B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis BRT di Kota
Surakarta a Latar Belakang Sistem Transportasi Bus Rapid Transit
Dewasa ini alat transportasi umum tidak memberikan dampak yang baik sebagai alternatif mengatasi permasalahan-permasalahan
perkotaan yang komplek. Pelayanan bus sering kali tidak dapat diandalkan, tidak nyaman, dan berbahaya. Sebaliknya, para pembuat
rencana transportasi dan pejabat publik terkadang malah berbalik pada alternatif angkutan umum seperti kereta Metro. Namun ada suatu alternatif
antara layanan untuk masyarakat yang kurang mampu dan beban kota yang tinggi. Bus Rapid Transit Angkutan Bus Cepat BRT bisa
memberikan layanan angkutan berkualitas tinggi seperti Metro dengan besaran biaya hanya sebagian dari biaya pilihan-pilihan lainnya, sehingga
hal ini dapat diterima dengan daya beli masyarakat dari berbagai kalangan. Inovasi pengembangan moda modern Bus Rapid Transit dapat
ditelusuri kembali dari para perencana dan pejabat di Amerika Latin yang berusaha mencari sebuah solusi dengan biaya yang efektif bagi
transportasi perkotaan. Pertumbuhan pusat-pusat kota Amerika Latin yang cepat sejak tahun 1970-an memberi tekanan yang tinggi bagi penyedia
layanan transportasi perkotaan. Menghadapi tingginya pertumbuhan populasi penduduk yang bergantung pada transportasi umum dan karena
commit to user
terbatasnya sumber-sumber dana, para perencana kota Amerika Latin merasa ditantang untuk menciptakan suatu paradigma transportasi baru.
Hal ini menciptakan inovasi yang cerdas berupa Bus Rapid Transit, sistem metro darat yang memanfaatkan jalur-jalur bus eksklusif. Para
pengembang sistem BRT Amerika Latin dengan cerdik mangamati bahwa tujuan akhirnya adalah untuk memindahkan manusia dengan cepat, efisien
dan murah, dan bukanlah memindahkan kendaraannya. Dewasa ini konsep BRT semakin meningkat pemanfaatannya di
kota-kota sebagai solusi angkutan yang murah. Karena munculnya percobaan-percobaan baru dalam BRT, pembaharuan dalam BRT ini terus
berkembang. Secara umum, BRT adalah angkutan berorientasi pelanggan yang berkualitas tinggi, yang memberikan mobilitas perkotaan yang cepat,
nyaman, dan murah. Adapun ciri-ciri utama sistem BRT melalaui standar internasional meliputi:
a Jalur bus terpisah b Naik dan turun kendaraan yang cepat
c Stasiun dan terminal yang bersih, aman, dan nyaman d Penarikan ongkos sebelum berangkat yang efisien
e Penandaan yang jelas dan mudah dikenali, dan tampilan informasi yang serta merta real time
f Prioritisasi angkutan di persimpangan g Integrasi moda di stasiun dan terminal
h Teknologi bus yang bersih perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
i Identitas pemasaran yang canggih j Layanan pelanggan yang sangat baik
Dari gambaran diatas akan pengembangan transportasi massal berbasis BRT yang telah ada dibelahan dunia, menjadikan suatu inisiasi
bagi pemerintah kota Surakarta untuk menerapkan sistem Bus Rapid Transit, dengan memanfaatkan akan keberadaan kota Surakarta sebagai
kota penghubung dan tempat dimana terjadinya transaksi. Keadaan seperti inilah yang menjadikan pemerintah kota Surakarta untuk terus
mengembangkan inovasi penataan kotanya sebagai investasi yang berkelanjutan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan
lingkungan perkotaan yang kondusif.
b Strategi dan Perencanaan Pengembangan Bus Rapid Transit
Pengembangan transportasi
diarahkan untuk
mewujudkan integrasi dan kombinasi antar moda transportasi. Hal ini perlu
dilakukannya koordinasi antar pemerintah daerah dalam perencanaan, pengembangan dan pemanfaatan Bus Rapid Transit pada fungsi kawasan
sebagai kota inti dari kawasan aglomerasi. Komitmen ini didasari akan pertimbangan untuk mengalihkan pusat kegiatan ekonomi sebagai faktor
pembangkit demand ke kawasan penyangganya. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4 Strategi Pengembangan Sistem Bus Rapid Transit dan Pemangku Kepentingan
Stakeholder No
Strategi Sasaran
Stakeholder Program Kerja
1 Peran sistem Bus
Rapid Transit dalam kerangka
perencanaan transportasi
a. Keuntungan finansial
b. Tujuan ekonomi lainnya
a. Departemen Perhubungan
b. Pemerintah Daerah Dinas
Perhubungan dan Bappeda
c. DPRD d. Perguruan
Tinggi e. Masyarakat
f. Organda Penyusunan
konsep transportasi yang
seimbang dan berkelanjutan
Penerapan AMDAL
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan,
guna mewujudkan
sistem transportasi
publik yang ramah
lingkungan
2 Operasional dan
pemeliharaan sistem Bus
Rapid Transit Tingkat Pelayanan:
a. Teknologi b. Sistem Tiket
a. Pemerintah Daerah Dinas
Perhubungan b. BUMNBUMD
BLU dan c. Swasta
Pemeliharaan sistem dan
teknologi Pemilihan
operator dan ticketing
company
Analisis dampak terhadap
pelayanan bus dan kondisi lalu
lintas yang ada termasuk dampaj
terhadap kebijakan
transportasi
3 Organisasi dan
manajemen sistem Bus
Rapid Transit Struktur organisasi
dan sistem kesiapan SDM
a. Pemerintah Daerah Dinas
Perhubungan b. BUMNBUMD
BLU dan c. Swasta
Penyusunan struktur
organisasi Pendidikan dan
pelatihan aparat terkait
commit to user
Sosialisasi Penyusunan
standar kinerja BLU
4 Aspek finansial
dan operasional kepengusahaan
Bus Rapid Transit
a. Keamanan bisnis, kepastian
investasi dan konsisten
b. Life cycle dan risk premium
a. Pemerintah Daerah Dinas
Perhubungan b. BUMNBUMD
BLU dan c. Swasta
Kompensasi terhadap operator
eksisting Integrated feeder
services Apakah tingkat
layanan feeder sama atau lebih
rendah dari trunk line
Apakah pembayarannya
didasarkan dengan kilometer
atau per penumpang
Apakah pemberhentian
bus hanya dari tempat
pemberangkatan dan tujuan atau
diperlukan sejumlah
pemberhentian diantaranya
Apakah penerapannya
menggunakan satu tarif atau
terpisah
Sumber: Perencanaan Umum Pengembangan transportasi Massal di Pulau Jawa, 2008 Proses perencanaan sistem Bus Rapid Transit meliputi beberapa
tahap yaitu mulai dari persiapan, desain operasional, desain fisik, keterpaduan, rencana kepengusahaan, dan implementasi. Adapun
prosesnya dapat dilihat sebagai berikut: perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Gambaran Proses Perencanaan Bus Rapid Transit
1. Persiapan Proyek
2. Desain Operasional
3. Desain Fisik
1. Awal mulai Proyek Ide
Komitmen Pernyataan visi
2. Opsi Teknologi Pengenalan opsi
Seleksi kriteria Pengambilan
keputusan 3. Set up Proyek
Pembentukan tim Ruang lingkup dan
jadwal Perencanaan
pendanaan 4. Analisis Demand
Data dasar Metode cepat
Metode full model 5. Seleksi Koridor
Identifikasi koridor
Analisis koridor Penentuan jalan
sempit 6. Komunikasi
Analisis Stakeholder Operator eksisting
Badan Pemerintah Partisipasi publik
7. Desain Jaringan dan Pelayanan
Sistem terbuka dan tertutup
Opsi pelayanan Desain rute
8. Kapasitas Sistem dan Kecepatan
Kapasitas koridor Ukuran kendaraan
Keterpaduan
stasiun-kendaraan 9. Persimpangan dan
Kontrol Sinyal Evaluasi simpang
Pembatasan pergerakkan memutar
Pemutaran BRT Prioritas sinyal LL
10. Pelayanan Pelangan
Informasi pelanggan Profesional sistem
Keselamatan dan
keamanan
11. Prasarana Lajur
Stasiun Terminal dan depo
Biaya prasarana 12. Teknologi
Teknologi kendaraan Pengumpulan tiket
ITS
commit to user
4. Keterpaduan dan Integrasi
5. Rencana Kepengusahaan Bisnis Plan
6. Implementasi
c Acuan Normatif Pengembangan Bus Rapid Transit
Pedoman yang menjadi acuan normatif dapat dilihat melalui kebijakan nasional yang merupakan kebijakan yang disusun oleh
Pemerintah Pusat untuk memberikan arahan dan pengendalian terhadap
13. Keterpaduan Moda Pejalan kaki
Sepeda Taksi
14. Transport Demand Management TDM dan Tata Guna Lahan
Pembatasan kendaraan Rencana tata guna lahan
15. Struktrur Kepengusahaan
Model kepengusahaan
Pembentukan instansi
16. Biaya Operasional Model kepengusahaan
Pembentukan instansi
17. Pendanaan Pilihan sumber
dana Pendanaan
pemerintah Pendanaan swasta
18. Pemasaran Nama sistem
Logo dan slogan Srategi promosi
19. Evaluasi Dampak lalu lintas
Ekonomi, lingkungan, sosial
dan bentuk kota 20. Rencana Implementasi
Rencana konstruksi Rencana kontrak
commit to user
penyusunan kebijakan didaerah untuk mendapatkan suatu kesinergian kebijakan yang tidak saling bertentangan, sehingga dapat menghambat
pembangunan seutuhnya dan berkelanjutan. Dalam halnya penyusunan akan memahami pentingnya suatu
program BRT untuk dapat dijalankan, maka dapat disimpulkan beberapa point legalitas yang dirasa dapat menjadi acuan untuk merekomendasikan
legalitas yang berstruktur formal dan dapat dipahami sebagai pijakan. Berikut beberapa konsep yang menjadi pertimbangannya:
1 Kebijakan Jangka Panjang 2005-2025 Dalam rangka memberikan arahan dan pedoman pembangunan jangka
panjang di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah telah menetapkan UU 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang.
Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan
partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik sosial untuk
tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara
terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan
ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya.
commit to user
a. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis
dan cepat
tumbuh didorong,
sehingga dapat
mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal disekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis,
tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata rantai proses
industri dan distribusi. b. Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan
wilayah-wilayah tertinggal dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain
c. Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah dan kecil diseimbangkan pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem
pembangunan perkotaan nasional d. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan
dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan yang kompak,
nyaman, efisien
dalam pengelolaan
serta mempertimbangkan pembangunan yang berkebelanjutan
e. Peningkatan kerjasama antardaerah akan terus ditingkatkan dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif
setiap daerah, menghilangkan ego pemerintah daerah yang berlebihan serta menghindari timbulnya infisiensi dalam
pelayanan publik perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
2 Kebijakan Sektoral Jangka Panjang dalam RTRW dan SISTRANAS Perubahan sistem pemerintahan dengan diberlakukannya UU Nomor
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah mengimbas kepada kebutuhan akan adanya perubahan dalam kebijakan pembangunan.
Dalam Kebijakan Pengembangan Sistranas Bab V dari 7 arah kebijakan yang dicanangkan pada butir ke-6 arah kebijakan
Peningkatan Pelayanan Transportasi Nasional disebutkan kebijakan keterpaduan antar moda, yang meliputi kebijakan:
a. Menciptakan iklim
yang kondusif
untuk mendorong
Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan KabupatenKota memadukan sistem transportasi yang bersifat
nasional dan wilayah dan lokal serta prioritas pendanaannya, dan b. Memperkuat kemitraan antar swasta, pemerintah dan koperasi
dalam rangka menemukenali, merencanakan, mendesain dan membangun fasilitas alih muat antar moda transportasi
Visi Sistranas sendiri adalah terwujudnya kuantitas dan kualitas penyediaan serta layanan jasa transportasi yang efektif dan efisien.
Untuk mendukung Visi Sistranas tersebut, diperlukan Misi Sistranas sebagai upaya implementasi dari perwujudan Visi Sistranas antara lain
diberikan sebagai berikut: a. Menyediakan prasarana dan sarana transportasi yang handal dan
berkemampuan tinggi serta memenuhi standar nasional dan internasional
commit to user
b. Meningkatkan daya saing industri jasa transportasi nasional di pasar global sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi
ekonomi nasional c. Memberdayakan masyarakat dunia usaha dan pemerintah dalam
rangka penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien d. Meningkatkan peran transportasi dalam mempercepat laju
pertumbuhan pembangunan nasional e. Memperkuat posisi untuk memperjuangkan kepentingan negara
dan bangsa dalam pergaulan dan percaturan internasional. Dalam mewujudkan visi dan misi Sistranas, dirumuskan berbagai
kebijakan sebagai pedoman perumusan strategi dan upaya. a. Meningkatkan pelayanan transportasi nasional
b. Meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi 1 Meningkatnya pembinaan pengusahaan transportasi
2 Meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
3 Meningkatnya pemeliharaan dan kualitas lingkungan hidup serta penghematan penggunaan energi
4 Meningkatnya penyediaan dana pembangunan transportasi Untuk menuwujdakan transportasi yang berkesesuaian dengan tujuan
yang diberikan perlu adanya pemetaan kondisi transportasi saat ini, sebagai pijakan awal dalam menganalisis kondisi transportasi dan
memprediksikannya sebagai langkah penanganan kondisi transportasi perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
ke depan yang sesuai dengan arah visi pembangunan kota Surakarta. Berikut kondisi transportasi yang semestinya disesuaikan dengan
sasaran Sitranas, sebagai berikut: Tabel 5
Kondisi Pencapaian Transportasi dalam Sasaran Sistranas
Sasaran Sistranas
Perumusan Maksud dari Tujuan
Kondisi Surakarta
1. Aksesbilitas Jaringan pelayanan dapat
menjangkau seluas mungkin wilayah
Kondisi aksebilitas jaringan transportasi yang bersifat linier membentang empat penjuru
akses keluar kota Surakarta. Akses utama ini mengelilingi inti dari kegiatan ruang wilayah
kota Surakarta, pergerakkan eksternal tersebut terdapat pergerakkan lokal antara
kecamatan-kecamatan yang ada di kota Surakarta yang terakses jaringan jalan
penghubung untuk dapat mengakses pada jaringan utama. Dengan demikian fungsi
utama yang harus diperankan dalam konteks pengembangan sistem jalan raya, yaitu
dengan kemampuan untuk mendukung sistem pergerakkan yang bersifat melintas serta
pergerakkan mamapu membuka akses ke seluruh bagian wilayah kota. Peningkatan
kualitas pada sistem itu, secara tidak langsung mendukung sistem pergerakkan lintas antar
kota
2. Keterpaduan Terwujudnya keterpaduan
antar dan intramoda dalam jaringan prasarana dan
pelayanan yang meliputi pembangunan, pembinaan
dan penyelenggaraannya efektif
Hal ini mendukung dalam melakukan transfer moda berkaitan untuk mendukung
keterpaduan moda yang ada. Keterpaduan moda transportasi jalan terhadap pergerakkan
luar wilayah kota Surakarta juga mampu di antisipasi dengan adanya terminal antar kota
yang berfungsi meningkatkan pelayanan sistem transportasi, sehingga terciptanya
keterpaduan dan memudahkan dalam mewujudkan pelayanan yang optimal.
3. Kapasitas dan tingkat efisien
Kapasitas transportasi berupa sarana dan prasarana tersedia
untuk memenuhi kebutuhan dan pertambahan permintaan
pengguna jasa sehingga memberikan manfaat yang
maksimal dengan pengorbanan tertentu yang
harus ditanggung Jaringan jalan yang ada di kota Surakarta
relatif tinggi dengan banyaknya jaringan jalan utama memiliki lebar yang cukup besar.
Lebar jalan utam kota Surakarta rata-rata memiliki empat jalur dengan ukuran lebar
minimal 8,8 meter, namun kondisi arus pergerakkan transportasi perkotaan yang
tinggi dan pelayanan kinerja transportasi kota Surakarta hampir mendekati tingkat
commit to user
pemerintah, operator, masyarakat dan lingkungan
atau memberikan manfaat tertentu.
kejenuhan. Dengan jumlah kepemilikan motor meningkat pesat, menyebabkan
berkurangnya penggunaan angkutan umum. Kondisi load factor angkutan yang ada rata-
rata sebesar 40 pada waktu tidak sibuk dan sekitar 86,5 pada waktu sibuk
4. Tepat waktu Pelayanan transportasi
dilakukan dengan jadwal yang tepat waktu, sehingga
masyarakat dapat merencanakan perjalanan
dengan pasti Angkutan di Kota Surakarta relatif tidak
dapat dipastikan, hal ini dikarenakan pelayanan angkutan kota yang ada belum
memiliki time schedule keberangkatan yang jelas. Angkutan Damri pun yang yang sudah
ditentukan lokasi pengecekkan juga masih belum memiliki waktu pelayanan yang tepat.
Kondisi ini disebabkan selain padatnya pergerakkan arus lintas yang ada di kota
Surakarta juga banyaknya waktu angkutan kota yang ngetem di pinggir jalan.
5. Kenyaman Terwujudnya ketenangan dan
kenikmatan bagi penumpang selama berada dalam
perjalanan di kendaraan Keadaan ini dapat diukur dari ketersediaan
dan kualitas fasilitas terhadap standar dalam pelayanan sarana transportasi umu di kota
Surakarta. Tingkat kenyamanan di dalam melakukan perjalanan sendiri mengalami
tingkat kejenuhan jalan yang tinggi. Salah satunya aspek hambatan di dalam perjalanan
serta banyaknya pengendara sepeda motor yang menjadi salah satu penyebab
kesemrawutan yang ada di jalan-jalan perkotaan. Becak sebagai angkutan tidak
bermotor juga memiliki kontribusi di dalam memberikan dampak kemacetan tersebut.
Kondisi lainnya adalah dengan peningkatan pelayanan angkutan yang dilengkapi AC, saat
ini baru ada Damri didalam rute khusus.
