jenis tanah oleh air tanah.

2. Pada pengerjaan rigid pavement sebagai jalan pendekat jembatan Sigandul harus menimbun saluran air yang menyilang jalan, hal ini disiasati dengan pekerjaan box culvert agar saluran air awal tidak hilang dan air hujan membanjiri jalan dan sawah warga.

3. Pada pengerjaan rigid pavement dibuatkan alur air melintang badan jalan. Hal ini dimaksudkan untuk mengalirkan air pada permukaan badan jalan dengan cepat ke bahu jalan sehingga tidak membuat badan jalan licin.

4. Penebaran agregat kelas A sebelum pemasangan lean concrete hal ini dilakukan selain sebagai lapis pondasi subbase course juga berfiungsi untuk memberi rongga dan jarak antara tanah dan lean concrete sehingga meminimalisir retak pada perkerasan beton dikarenakan air terjebak pada tanah dibawah lean concrete dan mengakibatkan pumping atau kembang susut tanah.

3.2 Manfaat Perencanaan

Pada hakekatnya keseluruhan proses konstruksi satu kesatuan sistem rekayasa dan melibatkan banyak variabel yang saling berpengaruh, maka perencanaan sangat bermanfaat bagi berlangsungnya suatu proyek. Manfaat dari perencanaan dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang terlibat dalam proyek. b. Sebagai sarana komunikasi bagi semua pihak penyelenggara proyek. c. Menentukan pembagian tugas, waktunya, kapasitas, dan cara


(6)

e. Sebagai dasar pengaturan alokasi sumber daya yang ada. f. Mengalokasikan tanggung jawab pelaksanaan proyek. g. Pegangan dan tolak ukur fungsi pengendalian.

h. Mengestimasi waktu penyelesaian proyek.

i. Mengantisipasi kondisi-kondisi yang tidak diharapkan dan perubahan rencana yang mungkin terjadi selama proyek berlangsung.

3.3 Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan merupakan salah satu bagian yang penting dari konsep manajemen proyek yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan menyusun urutan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan mempunyai dua fungsi :

a. Fungsi Pengorganisasian (Tahap Permulaan)

Pengorganisasian berfungsi untuk pengambilan keputusan, karena hal tersebut diperlukan dalam proses memilih dan menentukan teknologi, metode konstruksi yang harus diterapkan serta pengalokasian sumber daya. Perencanaan organisasi pelaksana proyek, alokasi tenaga kerja/pengisian personil, penjadwalan/urutan langkah pelaksanaaan pekerjaan, penetapan standar mutu dan penganggaran juga dikerjakan pada tahap ini, yaitu tahap perencanaan dasar. Perencanaan yang dibuat tersebut selanjutnya akan menjadi landasan atau bahan acuan untuk pengendalian proyek.

b. Fungsi Pengendalian (Tahap Pelaksanaan)

Perubahan atau penyimpangan dari rencana selalu terjadi dalam suatu proyek, dan tidak pernah dijumpai suatu proyek yang semua kegiatannya berjalan sesuai perencanaan dasar, apalagi bagi proyek yang besar dan komplek. Tahap perencanaan dalam hal ini dilakukan untuk mengalokasikan sumber daya, mengambil keputusan lebih lanjut atau merubah keputusan yang telah dibuat bila selama proyek berlangsung


(7)

semula. Harus dipahami bahwa fungsi pengendalian itu meliputi pemantauan dan inspeksi, tetapi karena sifatnya yang dinamis mengikuti kondisi yang terjadi dan dalam operasionalnya fungsi ini mendapatkan data dan informasi melalui divisi pengendalian. Dengan adanya siklus perencanaaan- pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan proyek, terjadi koreksi secara terus-menerus, sehingga akibat dari penyimpangan tersebut dapat ditekan sekecil mungkin dan dapat mnghindari kesulitan besar.

3.4 Tahapan Perencanaan

Dalam sebuah proyek pembangunan jembatan perlu dibuat perencanaan yang terstruktur sistematis untuk menghasilkan produk perencanaan yang efektif dan efisien. Perencanaan ini terbagi menjadi perencanaan awal dan perencanaan teknis.

Perencanaan awal sebuah proyek diawali dengan adanya gagasan awal. Gagasan awal pembangunan jembatan Sigandul ini adalah untuk memberi alternatif pilihan rute bagi pengguna kendaraan khususnya kendaraan perniagaan seperti truk dan semacamnya yang akan melewati Sigandul. Pada bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perencanaan jembatan mulai dari perencanaan awal yang meliputi kompilasi data dan informasi, penetapan lokasi dan tata letak jembatan, analisis hambatan geometris. Serta perencanaan teknis yang meliputi perencanaan alternatif, analisis dan seleksi alternatif terbaik dan yang terakhir perancangan detail.

3.4.1 Kompilasi Data dan Informasi

Dalam merencanakan jembatan dibutuhkan data-data dan informasi untuk menunjang dalam perancangan detail dan pelaksanaan pembangunan jembatan tersebut. Data-data dan informasi yang diperlukan meliputi:


(8)

Data survai diperlukan untuk memperjelas syarat-syarat yang dibutuhkan bagi perencanaan, perancangan dan pelaksanaan konstruksi jembatan yang rasional dan ekonomis. Untuk memperoleh data-data tersebut diperlukan beberapa survai yang meliputi:

1. Survai lalu lintas

Survai ini bertujuan untuk mengetahui besarnya volume lalu lintas dan jenis-jenis kendaraan yang melintasi jembatan yang akan berpengaruh pada pembebanan jembatan.

2. Survai topografi

Survai ini meliputi penggambaran peta topografi yang berguna untuk pemilihan lokasi, posisi dan bentang jembatan.

3. Penyelidikan geologi

Merupakan pengumpulan data geologi dan data historis tanah serta penggambaran peta geologi dan prospek fisis.

4. Survai sungai

Jembatan Sigandul sebenarnya melintasi sebuah sungai, akan tetapi ketinggian jembatan yang direncanakan dari sungai sesuai trase jalan yang sangat tinggi, membuat survay tinggi aliran sungai dapat dilewatkan.

5. Penyelidikan tanah

Penyelidikan tanah yang dilakukan di lokasi jembatan Sigandul meliputi uji bore log untuk mencari nilai Standard Penetration Test (SPT). Penyelidikan tanah ini bertujuan untuk pemilihan lapisan tanah keras untuk perancangan bangunan bawah, penetapan kekuatan dukung tanah, berat jenis tanah, sudut geser dalam, penetapan penurunan akibat konsolidasi, dan pemilihan metoda pelaksanaan. Penyelidikan tambahan yang dilakukan antara lain geolistrik untuk mencari tinggi permukaan rata-rata lapisan akuifer dan ketebalan lapisan, juga uji kepadatan tanah untuk mencari nilai


(9)

jalan sebelum pelapisan dan pada CBR gabungan setelah pelapisan lapisan agregat kelas B dan A.

6. Survai tambahan untuk jembatan

Survey ini merupakan survey yang penting dalam proyek ini. Hal ini berkaitan dengan banyaknya utilitas atau fungsi kegunaan dari ruas jalan tersebut. Utilitas tersebut dimiliki oleh pabrik maupun perusahaan negara yang berada di sekitar pekerjaan jembatan Sigandul ini. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang intensif antara pihak proyek ( stakeholder ) dengan perusahaan atau pabrik disekitarnya.

