Analisis dan Pembahasan 1. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

C. Analisis dan Pembahasan 1.

Analisis Dalam workshop yang diadakan di Kota Surakarta mengenai Bus Rapid Transit, Enrique Penelosa mantan walikota Bogota Kolombia yang menata kotanya dengan sustainable system ketika beliau masih menjabat walikota, dan hal ini yang perlu kita cermati dan pahami sebagai mindset baru, dengan mengembangkan sistem transportasi perkotaan berbasis Bus Rapid Transit sesuai standar teknis dan prosedural yang ada. Pada kesempatan workshop tersebut, Enrique Penelosa menyatakan: “ Adapun penerapan BRT di Kota-kota di Indonesia belum bisa dikatakan BRT, masih banyak catatan yang perlu adanya pembenahan karena untuk di Surakarta sendiri, pengembangan BRT belum bisa dikatakan tepat. Hal ini dikarenakan, sisi kependudukan dan sarananya yang belum memadai akan standarisasinya.” Pernyataan tersebut disampaikan oleh Bapak Taufiq Muhammad, S.Sit, Staff Bidang Angkutan, dan argumen diatas dipertegasnya lagi berdasarkan analisisnya terhadap kesesuaian sistem transportasi Surakarta yang semestinya. “ Sedangkan menurut saya meningkatkan jaringan transportasi dan pelayanan transportasi sudah cukup untuk melayani konsep transportasi perkotaan di Surakarta.” Kasus BRT di Indonesia sendiri harus bisa menanamkan pengertian dalam implementasi program BRT sebagai moda yang terintegrasi antar moda dan yang paling penting adalah pengertian rapid dan transitnya, rapid bermaksud cepat, tanpa harus menunggu lama, sedangkan transit penumpang bisa bertukar transportasi hingga sampai ke tempat tujuan dengan sistem commit to user pembayaran single trip. BRT merupakan transportasi masa depan yang mengedepankan pelayanan dan keramahan hidup manusia, maka ini perlu menjadi perhatian para pimpinan kota untuk terus mengembangkan BRT sebagai operator utama single transportasi perkotaan. Memahami BRT, maka Pemerintahan Kota Surakarta mempunyai hak standar minimal pelayanan, hal ini menuntut kepada operator untuk bisa memaksimalkan pelayanannya demi kepuasan publik. Namun pihak Damri dalam hal ini sebagai operator masih mengalami kendala pada pendanaan dan berharap akan adanya suntikan subsidi. Mengingat secara garis besar antara pemerintahan dan Damri sebagai BUMN memiliki orientasi yang berbeda, dimana pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan semaksimal mungkin, sedangkan Damri sebagai BUMN dituntut memberikan pelayanan, yang juga berorientasi pada profit. Asas dualisme tadi menjadi tuntutan Damri dalam mengoperasionalkan program BRT. Dalam kasus pengoperasionalan BRT di Kota Surakarta terkesan Damri mendapatkan tuntutan pressure, namun hal ini dinyatakan oleh Damri bukan sebagai bentuk eksploitasi pemerintahan untuk menyerahkan beban dan tanggungjawab program BRT ini, karena berdasarkan beberapa analisis non matematis, program ini menjadi peluang Damri, yang dimana program BRT menjadi program yang berkelanjutan. Jadi logikanya untuk koridor pertama ini menjadi pengalaman Damri untuk kedepannya siap bersaing dengan operator swasta apabila semua layanan utama akan dijalankan oleh BST Batik Solo Trans. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Dalam pengertian Pemerintah Kota Surakarta terhadap konsep BRT yang saat ini berjalan, belum dapat dikatakan BRT dengan pengertian seutuhnya karena ini masih berupa pilot project, seperti dilangsirkan dalam Surat edaran pemerintah pusat, yang mengatakan program BRT dioperasikan sebagai pilot project atau stimulan. Pemerintah Surakarta dalam menjalankan program tentunya tetap mendasari dari program Kementrian Perhubungan Republik Indonesia dan juga mendapatkan bantuan technical Asisstance dari GTZ Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit Jerman serta CDIA Cities Development Initiative for Asia yang telah bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta beberapa tahun terakhir guna membantu mengatasi akar permasalahan transportasi di Kota Surakarta. Jadi BRT di kota Surakarta baru tahapan pra-FS, jadi disini belum berbicara BRT tapi lebih memfokuskan pengertian pada peremajaan angkutan umum dengan manajemen, kendaraan dan shelter yang baru. Hal ini diutarakan Bapak Taufiq Muhammad sebagai berikut: ” Disini pemerintah Kota Surakarta mencoba mengganti armada yang sudah berjalan, nah kerjasama dengan GTZ itulah yang nantinya menjadi acuan kita Pemerintah Kota surakarta untuk mengembangkan sistem transportasi perkotaan”. Taufiq Muhammad, S.Sit, Staff Bidang Angkutan Melihat realita akan keberadaan BRT sebagai transportasi masa depan, maka tahapan awal yang dimaksud diatas menurut Bapak Taufiq Muhammad menjadi sangat berbeda menurut Sdr. Sasangka Adi, yang mana beliau menegaskan sebagai berikut: “ Dukungan antar daerah menjadi keharusan untuk keberhasilan program BRT ini. Sedangkan tingkat kepadatan transportasi solo perpustakaan.uns.ac.id commit to user hanya disaat pagi dan sore ketika orang-orang berangkat sekolahkerja dan pulang kerja, maka hal prioritas terbaiknya dengan diimbanginya kebijakan untuk mengurangi angka penjualan kendaraan bermotor, seperti mobil dan motor, dimana untuk mendapatkan kreditnya sangatlah mudah, sehingga saya pikir sampai sekarang Perum Damri masih disubsidi untuk maintenance BRT tersebut, adapun untuk bensin dan onderdil saya rasa mereka terus butuh suntikan dana yang lumayan cukup besar. Aspek legalitas pengembangan BRT di Kota Surakarta tersusun dalam 3 naskah perjanjian, secara substansi yang membedakan dengan kota lain adalah penunjukkan operator tidak melalui tender, melainkan penunjukkan langsung. Menyangkut soal aspek legal secara formal dan detail dalam menanggapi BRT sebagai sistem transportasi perkotaan yang berkelanjutan, belum tersentuh dan belum tersusun dalam draft khusus sebagai ranah legislatif untuk memberikan acuan normatif pengoperasionalannya. “ Jadi Batik Solo Trans disini bukan menjadi ranah legislatif tapi ini ranah eksekutif yang menjadi tugas harian kita, dimana pekerjaan ini sudah berjalan dan kita meningkatkan lagi pelayanannya. kita melihat dalam pengembangan koridor pertama ini, sebelumnya menjadi trayek dan peluang usaha milik Damri, maka kami menunjuknya sebagai operator dan kita Pemkot Surakarta tidak mengubah secara signifikan dari apa yang ada pada koridor ini, tapi kita Pemkot Surakarta mencoba meningkatkan pelayanan dan kualitas publik transportnya dengan jenis bus yang