6. Mudah dicapai Pelayanan menuju tempat
tujuan mudah dicapai bagi masyarakat pengguna jasa
melalui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan
tiket dan kemudahan alih kendaraan
Kondisi trayek berhimpit membuat pemakai jasa angkutan mengalami kontras dalam
memilih angkutan mana yang akan dipakai, mengingat kondisi tujuan rute tidak jauh
berbeda.
Sumber: Studi Tatralok Kota Surakarta, 2009
d Rencana Pengembangan Bus Rapid Transit di Kota Surakarta
Kondisi dan situasi di Kota Surakarta beserta dengan grand planing perkotaan yang dikembangkan akan berdampak strategis dalam
pengoperasian angkutan perkotaan berbasis BRT, dimana Kota Surakarta perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
merupakan simpul kota penghubung beberapa daerah kabupaten yang mengikutinya. Indikasi wilayah pengembangan angkutan umum massal
berbasis jalan raya BRT ditentukan berdasarkan beberapa faktor, yaitu: a Kepadatan penduduk yang relatif tinggi
b Terdapat keterkaitan pergerakkan perjalanan orang yang kuat antar masing-masing daerah
c Tersedia prasarana jalan yang memadai d Tidak terdapat atau kurang memadainya prasarana atau pelayanan
angkutan jalan rel Guna meningkatkan pelayanan masyarakat dalam bidang
transportasi, Kementerian Perhubungan mulai mensosialisasikan program pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal SAUM. Menurut
Freddy Numberi, dalam Rapat Koordinasi Teknis Rakornis Kementerian Perhubungan Direktorat Perhubungan Darat, sebagai berikut:
“...terkait penyelenggaraan angkutan umum perlu dilakukan pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal SAUM.
Adapun dalam hal ini, pemerintah akan menetapkan prinsip yang diterapkan pada sistem angkutan massal kedalam pengertian
sistem tersebut harus melihat faktor keselamatan safe, fastest, cheep dan biggest, agar dapat dijadikan acuan dalam penantaan
kondisi lalu lintas yang lancar dan efisien. “Jawa Pos, 28 juli 2011
commit to user
Jaringan pelayanan transportasi diwujudkan melalui keterpaduan antar trayekrute angkutan jalan dan pengembangan untuk pelayanan
transportasi moda lainnya. Prinsip dasar penataan dan pembangunan jaringan transportasi antara lain sebagai berikut:
a Fungsional, yaitu jaringan dikelompokkan dalam berbagai tatanan dengan karakteristik fungsional berbeda.
b Struktural, yaitu pada masing-masing tatanan dirumuskan susunan yang saling terkait, namun dapat dibedakan menurut intensitasnya.
c Keunggulan karakteristik moda dan keterpaduan, yaitu dalam menentukan peran masing-masing moda pada setiap tataran dilakukan
dengan memanfaatkan secara maksimal keunggulan masing-masing
Ke SEMARAN
G
Ke JOGJA T.
Kartosuro B.
ADISUMA RMO
T. PALUR
POOL DAMRI
Ke SURABAYA
Ke Solo Baru Ke Wonogiri
BATU RONO
PANGGUNG
GLADAK
TIPES
Ke PURWODAD
I
Ke Surabaya
Ke Bekonan
Stadion Manahan Terminal Tirtonadi
BARON GENDENGAN
PURWOSARI JONGKE
JL. ADISUCIPTO
JL. SLAMET RIYADI JL. SLAMET
RIYADI KERTEN
NGAP EMAN
PASAR PON
B.KOTA
KRATON
U
Dari T. Palur ke Bandara Dari Bandara ke T. Palur
Gambar 2. Rute Layanan Batik Solo Trans Koridor 1
commit to user
moda, sedangkan kelemahannyan diantisipasi melalui perpaduan antar moda.
d Optimisme, yaitu pilihan terhadap suatu tatanan dikaitkan dengan faktor pembatas sumber daya dalam upaya mendapatkan manfaat
maksimal dengan pengorbanan minimal serta memberikan kontribusi maksimal dalam upaya pelestarian lingkungan.
Mengacu pada permasalahan transportasi masa depan, maka pemerintah
kota mengembangkan
jaringan antar
kawasan di
Subosukawonosraten. Hirarki kota dimaksudkan untuk dapat menentukan suatu sistem jenjang pelayanan yang dikaitkan dengan pusat-pusat
pelayanan kota yang ada. Pengembangan kota diarahkan untuk lebih memantapkan dan memperjelas hirarki berdasarkan kondisi nyata
kawasan-kawasan perkotaan yang ada dan tetap memperhatikan tata jenjang pelayanan yang lebih tinggi tingkatannya dengan tujuan
memeratakan pusat pelayanan yang efektif sampai di tingkat lokal pusat perdesaan.
Hirarki kota-kota wilayah ini diharapkan akan mewujudkan perkembangan wilayah secara merata yang didukung keterkaitan desa dan
kota rural-urban linkage dan keterkaitan kota dengan pasar nasional bahkan internasional. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan,
ditetapkan empat hirarki tingkatan kota-kota dalam pengembangan kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN:
commit to user
a Kota Hirarki I kota Pusat Kegiatan Nasional b Kota Hirarki II Kota Pusat Kegiatan Wilayah
c Kota Hirarki III Kota Pusat Kegiatan Lokal I d Kota Hirarki IV Kota Pusat Kegiatan Lokal II
Tabel 6 Rencana Pengembangan sistem Pusat Pelayanan Perkotaan Kawasan
SUBOSUKAWONOSRATEN
Hirarki Kota
Jangkauan Pelayanan
Kota Hirarki I kota Pusat Kegiatan Nasional
Kota Surakarta
Nasional dan Provinsi
Kota Hirarki II Kota Pusat Kegiatan Wilayah
Kartasura, Wonogiri dan Klaten
Regional
Kota Hirarki III Kota Pusat Kegiatan Lokal 1
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen,
Pracimantoro, Giriwoyo dan Purwantoro
Sub Regional
Kota Hirarki III Kota Pusat Kegiatan Lokal 2
Mojolaban, Jumapolo, Tawamangu, Karangpandan,
Ngadirojo, Baturetno, Jatisrono, Gemolong, Masaran,
Sidoharjo, Kalijambe, Gondang, Tangen,
Karangmalang, Sumberlawang, Ngarampal,
Sambungmacan, delanggu, Prambanan, Jatinom, Cawas,
Karang Gede, Simo, Ngemplak, Banyudono dan
Selo
Kecamatan
Sumber: RTR Subosukowonosraten: 2006, dalam Studi Tatralok Kota Surakarta, 2009
Melihat beberapa kondisi tentang perkembangan perkotaan, maka secara subtansi Kota Surakarta tidak diukur dalam batasan sebagai daerah
administrasif perkotaannya, melainkan melalui perkembangan perkotaan di Surakarta dan wilayah aglomerasinya, seperti apa yang diungkapkan
oleh Taufiq Muhammad, S.Sit, Staff Bidang Angkutan, sebagai berikut: perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
“Melihat Kota Surakarta kedalam pengertian kota kecil atau kota besar, maka memahaminya bukan hanya dalam pengertian
administratif perkotaannya saja, tapi memahaminya sebagai wilayah perkotaannya aglomerasi. Karena Kartasuro-Surakarta,
Surakarta Mojolaban, Surakarta-Solo Baru, Palur-Surakarta atau mungkin Surakarta-Gentan, merupakan wilayah yang tidak ada
lagi batas waktu dan jarak yang membedakan mana Surakarta dan kota lainnya. Di Undang-undang Tatralok hal ini didefinisikan
sebagai wilayah perkotaan.”
2. Pola Kemitraan Pengembangan Bus Rapid Transit di Kota Surakarta
Berbagai permasalahan yang melanda beberapa sektor vital yang berakibat pada krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah, kondisi ini memberikan kesan tidak sempurnanya teori dan paradigma yang selama ini dianut dan dijadikan
rujukan dalam menjelaskan berbagai kejadian tersebut. Selain itu berbagai sistem dan sub sistem yang ada dalam tatanan kehidupan suatu negara, juga
seolah-olah tidak mampu lagi mengakomodasi berbagi permasalahan itu. Demikian pula dengan sistem pelayanan umum yang semula diciptakan untuk
memberikan keteraturan dan pelayanan kepada masyarakat, dianggap telah mapan dalam mengakomodasi berbagai tuntutan, kini seperti telah
bermetafosis pada titik kejenuhan dan perlu dilakukan upgrade. Fenomena yang paling mengemuka dan berimplikasi menyeluruh
akhir-akhir ini adalah globalisasi dan liberalisasi, krisis ekonomi yang melanda beberapa negara, dan tingginya ketergantungan negara-negara dunia
ketiga terhadap bantuan luar negeri. Isu-isu ini berakibat kepada tuntutan untuk makin perlunya efisiensi dalam proses penyelenggaraan pelayanan
umum. Oleh karena sektor pemerintah sering dituding sebagai biangnya perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
inefisiensi, dan sektor private sering dianggap sebagai sektor yang mampu menciptakan efisiensi, maka bersamaan dengan itu, gagasan kemitraan pun
menjadi hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan umum dan penyediaan barang publik lainnya.