7. Survai untuk Pelaksanaan

Untuk mengetahui kondisi lingkungan dan rute angkutan material. Survai ini penting mengingat akses antara lokasi proyek dan batching plan adalah jalan umum yang cukup padat dan sering terjadi kemacetan.

b. Kriteria geometri jembatan

Meliputi beberapa aspek, yaitu lebar jembatan, jumlah lajur, alinyemen jembatan, lebar bahu jalan dan kebebasan samping.

c. Karakteristik perlintasan

Aspek-aspek yang perlu ditinjau meliputi geometri perlintasan, karakteristik perlintasan.

d. Karakteristik tanah dasar

Setiap lokasi memiliki karakteristik tanah dasar yang berbeda, sehingga perlu diketahui karakteristik tanah dasar pada lokasi jembatan yang meliputi stratifikasi dan propertis tanah dasar, daya dukung dan perilaku tanah dasar.

e. Karakteristik lapangan

Untuk menunjang pelaksanaan jembatan dibutuhkan informasi mengenai sumber daya yang ada, jaringan utilitas umum dan fasilitas


(10)

f. Beban jembatan

Jembatan yang direncanakan harus kuat secara struktur, oleh karena itu pembebanan yang digunakan untuk perancangan jembatan harus sesuai dengan standar yang digunakan dan karakteristik spesifik kendaraan yang ada.

g. Bangunan atas jembatan yang tersedia

Dalam merencanakan sebuah jembatan perlu dipertimbangkan pemilihan bangunan atas yang akan digunakan karena terkait dengan ketersediaan material untuk bangunan atas, seperti komponen jembatan yang bersifat pabrikasi. Selain itu juga perlu dipertimbangkan masalah program penanganan bangunan atas tersebut.

h. Data, studi, dan informasi pendukung

Dalam perencanaan sebuah jembatan diperlukan data, studi dan informasi pendukung diantaranya adalah standar, peraturan, manual dan ketentuan terkait yang mengikat, ketersediaan sumber dan karakteristik bahan konstruksi yang tersedia dan data sekunder lain yang mendukung pelaksanaan konstruksi.

3.4.2 Penetapan Lokasi dan Tata Letak Jembatan

Harus disadari bahwa proses pemilihan sebuah lokasi jembatan yang cocok adalah dengan prosedur setahap demi setahap dengan informasi yang dikumpulkan dari lapangan selanjutnya dianalisa di kantor.

Dalam memilih sebuah lokasi jembatan, banyak faktor harus dipertimbangkan. Namun faktor-faktor utama yang harus dipertimbangkan, yaitu:

a. Geometri jalan dan as jembatan

Prinsip umum yang harus diikuti adalah bahwa jembatan harus lurus, itu berarti bahwa as jembatan tegak lurus terhadap penghalangnya dan haruslah sependek dan sepraktis mungkin.


(11)

Kecocokan setiap alternatif persilangan dianggap sebagai suatu kemungkinan lokasi jembatan yang akan tergantung kepada sifat dasar dari persilangan termasuk juga karakteristik sungai atau jurang yang dilewati.

c. Pondasi

Pada tahap permulaan dari penentuan lokasi yang terbaik untuk diterima, penyelidikan pendahuluan pondasi harus dilaksanakan untuk menentukan cocok atau tidaknya berbagai lokasi untuk tipe jembatan yang diinginkan perencana dan yang juga dapat digunakan.

Kondisi pondasi dapat bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dan ini akan mempengaruhi biaya pekerjaan jembatan secara keseluruhan. d. Ekonomi

Berbagai kemungkinan persilangan pada dasarnya dibandingkan dengan dasar biaya. Oleh karena itu ekonomi adalah hal penting utama.

Dalam banyak kasus, tidak mungkin semua persyaratan dapat dipenuhi, perencana jembatan hanya dapat memilih solusi terbaik.

Adapun kriteria lokasi yang baik untuk dibangun sebuah jembatan adalah sebagai berikut:

a. Lintasan yang sempit dan stabil. b. Aliran saluran atau sungai yang lurus. c. Tebing tepian yang cukup tinggi dan stabil. d. Kondisi tanah dasar yang baik.

e. Sumbu sungai dan sumbu jembatan diusahakan tegak lurus. f. Rintangan minimum pada waterway.

g. Lokasi yang tidak memerlukan perlindungan profil sungai. h. Diusahakan sesedikit mungkin pekerjaan di bawah air. i. Approach / oprit yang lurus dan kuat.

j. Jauh dari anak sungai.


(12)

Pemilihan lokasi Jembatan Sigandul pada ruas Jalur Tengah pulau Jawa akan sangat tergantung pada perencanaan trase jalannya itu sendiri mengingat pada sebagian segmen jalan, trase sudah tertentu yang artinya sudah memiliki koridor sehingga untuk penempatan lokasi jembatan praktis tidak mengalami banyak kendala, dan secara tegas dapat disampaikan lokasi jembatan tidak dapat berubah dari letak rencana yang sebelumnya.

Perencanaan trase dari proyek jembatan Sigandul ini harus mampu menghubungkan trase-trase lain yang sudah ada maupun sedang dalam tahap pengerjaan. Oleh karena itu, trase jalan pada paket ini lebih memperhatikan utilitas dan kondisi tanah yang ada di lapangan.

3.4.3 Analisis Hambatan Geometri

Dalam merencanakan sebuah jembatan terkadang menemui hambatan-hambatan yang mempengaruhi rencana geometrik jembatan, seperti ketinggian minimum bangunan atas dan persyaratan panjang jembatan. Fakor-faktor utama yang mempengaruhi rencana geometrik jembatan adalah sebagai berikut:

a. Alinyemen jalan yang diusulkan

Dewasa ini yang penting untuk dipertimbangkan adalah bahwa jembatan merupakan bagian dari jalan. Jadi struktur harus memenuhi standar geometrik perencanaan jalan untuk fasilitas yang dipikulnya dan juga geometri dari struktur akan ditentukan oleh fungsi jalan.

Dalam sebagian besar kasus alinyemen jembatan akan ditentukan melalui diskusi antara perencana jalan dan perencana jembatan untuk mencapai suatu solusi yang cepat dan realistis.

Pada Proyek Jembatan Sigandul dan Kranggan Cs ini alinyemen jembatan bersifat pasti sedangkan alinyemen jalan pendekat yang baru dibuat untuk melewati jembatan disesuaikan alinyemen jembatan dan kondisi pembebasan lahan.


(13)

Gambar 3.1. Trase rencana pekerjaan Jembatan Sigandul b. Persyaratan aliran keadaan batas

Persyaratan aliran keadaan batas ini harus diperhatikan jika akan merencanakan jembatan yang melintasi sungai, karena akan mempengaruhi ketinggian minimum bangunan atas jembatan. Analisa ini tidak dilakukan karena walaupun melintasi sungai ketinggian jembatan rencana berdasarkan alinyemen trase jalan rencana sudah memiliki perbedaaan yang cukup besar.

c. Ketinggian kendaraan

Analisis ini dilakukan apabila jembatan melintasi jalan raya, yakni bila dibawah jembatan ada jalur jalan yang sudah ada atau direncanakan akan ada. Pada pekerjaan jembatan Sigandul tahapan ini tidak dilakukan.


(14)

3.4.4 Perencanaan Alternatif, Analisis dan Seleksi Alternatif Terbaik 3.4.4.1 Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi jembatan Sigandul akan sangat tergantung pada perencanaan trase jalannya itu sendiri. Hal mengingat jembatan adalah bagian dari segmen jalan, maka dari itu lokasi jembatan mengikuti trase jalan pendekat yang direncanakan. Hal ini berdampak pada penentuan untuk penempatan lokasi jembatan praktis tidak mengalami banyak kendala, dan secara tegas dapat disampaikan lokasi jembatan tidak berubah dari letak yang sebelumnya yang direncanakan.

3.4.4.2 Perencanaan Geometrik

Dalam menentukan posisi jembatan berprinsip pada “garis sumbu jembatan dan sumbu jalan harus berhimpit” dan bila memungkinkan alinyemen horizontal jembatan harus mengikuti alinyemen jalan, hal tersebut mengingat Jembatan merupakan bagian dari jalan dan dimaksudkan agar tidak merubah/menyimpang dari kriteria perencanaan alinyemen jalannya itu sendiri. Akan tetapi akan lebih baik lagi apabila posisi jembatan berada pada suatu garis alinyemen jalan yang lurus dan tegak lurus pada arah rintangan (jurang). Kemiringan Jembatan pada arah memanjang antara 0,5-1,0% dan kemiringan melintang sebesar 2,0% pada kedua sisi jalurnya (superelevasi normal jalan). Posisi jembatan itu sendiri tidak diijinkan berada pada dasar suatu lengkung cekung (Sag Curve) maupun dipuncak Suatu Lengkung Cembung (Crest Curve) berdasarkan Juknis No. 016/T/Bt/1995.