berbeda, jenis shelter yang berbeda dan SOP yang berbeda. Jadi sekali lagi kami Pemkot Surakarta tidak memakai proses tender-tenderan karena ini secara subtansi adalah peremajaan yang berprinsip pada perbaikan layanan publik transport dengan model yang baru.” Taufiq Muhammad, S.Sit, Staff Bidang Angkutan Peremajaan diatas berafirmasi pada pengertian peremajaan moda saat ini, mengingat Batik Solo Trans merupakan inovasi moda modern yang dikembangkan oleh pemerintah kota Surakarta dengan dikerjasamakan kepada Damri sebagai operator. Perkembangan transportasi di Surakarta dapat perpustakaan.uns.ac.id commit to user dikatakan cukup pesat dan bervariasi dalam hal jenis alat angkutannya. Hal ini ditandai sejak tahun 1891 mulai dikenal sarana transportasi yang disebut dengan kereta trem. Kereta trem juga dapat disebut sebagai cikal bakal sarana transportasi umum yang bersifat massal di Surakarta. Sarana transportasi umum bermotor lainnya yang pernah ada dan cukup populer di Surakarta adalah bemo. Selain bemo sebagai sarana transportasi massal yang populer di Surakarta, terdapat pula angkuta dan bus kota. Sarana transportasi umum yang disebutkan sebelumnya, yaitu bemo adalah yang kemudian diremajakan menjadi angkuta Angkutan Kebutuhan Kota. Kemunculan angkuta pada tahun 1978 pada dasarnya adalah upaya peremajaan alat transportasi umum sebelumnya yaitu bemo yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan dan tata kota Surakarta. Penyediaan sarana transportasi angkuta adalah merupakan realisasi dari pemerintah dalam bidang perhubungan dan transportasi yang dimaksudkan untuk memperluas jangkauan pelayanan di bidang transportasi di Surakarta, khususnya di daerah pinggiran kota guna mempererat ikatan ekonomi masyarakat antar daerah pusat kota dengan daerah pinggiran kota. Dalam mengatur segala urusan peremajaan Bemo ini, dikeluarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor: 198KepB.31978 Tentang Pembentukan Tim Peneliti Pengawasan dan Pelaksanaan Kredit Investasi Kecil Massal Peremajaan Bemo, sedangkan kehadiran angkuta di Surakarta sendiri diatur dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 52KepB.31978. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Upaya pemenuhan kebutuhan armada angkuta pada waktu itu, pemerintah mendirikan dua perusahaan pengangkutan untuk menyediakan armada. Perusahaan tersebut adalah Koperasi Angkutan Jalan Raya Kop. AJR dan PT. Persamonis. Kelahiran Kop. AJR diatur dalam Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta, Nomor: 185KepB.31978 tanggal 27 Oktober 1978. Kop. AJR hanya menyediakan sejumlah 60 armada. Dalam pelaksanaannya, Kop. AJR bekerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Solo Motor dan Sumber Harapan Motor dalam hal kredit kepemilikan angkuta. Dalam Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta, Nomor: 197KepB.31978 tanggal 29 Desember 1978. Syarat untuk mengajukan kredit angkuta adalah dengan menyerahkan sertifikat tanah atau rumah sebagai jaminannya dan membayar uang muka sebesar Rp. 325.000,-. Harga untuk tiap unit armada pada waktu itu adalah Rp. 1.800.000,- dan harus lunas dalam jangka waktu empat tahun. Armada angkuta yang disediakan oleh Kop. AJR berwarna hijau. Kelangsungan kedua perusahaan penyedia armada angkuta tersebut tidak mampu berlangsung lama. Hal ini disebabkan karena buruknya manajemen di dalamnya dan penyalahgunaan wewenang. Ketiadaan kedua perusahaan tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap keberadaan angkuta sendiri karena pada dasarnya fungsi kedua perusahaan tersebut hanyalah sebagai pihak penyediapengadaan kebutuhan armada. Selanjutnya untuk commit to user segala urusan mengenai angkuta diambil alih oleh pemerintah daerah yang bekerjasama dengan instansi terkait lainnya seperti Organda. Pada tahun 1983 rute yang dilalui angkuta juga kembali mengalami perubahan total dengan pembagian sebanyak 7 rute. Hal ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 551.293I1983. Rute baru tersebut antara lain: a Klewer - Kartosuro PP. b Klewer - Colomadu PP. c Klewer - Kartosuro PP. d Klewer - Perumnas Mojosongo PP. e Klewer - Pasar Mangu PP. f Klewer - Perumnas Palur PP. g Klewer - Daleman PP. Alasan perubahan rute tersebut adalah dikarenakan telah dioperasikannya bus kota bertingkat double decker di Surakarta. Perubahan rute kembali dilakukan pada tahun 1985 dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 551.2189I1985, tertanggal 8 Oktober 1985. Pertimbangan perubahan rute ini adalah dikarenakan rute sebelumnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan kota dan pemerataan pelayanan akan jasa transportasi bagi masyarakat. Rute tersebut adalah: a Jongke - Jurug PP. b Jongke - Tirtonadi PP. perpustakaan.uns.ac.id commit to user c Jongke - Kadipiro PP. d Kadipiro - Gading via Jl. Ahmad Yani PP. e Kadipiro - Jurug via Tirtonadi PP. f Tirtonadi - Gading PP. g Kadipiro - Gading via Mojosongo PP. h Kadipiro - Jurug via Mojosongo PP. i Jongke - Kadipiro via Jl. Slamet Riyadi PP. Angkuta pada awal kemunculannya pernah mengalami masa kejayaan yaitu antara 1978 sampai dengan 1983. Masa kejayaan yang dimaksud adalah pada waktu itu angkuta sebagai satu-satunya sarana transportasi massal di Surakarta. Faktor lain yang mendukung masa kejayaan angkuta adalah jalur yang dilalui angkuta tidak hanya terbatas pada dalam kota, melainkan telah mencapai daerah luar kota seperti Kartosuro, Daleman, Gumpang, Ngasinan Kabupaten Sukoharjo dan Palur, Colomadu Kabupaten Karanganyar, serta syarat kepemilikan armada angkuta sangat mudah. Selain itu untuk mendapatkan ijin usaha dan ijin trayek juga dapat dikatakan tidak terlalu sulit. Adapun persyaratan untuk memperoleh ijin trayek tersebut antara lain: a Fotocopy Kartu Tanda Penduduk KTP. b Fotocopy Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK. c Kartu Pengawas KP yang disahkan Kepala Cabang Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya DLLAJR. d Buku tanda uji kendaraan bermotor KIR. e Kartu Pengawas KP per trayek yang disahkan Walikotamadya Surakarta. perpustakaan.uns.ac.id commit to user f Ijin usaha yang disahkan Walikotamadya Surakata. Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka kemudian akan diberikan surat ijin trayek kepada pengusaha angkuta. Dalam surat ijin trayek tersebut terdapat beberapa penetapan-penetapan antara lain tentang trayek yang akan dilalui, tarif pengangkutan, lama berlakunya surat ijin, serta syarat- syarat lain yang diperlukan untuk kepentingan umum. Syarat-syarat lainnya yang kemudian wajib dipenuhi oleh pengusaha angkuta sebagaimana tertuang dalam halaman lampiran Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 52KepB.31978 adalah: a Perusahaan berbentuk badan hukum. b Telah memiliki ijin usaha. c Telah terdaftar sebagai anggota ORGANDA. Keberadaan angkuta di Surakarta tidaklah selalu mengalami masa kejayaan. Dalam hal ini Angkutan Kebutuhan Kota juga mengalami masa kemunduran yang sangat nampak pada periode tahun 1984. Faktor utama yang menyebabkan kemunduran bagi angkuta pada masa itu adalah buruknya manajeman internal angkuta dan keberadaan bus kota di Surakarta. Bus kota, terutama bus tingkat double decker menjadi ancaman serius bagi keberadaan angkuta karena mampu mengangkut penumpang dalam jumlah yang lebih banyak dan tarifnya murah dan flat, serta jalur yang dilalui hampir bersinggungan dengan jalur yang dilalui angkuta. commit to user Bus kota Perum Damri yang berbentuk tingkat mulai beroperasi di Kotamadya Surakarta pada tanggal 6 Juni 1983 dengan Surat Keputusan Ijin Trayek dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Propinsi Jawa Tengah Nomor: 551.20021261983 dan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor: 551.21301983. Surat Keputusan ini berisi pemberian ijin trayek dengan mobil bus umum kepada Perum Damri. Sebuah bus tingkat mampu mengangkut penumpang sebanyak 119 orang. Hal inilah yang membuat angkuta merasa kehilangan penumpang mengingat rute yang dilaluipun sama. Rute yang dilalui bus kota tingkat tersebut adalah Kartosuro - Jl. Brigjend Sudiarto - Jl. Slamet Riyadi - Jl. Urip Sumoharjo - Jl. Kol. Sutarto - Palur. Sejalan dengan diberlakukannya arah jalan baru pada Jl. Slamet Riyadi, yaitu dari perempatan Gendengan hingga Gladag menjadi satu arah secara horizontal dari barat ke timur mulai pukul 06.00-22.00, maka rute bus tingkat Damri juga mengalami perubahan. Terhitung sejak tanggal 13 April 1985 dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta No. 55173I1983, rute bus tingkat Damri berubah menjadi: dari arah Barat ke Timur, yaitu Kartosuro - Jl. Slamet Riyadi - Jl. Jendral Sudirman - Jl. Urip Sumoharjo - Jl. Kol. Sutarto - Jl. Ir. Sutami - Palur, sedangkan dari arah Timur ke Barat, yaitu Palur - Jl. Ir. Sutami - Jl. Kol. Sutarto - Jl. Urip Sumoharjo - Jl. Jendral Sudirman - Jl. Paku Buwono - Jl. dr. Radjiman - Jl. dr. Wahidin Sudirohusodo - Jl. Slamet Riyadi - Kartosuro. commit to user Selain bus kota tingkat Damri, pemerintah kemudian juga memberikan ijin kepada pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam menunjang kelancaran transportasi di Surakarta dengan memberikan pengoperasian bus kota kepada Karsono Hadiputranto sebagai pemilik PO. Surya Kencana, dalam Surat Keputusan Walikotamadya Surakarta Nomor: 551.2204I1985 tertanggal 31 Oktober 1985. Hal ini membuat angkuta semakin tersisih dan kesulitan mencari penumpang. Para pengemudi angkuta kemudian menuntut pemerintah daerah untuk diijinkan kembali melalui Jalan Slamet Riyadi, namun tuntutan tersebut tidak dapat dipenuhi dan untuk selanjutnya rute angkuta tetap mengacu pada Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 551.2189I1985, dimana rute yang disebutkan dalam Surat Keputusan tersebut tidak ada yang melaui Jalan Slamet Riyadi. Melihat keadaan yang semakin memburuk ini, maka para pengusaha angkuta bersepakat untuk mengadakan peremajaan terhadap angkuta itu sendiri yang juga dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan kemajuan kota. Upaya yang dilakukan oleh para pengusaha tersebut tidak langsung dapat terealisasi. Namun berkat kerja keras dan keseriusan dari para pengusaha, akhirnya upaya yang dilakukan tersebut mendapatkan respon yang positif dari pemerintah. Setelah diadakan beberapa kesepakatan dan pertimbangan, maka pemerintah akhirnya mengijinkan mulai beroperasinya angkuta produk peremajaan dari angkuta sebelumnya, yaitu angkuta “Sala Berseri” efektif mulai tanggal 26 Mei 1987. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Istilah Angkuta Sala Berseri sebenarnya hanyalah istilah yang digunakan sebagai penggantimenyebut angkuta yang sebelumnya, yaitu Angkutan Kebutuhan Kota. Penggunaan istilah “Sala Berseri” didasarkan pada semboyan kota Surakarta, yaitu “Sala Berseri” dan juga berdasarkan keadaan kota pada waktu itu yang masih rapi dan tertata, tidak semrawut seperti sekarang ini. Setiap periode sepuluh tahun sekali pemerintah mewajibkan kepada para pengusaha angkuta untuk melakukan peremajaan angkuta. Hingga tahun 1998, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 006 Tahun 1998 tanggal 19 Oktober 1998, jumlah jalur dan trayek angkuta di Surakarta akan diuraikan dibawah ini: 1. Jalur 01A. Jalur ini melayani trayek Pasar Klewer - Pabelan PP, mempunyai armada sebanyak 74 dan bempernya berwarna kuning. 2. Jalur 01 B Jalur ini melayani trayek Pasar Klewer - Palur PP, mempunyai armada sebanyak 31 dan bempernya berwarna kuning. 3. Jalur 02 Jalur ini melayani trayek Pasar Klewer - Gading - Tirtonadi PP, mempunyai armada sebanyak 20 dan bempernya berwarna hijau. commit to user 4. Jalur 03 Jalur ini melayani trayek Pajang - Tirtonadi PP, mempunyai armada sebanyak 40 dan bempernya berwarna coklat. 5. Jalur 04 Jalur ini melayani trayek Wonorejo - Kadipiro - Silir PP, mempunyai armada sebanyak 30 dan bempernya berwarna hitam. 6. Jalur 05 Jalur ini melayani trayek Tirtonadi - Gading PP, mempunyai armada sebanyak 20 dan bempernya berwarna merah tua. 7. Jalur 06 Jalur ini melayani trayek Pasar Klewer - Kadipiro PP, mempunyai armada sebanyak 49 dan bempernya berwarna oranye. 