Bus Rapid Transit memberikan pemahaman berbeda terhadap pemerintahan saat ini, dimana pelayanan yang berorientasi pada publik
menjadi konsren tersendiri bagi setiap elemen negara karena semua yang menyangkut kebutuhan manusia menjadi kewajiban setiap manusia itu sendiri
untuk memenuhinya. Kondisi pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta
menjadikan pemerintah kota sebagai pilot project dan mulai menstimulasikan program ini sebagai program pengembangan transportasi publik yang bersifat
sustainable. Namun keberadaanya banyak memberikan dampak yang kompleks, terutama menyangkut investasi proyek yang harus dilaksanakan
secepatnya dan membutuhkan waktu proyek sebagai proyek jangka panjang dan berkelanjutan. Hal inilah yang menjadikan pemerintah untuk bisa
mengambil langkah cepat, yaitu menjalin kemitraan kepada unsur-unsur terkait yang terkonsentrasi pada bidang yang sama dengan program yang akan
dijalankan. Langkah pemerintah kota Surakarta dalam menjalin kerjasama dengan
Damri dalam pengoperasian Bus Rapid Transit yang lebih dikenal dengan istilah Batik solo Trans, menjadi langkah awal pemerintah dalam memberikan
peran kepada pihak luar untuk sama-sama meningkatkan pelayanan publik. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Namun kondisi ini tidak sepenuhnya menjadi peluang yang baik tanpa didasari oleh legalitas yang menuntun setiap instansi yang terlibat untuk mengerti
ranah pekerjaannya masing-masing. Pada prinsipnya, penerapan BRT di Surakarta bukan menambah sistem
angkutan kota yang baru. Melainkan mengubah sistem pengelolaan angkutan kota. Ketentuan dalam penerapan BRT di kota Surakarta mengakomodasi
operator angkutan eksisting, yaitu menjadi operator BRT operator angkutan pengumpan BRT, orientasi benefit keuntungan pengusaha diganti dengan
orientasi menjual pelayanan dan biaya operasi operator BRT dipenuhi oleh pemerintah melalui kerjasama dengan swasta, BUMN, BUMD dll.
Adapun pertimbangan atau alasan-alasan perlunya memperkuat kerjasama publik-privat, paling tidak dapat dilihat dari 3 dimensi sebagai
berikut:
a Alasan politis: menciptakan pemerintah yang demokratis egalitarian
governance serta untuk mendorong perwujudann good governance and good society.
b Alasan administratif: adanya keterbatasan sumber daya pemerintah
government resources, baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen.
c Alasan ekonomis: mengurangi kesenjangan disparity atau ketimpangan
inequity, memacu
pertumbuhan growth
dan produktivitas,
meningkatkan kualitas dan kontinuiitas quality and continuity, serta mengurangi resiko.
commit to user
Political will pemerintah daerah untuk memperluas desentralisasi internal serta mengembangkan kerjasama dengan masyarakat dan swasta akan
berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada format lembaga pelayanan publik, ini menjadi rambu dimana kekuatan daerah ditopang dengan
pola kerjasama yang berkesinambungan antar institusi. Secara otomatis kondisi dimana pembagian peran antar institusi menuntut dilakukannya
restrukturisasi kelembagaan. Berkaitan dengan ini akan dijelaskan melalui tinjauan kelembagaan pada pengembangan sistem angkutan perkotaan
berbasis BRT di kota Surakarta. Mengingat bentuk kerjasama pembentukan badan maupun kewajiban dalam pelaksanaan BRT, dituangkan dalam 3 bentuk
naskah MoU, yaitu: 1 Perjanjian Kerjasama Batik Solo Trans Antara Pemkot Surakarta Dengan Perum Damri dengan format kesepatan kerjasama antar
Walikota Surakarta dengan Dirut Perum Damri, 2 Perjanjian Pinjam Pakai Kendaraan Bermotor BRT Kota Surakarta antara Sekda Kota Surakarta dengan
Direktur Usaha Perum Damri dan 3 Perjanjian Kerjasama Teknis antara Pemkot Surakarta yang bersangkutan Dishub Surakarta dengan Kepala Unit
Bus Damri tentang Teknis Operasional Pengelolaan Sarana Transportasi Angkutan Umum BRT kota Surakarta.
Dalam mengidentifikasi pemahaman beberapa aktor akan BRT, maka terlebih dahulu mengenali komponen penyelenggara transportasi, adapun
pihak-pihak tersebut meliputi: perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
a. Pemerintah Regulator Pemerintah berfungsi sebagai yang menjembatani kepentingan operator,
user dan lingkungan masyarakat dalam penyelenggaraan transportasi agar tercapai antara keseimbangan antara supply dan demand sehingga
pelayanan transportasi menjadi efektif dan efisien. Selain itu peran pemerintah memberikan perlindungan terhadap pengoperasian sarana dan
prasarana transportasi dari ganguan yang muncul dari masyarakat yang dapat merugikan pengguna jasa, operator, serta dapat berkembang sebagai
isu politik terhadap pemerintah b. Penyedia Jasa Operator
Kehadiran operator dalam penyedian jasa transportasi akan membantu pemerintah dalam pembiayaaninvestasi dibidang saranaprasarana
sehingga unsur-unsur pelayanan dapat diberikan oleh operator tanpa harus seluruhnya disediakan atau dibiayai oleh pemerintah. Partisipasi operator
dalam penyelenggaraan jasa transportasi baik yang disediakan oleh UPT Pemerintah, BUMN, BUMD, Swasta dan Korperasi, diharapkan tidak
saling mematikan namun kehadirannya diharapkan dapat mengoptimalkan pemberian pelayanan
c. Pengguna Jasa User Pengguna jasa dapat dibedakan dalam penggunaan pribadi dan pengguna
angkutan umum perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
d. Lingkungan Masyarakat Masyarakat berperan dalam membantu keamanan dan kelangsungan
sarana dan prasarana transportasi yang merupakan bagian dari pelayanan publik
Kaitannya dengan pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta, maka ada 3 pokok pendukung aspek pengembangan Bus Rapid
Transit yang menjadi kepastian pemerintah kota dalam mengkerjasamakan program Bus Rapid Transit ini kepada bebarapa sektor yang sekiranya dapat
bersama-sama membangunnya dan mendukung proyek ini sebagai kepentingan umum yang harus dilaksanakan dengan konsekuensi bersama
yang telah disepakati melalui kongsi maupun kontraprestasi yang menyangkut jalan tempuh menuju win-win solution. Ketiga pokok pendukung tersebut
adalah: armada, shelter dan operator Batik Solo Trans. Yang mana ketiga- tiganya tersebut menjadi keharusan dalam pengoperasian sistem Bus Rapid
Transit. Dalam hal ini pola pengembangan kemitraan untuk mewujudkan
sistem Bus Rapid Transit agar dapat dioperasikan, maka penulis mencoba memberikan maping kerjasama yang dilakukan antar institusi dalam
memenuhi aspek pendukung pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta sebagai berikut:
commit to user
Tabel 7 Pola Kerjasama dalam pengembangan Bus Rapid Transit di Kota Surakarta
No Aspek Pendukung Pengembangan
Bus Rapid Transit Bentuk Kerjasama
Aktor yang Terlibat Dinamika Kerjasama
Proses Transformasi Kepentingan
1 Armada
a Hibah bantuan teknis
pemerintah pusat kepada
Pemerintah kota Surakarta.
Acuan Normatif: Peraturan Menteri
Perhubungan KM 5 tahun 2010
Penjelasan pada pasal 8 mengenai
perbantuan teknis dari Kementerian
Perhubungan bagi setiap kota yang
menerima penghargaan Piala
Wahana Tata Nugraha dan adanya
komitmen pemerintah pusat
untuk menjamin ketersediaan
angkutan umum sebagaimana yang
diamanatkan Undang-undang
LLAJ No 22 tahun 2009
b Pinjam pakai
kendaraan bermotor Bus
Rapid Transit antara Sekda
dengan Dirut Perum Damri
a Pemerintah Pusat
b Pemerintah Daerah;
Walikota dan Sekda
c Perum Damri Dalam pengembangan
transportasi perkotaan, maka pemerintah pusat
mengembangkan sebuah moda yang
terintegrasi antar moda dan bersifat angkutan
massal dengan kualitas pelayanan yang murah,
cepat dan tepat. Pada tahun 2008 Mou
kesepakatan antar pemerintah pusat dan
pemerintah kota Surakarta disepakati
dengan diberikannya 15 armada BRT untuk
dioperasikan. Pemkot Surakarta
memberikan izin pinjam pakai kendaraan
kepada Perum Damri sebagai operator Batik
Solo Trans untuk digunakan sesuai izin
peruntukkannya sebagai pelayanan angkutan
umum. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Acuan Normatif: Naskah Perjanjian
Batik Solo Trans Antara Pemkot
Surakarta dengan Perum Damri,
tentang Perjanjian Pinjam pakai
Kendaraan Bermotor Bus Rapid Transit
BRT Kota Surakarta
2 Shelter
a Pembangunan shelter wilayah
Surakarta menjadi kewajiban Pemkot
Surakarta, dimana pembangunan
shelter dikerjasamakan
kepada swasta, yaitu: Coca cola
melalui CV Deras.