Lebar Jembatan pada umumnya mengikuti lebar rencana jalan yang akan dilayani sehingga pada bagian ini tidak terjadi bottle neck atau penyempitan lajur jalan yang akan menghambat aliran arus kendaraan yang akan melewatinya. Pada jembatan sigandul lebar trase jembatan


(15)

direncanakan selebar 11 meter atau lebih lebar dari lebar trase persimpangan jalan pendekat selebar 7.5 meter.

3.4.4.3 Perencanaan Bentang

Pada umumnya panjang jembatan ditentukan untuk memenuhi persyaratan aliran sungai yang ditentukan berdasarkan tinggi muka air banjir yang tercatat atau berdasar rencana teoritis debit banjir untuk menentukan tinggi banjir. Selain itu dapat juga ditentukan sesuai dengan kebutuhan untuk mengamankan kepala jembatan yang diperkirakan akan terancam oleh gerusan aliran, disamping tergantung juga pada jenis konstruksi yang akan dipilih. Seperti terdapat dalam tabel 3.2 dan tabel 3.3 :

Tabel 3.2 Ruang bebas jalan air minimum (dari MAB 50 Tahunan )

Sungai dengan Benda Terapung D ( m )

Sungai dengan lalu-lintas kecil 1.00 Sungai dengan kemungkinan kayu / balok terapung 0.70 Saluran / Sungai pada umumnya hanya benda kecil

mengapung

0.50

Tabel 3.3 Standar Bina Marga untuk bangunan atas Jembatan Kelas A Jenis Kelas Kelas Bentang (m) Lebar Ket.

Rencana Aspal

Beton Konvensional 100% 6.00 - 20.00 7.00 Cor di tempat Beton Pracetak

- Pretension 100% 20.00 - 40.00 7.00 Pabrikasi

- Postension 100% 20.00 - 40.00 7.00 Pabrikasi Baja 100% 6.00 - 20.00 7.00 Komposit

100% 20.00 - 30.00 7.00 Komposit


(16)

Pada proyek Jembatan Sigandul ini, penentuan bentang berdasarkan kondisi lapangan (jarak antar pier, jenis kendaraan rencana, ketinggian jembatan dari dasar jurang, dan ketersediaan lahan ) dan jenis konstuksi yang dipilih.

Jembatan Sigandul direncanakan saat ini menggunakan bahan konstuksi beton bertulang dengan jenis struktur portal lengkung dan memiliki bentang 100 meter.

3.4.4.4 Pemilihan Jenis Bangunan

A. Bangunan atas

Hal-hal yang perlu dipertimbangan dalam pemilihan jenis bangunan secara keseluruhan disamping kekuatan konstruksi antara lain :

i. Biaya Konstruksi ii. Biaya Perawatan iii. Ketersediaan bahan

iv. Expandable / fleksibilitas (dapat dikembangkan/konstruksi bertahap)

v. Kemudahan pelaksanaan konstruksi vi. Kemudahan mobilisasi peralatan

Pada daerah tertentu khususnya daerah pantai dengan tingkat salinitas airnya tinggi perlu juga mempertimbangkan tingkat korosi bahan terutama bangunan atas jembatan yang pada akhirnya akan mempengaruhi baik biaya perawatan maupun umur konstruksinya.


(17)

Tabel 3.4 berikut menyajikan rangkuman jenis, bahan dan bentang maksimum bangunan atas jembatan dalam arti ekonomis dalam kondisi normal :

Tabel 3.4 Jenis, bahan dan bentang maksimum bangunan atas.

Bahan Jenis Bentang Max

Beton Konvensional Gorong-gorong Pelat datar Balok dan Pelat

4.00 – 6.00 6.00 – 8.00 6.00 – 13.00 Beton Pratekan Balok dan Pelat 20.00 – 40.00

Baja Gorong-gorong

Komposit Rangka

6.00 – 8.00 40.00 60.00

Dari Tabel 3.4. tersebut dapat disimpulkan bahwa bangunan atas jembatan terdapat 2 alternatif pilihan bahan yaitu Beton dan Baja.

Tabel berikut mencoba membandingkan kelebihan dan kekurangan antara ke-2 jenis bahan tersebut khususnya dalam aplikasi perencanaan Jembatan Sigandul.

Tanda + diartikan lebih menguntungkan, - diartikan sebaliknya, 0 diartikan mempunyai nilai yang kurang lebih sama

Tabel 3.5 Perbandingan jenis bahan untuk jembatan.

Perbandingan Beton Baja


(18)

Waktu perakitan +

-Tenaga kerja 0 0

Perbandingan Beton Baja

Ancaman korosi +

-Penanganan dan pengangkutan - +

Umur Konstruksi 0 0

Expandable +

-Perawatan/Pemeliharaan +

-Bentang tersedia - +

Perancah +

-Bekisting lantai 0 0

Kontrol elemen +

-Dari beberapa gambaran data perbandingan jenis bahan konstruksi tersebut maka beton bertulang dipilih sebagai bahan utama bangunan atas jembatan.

B. Bangunan bawah

Bangunan bawah jembatan berfungsi sebagai pendukung beban yang yang bekerja pada bangunan atas dan meneruskan beban tersebut kepada sistim pondasi. Bangunan bawah ini terdiri dari kepala jembatan dan tumpuan atau perletakan serta pilar pada bentang tertentu. Kepala jembatan selain mendukung dan meneruskan beban dari


(19)

sebagai dinding penahan tanah pada oprit jembatan serta memberikan peralihan/pembatas dari timbunan oprit ke lantai jembatan.

Terdapat beberapa alternatif bentuk kepala jembatan antara lain :

1. Kepala jembatan dinding penahan diantaranya sistem gravitasi, konsol dan dinding penyangga.

2. Kepala jembatan penahan tanah sebagian, konstruksi ini dapat didukung langsung oleh tiang pancang, kolom dengan pondasi telapak lebar maupun kolom dengan tiang pancang.

Pilar digunakan apabila bentang bangunan atas yang tersedia tidak mencukupi untuk memenuhi bentang jembatan secara keseluruhan, sehingga diperlukan bentang ganda bangunan atas. Pilar di sini dimaksudkan untuk mendukung perletakan pada pertemuan dua bentang bangunan atas.

Bentuk Pilar ini bisa lebih bervariasi menyesuaikan dengan keadaan termasuk estetika dibandingkan dengan kepala jembatan adapun bentuknya antara lain :

1. Pilar kolom tunggal 2. Pilar rangka 3. Pilar dinding 4. Pilar tiang rangka 5. Pilar gravitasi.

Yang perlu diperhatikan dalam penentuan pilar ini adalah ketinggian rencana dari jembatan serta bentuk dan dimensi dari pilar itu sendiri. Bentuk dan dimensi pilar itu sendiri dipengaruhi oleh besarnya gaya


(20)

pilar, dipengaruhi oleh elevasi jembatan serta ketinggian kendaraan yang melintas dibawah jembatan tersebut. Namun pada jembatan Sigandul tinggi pilar hanya dipengaruhi elevasi jembatan.

Tumpuan/perletakan berfungsi meneruskan beban dan gaya dari bangunan atas kepada bangunan bawah jembatan berupa gaya vertikal dan horizontal yang dapat berupa gaya lateral dan longitudinal. Bridge Management System mensyaratkan bahwa tumpuan jembatan kelas A menggunakan tumpuan elastometrik yang dianggap lebih mampu untuk meneruskan gaya ke berbagai arah baik vertikal, horizontal maupun puntiran.

C. Pondasi

Sistim Pondasi mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan bawah jembatan ke lapis tanah keras dibawahnya. Pemilihan jenis pondasi ini dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Gaya yang bekerja dari konstruksi jembatan.