8. Jalur 07 Jalur ini melayani trayek Perumnas Mojosongo - Gading PP, mempunyai armada sebanyak 59 dan bempernya berwarna biru tua. 9. Jalur 08 Jalur ini pada tahun 1998 merupakan jalur yang baru akan diadakan yang akan melayani trayek Gonilan - Tirtonadi PP, armada yang dibutuhkan pada saat itu sebanyak 30 dan bempernya berwarna ungu. 10. Jalur 09 Jalur ini melayani trayek Gading - Kadipiro PP, mempunyai armada sebanyak 25 dan bempernya berwarna putih. commit to user Dari kesepuluh jalur yang sudah resmi tersebut, angkuta jalur 03, jalur 05 dan jalur 08 merupakan jalur baru hasil penyempurnaan jaringan trayek yang telah direncanakan sejak tahun 1987. Ketiga jalur tersebut pada tahun 2001 mengalami perubahan rute yang dilewati karena seringnya terjadi konflik dengan angkuta jalur lain dan bus kota yang melalui rute yang sama. Perubahan rute tersebut diatur dalam Surat Keputusan Walikota Nomor 551.20392001 tanggal 22 Februari 2001 Tentang Perubahan Jalur Pengoperasian Angkuta Kota Surakarta. Adapun perubahan jalur tersebut adalah: 1. Jalur 03 Sesuai SK Walikotamadya Surakarta Nomor 006 Tahun 1998, jalur ini paralel dengan jalur 06 mulai dari Kadipiro sampai dengan Terminal Tirtonadi dan paralel dengan jalur 09 mulai dari Kadipiro sampai dengan Ngipang. Jalur 03 trayeknya diubah menjadi Pajang - Pasar Legi - UNS PP. 2. Jalur 05 Jalur ini paralel dengan jalur 06 mulai dari Pasar Legi sampai dengan Terminal Tirtonadi. Adapun perubahan trayeknya adalah menjadi Gading Permai - Terminal Tirtonadi - Kadipiro Krembyongan PP. 3. Jalur 08 Jalur ini paralel dengan jalur 01A mulai dari Pabelan sampai dengan Kleco. Perubahan trayeknya menjadi Karangasem - Terminal Tirtonadi - Mojosongo PP. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Selain dioperasionalkannya kesepuluh jalur tersebut, ada satu jalur lagi yaitu jalur 11 dengan trayek Plupuh Sragen - Kandangsapi PP. Trayek ini sudah ada sejak tahun 1974 namun pada waktu itu masih berplat hitam. Walaupun sudah berplat kuning, namun keberadaan jalur 11 ini menuai banyak protes dari banyak pihak seperti angkuta jalur lainnya. Selain belum dilengkapi surat izin resmi dan kendaran yang tidak pernah diujikan berkala, rute yang dilalui juga menyalahi aturan dengan terus masuk ke kota sampai Pasar Legi, Terminal Tirtonadi dan Beteng Plasa. Adapun prinsip dari pengembangan publik transport yang berbasis BRT tidak memungkinkan Damri dan operator swasta lainnya tersingkir oleh adanya jaringan Batik Solo Trans, Namun disini pemerintah berusaha untuk memberikan peluang kepada setiap operator yang selama ini melayani transportasi perkotaan untuk ikut berpartisipasi dalam meremajamakan kendaraannya ke dalam sistem transportasi baru yang berorientasi pada kualitas pelayanan, efisiensi biaya dan efektivitas nilai dan manfaatnya. Karena kedepannya pemerintah memiliki grand planning untuk semua trayek perkotaan menjadi jaringan utama Batik Solo Trans itu sendiri, sedangkan Angkuta diberdayakan sebagai pengumpan Feeder Trunk. “Kedepannya pemberdayaan angkutan kota dijadikan sebagai layanan feeder trunk, sedangkan layanan Batik Surakarta Trans menjadi layanan utama semua melalui pengembangan koridor yang ada, nah dalam pengembagan koridor lainnya, kemungkinan akan dijadikan proses tender, sehingga operator swasta lainnya dapat berpart isipasi sebagai operator BST.” Taufiq Muhammad, S.Sit, Staff Bidang Angkutan commit to user Menyangkut angkuta yang harus diberdayakan, angkuta saat ini kurang lebih 50 berhenti beroperasi yang disebabkan semakin berkurangnya penumpang, hal ini disebabkan banyak faktor yang berakibat membengkaknya biaya operasional. Budaya konsumtif dengan kepemilikan transportasi pribadi yang menyingkirkan banyak aktor transportasi umum tergeserkan perannya. Hal ini menurut Bapak Joko Suprapto sebagai Ketua Organisasi Angkutan Darat, dikarenakan kebijakan yang pada saat itu bermula dari Presiden Abdurrahman Wahid Gus Dur membuka pintu lebar atas masuknya sejumlah akses teknologi modern ke dalam negeri. Hal ini berdampak pada nilai prestisius akan kepemilikan barang modern tersebut, yang kaitannya dengan ini adalah warga seolah-olah berlomba-lomba mendatangkan kendaraan pribadi demi menunjang mobilitas mereka. Kebijakan tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun perlahan membentuk karakteristik masyarakat konsumtif dan hal ini berpotensi tinggi dalam menggunakan kendaraan pribadi yang akhirnya mematikan peran pengusaha angkutan umum lainnya. Koridor pertama pengembangan Batik Solo Trans saat ini sangat gemuk, maksudnya menjadi trayek yang bersinggungan dengan beberapa operator swasta lainnya. Hal ini dapat dilihat didalam tabel sebagai berikut: perpustakaan.uns.ac.id commit to user Tabel 11 Persinggungan Rute Batik Solo Trans dengan Angkutan Umum Swasta Lainnya di Jalur 1 dan 2 Koridor I Batik Solo Trans Jalur 1 Bus Kota: DD, A, [B,C,D,E] frekuensi trayek yang sering terjadi persinggungan rute dengan Batik Solo Trans Angkot: 01A Adapun crowd yang terjadi pada Jalur 1, terdapat di Pabelan pertigaan besar UMS, Kerten perempatan besar dan terdapat tempat pemberhentian bus antar kota, pertigaan puswosari, Jl. Slamet Riyadi perempatan Gendengan, perempatan Panggung, Jl Ir. Sutami dan Palur Jalur 2 Bus kota: J dan S Angkot: 2,5 dan 9 Adapun crowd yang terjadi pada Jalur 2, terdapat di Palur, Jurug, Jl Ir. Sutami depan Halte UNS, Panggung, perempatan Warung Pelem, Perempatan BI, Gladak, Sangkrah, Pertigaan Baturono, Jl. Veteran, Baron, Gendengan, Purwosari, Kerten, Pabelan, dan Kartosuro Menyangkut proses pengembangan Bus Rapid Transit menjadi peluang Perum Damri untuk belajar dan terus mengasah pengalamannya, sehingga setelah adanya bentuk regulasi yang benar-benar menangani Bus Rapid Transit sebagai moda transportasi perkotaan, maka secara sistematis Damri siap bersaing dengan operator swasta lainnya. “ Pengembagan skema alur Koridor Batik Surakarta Trans seluruhnya mulai akan dikembangkan oleh pemerintah mulai pada tahun 2012.” pernyataan Bapak Sutaryadi, S.Sos sebagai Kepala Unit UABK Damri Kota Surakarta Perluasan koridor masih dalam uji kelayakan dimana nantinya akan ada 5 koridor yang melayani trayek Batik Solo Trans. Gambaran trayek tersebut telah masuk dalam grand planning pengembangan Batik Solo Trans akan fungsinya sebagai transportasi umum perkotaan tunggal, hal ini dapat dilihat dari gambar dibawah ini commit to user IMPROVE PEDESTRIAN IN THE CITY CENTRE SUPPORTING FACILITIES FOR BST Kartasura Palur BST ROUTE 1 KARTASURA-PALUR BST ROUTE 2 KARTASURAAIRPORT-SOLOBARU contra KartosuroAirport Solo Baru PROTECTING THE HERITAGE GRADE SEPARATION P PARK AND RIDE JUNCTION IMPROVEMENT MAJOR INTERCHANGE INTERCHANGE BST RO UTE 3 ‘MARKET ROUTE’ GEMOLONG-SOLOBARU BST ROUTE 4 KERTEN-PEDARINGAN D D BST DEPOT BST PALUR-SOLOBARU TOD P P P P P Argumentasi pemerintah Kota Surakarta dan Damri, untuk pengalihan trayek ini tidak mudah, dikarenakan harus adanya pemahaman satu visi yang sama antara pemerintah kota Surakarta sebagai regulator dan Damri sebagai institusi yang terlibat sebagai operator BRT Kota Surakarta. Adapun tujuan pemerintah kota Surakarta baik