Acuan Normatif: Perda kota Surakarta
Nomor 8 tahun 2002 tentang Kemitraan
Daerah
b Wilayah luar kota Surakarta menjadi
tanggungjawab pihak operator,
yaitu: Damri
Acuan Normatif: MoU antar Pemkot
Surakarta dan Damri melalui Naskah
Perjanjian Batik Solo Trans Antara
Pemkot Surakarta dengan Perum
a Pemerintah Kota Surakarta
b Pemerintah Kabupaten
Sukoharjo dan Karanganyar
c Damri d CV Deras
e Coca-cola f Masyarakat
pemilik lahan Untuk pembangunan
shelter di wilayah Surakarta menjadi
tanggungjawab pemerintah kota
Surakarta. Dalam hal keterbatasan
pembiayaan, maka Pemkot menunjuk
kepada CV Deras sebagai rekanan dalam
membangun shelter untuk wilayah
Surakarta. Pada akhirnya CV Deras
sebagai pihak yang membiayai dan
bertanggungjawab untuk pengembangan
proyek shelter. Dengan keluasan yang dimiliki
CV Deras untuk membangunnya maka
terjadinya elaborasi dalam pembiayaan
shelter tersebut dengan menggandengnya Coca-
cola sebagai penyandang dana.
Sedangkan shelter diluar wilayah surakarta
menjadi kewajiban pihak Damri untuk
memenuhinya perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Damri 3.
Operator Batik Solo Trans
Kontrak kerja dengan model
penunjukkan langsung Model
Manajemen Langsung Direct
Managemen Antara Pemkot Surakarta
dengan Perum Damri
Acuan Normatif:
a UU No 32 tahun 2004
b Perda kota Surakarta Nomor 8
tahun 2008 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah
c Perda kota Surakarta Nomor 8
tahun 2002 tentang Kemitraan Daerah
d Naskah Perjanjian Batik Solo Trans
antara Pemkot Surakarta dengan
Perum Damri a Pemerintah
Kota surakarta; Walikota,
Sekda dan Dishub
b Damri; Dirut, Direksi dan
UPT Damri Surakarta
Kerjasama ini dilakukan dengan
keterbatasannya pemerintah kota
Surakarta pada aspek sumber daya manusia,
dana dll. Membangun perusahaan daerah
dalam pengembangan Bus Raoid Transit
bukanlah solusi terbaik. Penunjukkan Damri
sebagai operator merupakan bentuk
relokasi koridor satu BRT yang sebelumnya
rute milik Damri beroperasi. Perjanjian
kerjasama dilakukan selama 2 dua tahun
terhitung sejak tanggal ditandatangani
perjanjian dan perjanjian ini dapat
diperpanjang dengan persetujuan kedua belah
pihak, dan setiap tahunnya program ini di
evaluasi untuk menjadi landasan pengambilan
keputusan.
Dari ketiga faktor pendukung pengembangan Bus Rapid Transit, maka
peneliti mencoba mengkonstruksikan pola kerjasama yang telah dilakukan, dengan pencapaian suatu model kelembagaan alternatif yang memungkinkan
untuk tercapainya tujuan pemerintah, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tetap memberikan keuntungan finansial bagi badan usaha negara atau
swasta. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Dalam menentukan suatu model kelembagaan yang cocok akan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut : a Kondisi historis perundangan
yang ada; b Kondisi finansial pemerintah; dan c Tingkat keberpihakan pada masyarakat luas. Maka dari beberapa hal diatas, maka perlu ditemukan
suatu bentuk kelembagaan yang sesuai, sehingga akan tercapai suatu bentuk kinerja sistem yang ideal. Beberapa model kelembagaan yang ada, dilihat dari
keterlibatan pemerintah, BUMN dan swasta, ditampilkan sebagai berikut: a Pola Kerjasama dalam Pengadaan Armada Bus Rapid Transit di kota
Surakarta
Pemberian bus bantuan tersebut merupakan bagian dari strategi
pengembangan sarana angkutan umum berbasis transportasi perkotaan yang handal dan berkelanjutan. Di sisi lain juga sebagai jaminan akan adanya
kepastian dan keberlangsungan pelayanan angkutan umum dengan penerapan standar pelayanan minimal. Penyerahan bantuan bus kali ini ditujukan untuk
menstimulasi pemerintah kotakabupaten dalam mengupayakan peningkatan
Pemerintah Pusat
Kementerian Perhubungan
Sekda Surakarta
Direksi Perum
Damri UPT Damri
Surakarta Pemerintah
Daerah Walikota
Surakarta Proses serah terima armada. Pemberian
bantuan tersebut merupakan bukti dari komitmen pemerintah untuk menjamin
ketersediaan angkutan umum sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang LLAJ
No 22 tahun 2009
Proses kerjasama antar pihak Pemkot
Surakarta dan pihak Damri, dalam
kerjasama pinjam pakai kendaraan Bus
Rapid Transit.
Operator lapangan Batik Solo Trans.
commit to user
kualitas pelayanan angkutan umum seperti yang tersebut dalam Pasal 139 UU 222009, yang mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk menjamin
ketersediaan angkutan umum melalui pengembangan sistem angkutan transit. b Pola Kerjasama dalam Pembangunan Shelter Bus Rapid Transit di kota
Surakarta
Pembagunan shelter Batik Solo Trans menjadi keharusan dalam
pengoperasionalannya, hal ini menjadi bagian kesepakatan kedua belah pihak yang bekerjasama. Dimana Pemerintah Kota Surakarta berkewajiban
membangun shelter di wilayah perkotaan area Surakarta, sedangkan Damri berkewajiban membangun shelter di wilayah luar perkotaan Surakarta area
seperti; Kartosuro; Pabelan; dan Palur. Menyangkut ketersediaan ruang untuk pembangunan selter yang menjadi kendala menjadikan peran pemerintah
sebagai regulator untuk mengambil tindakan pendekatan kepada masyarakat yang memiliki lahan. Adapun untuk wilayah diluar Surakarta perlu
dibangunnya kerjasama antar daerah, mengingat program Batik Solo Trans
Pemerintah Kabupaten
Sukoharjo dan Karanganyar
Coca-Cola
CV. Deras Pemerintah Kota
Surakata Untuk Wilayah Kota
Surakarta Damri Untuk
Wilayah Sukoharo dan
Karanganyar
Masyarakat Pemilik Lahan
commit to user
yang yang melintasi pertemuan akan daerah-daerah penghubung. Kondisi inilah yang seharusnya menjadikan pemerintahan lokal untuk tanggap akan
dampak yang kompleks dalam permasalahan publik. Namun sampai saat ini, belum adanya bentuk kerjasama yang efektif antar Kota Surakarta dengan
beberapa kabupaten yang menjadi lintasan Batik Solo Trans dalam halnya penguatan komitmen dalam membenahi beberapa layanan yang diharuskan
menjadi kualitas pengembangannya melalui kerjasama tersebut, karena permasalahan sosial menjadi ranah yang terkonsentrasi pada pengembangan
program sustainable public transport. c Pola Kerjasama Operator Batik Solo Trans
Sekda Surakarta
Direksi Perum
Damri Direktur
Utama Perum Damri
UPT Damri Surakarta
Pemerintah Daerah
Walikota
Dishub Surakarta
Tahap dimana MoU antar Pemerintah Kota Surakarta
dengan Damri untuk menyepakati pengoperasionalan
Batik Solo Trans yang di operatori pihak Damri
Proses kesepakatan dalam hal pinjam pakai kendaraan milik
daerah kepada Damri untuk dioperasionalkan sesuai
fungsinya Proses kesepakatan
operasionalisasi Batik Solo Trans dan Dishub sebagai
instutisi yang mengawasi program
commit to user
Adapun analisis kelembagaan Batik Solo Trans secara keseluruhan dapat dijelaskan melalui rumusan gambar pola kerjasama sebagai berikut:
Melihat kondisi akan analisis kelembagaan Batik Solo Trans yang dirumuskan diatas, maka peran pemerintah masih sangat mendominasi dimana
strategi perencanaan, operasional perencanaan, dan administrasi masih menjadi tugasnya. Sedangkan tipe ideal yang perlu dikembangkan untuk
kelancaran investasi masa depan adalah peran pemerintah cukup pada penanggungjawab program dan pengawasan, sedangkan pengawasan pun
masih dibagi kedalam perspektif evaluasi program dan kontrol sosial. Kontrol sosial yang dimaksud adalah bagaimana peran pengawasan sebuah program
sudah menjadi bentuk partisipasi masyarakat untuk ikut dalam kemajuan program.
Adapun bagan struktur kelembagaan antar institusi program BRT di Kota Surakarta secara kompleks dapat dilihat sebagai berikut:
Pemerintah
Swasta
P
KMP R
SP OP
A
A O
Ket: P Penanggungjawab; SP Strategi Perencanaan; OP Operasional Perencanaan; A Administrasi; O Operator Lapangan; R Pengawasan; KMP Kontraktor Material BRT
commit to user
Gambar 3 Struktur Koordinasi dan Hierarki
Sumber: Data Sekunder Bentuk kelembagaan mengikat kedua institusi untuk saling
berkoordinasi dalam memberikan hasil pencapaian kinerja sebagai bentuk evaluasi untuk pengambilan keputusan. Pada intinya UPT Damri Kota
Surakarta sebagai operator Batik Solo Trans memiliki kewajiban dalam memberikan hasil laporan pencapaian kinerja Batik Solo Trans kepada Dishub
Surakarta yang nantinya diteruskan kepada pucuk penanggungjawab program yaitu Walikota Surakarta dan UPT Damri Surakarta juga melaporankan hasil
pencapaian kinerja Batik Solo Trans kepada dewan Direksi di pusat sebagai evaluasi internal Damri mengenai profite untuk diberikan penilaian yang
commit to user
berdampak pada feedback nilai investasi, berupa material maupun finansial yang sudah dikeluarkan oleh Damri di dalam program ini.