2. Kapasitas daya dukung tanah dan kedalaman yang akan dicapai. 3. Stabilitas tanah yang mendukung pondasi.

4. Tingkat kesulitan pada saat pelaksanaan, serta apabila pada pilar. 5. Pengaruh perilaku aliran sungai, besarnya gerusan dan sedimentasi. 6. Tinggi muka air lapisan akuifer dalam tanah dan besarnya tekanan

akuifer.

Jenis Pondasi dibedakan menjadi :

1. Pondasi Dangkal (Pondasi Langsung/Spread Foundation)


(21)

kali maupun beton bertulang. Persyaratan teknik pemakaian pondasi jenis ini adalah :

a. Tekanan konstruksi ke tanah < daya dukung tanah

b. Aman terhadap geser, guling, dan penurunan yang berlebihan c. Aman terhadap gerusan air dan longsoran tanah

d. Kedalaman dasar pondasi > 3 m dari dasar sungai terdalam atau muka tanah setempat

e. Tidak disarankan untuk pondasi pilar 2. Pondasi Dalam

Terdiri dari beberapa macam yaitu : a) Pondasi Sumuran

Persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:

i. Tekanan konstruksi ke tanah < daya dukung tanah pada dasar sumuran

ii. Aman terhadap penurunan yang berlebihan gerusan air dan longsoran tanah.

iii. Diameter sumuran ≥ 1.50 m

iv. Tidak disarankan jika tanah atas lunak dan tebalnya ≥ 3 m v. Cara galian terbuka tidak disarankan

vi. Kedalaman dasar pondasi sumuran harus dibawah gerusan maksimum.

b) Pondasi Tiang Pancang

Merupakan jenis pondasi dengan tiang yang dipancang kedalam tanah untuk mencapai lapisan daya dukung tanah rencana dengan ketebalan tanah lunak > 8 m dari dasar sungai terdalam atau dari permukaan tanah setempat dan dalam hal jika jenis pondasi sumuran diperkirakan sulit dalam pelaksanaannya.


(22)

Dasar perhitungan dapat didasarkan pada daya dukung persatuan tiang maupun daya dukung kelompok tiang. Persyaratan teknik pemakaian pondasi jenis ini adalah :

i. Kapasitas daya dukung tiang terdiri dari point bearing serta tahanan gesek tiang.

ii. Lapisan tanah keras berada > 8 m dari muka tanah setempat atau dari dasar sungai terdalam.

iii. Jika gerusan tidak dapat dihindari yang dapat

mengakibatkan daya dukung tiang dapat berkurang maka harus diperhitungkan pengaruh tekuk dan reduksi gesekan antara tiang dan tanah sepanjang kedalaman gerusan

iv. Jarak as tiang tidak boleh kurang dari 3 kali garis tengah tiang yang dipergunakan.

3.4.5 Perancangan Detail

Standard yang akan dipergunakan dalam perencanaan jembatan Sigandul didasarkan pada peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh Bina Marga sebagai instansi yang diberi wewenang dalam penanganan masalah jalan di Indonesia.

Adapun peraturan yang akan dijadikan pedoman dalam merencanakan jembatan ini antara lain :

1) Standar Pembebanan Untuk Jembatan RSNI T-02-2005.

2) Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan RSNI T-12-2004. 3) Spesifikasi Umum Divisi 1 Tahun 2010

4) Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 M1-2 (PBI 1971) / SKSNI 1991.

5) Bridge Management System (BMS 1992). 6) AASHTO M32-78 & M55 ( penulangan ). 7) Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya. 8) Peraturan – peraturan lain yang terkait.


(23)

Sedangkan rencana kelas Jembatan yang akan diterapkan adalah Kelas A dengan pembebanan rencana 100% beban D (beban garis ditambah beban kejut) dan 100% beban T ( BM100 ) dengan lebar perkerasan minimum 11,0 m.

3.4.5.1 Perhitungan Pembebanan

Pedoman Pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya merupakan dasar dalam menentukan beban dan gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Menurut RSNI T-02-2005 ada dua kategori aksi berdasarkan lamanya beban bekerja:

a. Aksi Tetap atau Beban Tetap

Merupakan aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan, cara pembangunan jembatan, dan bangunan yang menempel pada jembatan.

b. Aksi Transien atau Beban Sementara

Merupakan aksi yang bekerja dalam jangka waktu pendek, walaupun mungkin sering terjadi. Sedangkan untuk beban menurut RSNI T-02-2005 dibedakan sebagai berikut:

A. Beban Permanen 1. Beban Sendiri

Beban sendiri dari bagian bangunan yang dimaksud adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural yang dipikulnya, atau berat sendiri adalah berat dari bagian jembatan yang merupakan elemen struktural ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat isi dari berbagai bahan adalah sebagai berikut :


(24)

2. Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural dan mungkin besarnya berubah selama umur rencana. Beban mati tambahan diantaranya:

a. Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton, pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana.

b. Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau penuh).

3. Pengaruh Penyusutan dan Rangkak

Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari jembatan. Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum.

Bahan Berat/ Satuan Isi (KN/m3)

Aspal Beton 22,0 Beton Bertulang 25,0

Baja 77,0


(25)

1. Beban Kendaraan Rencana a. Aksi Kendaraan

Beban kendaraan tediri dari tiga komponen : i. Komponen vertikal

ii. Komponen rem

iii. Komponen sentrifugal (jembatan melengkung) b. Jenis Kendaraan

Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur “D” dan pembebanan truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalur lalu lintas pada jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada lebar jalur pada jembatan. Pembebanan truk “T” adalah kendaraan berat tunggal (semitrailler) dengan tiga gandar yang ditempatkan dalam kedudukan jembatan pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh berat roda kendaraan. Hanya satu truk “T” yang boleh ditempatkan per spasi lajur lalu lintas rencana.

Umumnya, pembebanan “D” akan menentukan untuk bentang sedang sampai panjang dan pembebanan “T” akan menentukan untuk bentang pendek dan sistem lantai.

2. Beban Lajur “D”

Beban lajur “D” terdiri dari :

a. Beban terbagi rata (UDL) dengan intensitas q KPa, dengan q tergantung pada panjang yang dibebani total (L) sebagai


(26)

L ≤ 30 m q= 9,0 KPa

L ≥ 30 m q= 9,0 ∗ ( 0,5 + (15/L) ) KPa

Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini, L adalah jumlah dari panjang masing-masing beban terputus tersebut. Beban UDL ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas.

b. Beban garis (KEL) sebesar p KN/m, ditempatkan pada kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas.. Pada bentang menerus, KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum.

Gambar 3.6. Ketentuan penggunaan beban 3. Beban Truk “T”

Hanya satu truk yang harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Truk “T” harus ditempatkan di tengah lajur lalu lintas. Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut :


(27)

Gambar 3.7. Beban Truk “T” 4. Faktor Beban Dinamis (FBD)

Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis.

Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimate ekuivalen. Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 3.8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:

LE = √( Lav * Lmax ) ( Persamaan 3.1) dengan pengertian :

Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus.


(28)

Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus.

Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.

Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m.

Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

Gambar 3.8. Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”

5. Gaya Rem

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas,


(29)

jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1:q = 9 KPa.

Gambar 3.9. Gaya Rem per lajur 6. Beban tumbukan pada penyangga jembatan

Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus direncanakan untuk diberi pelindung.

Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 100 KN yang bekerja membentuk sudut 10 0 dengan sumbu jalan yang terletak

dibawah jembatan. Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan.

C. Beban Lingkungan

Yang termasuk beban lingkungan untuk keperluan perencanaan adalah sebagai berikut :


(30)

Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah.