dan perlu mendapatkan respon dari semua kalangan, agar transportasi perkotaan berjalan dengan baik dan menjadi pelayanan transportasi yang benar-benar brorientasi pada kepentingan pemakai transportasi umum dan masyarakat. Kaitan dengan pengembangan BRT sebagai moda alternatif perkotaan, Damri bisa saja tersingkirkan. Hal ini akan berdampak kompleks yang menyangkut kepentingan banyak aktor yang terlibat. Pemkot merencanakan sistem Batik Solo Trans, dengan perencanaan yang kompleks, hal ini apakah pemkot dapat konsisten dengan bentuk kerjasama seperti ini terhadap koridor-koridor berikutnya. Jadi sistem dan ranah kerja program Batik Solo Trans saat ini pun menjadi pertanyaan terhadap pemkot, mengingat ketidakjelasan standarisasi akan banyak hal yang menghambat beberapa aspek yang ada, sebagai contoh pembangunan shelter dan perangkat lainnya yang dikerjakan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga mendapatkan apa terhadap kemauan mereka untuk membangun itu. Jadi asumsinya pemkot mencoba memanage program, agar programnya terlaksana. Dengan ketidakmampuan pemkot Surakarta dalam pembiayaan dan semua pekerjaan yang menyakut Batik Solo Trans dikerjasamakan, hal ini nantinya berkaitan dengan investasi shelter yang dibangun Damri itu sendiri, perpustakaan.uns.ac.id commit to user mengingat Damri memiliki investasi terhadap shelter untuk wilayah diluar Kota Surakarta. Otomatis Damri juga harus mendapatkan apa yang telah dibangun, karena apabilah Damri mengharapkan dari operasional sangat tidak memungkinkan untuk menutup biaya investasi yang bisa dikatakan minus. Dengan adanya investasi Damri dalam membangun prasarana shelter, tidak menutup kemungkinan kalau sehelter tersebut menjadi pemasukkan income untuk Damri sebagai penopang biaya operasional harian Batik Solo Trans. “Dari adanya shelter tersebut, maka pihak Damri bisa mencoba menjual space untuk media alternatif pengiklanan dan menawarkannya kepada setiap agen periklanan.” Bapak Joko Suwarto sebagai Koordinator Keuangan Namun yang diinginkan oleh Damri disini, adanya keluasan kepada Damri untuk mengembalikan nilai investasi Damri dari apa yang sudah dikeluarkan Damri untuk membangun shelter, karena kedepannya shelter tersebut menjadi hak pemerintah daerah setempat. Pembengunan shelter yang menjadi bagian Damri adalah wilayah diluar Kota Surakarta, untuk Koridor satu yang dioperasi Batik Solo Trans ini menjadi trayek Damri selama ini. Jadi shelter yang dibangun oleh Damri meliputi wilayah Bandara, Kartasuro, Pabelan dan Palur, sementara ini ada 9 shelter untuk wilayah barat dan satu shelter untuk wilayah timur yaitu terminal Palur, hal ini belum dihitung dengan termasuk shelter portable berupa tangga besi. Shelter yang dibangun diluar wilayah kota Surakarta murni dibangun oleh Damri. Kendala yang terbesar dalam pembangunan shelter yang termasuk pekerjan teknis BRT, banyak atau adanya benturan bukan karena kesepamahan commit to user akan standarisasi pembangunan shelter, karena dalam pembangunan shelter yang dibutuhkan adalah tempat atau lahan guna sebagai pembangunan shelter. Sedangkan untuk pembangunan shelter tersebut perlu adanya survei, untuk menentukkan dimana calon penumpang yang banyak dan menjadi tempat atau pusat keramaian. “Yang terjadi saat ini adalah, shelter yang dibangun untuk naik turunnya penumpang terjadi permasalahan terhadap pihak-pihak lain sebagai pihak pemilik lahan. Hal ini yang menjadi penolakan banyak orang untuk dibangun shelter menyangkut tidak adanya atau kurangnya duit yang akan didapatkan sebagai ganti rugi.” Bapak Joko Suwarto sebagai Koordinator Keuangan Hal ini menjadi catatan, bagaimana pelibatan pemerintah daerah untuk mensosialisasikan pentingnya moda BRT untuk di masa depan perkotaan, menyangkut akan keramahan dan pelayanan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Adapun permasalahan yang berkaitan dengan pendirian serta pengembangan program BRT yang membutuhkan shelter ini menyangkut ruang kewilayahan yang bukan hanya saja kota Surakarta, namun menjadi ruang aglomerasi yang menghubungkan beberapa daerah lainnya. Kondisi ini tidak bisa berjalan secara konsisten apabilah tidak adanya komitmen kerjasama antar daerah, mengingat setiap kewilayahan yang ada di lingkar Surakarta pasti saling berhubungan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Ari Mahdi sebagai berikut: “ contoh orang yang berpergian dari Boyolali menuju Surakarta, pasti harus melewati kartasuro dan pabelan, baru Surakarta atau orang dari Colomadu mau berpergian ke Karanganyar, maka dia harus melewati solo terlebih dahulu. Kondisi ini tidak bisa dipungkiri Surakarta menjadi wilayah persinggahan. Pengembangan sistem BRT ini menjadi proyeksi bersama antar daerah untuk berkomitmen commit to user menjadikan Batik Solo Trans sebagai moda yang terintegrasi antar moda dan sistem transportasi yang berkelanjutan.” Seperti yang dikatakan oleh Ibu Devi dari CV Deras rekanaan pemerintahan kota Surakarta yang berkedudukan sebagai kontraktor pembangunan shelter dan pelengkapan material BRT dan shelter: “Pembangunan shelter seringkali menjadi ranah konflik terhadap kelas bawah, seperti yang terjadi di depan Stasiun Purwosari yang dimana tukang becak menuntut untuk digesernya shelter yang telah menempati tempat mereka ngetem. Kondisi seperti ini kadangkala membuat terbuangnya banyak waktu dan terjadinya pembengkakan pembiayaan. Selain itu juga standarisasi sebagai acuan teknis tidak memadai untuk dijadikan pijakan dalam konstruksi selama ini, seperti kasus penambahan jalur khusus kaum difabel dan penambahan alur listrik, adapun hal ini kadang terlepas dari nota kesepakatan awal dan terus mendapatkan revisi. Ini kan proyek pemkot kami bekerjasama dan bagaimana caranya bisa saling menghargai, maka dari itu kami mencoba untuk memberikan pelayanan yang baik dalam pengerjaannya.” Kondisi dan fenomena diatas ditambahkan juga oleh Sdr. Sihabuddin sebagai berikut: “ Pembangunan selter bermasalah karena harus melibatkan kepala daerah yg punya kepentingan dengan daerahnya masing-masing. contoh di daerah palur selternya hanya tangga besi, sampai daerah sukoharjo pun juga begitu, artinya dari selter aja masih ada pihak- pihak yang memang belum mendukung. alasannya beragam, dirasa mungkin kurang menguntungkan daerahnya. Dengan mengatasi antara kebutuhan saat ini dengan kondisi yang ada, maka adanya shelter portable sebagai alternatif