3. Kinerja dalam Pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta
Program BRT bergulir di kota Surakarta berawal dari kompensasi Pemerintah Pusat, akan prestasi pemerintah Kota Surakarta yang berhasil
meraih Penghargaan Wahana Tata Nugraha pada tahun 2006 kepada Walikota Surakarta. Dalam hal ini Walikota Surakarta meminta bantuan berupa sarana
angkutan massal dengan sistem BRT. Selanjutnya tanggapan positif dari pemerintah pusat, yang kemudian pada tahun yang sama dilakukan
penandatanganan MOU antara pemerintah kota Surakarta dan pemerintah pusat.
Sampai dengan tahun 2008 MOU tersebut belum dapat direalisasikan, dikarenakan sebuah pertimbangan akan APBD kota Surakarta yang belum
mampu membiayai pengoperasian BRT. Dengan berjalannya waktu, pemerintah kota mencoba melakukan pendekatan terhadap Perum DAMRI
UABK Surakarta. Kesepakatan final dari kebuntuhan Pemerintahan Kota Surakarta, akhirnya terjawab melalui negoisasi dengan Damri, dimana Damri
diberi kesempatan melalui penunjukkan langsung mengenai institusi yang bertanggungjawab terhadap pengoperasionalan sistem Bus Rapid Transit
sebagai layanan transportasi perkotaan yang berkualitas, cepat dan murah. Damri merupakan BUMN yang telah lama menjadi lembaga profite negara
yang konsren di bidang transportasi darat. keluasan sebagai operator BRT di kota Surakarta diberikan kepada Damri melalui perjanjian MOU yang
commit to user
ditandatangani oleh Walikota Surakarta sebagai penanggungjawab program BRT dan Direktur Utama Perum Damri. Kerjasama ini memberikan keluasan
Damri dalam mengelola koridor pertama ini dengan tanpa adanya subsidi dari pemerintah, secara khusus isi hak dan kewajiban beserta teknisnya termaktub
di dalam perjanjian teknis pengoperasionalan Batik Solo Trans. Secara kelembagaan pemerintah kota yang dalam hal ini diwakili oleh Dishub,
bertanggungjawab atas program BRT, mengingat program ini dikerjasamakan dengan Damri sebagai operator selama 2 tahun dan terus diupgrade sampai
pada akhirnya 10 tahun pelaksanaan diawal. Dimana setiap 1 tahun sekali evaluasi hasil pencapaian program BRT dilakukan bersama-sama antara
Dishub dan UABK Damri Surakarta. Melihat peluang kerjasama yang dilakukan, hal ini mengisyaratkan
bagaimana pengelolaan dan pengembangan Bus Rapid Transit tidak mesti harus ditangani langsung oleh Pemerintah Kota Surakarta saja. Dua pola
alternatif yang dapat dikembangkan ini adalah: Pertama, pola kemitraan antara pemerintah dengan swasta. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pola kemitraan dapat dilakukan pada jenis-jenis layanan yang profitable, pemerintah telah
memiliki sebagian asset untuk penyelenggaraan pelayanan tersebut, atau karena swasta belum siap sepenuhnya untuk menyelenggarakan sendiri. Pola
kedua, adalah swastanisasi. Hal ini dapat dilakukan apabila semua jenis layanan tersebut profitable dan swasta telah siap sepenuhnya. Prospek
commit to user
kemitraan dan swastanisasi dari jenis-jenis layanan ini, didukung oleh kondisi dan kemampuan pemerintah dalam beberapa hal sebagai berikut:
a. Kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan sarana relatif terbatas. Demikian juga kualitas SDM pemerintah masih relatif rendah;
b. Dilihat dari aspek produk layanan, diakui bahwa terdapat beberapa kekurangan antara lain: kelambanan dalam memberikan pelayanan,
kekurangjelasan dan kekurangterbukaan dalam prosedur layanan, kurangnya efisiensi baik dilihat dari aspek operasional maupun dari aspek
biaya, cakupan layanan yang masih relatif kurang merata dan kuarng tepat waktu.
c. Meskipun penetuan tarif dibahas bersama DPRD, namun hal ini belum memcerminkan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan.
Respon berbagai pihak terhadap pengembangan transportasi berbasis BRT sangat memungkinkan menjadi hambatan, hal ini memerlukan intensitas
lebih dalam mensosialisasikan dan memberi pemahaman kepada masyarakat akan pengertian BRT sebagai alternatif pelayanan publik yang berlandasakan
kualitas yang efektif dan efisien. Dalam penyelenggaraan angkutan umum, secara sederhana ada 2
pihak yang terlibat, yang mempunyai filosofi yang sangat berbeda : a Pemerintah, dimana sasarannya untuk kepentingan masyarakat luas,
sehingga ada 2 kondisi yang menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakannya yaitu sosial dan politik
commit to user
b Swasta, dimana sasarannya adalah memaksimalkan keuntungan, sehingga bahan pertimbangan yang diperhatikan adalah kondisi ekonomi dan
kondisi politik Dengan dasar filosofi yang bertolak belakang tersebut, maka
keterlibatan 2 pihak akan mempengaruhi 2 hal yaitu alokasi pendanaan pemerintah dan tingkat pemenuhan keinginan masyarakat luas. Dari alokasi
pendanaan, semakin besar keterlibatan pemerintah maka akan semakin besar dana yang harus disediakan pemerintah. Namun dengan demikian pemenuhan
kepentingan masyarakat akan semakin besar. Sebaliknya dengan semakin kecilnya keterlibatan pemerintah, maka tingkat pemenuhan kebutuhan
masyarakat akan semakin kecil. Tabel 8
Evaluasi dan Implikasi Kerjasama Antar Institusi dalam Pengembangan Bus Rapid Transit
No Evaluasi Proyek
Pengembangan Bus Rapid Transit
di Kota Surakarta Deskripsi
Implikasi Kerjasama Terhadap Perspektif
Kinerja Antar Institusi yang Terlibat
1 Berdasarkan
Kepemilikan Berdasarkan kepemilikan
terdapat tiga jenis proyek yaitu proyek privat, proyek
publik, dan proyek campuran. Berdasarkan
kepemilikannya maka proyek sarana transportasi
Batik Solo Trans ini berjenis proyek campuran, karena
dilakukan secara bersama antara pemerintah, BUMN
dan swasta hal ini demi efisiensi dan efektifitas
proyek terkait finansial dan skill.
Konsep kemitraan yang unik terjadi dan
berdampak pada investasi proyek jangka panjang,
dimana setiap institusi memiliki persepsi yang
berbeda dengan kepentingan yang ingin
dicapai pun berbeda. Hal ini diperkuat dengan
bentuk kelembagaan program Bus Rapid
Transit yang berdiri tidak adanya kontrol sosial,
dimana kelembagaan secarah utuh yang
commit to user
menanggani belum terlihat seperti di daerah-daerah
lain, dimana terdapat 3 pilihan kelembagaan yang
dikenal, yaitu: BLU, PD dan UPT. Sedangkan yang
terjadi di Surakarta, Batik Solo Trans
dioperasonalkan oleh Damri dan
penanggungjawabnya adalah pemerintah kota.
Sampai saat ini kinerja harian Batik Solo Trans
masih menyatu dengan operasional sistem lainnya
yang dijalankan Damri selama ini tanpa adanya
pemisahan kerja.
2 Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan fungsinya, proyek Bus Rapid Transit di
Surakarta dapat dibedakan menjadi proyek infrastruktur
ekonomi dan proyek infrastruktur sosial.
Berdasarkan karakteristik tersebut, proyek
pengadaan sarana transportasi Batik Solo
Trans merupakan proyek infrastruktur sosial
karena manfaatnya sulit dihitung dalam hitungan
matematis mata uang. Walau demikian biaya
pengadaan sarana Batik Solo Trans ini dapat dinilai
dalam denominasi mata uang.
Melihat dari proyeksi jangka panjang, Batik Solo
Trans menjadi program unggulan dimana peluang
kota Surakarta sebagai kota simpul menjadi
kekuatan Surakarta dalam menjangkau dan menjadi
penghubung kota-kota lainnya. Investasi kedepan
menjadi jelas dan nyata apabilah perkotaan
didukung dengan aksebilitas transportasi
yang terintegrasi ke beberapa penjuru dan
penghubung moda lainnya.
3 Berdasarkan Sifat
Menghasilkan Produk
Berdasarkan sifat menghasilkan produk
terdapat dua jenis proyek yaitu proyek
produksi dan proyek infrastruktur. Proyek sarana
transportasi Batik Solo Dalam pengembangan Bus
Rapid Transit di kota Surakarta, terjadi bentuk
kerjasama dimana pemanfaatan akan shelter
yang ada terhadap bentuk nilai produksi yang
commit to user
Trans merupakan jenis proyek infrastruktur karena
tidak langsung menghasilkan produk.
Proyek sarana transportasi Batik Solo Trans memiliki
dampak tidak langsung dan produk yang dihasilkan
tidak langsung. menghasilkan beberapa
term pembentuk nilai jual. Seperti halnya shelter
menjadi media advertising yang efektif. Namun ini
perlu didukung dengan regulasi yang mengatur
akan pemanfaatannya tanpa mengurangi
esensinya.
4 Berdasarkan
Keberadaannya Berdasarkan keberdaannya,
proyek dapat berjenis proyek baru, proyek
penggantian, dan proyek perluasan.
Berdasarkan jenis tersebut, proyek saran trasnportasi
Batik Solo Trans dapat dikategorikans
sebagai proyek baru karena belum dilakukan atau
dimiliki pemerintah sebelum ditentukannya
keputusan investasi proyek. Proyek pengembangan
sistem tranportasi massal berbasis Batik Solo Trans,
menjadi format baru dalam mengupgrade layanan
tranportasi publik oleh pemerintah, namun
persepsi akan kehadirannya menjadi
point penting pemerintah dalam mengartikan
kehadiran Batik Solo Trans sebagai peremajaan
bentuk angkutan yang modern, dimana armada,
shelter dan operasionalnya menjadi baru dan dituntut
komitmen pemerintah untuk melepas proyek ini
kepada pihak-pihak lain dalam menjawab
tantangan global
Berdasarkan manajemen Batik Solo Trans, terdapat tiga bagian yang
mengurusi Batik Solo Trans yaitu: Pertama, Pemerintah yang mana Walikota
sebagai penanggungjawab; Sekda sebagai penguatan legal dan yang bertanggungjawab akan asset yang dimanfaatkan oleh operator sebagai sarana
pendukung pengembangan Bus Rapid Transit; dan Dishub sebagai
pengawasan operator dilapangan. Kedua, UABK Damri Surakarta sebagai
pihak operator yang sementara ini bertanggungjawab dalam halnya perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
pengoperasian Batik Solo Trans dan manajemen operasional tenaga
pengemudi dan lain sebagainya terkait operasional. Ketiga, pihak ketiga
yaitu pihak yang menyediakan sarana pendukung seperti shelter dan perangkat Bus Rapid Transit. Adapun sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan
Batik Solo Trans ini antara lain: Tabel 9
Sasaran Pengembangan Batik Solo Trans
Sasaran finansial a. Menutupi masalah finansial dalam pengadaan sarana
transportasi Batik solo Trans dengan melibatkan beberapa pihak melalui penunjukkan langsung. Kemitraan dibangun
atas dasar intuisi pemerintah dalam mengambil langkah cepat untuk menangganinya.
b. Adanya pihak yang mengelola penjualan karcis dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan Batik solo Trans
termasuk dengan inovasi apa yang dapat dikembangkan menjadi solusi terbaik.
Sasaran makro- ekonomi
a. Memperlancar arus transportasi dan distribusi barang sehingga memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat.
b. Mengurangi biaya ekonomi makro terhadap dampak kemacetan dan kesemrawutan pada kondisi yang akan
datang.
Sasaran politis a. Menumbuhkan citra politik yang baik di Provinsi Jawa
Tengah b. Mendukung komitmen pimpinan daerah selanjutnya untuk
siap meneruskan proyek Batik Solo Trans sebagai proyek yang bersifat sustainable
Sasaran Sosial
a. Memberikan fasilitas transportasi yang aman, cepat, dan terjangkau.
b. Mengurangi beberapa kemungkinan akan kemacetan lalu lintas di masa yang akan datang
Sasaran Budaya
a. Mengembangkan budaya masyarakat yang lebih tertib. b. Mewujudkan budaya dalam sistem transportasi yang
aman, cepat, dan terjangkau.
Sasaran Administratif
a. Meningkatkan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.
b. Meningkatkan efektifitas kebijakan melalui multistakaholder partnership.
Sejalan dengan adanya bentuk perjanjian yang disusun dan disepakati dalam 3 bentuk perjanjian berupa: 1 kesepakatan bersama tentang
commit to user
Pengelolaan Sistem Pelayanan Angkutan Umum Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Wilayah Perkotaan Surakarta yang ditandatangi oleh Dirut
Perum Damri dan Walikota Surakarta, 2 Pernjajian pinjam Pakai Kendaraan Bermotor Bus Rapid Transit BRT Kota Surakarta antara Perum Damri
dengan Pemkot Surakarta yang ditandatangani oleh Sekda Kota Surakarta Direksi Perum Damri, 3 Perjanjian Teknis Operasional Pengelolaan Sarana
Transportasi Angkutan Umum Bus Rapid Transit BRT Kota Surakarta antara Kepala Unit Perum Damri UABK Surakarta dengan Kepala Dinas
Perhubungan Kota Surakarta. Dengan adanya penandatanganan perjanjian tersebut, maka terdapat peran tugas dan fungsi masing-masing institusi, yang
secara garis besar tertuang dalam kesepatakatan. Dalam hal ini masing-masing pihak memiliki kewajiban sebagai berikut:
a Pemerintah Kota Surakarta berkewajiban: 1 Menyiapkanmembangun Shelter di dalam wilayah Kota Surakarta
sebanyak 24 unit dalam hal ini pemerintah bekerjasama dalam pembangunan shelter dengan Coca-cola melalui Biro CV Deras
2 Membangunmenyiapkan rambu-rambu lalu-lintas 3 Bertanggungjawab atas pengadaan perangkat mesin smart card dan
memasang perlengkapan lainnya untuk menunjang pengoperasian bis Batik Solo Trans, seperti; GPS, GPRS dan Bus Priority
b Perum Damri berkewajiban 1 Membangun shelter di luar Kota Surakarta Kab. Karanganyar dan
Kab. Sukoharjo sebanyak 11 unit perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
2 Bertanggungjawab atas pengoperasian BRT dengan ketentuan biaya termasuk penyusutan armada sebagai konsekuensi perjanjian yang
harus mengembalikan armada dalam kondisi baik setelah 10 tahun masa perjanjian menjadi tanggungjawab Perum Damri
3 Bertanggungjawab atas biaya pengurusan BBN sampai dengan menjadi kendaraan umum
Persoalan investasi terkait erat dengan model kelembagaan dalam pengelolaan BRT disuatu kota, dengan kata lain model investasi akan sangat
bergantung dengan bentuk kelembagaan yang ada. Pada tahap awal mengacu pada prinsip anggaran berimbang sehingga seluruh pengeluaran dapat
diimbangi dengan pemasukan setiap tahun anggaran. Dengan demikian pada tahap awal subsidi tidak dapat dihindari untuk menutupi kekurangan yang
diperoleh dari pendapatan. Salah satu karateristik dari investasi BRT adalah adanya manfaat
secara ekonomi economic opportunity, oleh karena fungsinya yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengutamakan dalam
mencari keuntungan semata-mata. Namun disisi lain adanya pola kerjasama operator juga tidak boleh dikesampingkan dengan adanya pertimbangan
kelayakan finansial. Oleh karena itu studi kelayakan yang matang sangat menentukan terhadap penentuan dan pemilihan berbagai model investasi.
Hal ini perlu adanya kesepahaman dalam menjalankan program BRT di Kota Surakarta, mengingat Damri merupakan institusi negara yang
berorientasi pada profite. Dapat diketahui pada awal pengembangan BRT di perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Kota Surakarta, Damri mengalami biaya yang bernilai tinggi dalam pembiayaan untuk menutup biaya operasional harian Batik Solo Trans.
Harapan Batik Solo Trans sebagai pelayanan transportasi perkotaan, sangat perlu dikaji kembali untuk menentukan strategi agar tujuan investasi dapat
tercapai secara efektif dan efisien. Permasalahan perbantuan subsidi bagi pemerintah kota Surakarta terhadap Perum Damri sebagai operator Batik Solo
Trans niscaya sah-sah saja, mengingat pemerintahan kota berkewajiban untuk turut campur dalam pengelolaan Batik Solo Trans sebagai bentuk pelayanan
publik dibidang transportasi, subsidi menjadi penting dan perlu mengingat pelayanan yang menjadi standar umum pengembagan BRT di kota Surakarta
yang akan dirasakan oleh masyarakat. Provinsi DKI Jakarta menjadi kasus yang memahami Busway sebagai angkutan umum yang berorientasi pada
sistem transportasi berkelanjutan, disanalah Pemprov memberikan suntikan dana yang bersumber dari APBD sebagai subsidi dengan nilai Rp. 400 miliar.
Adapun prediksi yang menunjukkan bentuk rekayasa penilaian untuk perolehan pendapatan Batik Solo Trans dengan mengacu harga jual konsumsi
kepada masyarakat yang ditetapkan oleh operator dan hasil tarif tersebut sudah disahkan oleh pemerintah untuk ditetapkan sebesar Rp. 3.000.
Sebagai komponen dalam perhitungan kelayakan finansial maka komponen Biaya investasi pada umumnya berasal dari:
a APBN dan atau ABPD sebagai penyertaan modal pemerintah daerah b Subsidi dari pemerintah pusat
commit to user
c Namun perlu diperhatikan juga alternatif lain jika sumber pendanaan berasal dari pinjaman jangka panjang
d Penyertaan modal swasta nasional e Penyertaan modal swasta asing dapat dimungkinkan jika telah
dipertimbangkan secara seksama manfaat jangka panjang Komponen investasi yang dikenal selama ini sifatnya sudah standar
namun terdapat satu hal yang belum disinggung sama sekali yakni pra sarana jalan yang notabene menggunakan fasilitas yang ada. Jalan pada umumnya
merupakan faslitas publik yang dibangun oleh pemerintah dan telah dilakukan kajian manfaat ekonominya bagi kepentingan negara dan masyarakat. Oleh
karena itu komponen jalan harus diperhtungkan dalam kelayakan investasi
sebagai bentuk sunk cost.
Seharusnya investasi ini menjadi skala jangka pendek dan panjang, dengan proyeksi yang ada, sebenarnya menjadi tanggungjawab bersama.
Adapun konsep investasi BRT dikelompokkan menjadi jangka pendek dan jangka panjang
a Jangka Pendek 1 Dalam jangka pendek investasi infrastruktur masih harus ditanggung
pemerintah 2 Pengadaan bus sudah harus dimulai dilepaskan ke pihak swasta yang
sekaligus bertindak sebagai operator perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
b Jangka Panjang 1 Investasi dibidang infrastruktur sudah harus mulai dilaunching kepada
pihak investor swasta Selain pengadaan bus, pengadaan halte dan perawatan serta tiketing
sudah harus dimulai dilepaskan ke pihak swasta. Perkiraan Biaya Investasi Pengembangan Bus Rapid Transit Antara Pemerintah Kota surakarta dan
Damri di Kota Surakarta yaitu dengan memperkirakan kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk pengoperasian Batik Solo Trans didasarkan atas
informasi yang tersedia pada waktu tersebut. komponen biaya investasi Batik Solo Trans antara lain sebagai berikut:
commit to user
Dalam pelaksanaan pengembangan Batik Solo Trans di Surakarta
yang mana nilai investasi diatas dari masing-masing institusi dapat disesuaikan dengan bagaimana kinerja program yang dilihat dari pola
kerjasama yang terjadi. Kaitannya dengan hal ini, peneliti mencoba melihat 1. Nilai Investasi Pemkot Surakarta
NO. KETERANGAN
VOLUME HARGA SATUAN
JUMLAH
1 Armada Bus AC
15 Unit Rp 310.000.000,00
Rp 4.650.000.000,00 2
Selter 24 Unit
Rp 35.500.000,00 Rp 852.000.000,00
3 Mesin Tiketing
15 Unit Rp 20.000.000,00
Rp 300.000.000,00 Rambu-rambu Mar-
ka Jalan dan Sarana Lainnya
Rp 630.000.000,00
Jumlah : Rp 6.432.000.000,00
2. Investasi Perum Damri NO.
KETERANGAN VOLUME
HARGA SATUAN JUMLAH
1 BBN
15 Unit Rp 20.000.000,00
Rp 300.000.000,00 2
Selter 11 Unit
Rp 35.000.000,00 Rp 385.000.000,00
3 Biaya Operasi 5 Tahun
5 Tahun Rp 1.709.153.461,48 Rp 25.637.301.922,22
Jumlah : Rp 26.322.301.922,22
Prediksi Perhitungan Biaya Kilometer :
1. Biaya Bus Km sesuai perhitungan harga pokok terlampir
Rp 4.980,05
2. Biaya Bus Hari
Rp 1.095.611,19
3. Biaya Bus Bulan
Rp 28.485.891,02
4. Biaya Bus Tahun
Rp 341.830.692,30
5. Biaya Per Bus 5 Tahun
Rp 1.709.153.461,48
6. Biaya 15 Bus 5 Tahun
Rp 25.637.301.922,22 Prediksi Perbandingan Investasi :
No Institusi
Nilai Invastasi Prosentase
1 Investasi Pemkot
Rp 6.432.000.000,00 + 20
2 Investasi Perum DAMRI
Rp 26.322.301.922,22 + 80
Total Investasi Rp 32.754.301.922,22
100
commit to user
kesesuaian program yang berjalan melalui keadaan dan kondisi: sarana dan prasarana, seperti: koridor Batik Solo Trans; tempat pemberhentianshelter;
sistem pelayanan tiket. Tabel 10
Kesesuaian Pelaksanaan dengan Penialaian Kinerja Batik Solo Trans di Kota Surakarta
Kondisi Pelaksanaan Batik Solo Trans Deskripsi Penilaian kinerja Batik Solo Trans
Sarana Pengoperasian armada Batik Solo Trans berjumlah
15 armada untuk melayani 1 koridor pelayanan. Pada saat ini ada pengupayaan penambahan armada
dengan meminta bantuan pusat, sebanyak 5 unit armada. Hal ini dikarenakan adanya pengembangan
trayek menuju bandara. Batik Solo Trans menggunakan armada bus sedang
dengan kapasitas 41 orang, dimana 22 orang duduk dan 19 berdiri. Armada bus sendiri
merupakan bus berlantai tinggi dan sudah difasilitasi dengan AC dan pintu otomatis elektrik.
Pengoperasionalan armada sudah berjalan efektif, adapun kondisi didalam bus hingga saat ini masih
terlihat baik dan nyaman.
Prasarana 1. Koridor Batik Solo Trans
Tahap pengoperasionalan awal Batik solo Trans masih melayani 1 koridor dengan rute yang secara
spesifik sebagai berikut:
RUTE KE TIMUR BERANGKAT :
Kleco – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Sudirman Balai kota
– Jl. Urip Sumoharjo-Jl. Brigjend Sutarto-Jl. Ir. Sutami UNS-Palur
Rencana via ShelterHalte : Kleco-Farokha-Solo Square-Stasiun Purwosari-RS
KasihIbu-Grandmall-Sriwedari-Pasar Pon-Bank
Niaga-Balaikota-PasarGede-RSU dr
Moewardi- Indomoto-UNS-Palur
RUTE KE BARAT BALIK
Palur-Jl.JuandaPucangsawit-Jl.Urip Sumoharjo-
Jl.Sudirman-Jl.Mayor Sunaryo
Beteng- Jl.Kapt
MulyadiSangkrah-Jl.Veteran-Jl. Bhayangkara-Jl.Dr.RadjimanLaweyan-Perempatan
Gendengan-Jl.Slamet Riyadi-Kleco
commit to user
Rencana via ShelterHalte :
Palur-PasarGede-Bank Danamon-RS
Kustati- Gading-Koramil
Serengan-Baron-Gendengan- Indosat-Solo Square-Kleco
Kondisi koridor pertama ini belum dinyatakan baik dalam pelaksanaannya, karena rute Batik Solo Trans
masih bersinggungan dengan beberapa operator swasta lainnya. Hampir semua trayek yang ada di
Surakarta memiliki tujuan yang sama dengan Batik Solo Trans. Kondisi kompetitif inilah yang membuat
masyarakat
masih merasa
nyaman dengan
menggunakan bus swasta lainnya, karena proses turun dan naiknya masih bebas sesuai kehendak
pemakai jasa. 2. Tempat
PemberhentianShelter Shelter yang dibangun masih terbenturnya dengan
lahan yang dimiliki oleh masyarakat, kondisi ini sangat terasa pada wilayah di luar kota Surakarta.
Tindakan yang harus diambil adalah penguatan kerjasama antar daerah dalam perannya sebagai
regulator, dimana sosialisasi kepada masyarakat setempat akan dirasa sangat efektif.
Sampai saat ini masih adanya shelter portable yang mana tidak sesuainya nilai investasi pembangunan
shelter dengan hasilnya.
3. Sistem Pelayanan Tiket Dalam perencanaannya, sistem tiket pada Batik solo
Trans direncanakan mengacu pada beberapa kota yang telah lebih dulu mengaplikasikan Bus Rapid
Transit, yaitu dengan sistem smart card dengan sistem pembayaran off board. Namun sampai
saat ini masih belum efektifnya akan konsitensi operator menggunakan sistem tersebut.Adapun yang
terjadi masih sering didapatnya Batik Solo Trans menggunakan sistem pembayaran on board dengan
tiket biasa. Adapun sesuai dengan analisisi tarif pada perencanaan, tarif Batik Solo Trans dibebankan
sebesar Rp.3.000,-trip untuk umum dan Rp. 1.500,- trip untuk pelajar.
Manajemen Operator Operator Batik Solo Trans dijalankan oleh UPT
Damri Surakarta. Kondisi ini membuat pengertian yang sulit, dimana Damri adalah badan usaha milik
negara. Namun sampai saat ini Damri masih belum dapat memberikan kontribusi kerja yang baik,
berhubungan
dengan tidak
adanya subsidi
operasionalisasi dari pihak pemerintah dan kondisi lapangan yang tidak didukung dengan kekuatan
pemerintah sebagai regulator, hal ini mengacu pada kondisi kompetitif didalam mengoperasionalan Batik
Solo Trans dengan operator swasta lainnya.
commit to user
C. Analisis dan Pembahasan 1.