2. Gaya Angin

Gaya angin pada bangunan atas tergantung pada luas ekuivalen diambil sebagai luas padat jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut: TEW = 0,0006 * Cw * (Vw)2 * Ab (KN ) (Persamaan 3.2)

Dimana:

VW = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang ditinjau (lihat tabel 3.8)

CW = Koefisien seret (lihat tabel 3.7)

Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus berikut:

TEW = 0,0012 * Cw * (Vw)2 * Ab (KN/m) (Persamaan 3.3)

dimana Cw = 1,2


(31)

Tabel 3.8. Kecepatan Angin Rencana ( Vw )

3. Gaya Suhu

Perubahan merata dalam suhu jembatan menghasilkan perpanjangan atau penyusutan seluruh panjang jembatan. Gerakan tersebut umumnya kecil di Indonesia, dan dapat diserap oleh perletakan dengan gaya cukup kecil yang disalurkan ke bangunan bawah oleh bangunan atas dengan bentang 100 m atau kurang. 4. Gaya Akibat Gempa

Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Beban Horisontal Statis Ekivalen, beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut :

'TEQ = Kh * I * WT (Persamaan 3.4) Kh = C * S (Persamaan 3.5) Dimana:


(32)

Kh = Koefisien beban gempa horisontal

C = Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai

I = Faktor kepentingan S = Faktor tipe bangunan

WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (KN).

Untuk mencari koefisien geser dasar C sesuai dengan daerah gempa diperoleh dari tabel, gambar grafik dan peta pada lampiran atau pada RSNI T-02-2005. Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kelakuan dan fleksibilitas dari sistem pondasi.

(Persamaan 3.6)

dimana :

T = Waktu getar dalam detik G = Percepatan gravitasi (m/dt2)

Wtp = Berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (KN).

Kp = Kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (KN/m).


(33)

Tabel 3.9 Faktor Kepentingan (I).

Klasifikasi Harga I Minimum Jembatan memuat lebih dari 2000

kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif.

1,2

Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk mengurangi pembebanan lalu lintas

1,0

Jembatan sementara (misal : Bailey) dan jembatan yang direncanakan untuk

mengurangi pembebanan lalu lintas. 0,8

Tabel 3.10. Faktor tipe struktur jembatan (S).

Keterangan :

F = Faktor jenis rangka = 1,25 – 0,025n ; f ≤ 1


(34)

pada masing-masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri (misalnya bagian-bagian yang dipisahkan oleh expansion joint) yang memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri.

Gambar 3.10. Wilayah gempa Indonesia untuk periode ulang 500 tahun.


(35)

(36)

3.4.5.2 Faktor Beban

Berdasarkan RSNI T-02-2005 faktor beban untuk perancangan jembatan ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 3.11 Faktor Beban untuk perancangan jembatan.

Keterangan:

1*) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana menggunakan tanda bintang, untuk PMS = berat sendiri


(37)

2*) Tran = Transien

3*) Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai

4*) “N/A” menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal di mana pengaruh beban transien adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol.

3.4.5.3 Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan RSNI T-02-2005 Kombinasi Pembebanan untuk Keadaan Kelayanan dan Ultimit pada perancangan jembatan ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 3.12. Kombinasi pembebanan umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimite.


(38)

3.4.5.4 Perencanaan Substructure (Bangunan Bawah)

Bangunan bawah jembatan adalah bagian konstruksi jembatan yang menahan beban dari bangunan atas jembatan dan menyalurkannya ke pondasi yang kemudian disalurkan menuju tanah dasar. Biasanya bangunan bawah strukturnya bisa dari beton bertulang, beton pratekan atau baja. Konstruksi struktur bawah jembatan terdiri dari :

1. Pondasi Jembatan

Pondasi jembatan merupakan konstruksi jembatan yang terletak paling bawah dan berfungsi menerima beban dan meneruskannya ke lapisan tanah keras yang diperhitungkan cukup kuat menahannya. Pondasi menyalurkan beban-beban terpusat dari bangunan bawah (pilar atau abutment) kedalam tanah pendukung dengan cara sedemikian rupa, sehingga hasil tegangan dan gerakan tanah dapat dipikul oleh struktur keseluruhan.

Jenis pondasi yang dipilih harus mempertimbangkan berbagai hal berikut :

1. Beban total yang bekerja pada struktur

Merupakan hasil kombinasi pembebanan yang terbesar yaitu kombinasi atau superposisi antara beban mati bangunan (D), Beban


(39)

2. Kondisi tanah dibawah bangunan

Adalah kesimpulan keadaan tanah dimana bangunan akan didirikan yang merupakan hasil analisa tanah pada kedalaman lapisan tertentu serta perhitungan daya dukung tiap lapisan tanahnya.

3. Faktor biaya

Bila berdasarkan hasil penyelidikan tanah menyimpulkan bahwa daya dukung tanah lapisan atas adalah rendah serta melihat letak kedalaman tanah keras.

4. Keadaan di sekitar lokasi bangunan

Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan pemasangan pondasi, lokasi proyek dekat dengan lokasi pemukiman penduduk atau tidak, sehingga pada saat pemasangan pondasi tidak menimbulkan gangguan bagi penduduk sekitar. Dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini hasil N-SPT didapat lapisan tanah keras terdapat pada lapisan tanah yang dalam. Perencanaan menggunakan pondasi Bore Pile Ø 0,8 m dengan mutu beton K 300 kedalaman pengeboran 18 meter. Namun dikarenakan permasalahan salahnya perhitungan kedalaman dan tebal lapisan akuifer serta debit air yang dikeluarkan dari lubang pengeboran cukup besar maka pondasi untuk bagian pilar direncanakan akan diganti menjadi pondasi sumuran.

Analisis-analisis kapasitas daya dukung dilakukan dengan cara pendekatan untuk memudahkan perhitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat dikaitkan dengan sifat - sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan.

Perencanaan daya dukung Bore Pile ditinjau terhadap : A. Daya dukung vertikal Bore Pile

1. Berdasarkan kekuatan bahan dapat dianalisis berdasarkan :


(40)

σb = 0.33 f' c ( f' c = kekuatan karakteristik beton) (Persamaan 3.7)

Ptiang = σb x Atiang (Persamaan 3.8)

dimana :

P tiang = kekuatan pikul tiang yang diijinkan σb = tegangan tekan tiang terhadap penumbukan

Atiang = luas penampang tiang pancang

2. Berdasarkan hasil sondir

Tes Sondir atau Cone Penetration Test ( CPT ) pada dasarnya adalah untuk memperoleh tahanan ujung ( q ) dan tahanan selimut ( c ) sepanjang tiang. Tes sondir ini biasanya dilakukan pada tanah - tanah kohesif dan tidak dianjurkan pada tanah berkerikil dan lempung keras. Berdasarkan faktor pendukungnya, daya dukung tiang pancang dapat digolongkan sebagai berikut:

a. End bearing pile

Tiang pancang yang dihitung berdasarkan tahanan ujung dan memindahkan beban yang diterima ke lapisan tanah keras di bawahnya. Persamaan yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah terhadap tiang adalah

Qtiang = (Atiang x P) / 3 (Persamaan 3.9)

Kemampuan tiang terhadap kekuatan bahan:

P tiang = Bahan x A tiang (Persamaan 3.10)

dengan:

Qtiang = Daya dukung keseimbangan tiang ( KN )

Atiang = Luas permukaan tiang ( m )


(41)

P tiang = Kekuatan yang diijinkan pada tiang pancang (KN ) Bahan = Tegangan tekan ijin bahan tiang ( KN/m )

b. Friction pile

Jika pemancangan tiang sampai lapisan tanah keras sulit dilaksanakan karena letaknya sangat dalam, dapat dipergunakan tiang pancang yang daya dukungnya berdasarkan perletakan antara tiang dengan tanah (cleef).Persamaan daya dukung yang diijinkan terhadap tiang adalah:

Qtiang = (O x JHP) / 5 (Persamaan 3.11)

Dimana :

Qtiang = Daya dukung keseimbangan tiang ( KN) O = Keliling tiang pancang ( m)

JHP = Total friction ( KN/m ) 5 = Faktor Keamanan

c. End bearing and friction pile

Jika perhitungan tiang pancang didasarkan terhadap tahanan ujung dan hambatan pelekat, persamaan daya dukung yang diijinkan adalah:

Qtiang = ((Atiang x P)/3) + (( Ox C )/5) (Persamaan 3.12)

dengan :

Qtiang = Daya dukung keseimbangan tiang ( KN)

O = Keliling tiang pancang ( m) JHP = Total friction ( KN/m)

3. Berdasarkan nilai SPT ( Standard Penetration Test )

Daya dukung bore pile berdasarkan hasil pemeriksaan tanah untuk mendapatkan nilai berat isi tanah ( ), nilai kohesif tanah (c), danƔ


(42)

pondasi bore pile berdasarkan parameter kuat geser tanah ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

a. End bearing

Untuk tanah kohesif, daya dukung bore pile :

Qp = Ap x cu x Nc* ( Persamaan 3.13)

dengan :

Qp = Tahanan ujung per satuan luas ( ton ) Ap = Luas penampang bore pile ( m2 )

cu = Undrained cohesion ( ton/m2 ), untuk nilai cu dapat

digunakan

α* = 0,21 + 0,25 ( pα / cu ) ≤ 1 ( persamaan 3.14 )

dengan :

α* = faktor adhesi ( 0,4 )

pα = tekanan atmosfer ( 101,3 KN/m2)

Nc* = Faktor daya dukung, untuk pondasi bore pile digunakan Nc*= 9

Untuk tanah non kohesif, digunakan persamaan :

Qp = Ap x q’ (Nq* - 1 ) ( persamaan 3.15 ) dengan :

Qp = Tahanan ujung per satuan luas ( ton ) Ap = Luas penampang bore pile (m2)

q’ = Tekanan vertikal efektif ( ton / m2 )

Nq* = Faktor daya dukung tanah b. Friction pile

Untuk menghitung daya dukung bore pile berdasarkan Qs = fi x Li x p ( persamaan 3.16 )


(43)

Qs = Daya dukung friction pile (ton)

fi = Tahanan satuan friction pile ( ton / m2 )

dimana : ( tanah kohesif )

fi = αi* x cu ( persamaan 3.17 )

dengan :

αi* = Faktor adhesi ( 0,55 )

cu = Undrained cohesion (ton / m2 )

dimana : ( tanah non-kohesif )

fi = Ko x σv’ x tan δ ( persamaan 3.18 )

dengan :

Ko = Koefisien tekanan tanah ( Ko = 1- sin )ɸ

σv’ = Tegangan vertikal efektif tanah ( ton / m2 )

δ = 0,8 x ɸ

Li = Panjang lapisan tanah ( m )

p = Keliling tiang ( m )

B. Daya Dukung Ijin Tiang Group ( Pall Group)

Dalam pelaksanaan jarang dijumpai pondasi yang hanya terdiri dan satu tiang saja, tetapi terdiri dan kelompok tiang. Teori membuktikan dalam daya dukung kelompok tiang geser tidak sama dengan daya dukung tiang secara individu dikalikan jumlah tiang dalam kelompok, melainkan akan lebih kecil karena adanya faktor efisiensi.

(Persamaan 3.19)

Dimana :

m = jumlah baris n = jumlah tiang

ϕ = arc tan ( d/s ), dalam derajat d = diameter tiang


(44)

Pall group = Eff x Pall tiang ( daya dukung tiang tunggal )

2. Abutment Jembatan

Abutment atau pangkal adalah suatu konstruksi jembatan yang terdapat pada ujung-ujung jembatan, yang berfungsi sebagai penahan beban dari bangunan atas dan meneruskannya ke pondasi. Abutment menyalurkan gaya vertikal dan horisontal dari bangunan atas ke pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan pendekat atau oprit ke bangunan atas jembatan. Ada tiga jenis umum abutment yaitu:

1. Abutment Tembok Penahan

Dinamakan demikian karena timbunan jalan tertahan dalam batas-batas pangkal dengan tembok penahan yang didukung oleh pondasi. 2. Abutment Kolom “Spill-Through”

Dinamakan demikian karena timbunan diijinkan berada dan melalui portal pangkal yang sepenuhnya tertanam dalam timbunan. Portal terdiri dari balok kepala dan tembok kepala yang didukung oleh rangkaian kolom-kolom pada pondasi atau secara sederhana terdiri dari balok kepala yang didukung langsung oleh tiang-tiang.

3. Abutment Tanah Bertulang

Ini adalah sistem paten yang memperkuat timbunan agar menjadi bagian pangkal.Pada proyek ini digunakan abutment tembok penahan. Mutu beton abutment dan pile cap dan mutu f’c = 30 MPa dan selimut beton 11 cm kecuali footing bagian bawah 15 cm, dengan mutu baja tulangan BJTD-40 ( fy = 400 MPa ). Sedang untuk lantai kerja / lean concrete digunakan beton dengan mutu 13 MPa dengan tebal 7,5 cm. Dalam proyek ini, abutment lebih banyak digunakan sebagai struktur yang mendukung akses masuk (on ramp) dan akses keluar (off ramp) dari jembatan.


(45)

Pilar / Pier adalah salah satu konstruksi bangunan bawah jembatan yang menjadi penghubung dari struktur atas dan pondasi. Fungsi pilar sendiri adalah menyalurkan gaya-gaya vertikal dan horisontal dari bangunan atas ke pondasi.

Pada pembangunan jalan layang ini, sebagian besar pilar memiliki ketinggian yang cukup besar. Perencanaan ini bentuk keseluruhan pilar dianjurkan kolom jika bangunan atasnya menggunakan lantai beton bertulang, jika bangunan atasnya menggunakan material lain bentuk pilar adalah rangka kaku bertingkat satu (single-stratum rigid-frame) sampai ketinggian 10,00 meter, bertingkat dua (double-stratum rigid-frame) untuk tinggi mencapai 25,00 meter, dan bentuk I jika lebih dari 25,00 meter. Pilar terdiri dari bagian-bagian antara lain :

1. Kepala Pilar (Pierhead) 2. Kolom Pilar

3. Pile Cap

Pada proyek ini direncanakan menggunakan pilar kolom setinggi 7, 00 meter yang berbentuk persegi empat untuk kemudahan pekerjaan ( bekisting yang terdapat di lapangan ).

3.4.5.5 Perencanaan Upper Structure (Bangunan Atas)

Bangunan atas jembatan adalah bagian konstruksi jembatan yang berfungsi menahan beban-beban yang bekerja pada konstruksi bagian atas. Konstruksi bagian atas jembatan terdiri dari :

1. Lantai Jembatan

Pelat lantai berfungsi sebagai konstruksi penahan beban lalu lintas terutama beban truk “T”. Menurut RSNI T-02-2005 beban pada pelat lantai jembatan berupa beban truk “T” yang merupakan beban roda ganda sebesar 100 KN, dari kendaraan truk semitrailler yang mempunyai bidang kontak seluas 20 x 50 cm2.


(46)

Pada umumnya gelagar jembatan untuk jalan raya di Indonesia menggunakan bahan baja dan beton pratekan. Pada proyek ini digunakan gelagar melengkung berupa beton bertulang dengan panjang bervariasi dari 25- 50 m.

Pada dasarnya, beton prategang adalah suatu sistem dimana sebelum beban luar bekerja, diciptakan tegangan yang berlawanan tanda dengan tegangan yang nantinya akan terjadi tegangan akibat beban. Hal ini dimungkingkan dengan memasukkan kabel tendon yang menyesuaikan bentuk layout dari momen yang direncanakan kemudian ditarik untuk menghasilkan gaya normal dan momen sesuai rencana. Pada jembatan ini menggunakan konsep yang hampir sama dengan konsep beton prategang. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir volume perencanaan beton bertulang. Konsep yang diambil adalah memperbesar kapasitas momen yang dapat dilayani oleh balok jembatan, caranya dengan melengkungkan balok jembatan berlawanan bentuk dari bentuk momen rencana jembatan.

3. Kolom Jembatan

Kolom jembatan pada jembatan portal melengkung berfungsi menahan beban yang ditransfer oleh jalan melalui lantai jembatan dan meneruskannya ke balok jembatan dengan mengubahnya menjadi beban terpusat.

4. Tumpuan Jembatan

Merupakan perletakan dari jembatan yang berfungsi untuk menahan beban baik yang vertikal maupun horisontal. Disamping itu juga untuk meredam getaran sehingga abutment tidak mengalami kerusakan. Pada proyek ini digunakan bearing pad berupa bantalan karet sintetik / elastomeric bearing pad sebagai tumpuan girder.


(47)

Oprit adalah jalan pendekat/peralihan dari jalan raya ke jalan di jembatan, dibangun untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan saat akan lewat jalan di jembatan. Oprit juga dilengkapi dengan dinding penahan. Pada perencanaan oprit, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Tipe dan kelas jalan ataupun jembatan 2. Volume lalu lintas

3. Tebal perkerasan

Perkerasan jalan pada jalan pendekat/oprit yang berfungsi: 1. Menyebarkan beban lalu-lintas di atasnya ke tanah dasar. 2. Melindungi tanah dasar dari rembesan air hujan.

3. Faktor kenyamanan bagi pemakai jalan.

Ada dua macam perkerasan yang biasa digunakan yaitu perkerasan kaku / rigid pavement dari beton dan perkerasan lentur / flexible pavement dari campuran aspal beton sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapis pondasinya. Pada proyek ini di bagian belakang abutment timbunan oprit mengunakan perkerasan kaku / rigid pavement dengan kemampuan daya layan jalan untuk arteri kelas 1 dengan lebar ruas jalan 7,5 – 11 meter. Spesifikasi bahan yang digunakan untuk oprit secara umum antara lain:

1. Lapisan pondasi bawah menggukanan material agregat kelas A sedalam 15 cm.

2. Lapisan pondasi atas dengan lean concrete dengan mutu beton K 125 dan tebal 15 cm.

3. Lapisan perkerasan beton menggunakan mutu beton Fs 45 dengan detail penulangan antara lain: tulangan polos diameter 13 untuk tulangan melintang dan dudukan, tulangan polos diameter 36 untuk


(48)

4. Selain pekerjaan rigid pavement dengan spesifikasi diatas untuk melengkapi pekerjaan rigid pavement diatas ada pekerjaan finishing yakni pemasangan railing pada sisi luar tikungan dan filler pada celah antar segmen perkerasan beton.

Sedang di luar itu timbunan oprit menggunakan meterial tanah timbunan biasa.

6. Trotoar Jembatan

Jembatan direncanakan untuk melayani kendaraan rencana yang akan melewati jalan nasional tengah pulau jawa dengan volume lalu lintas yang sangat fluktuatif dan tinggi pada liburan. Minimnya pemukiman disekitar jalan juga menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk mendesain lebar trotoar tidak terlalu besar.

7. Sandaran Jembatan

Sandaran merupakan pembatas antara daerah kendaraan dengan tepi jembatan yang berfungsi sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut. Konstruksi sandaran umumnya terdiri dari :

1. Tiang sandaran (Rail Post), biasanya dibuat dari konstruksi beton bertulang untuk jembatan dengan balok girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan struktur rangka utama. Pada jembatan ini direncanakan dibuat dari konstruksi beton.


(49)

2. Sandaran (Hand Rail), biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang. Dalam perencanaan jembatan juga direncanakan dibuat dari beton.

Menurut BMS 1992 sandaran untuk pejalan kaki harus direncanakan untuk dua pembebanan rencana daya layan yaitu q = 0,75 KN/m, yang bekerja secara bersamaan dalam arah menyilang dan vertikal pada sandaran serta tidak ada ketentuan beban ultimit untuk sandaran.

8. Parapet Jembatan

Parapet merupakan bangunan dari beton bertulang yang berfungsi sebagai pembatas antara daerah kendaraan dengan tepi jembatan untuk pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut. Parapet merupakan bagian dari sandaran yang telah dibahas di atas. Pada proyek ini mutu beton parapet 10 MPa dengan mutu baja tulangan BJTD-40 (fy = 400 MPa ).

9. Pelat Injak Jembatan

Pelat injak merupakan pelat beton bertulang yang berada dibelakang abutment diatas timbunan oprit. Pelat injak berfungsi untuk menahan beban yang akan melewati jembatan serta menyebarkannya ke timbunan oprit. Selain itu pelat injak berfungsi agar tidak terjadi penurunan pada timbunan oprit di belakang abutment dan memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan yang akan masuk ke bangunan jembatan.

10. Sambungan (Joints) Jembatan

Merupakan bagian sambungan ekspansi/expantion joint yaitu sambungan antara pelat lantai jembatan dengan abutment atau pelat


(50)

3.4.5.6 Bangunan Pelengkap Jembatan

Bangunan pelengkap ini merupakan bangunan diluar struktur jembatan yang berfungsi untuk kelengkapan jembatan seperti keamanan dan kenyamanan jembatan. Perencanaan bangunan pelengkap jembatan, meliputi :

1. Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall) Jembatan

Dinding penahan tanah yang dimaksud ini adalah untuk menahan timbunan tanah di kanan dan kiri oprit jembatan, karena timbunan oprit yang cukup tinggi mulai dari 4 - 6 meter. Konstruksi dinding penahan tanah pada proyek ini adalah dinding kantilever berbentuk L dengan footing untuk menahan geser. Dinding penahan tanah didesain menggunakan material beton dengan mutu fc 25 dan tulangan ulir D-25. Konstruksi

2. Slope Protection (Shotcrete)

Shotcrete saat ini sering dipakai pada proyek infrastruktur, digunakan pada permukaan lereng tanah galian untuk menahan reruntuhan gelincir pada tanah galian. Shotcrete hanya bisa digunakan pada tanah galian dengan asumsi tidak ada beban berarti diatas tebing galian dan kepadatan tanah galian cukup baik. Shotcrete sendiri memiliki 2 cara pilihan pengunaan yakni:

1. Wet mix dimana beton shotcrete dicampur dengan air sebelum dimasukkan kemesin kompresor. Kelebihan cara ini kualitas beton lebih mudah dikontrol, tidak menimbulkan banyak debu, dan dapat


(51)

digunakan baik pada kondisi hujan maupun tidak. Kekurangan cara ini adalah pada produktifitas pekerjaan berkurang.

2. Dry mix dimana proses pencampuran beton shotcrete dengan air terjadi pada ujung nozzle sesaat sebelum campuran keluar. Kelebihan dan kekurangan cara ini berkebalikan dengan wet mix.

Campuran shotcrete bukan beton namun juga bukan mortar, shotcrete menggunakan screen yang lebih kecil dari batu split sebagai pengganti batu split. Hal ini agar didapatkan kekuatan campuran yang cukup besar dan mudah dikeluarkan melalui nozzle. Pada proyek ini kemampuan shotcrete adalah setara K 250 dengan wiremesh M – 6.

3. Drainase Jembatan

Drainase jembatan harus direncanakan sebaik mungkin agar tidak terjadi genangan pada jembatan maupun oprit. Hal ini sangat penting karena untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan yang melintasi jembatan. Drainase pada jembatan menggunakan pipa yang saling terhubung dan membuang aliran air ke arah bawah jembatan. Drainase pada jalan pendekat yang sudah diaplikasikan berupa pemasangan box culvert dengan dimensi 1,5 x 1,5 meter mutu K 350 sebagai drainase melintang jalan pendekat.


(1)

Pada umumnya gelagar jembatan untuk jalan raya di Indonesia menggunakan bahan baja dan beton pratekan. Pada proyek ini digunakan gelagar melengkung berupa beton bertulang dengan panjang bervariasi dari 25- 50 m.

Pada dasarnya, beton prategang adalah suatu sistem dimana sebelum beban luar bekerja, diciptakan tegangan yang berlawanan tanda dengan tegangan yang nantinya akan terjadi tegangan akibat beban. Hal ini dimungkingkan dengan memasukkan kabel tendon yang menyesuaikan bentuk layout dari momen yang direncanakan kemudian ditarik untuk menghasilkan gaya normal dan momen sesuai rencana. Pada jembatan ini menggunakan konsep yang hampir sama dengan konsep beton prategang. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir volume perencanaan beton bertulang. Konsep yang diambil adalah memperbesar kapasitas momen yang dapat dilayani oleh balok jembatan, caranya dengan melengkungkan balok jembatan berlawanan bentuk dari bentuk momen rencana jembatan.

3. Kolom Jembatan

Kolom jembatan pada jembatan portal melengkung berfungsi menahan beban yang ditransfer oleh jalan melalui lantai jembatan dan meneruskannya ke balok jembatan dengan mengubahnya menjadi beban terpusat.

4. Tumpuan Jembatan

Merupakan perletakan dari jembatan yang berfungsi untuk menahan beban baik yang vertikal maupun horisontal. Disamping itu juga untuk meredam getaran sehingga abutment tidak mengalami kerusakan. Pada proyek ini digunakan bearing pad berupa bantalan karet sintetik / elastomeric bearing pad sebagai tumpuan girder.


(2)

Oprit adalah jalan pendekat/peralihan dari jalan raya ke jalan di jembatan, dibangun untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan saat akan lewat jalan di jembatan. Oprit juga dilengkapi dengan dinding penahan. Pada perencanaan oprit, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Tipe dan kelas jalan ataupun jembatan 2. Volume lalu lintas

3. Tebal perkerasan

Perkerasan jalan pada jalan pendekat/oprit yang berfungsi: 1. Menyebarkan beban lalu-lintas di atasnya ke tanah dasar. 2. Melindungi tanah dasar dari rembesan air hujan.

3. Faktor kenyamanan bagi pemakai jalan.

Ada dua macam perkerasan yang biasa digunakan yaitu perkerasan kaku / rigid pavement dari beton dan perkerasan lentur / flexible pavement dari campuran aspal beton sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapis pondasinya. Pada proyek ini di bagian belakang abutment timbunan oprit mengunakan perkerasan kaku / rigid pavement dengan kemampuan daya layan jalan untuk arteri kelas 1 dengan lebar ruas jalan 7,5 – 11 meter. Spesifikasi bahan yang digunakan untuk oprit secara umum antara lain:

1. Lapisan pondasi bawah menggukanan material agregat kelas A sedalam 15 cm.

2. Lapisan pondasi atas dengan lean concrete dengan mutu beton K 125 dan tebal 15 cm.

3. Lapisan perkerasan beton menggunakan mutu beton Fs 45 dengan detail penulangan antara lain: tulangan polos diameter 13 untuk tulangan melintang dan dudukan, tulangan polos diameter 36 untuk


(3)

4. Selain pekerjaan rigid pavement dengan spesifikasi diatas untuk melengkapi pekerjaan rigid pavement diatas ada pekerjaan finishing yakni pemasangan railing pada sisi luar tikungan dan filler pada celah antar segmen perkerasan beton.

Sedang di luar itu timbunan oprit menggunakan meterial tanah timbunan biasa.

6. Trotoar Jembatan

Jembatan direncanakan untuk melayani kendaraan rencana yang akan melewati jalan nasional tengah pulau jawa dengan volume lalu lintas yang sangat fluktuatif dan tinggi pada liburan. Minimnya pemukiman disekitar jalan juga menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk mendesain lebar trotoar tidak terlalu besar.

7. Sandaran Jembatan

Sandaran merupakan pembatas antara daerah kendaraan dengan tepi jembatan yang berfungsi sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut. Konstruksi sandaran umumnya terdiri dari :

1. Tiang sandaran (Rail Post), biasanya dibuat dari konstruksi beton bertulang untuk jembatan dengan balok girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan struktur rangka utama. Pada jembatan ini direncanakan dibuat dari konstruksi beton.


(4)

2. Sandaran (Hand Rail), biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang. Dalam perencanaan jembatan juga direncanakan dibuat dari beton.

Menurut BMS 1992 sandaran untuk pejalan kaki harus direncanakan untuk dua pembebanan rencana daya layan yaitu q = 0,75 KN/m, yang bekerja secara bersamaan dalam arah menyilang dan vertikal pada sandaran serta tidak ada ketentuan beban ultimit untuk sandaran.

8. Parapet Jembatan

Parapet merupakan bangunan dari beton bertulang yang berfungsi sebagai pembatas antara daerah kendaraan dengan tepi jembatan untuk pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut. Parapet merupakan bagian dari sandaran yang telah dibahas di atas. Pada proyek ini mutu beton parapet 10 MPa dengan mutu baja tulangan BJTD-40 (fy = 400 MPa ).

9. Pelat Injak Jembatan

Pelat injak merupakan pelat beton bertulang yang berada dibelakang abutment diatas timbunan oprit. Pelat injak berfungsi untuk menahan beban yang akan melewati jembatan serta menyebarkannya ke timbunan oprit. Selain itu pelat injak berfungsi agar tidak terjadi penurunan pada timbunan oprit di belakang abutment dan memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan yang akan masuk ke bangunan jembatan.

10. Sambungan (Joints) Jembatan

Merupakan bagian sambungan ekspansi/expantion joint yaitu sambungan antara pelat lantai jembatan dengan abutment atau pelat


(5)

3.4.5.6 Bangunan Pelengkap Jembatan

Bangunan pelengkap ini merupakan bangunan diluar struktur jembatan yang berfungsi untuk kelengkapan jembatan seperti keamanan dan kenyamanan jembatan. Perencanaan bangunan pelengkap jembatan, meliputi :

1. Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall) Jembatan

Dinding penahan tanah yang dimaksud ini adalah untuk menahan timbunan tanah di kanan dan kiri oprit jembatan, karena timbunan oprit yang cukup tinggi mulai dari 4 - 6 meter. Konstruksi dinding penahan tanah pada proyek ini adalah dinding kantilever berbentuk L dengan footing untuk menahan geser. Dinding penahan tanah didesain menggunakan material beton dengan mutu fc 25 dan tulangan ulir D-25. Konstruksi

2. Slope Protection (Shotcrete)

Shotcrete saat ini sering dipakai pada proyek infrastruktur, digunakan pada permukaan lereng tanah galian untuk menahan reruntuhan gelincir pada tanah galian. Shotcrete hanya bisa digunakan pada tanah galian dengan asumsi tidak ada beban berarti diatas tebing galian dan kepadatan tanah galian cukup baik. Shotcrete sendiri memiliki 2 cara pilihan pengunaan yakni:

1. Wet mix dimana beton shotcrete dicampur dengan air sebelum dimasukkan kemesin kompresor. Kelebihan cara ini kualitas beton lebih mudah dikontrol, tidak menimbulkan banyak debu, dan dapat


(6)

digunakan baik pada kondisi hujan maupun tidak. Kekurangan cara ini adalah pada produktifitas pekerjaan berkurang.

2. Dry mix dimana proses pencampuran beton shotcrete dengan air terjadi pada ujung nozzle sesaat sebelum campuran keluar. Kelebihan dan kekurangan cara ini berkebalikan dengan wet mix.

Campuran shotcrete bukan beton namun juga bukan mortar, shotcrete menggunakan screen yang lebih kecil dari batu split sebagai pengganti batu split. Hal ini agar didapatkan kekuatan campuran yang cukup besar dan mudah dikeluarkan melalui nozzle. Pada proyek ini kemampuan shotcrete adalah setara K 250 dengan wiremesh M – 6.

3. Drainase Jembatan

Drainase jembatan harus direncanakan sebaik mungkin agar tidak terjadi genangan pada jembatan maupun oprit. Hal ini sangat penting karena untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan yang melintasi jembatan. Drainase pada jembatan menggunakan pipa yang saling terhubung dan membuang aliran air ke arah bawah jembatan. Drainase pada jalan pendekat yang sudah diaplikasikan berupa pemasangan box culvert dengan dimensi 1,5 x 1,5 meter mutu K 350 sebagai drainase melintang jalan pendekat.