shelter. Kadangkala penempatan shelter tidak efektif karena kurang menjangkau beberapa pangsa pasar Batik Solo Trans atau tempat strategis, hal ini dikarenakan kekurangberdayaan pihak pengembang untuk mendapatkan lahan milik warga. Menurut argumentasi yang disampaikan oleh Bapak Sutaryadi, S.Sos sebagai perpustakaan.uns.ac.id commit to user Kepala Unit dan Bapak Joko Suwarto sebagai Koordinator Keuangan dalam diskusi bersama peneliti, maka ada identifikasi pembangunan shelter yang dibangun dengan realitas pembiayaan didalam investasi. Jadi investasi tersebut telah dihitung berdasarkan nilai perolehan pendapatan. Namun faktanya, hal ini baru sebatas investasi secara teknis pengembangan BRT dan belum masuk sebagai ranah pengembangan program Batik Solo Trans itu sendiri. Kondisi tersebut dapat berjalan dan menutup operasional, sehingga nilai investasi tersebut dapat tertutup dan tidak membebankan anggaran- anggaran subsidi silang yang menyulitkan Damri sebagai operator. Maka yang terjadi disini nilai hukum ekonomi berbicara, tujuan tercapai dengan modal seminim mungkin dan menghasilkan sesuai apa yang diharapkan tanpa harus melihat hasil tersebut secara kesempurnaan. Akhirnya fenomena shelter portable itulah yang muncul. Apabilah melihat secara makro, kebijakan yang ada selalu berbenturan, karena disatu sisi pemerintah mengembangkan beberapa usaha-usaha yang ada untuk bisa berkembang, tapi di sisi lain kebijakan-kebijakan yang mengenai iklim usaha tidak sepenuhnya dikatakan menguntungkan, maka untuk bisa berjalan saja masih terbentur dengan kebijakan-kebijakan pemerintah itu sendiri. Akhirnya inovasi-inovasi yang dilakukan sangat berat apabila distandarkan dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Menanggapi masalah kelembagaan program BRT di kota Surakarta, jelas program BRT milik pemkot, karena ini menyangkut pelayanan publik. Pemkot dalam hal ini membutuhkan pembiayaan dengan ketidakmampuan perpustakaan.uns.ac.id commit to user pembiayaan, pemkot memliki beberapa alternatif pembiayaan dan yang terjadi di Surakarta, pemkot melakukan kerjasama terhadap institusi BUMN sebagai operator BRT dan pihak ketiga sebagai penyelenggara prasarana pendukung BRT. Apabilah kota Surakarta mencoba membangun layanan BRT ini dengan mendirikan badan usaha daerah, hal ini pasti akan terjadi pembiayaan yang sangat besar, dengan membutuhkan sumber daya yang banyak berkaitannya dengan finansial, manusia dan lainnya. “Disini pemkot melihat suatu peluang dengan adanya BUMN yang bergerak dibidang publik transport di Kota Surakarta, yang mempunyai tugas yang sama seperti pemerintahan yaitu pelayanan kepada masyarakat, hal ini menggerakkan pemkot untuk menggandeng Damri untuk bekerjasama dalam membangun Batik Solo Trans sebagai layanan transpotasi perkotaan. Hal ini di dukung dengan kepemilikan pemkot pada armada dan kekuatan regulasi untuk menyukseskan program BRT berupa Batik Solo Trans, tapi dengan kemampuan yang ada pemkot tidak mungkin untuk mendirikan perusahaan baru untuk pengelolaan, akhirnya pengelolaan ini dikerjasamakan, jadi inti kerangka kelembagaan itu berdasarkan bentuk kerjasama kedua belah pihak institusi.” Bapak Sutaryadi, S.Sos sebagai Kepala Unit Hal diatas menjadi fenomena menarik yang mana Sdr. Sasangka Adi menganalisanya sebagai berikut: “ Damri adalah perusahaan negara bukan BUMD, langkah untuk menyelamatkan investasi adalah dengan melihat kontrak kerjasamanya antara institusi yang sama-sama milik pemerintah yang satu milik pusat, yang satu milik daerah, pembedanya kan otonomi, yang jelas bahwa dari sudut ekonomi adalah di Break Event Point BEP. Berapa tahun nilai investasi tersebut dapat kembali dan Bisnis Plannya menjadikan arah yang bagaimana, termasuk modal kerja, biaya promosi dan biaya operasional, semua ditotal dikurangi dengan target harian, bulanan, tahunan, ketemu deh hasilnya, artinya siapapun manajemennya harus memegang Grand desain pengelolaan, pengembangan dan pengembalian modal, coba diliat juga fisibility studiesnya, atau uji kelayakan usaha, apakah sudah memenuhi syarat atau belum.” perpustakaan.uns.ac.id commit to user Adapun yang bertanggungjawab dalam program BRT di kota Surakarta jelas menjadi tanggungjawabnya Walikota, namun untuk unit pelayanan Damri disini Surakarta akan bertanggungjawab kepada Direksi Perum Damri. Sedangkan Dishub yang kaitannya sebagai institusi pemerintahan kota Surakarta, menjadikannya sebagai evaluator kinerja hasil pencapaian dan pendapatan Batik Solo Trans, yang mana berhak mendapatkan laporan hasil kinerja Batik Solo Trans dari pihak UPT Damri Surakarta sebagai operator, namun secara administrasi jelas pelaporan kinerja UPT Damri Surakarta kepada Direksinya, karena yang melakukan perjanjian- perjanjian mengenai pembiayaan langsung berhubungan antara Walikota dan Dewan Direksi Perum Damri. Pengertian pendelegasian kerjasama teknis menjadi tanggungjawab bersama Kepala Dishub dalam naungan organisasi pemerintah yang bertanggungjawab terhadap pekerjaan ini dengan Ka. Unit Damri Surakarta sebagai pucuk organisasi di dalam operator pengembangan BRT. Sedangankan tanggungjawab yang berhubungan terhadap pembiayaan dan pinjam pakai armada ditaruhkan kepada Walikota dan Dewan Direksi. Permasalahan administrasi yang berkaitannya dengan laporan kinerja menjadi tugas Damri untuk memberikan juga laporannya kepada Dishub untuk penganalisaan pencapaian hasil. “Akan pengertian laporan antara institusi, kami harus terbuka dan ini sifatnya hanya sebatas pelaporan saja.” Bapak Joko Suwarto sebagai Koordinator Keuangan commit to user Selama ini program BRT yang ada di daerah-daerah di seluruh Indonesia diawasi oleh Bawasda dan tidak menutup kemungkinan BPK memeriksanya. Sedangkan kasus di Surakarta, BPK bisa saja memeriksanya berkaitan dengan asset yang dipinjamkan kepada pihak yang ditunjuk. Kaitannya dengan otonomi, dimana pelimpahan pekerjaan langsung didistribusikan ke daerah dan diurusi sendiri. Menyangkut hal ini, departemen perhubungan memberikan alokasi bantuan program BRT langsung kepada pemerintah daerah, dengan adanya bantuan tersebut pemkot mencoba mengkerjasamakannya kepada instansi BUMN, namun pengertian pemerintah pusat dalam pemberian bantuan langsung ke daerah, agar dimana daerah dapat mensubsidi program tersebut, karena hal ini menyangkut urusan daerah dan daerah mengetahui langsung kondisi dan situasi yang dibutuhkan daerahnya. Konsep BRT di Kota Surakarta khususnya belum bisa dikatakan sebagai program BRT seutuhnya seperti pemahaman yang dikemukakan oleh pemerintah, karena setiap kebijakanatau keputusan yang ada, berbenturan dengan kebijakankeputusan yang lainnya. Karena proyeksi harga jual yang ditetapkan oleh Damri tidak sebanding dengan daya beli masyarakat, hal ini pun muncul dengan adanya keputusan pemerintah juga. Sehingga yang terjadi badan usaha harus bisa menekan harga jual untuk bisa dikonsumsi merata, tanpa disertai atau dimbangi dengan keputusan-keputusan pemerintah yang mendukung. Menurut Bapak Sutaryadi, S.Sos sebagai Kepala Unit, mengenai tarif diungkapkannya sebagai berikut: “ Semestinya yang terjadi harus adanya subsidi sebagai alternatif penopang program-program yang bersinergi terhadap pelayanan commit to user publik. Jadi untuk tarif angkutan perkotaan antar kota yang ekonomi sudah ditentukan oleh departemen perhubungan pusat. Sedangkan yang non ekonomi, operator yang menentukan atas persetujuan pimpinan daerah Gubernur, Walikota atau Bupati hal ini termaktub didalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009. Hal ini masih kembali lagi pada daya beli masyarakat yang mengkonsumsinya.” Adapun kasus di kota Surakarta sendiri, pihak Damri mengajukan harga tarif sebesar Rp. 3500 dan akhirnya tarif yang disetujui sebesar Rp. 3000. Kalau hal tarif ini dihitung secara standar oleh operator Damri, anggaran ini dibebankan banyak pada operasional yang terbagi kedalam 3 point penting untuk selalu diperhatikan, yaitu: 1 Biaya Rutin 2 Biaya Perawatan 3 Biaya Tetap. Standar penghitungan normatif akan menentukan nilai standar pelayanan, kaitan dengan hal ini adanya standar penilaian jual berdasarkan per-Kmnya berapa harga Rupiahnya, dan tentunya nilai standar perhitungan ini dalam rangka mewujudkan standar pelayanan. Akan tetapi fakta yang terjadi, pelayanan apabila ditentukan oleh standar penghitungan harga jual yang dihasilkan tidak masuk untuk daya beli masyarakat. Pada akhirnya terdapat inovasi yang efisiensi dikembangankan pada operasional Batik Solo Trans ini. Dan hal ini menjadi banyak sekali pemotongan yang terjadi untuk operasional secara internal institusi operator. “Jadi kondisi ini tidak sepenuhnya menjadi konflik antar institusi kelembagaan sebagai penangung jawab program dan operator, tapi hal ini sebisa mungkin disinergikan karena ini menyangkut kesulitan bersama. Komitmen Damri program BRT ini dicoba sebagai pengalaman untuk terus mengembangkan dan mensinergikan akan beberapa kebutuhan yang harus sama-sama menjadi tanggungjawab pemerintah kota Surakarta dan Damri sebagai institusi pelayanan.” Bapak Sutaryadi, S.Sos sebagai Kepala Unit perpustakaan.uns.ac.id commit to user Kaitannya dengan Pengusulan tarif apabilah terjadi situasi yang mengharuskan, maka operator merekonstruksi ulang yang terkait pembiayaan- pembiayaan, hal ini pun terjadi atas dasar beberapa kebijakan pemerintah juga seperti kenaikan harga BBM. Dalam beberapa pemberitaan, pengadaan armada yang diserahkan pusat ke pemkot Surakarta sebanyak 20 armada, hal ini Damri mandapatkan usulan permohonan tambahan, yang dimana 5 armada lainnya masih terdapat di pusat. Dalam penghitungan sebenarnya apabilah trayek Batik Solo Trans ini mencapai Bandara, maka armada yang dibutuhkan sebanyak 20 untuk bisa mendapatkan perhitungan jarak antar armada beroperasi. Akan tetapi awal berjalannya program Batik Solo Trans ini hanya sampai di terminal kartasuro dengan panjang trayek Palur-Kartasuro. Adapun Bandara merupakan perpanjangan koridor bukan pengertian pembukaan koridor baru, jadi trayek ini berubah menjadi rute Palur-Bandara via Kartasuro. Masalah terbesar dari pengoperasian Batik Solo Trans saat ini masih bersinggungan dengan beberapa operator angkutan perkotaan, yang mana Damri pun sebelumnya mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat berupa angkutan perkotaan dengan model non ekonomi, maka yang terjadi rute kedua-duanya di switch dan pada akhirnya kondisi ini menjadi rute yang bertabrakan dan bersinggungan dalam mengambil penumpang diantara moda yang dioperasionalkan oleh Damri secara bersamaan saat ini. Kondisi tersebut belum terhitung apabilah bersinggungan dengan operator swasta lainnya, sedangkan Batik Solo Trans pattern dengan cara pengambilan penumpangnya perpustakaan.uns.ac.id commit to user tanpa bisa sembarang mengambil penumpang. Hampir semua trayek di Surakarta satu koridor dan bersinggungan. Melihat dari sejarah dan pengalaman dibangunnya Damri tak lepas dari pengertian Damri sebagai stabilator untuk angkutan darat. Menanggapi sebuah investasi yang nantinya membentuk tatanan kelembagaan yang melaksanakan program, maka mengartikan antara Damri dan Pemerintah Daerah yang kaitannya Dishub dalam mengevaluasi alur hirarki pertanggungjawaban terhadap program sangat sulit, mengingat Damri sebuah BUMN, sedangkan Dishub dibawah naungan Pemerintah Daerah. Adapun kasus yang ada di Surakarta dalam halnya proyek yang dikerjasamakan antara institusi ini dibatasi didalam kerangka 3 perjanjian yang ada, yaitu: perjanjian MOU, Perjanjian simpan pakai dan perjanjian teknis operasional. Pertanggungjawaban akan pelayanan Damri memberikan laporan kinerja Batik Solo Trans secara hirarkis kepada Dishub, sedangkan operasional transportasi Batik Solo Trans menjadi tanggungjawan Ka. Unti untuk bisa memberikan keputusan maupun pengevaluasian hasil kerja operasional kelembagaan Damri itu sendiri. Hak dan kewajiban menjadi prioritas setiap institusi untuk saling membuka diri dalam penanganannya. Harapan Perum Damri dengan kondisi yang telah digambarkan dalam grand planning Dishub, Damri memiliki catatan sebagai lembaga bisnis. Dimana angkutan perkotaan di kota Surakarta mulai tertata dan Batik Solo Trans menjadi moda utama di perkotaan Surakarta, hal ini tidak menutup kemungkinan Damri dapat meraih keuntungan dari pengalaman koridor perpustakaan.uns.ac.id commit to user pertama yang telah dioperasionalkan oleh pihak Damri. Namun apabilah kondisi ini masih belum stabil dan tidak ada perubahan, program Batik Solo Trans ini masih sangat menyulitkan untuk operator. Kesiapan dan optimisme Damri kedepannya untuk berkompetisi sebagai operator tunggal jaringan koridor Batik Surakarta Trans, harus disenadakan dengan kekuatan regulasi dan peran pemerintah daerah yang kuat untuk memberikan komitmen dan konsistensi terhadap programnya.

2. Pembahasan

Bus Rapid Transit BRT yang dikenal dengan sebutan Batik Solo Trans merupakan bentuk angkutan perkotaan baru. Pengembangan Batik Solo Trans membutuhkan inovasi dan komitmen Pemerintah Kota Surakarta agar program ini menjadi selaras akan kebutuhan publik transportasinya. Konsistensi program akan hasil akhir menjadi prioritas Pemerintah Kota Surakarta dalam membangun paradigma kerjasama terhadap pihak-pihak yang terkait akan transportasi perkotaan di Kota Surakarta. Peran Pemerintah Kota Surakarta sebagai regulator akan sangat mempengaruhi kinerja dari pola kerjasama yang dibangun. Melihat pola kerjasama yang diterapkan kota Surakarta dalam pengembangan sistem Bus Rapid Transit, memberikan pengertian akan terjadinya bentuk kerjasama yang berbeda dalam satu program yang sama, karena keterlibatan dan kepentingan stakeholder serta kebutuhan finansial yang mempengaruhinya. Dapat dilihat bagaimana aspek pendukung dari kesatuan program Bus Rapid Transit harus dijalankan melalui kerjasama, perpustakaan.uns.ac.id commit to user indikasi yang terjadi di kota Surakarta dalam pengembangan Bus Rapid Transit membutuhkan armada, shelter dan operator. Dengan ketidakmungkinan sumber daya, maka kerjasama menjadi keputusan pemerintah kota Surakarta untuk dapat menjalankan program ini. Namun, dalam pola kerjasama ini masih terjadi bentuk kesalahpahaman mengenai teknis dan prosedural yang belum tersusun secara legal. Kondisi legalitas sebagai acuan program menjadi sangat berpengaruh pada investasi pihak- pihak yang terlibat. Kinerja yang diharapkan masih belum terlihat maksinal, karena penguatan bentuk legalitas sangat diharapkan pada kerjasama antar institusi. Kekuatan pemerintah kota Surakarta sebagai regulator menjadi sangat penting dalam membentuk karakteristik kerja operator dalam menghasilkan produk layanan yang berkualitas, efektif dan efisien. Sedangkan bentuk sosialisasi program yang menjadi keharusan pemerintah kota Surakarta sebagai penanggungjawab menjadi gambaran kerja sistem Bus Rapid Transit yang bersifat sustainable. Hal ini mengisyaratkan sosialisasi program menjadi kesinambungan akan peran Bus Rapid Transit di kota Surakarta sebagai moda yang terintegrasi antar moda lainnya dan memposisikan bentuk kota aglomerasi sebagai semangat memperluas jaringan perekonomian antar daerah. Dari pernyataan salah satu informan, bahwasannya pengembangan sistem Bus Rapid Transit merupakan bentuk peremajaan sistem transportasi perkotaan saat ini, yang mana koridor satu yang saat ini dijalankan merupakan perpustakaan.uns.ac.id commit to user bentuk stimulan yang masih perlu dievaluasi terus keberadaanya. Hadirnya Batik Solo Trans sebagai moda baru, memberikan peluang baik untuk kota Surakarta dalam membenahi transportasi perkotaannya. Dimana kota Surakarta merupakan simpul kota penghubung yang menjadi sentra laju perekonomian antar daerah sekitarnya. Adapun pernyataan lainnya mengenai pengembangan Bus Rapid Transit, yaitu Pola kerjasama yang telah berjalan memberikan bentuk kerjasama unik yang dilakukan pemerintah kota Surakarta dengan beberapa institusi terkait pengembangan program Bus Rapid Transit. Konsistensi sebuah program yang dikembangkan, semestinya menjadi bahan pertimbangan pemerintah kota untuk menyusun draft kebijakan yang dapat memberikan keabsahan kerja program dan batasan setiap institusi dalam pola kerjasama yang dibangun, dimana nantinya menjadi penilaian kinerja Batik Solo Trans. Hasil akhir dari pendirian shelter juga belum terlihat maksimal, karena keterbatasan bentuk legal sebagai formalitas acuan kerja di setiap unit untuk mendukung program masih terhambat. Lemahnya bentuk legalitas juga didapatkan kurangnya bentuk sosialisasi terhadap masyarakat pemilik lahan melalui kerjasama kepada pemerintah setempat untuk dapat meyakini masyarakat di wilayahnya. Bentuk kerjasama akan pengembangan Bus Rapid Transit yang selama ini telah berjalan, belum menyentuh pada tahapan merangkul daerah sekitar yang menjadi perlintasan Batik Solo Trans untuk berpartisipasi. Karena kerjasama antar daerah sangat membantu hubungan keterkaitan dalam mewujudkan sustainable project. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Dengan tidak adanya subsidi dan penetapan ongkos penenggunaan jasa yang telah final dikeluarkan oleh pemerintah, menjadi kerja keras Damri untuk menyelamatkan operasional harian Batik Solo Trans. Kesiapan Damri sebagai operator menjadikan bentuk spekulasi Damri dalam memanfaatkan program Bus Rapid Transit. Kondisi ini juga menjadi pembelajaran Damri sebagai operator untuk bersaing sebagai operator tunggal Batik Solo Trans pada pengembangan koridor selanjutnya. Dalam kondisi realitas, kelembagaan Batik Solo Trans tidak seperti dengan bentuk kelembagaan yang telah ada dan diterapkan di daerah lain. Dengan beberapa temuan dilapangan peneliti mencoba mengkonstruksikan bentuk kerjasama kedalam bagan kelembagaan Batik Solo Trans yang senyatanya menjadi bentuk kelembagaan yang jelas dan terorientasi pada pemfokusan kerja Batik Solo Trans seperti gambar berikut ini: perpustakaan.uns.ac.id commit to user Gambar 5. Rekomendasi Struktur Kelembagaan Batik Solo Trans Untuk menjaga konsistensi pelaksanaan tugas, maka akan dibentuk lembaga pengawas yang disebut satuan pengawas internal yang dikomandani oleh instansi internal pemerintahan yaitu Bawsada. Yang mana satuan pengawas internal diisi oleh badan pembinapengawas, yang anggotanya terdiri dari beberapa unsur, yaitu pemerintah, organda, praktisi baik pengusaha maupun konsumen, akademisi dan masyarakat. Badan Pembinapengawas tersebut berfungsi untuk memberikan saran atau rekomendasi kepada Kepala Departemen Batik Solo Trans dan sekaligus Walikota Divisi SDM Dishub Bawasda Divisi Administrasi dan Finance Divisi Sarana dan Teknis Kepala Divisi Batik Solo Trans Satuan Pengawasan Internal Public Relation dan Promosi commit to user memberikan masukan kepada Walikota tentang pelaksanaan tugas Badan Pengelola melalui Bawasda dan peran Dishub. Untuk Kepala Departemen Batik Solo Trans langsung dikomandani oleh Kapala UPT Damri. Untuk kelangsungan sosialisasi akan transportasi perkotaan yang sustainable, maka peran divisi PR dan promosi sebagai penghubung dengan beberapa mitra dalam membentuk market share dan menciptakan brand image kepada masyarakat akan pentingnya Batik Solo Trans sebagai transportasi modern perkotaan. Bentuk promosi perlu adanya campaign yang menarik sebagai promosi yang ideal. Divisi administrasi dan finance yang mengurusi beberapa bentuk legal yang berhubungan akan pengembangan program dan menggurusi permasalahan-permasalahan yang menyangkut pembiayaan dan penjaringan hasil pemasukkan karcis. Divisi sarana dan teknis yang bertanggungjawab terhadap bentuk maintenance akan sarana dan prasarana yang ada, dimana perlengkapan masuk kedalam bagian divisi ini. Divisi SDM yang menanggani beberapa permasalahan kepegawaian, dimana kontrol dan evaluasi kinerja pegawai menjadi tugas inti divisi ini untuk sebagai bahan penilaian organisasi. commit to user

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN