kita lihat dalam praktik di masyarakat, ketersediaan pelayanan kesehatan oleh dokter ataupun oleh rumah sakit sudah menjamur di masyarakat.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain. Dalam pelayanan kesehatan,
unsur ini sangat jelas penerapannya. Seseorang tidak akan menggunakan jasa dokter jika ia tidak sakit diri sendiri atau ia memanggil dokter tersebut untuk
menyembuhkan keluarga atau tetangga orang lain yang sakit. f.
Barang danatau jasa itu tidak untuk diperdagangankan. Unsur ini jelas dalam pelayanan kesehatan. Dimana Pasien sebagai
konsumen akhir menerima upaya penyembuhan dari dokter atau rumah sakit untuk kesembuhannya, pastinya tidak untuk diperdagangkan kembali.
Dari keenam unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian konsumen adalah sama dengan pengertian pasien.
45
Pasien menggunakan jasa dokter atau dokter gigi yang tentunya jasa tersebut telah tersedia dalam masyarakat sebelumnya
dan tentunya digunakan untuk kepentingannya sendiri atau tidak untuk diperjualbelikan.
2. Pengaturan Hukum Tentang Hak-Hak Pasien Kurang Mampu.
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan ini sendiri
diartikan sebagai suatu tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat
45
Agus Budianto dan Gwendolyn Ingrid Utama, op.cit., hlm. 205.
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.
46
Dalam bidang pelayanan kesehatan, hak pasien sangat penting. Hak pasien harus dipenuhi dengan baik mengingat kepuasaan pasien menjadi salah satu
barometer mutu layanan sedangkan ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum. Berdasarkan dimensi kualitas layanan kesehatan maka harapan
pasien sebagai konsumen pelayanan medis meliputi:
47
a. Pemberian layanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan;
b. Membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa membedakan
SARA suku, agama, ras dan antar golongan; c.
Jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyaman; d.
Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pasien. Pada Musyawarah ke-34 Asosiasi Kedokteran Sedunia World Medical
Association bulan September 1981 di Lisabon, untuk pertama kalinya dideklarasikan hak-hak pasien, yang meliputi hak untuk memilih dokter secara
bebas, hak untuk dirawat dokter yang memiliki kebebasan dalam membuat keputusan klinis dan etis tanpa pengaruh dari luar, hak untuk menerima atau
menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adequate, hak untuk mengharapkan bahwa dokternya akan merahasiakan perincian kesehatan dan
46
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 24.
47
Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
pribadinya, hak untuk mati secara bermartabat, dan hak untuk menerima atau menolak layanan moral dan spiritual.
48
Hak-hak pasien sangat penting untuk dibahas karena pada kenyataan menunjukkan bahwa adanya ketidakpahaman mengenai hak dan kewajiban,
menyebabkan kecenderungan untuk mengabaikan hak-hak pasien sehingga perlindungan hukum pasien menjadi semakin pudar. Selain itu secara umum ada
anggapan dimana kedudukan pasien lebih rendah dari kedudukan dokter, sehingga dokter dianggap dapat mengambil keputusan sendiri terhadap pasien mengenai
tindakan apa yang perlu dilakukannya dalam upaya untuk menyembuhkan si pasien.
Anggapan ini ternyata keliru, jika dipandang dari sudut perjanjian karena hubungan antara dokter dan pasien timbul berdasarkan adanya perjanjian dari
kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang dalam dunia medis disebut perjanjian terapeutik. Berdasarkan perjanjian terapeutik,
kedudukan antara dokter dan pasien adalah sama atau sederajat. Secara hukum, pasien adalah subjek hukum mandiri yang dianggap dapat mengambil keputusan
sendiri untuk kepentingan dirinya. Pasien tetap mampu mengambil keputusan sendiri yang berkaitan dengan kepentingan dirinya walaupun dalam kondisi sakit.
Dengan demikian walaupun dalam kondisi sakit, kedudukan hukumnya tetap sama seperti orang sehat.
Pasien juga berhak mengambil keputusan terhadap pelayanan kesehatan yang akan dilakukan terhadapnya, karena hal ini berhubungan erat dengan hak
48
Agus Budianto dan Gwendolyn Ingrid Utama, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien Karya Putra Darwati, Bandung, 2010, hlm. 198.
Universitas Sumatera Utara
asasinya sebagai manusia. Kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mengambil keputusan yang diperlukan.
Pada umumnya dikenal dua jenis hak asasi atau hak dasar manusia yaitu hak dasar sosial dan hak dasar individual. Dalam hukum kesehatan terdapat dua
azas hukum yang melandasi yakni the right to health care atau hak atas pelayanan kesehatan dan the right of self determination atau hak untuk
menentukan nasib sendiri.
49
The Right To Health Care menimbulkan hak individual lain yaitu the right to medical care hak atas pelayanan medis. The Right to Self-Determination hak
menentukan nasib sendiri terdapat pengaturannya dalam konvensi-konvensi internasional misalnya di dalam International Covenant on Civil and Political
Right 1966 Pasal 1 menyatakan : “All peoples have the right to self- determinations......” artinya bahwa “setiap orang mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya sendiri.....“. Kedua hak tersebut merupakan hak primer atau hak
dasar dalam bidang kesehatan. Akan tetapi batasan antara hak dasar sosial dan hak dasar individual agak kabur. Hal ini disebabkan karena hak dasar individual atau
hak menentukan nasib sendiri juga terdapat pada hak dasar sosial.
The Right of Self-Determination TROS menjadi hak dasar atau hak primer individual, merupakan sumber dari hak-hak individual, yaitu:
50
a. Hak atas privacy
b. Hak atas tubuhnya sendiri
49
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 37.
50
Danny Wiradharma, op.cit., hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini skema hak-hak yang dimiliki oleh pasien dalam profesi kedokteran berdasarkan pemaparan di atas:
SKEMA 1 Hak-Hak Pasien Dalam Profesi Kedokteran
HAK DASAR KESEHATAN
SOSIAL INDIVIDUAL The Right to
Health Care Hak atas Hak atas Privacy badan sendiri
Hak atas
Pelayanan Medis Hak atas rahasia - Hak atas informasi Kedokteran - Hak memilih
- Hak menolak
• Perawatan
• Tindakan medis
tertentu -
Hak menghentikan perawatan
- Hak atas second
opinion -
Hak memeriksa rekam medis
Sumber: Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran karya Danny Wiradharma hlm. 41.
Di negara kita pengaturan tentang hak asasi manusia di bidang kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana
pada Pasal 4 yang berbunyi bahwa “setiap orang berhak atas kesehatan”. Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, negara mengatur
bahwa setiap warga negaranya berhak atas kesehatan. Pengaturan hak atas kesehatan bagi warga negaranya ini adalah sama untuk semua warga negara, tidak
membedakan status, golongan, ras maupun agama.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengaturan perundang-undangan di bidang kesehatan tidak ada pembedaan antara pasien mampu, pasien kurang mampu maupun pasien miskin.
Menurut peraturan perundang-undang ketiganya adalah sama status dan kedudukannya dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini telah ditegaskan
dalam Pasal 5 Ayat 1, “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan”
. Oleh karena itu, maka tidak pembedaan yang signifikan antara hak yang
dimiliki pasien mampu dan pasien kurang mampu dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam memperoleh pelayanan kesehatan, seorang pasien mempunyai hak sebagai berikut:
51
a. Hak atas informasi medis
Dalam hal ini pasien berhak mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan keadaan penyakit, yakni tentang diagnosis, tindakan medis yang
dilakukan, risiko dari tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan medis tersebut. Hal-hal yang perlu diinformasikan ini harus meliputi
prosedur yang akan dilakukan, risiko yang mungkin terjadi, manfaat dari tindakan yang dilakukan dan alternatif tindakan yang dapat dilakukan. Selain
itu perlu juga diinformasikan pula kemungkinan yang akan terjadi jika tidak dilakukan tindakan yang dimaksud atau ramalan prognosis atau perjalanan
penyakit yang akan di derita. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai perkiraan biaya pengobatannya.
51
Chrisdiono M. Achadiat, Pernik-Pernik Hukum Kedokteran : Melindungi Pasien dan Dokter Widya Medika, Jakarta, 1996, hlm. 4-6.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur tindakan medis yang hendak dilakukan juga perlu diuraikan alat yang akan digunakan dalam tindakan medis, bagian tubuh mana yang akan
terkena dapat dari tindakan medis, efek yang ditimbulkan dari pelaksanaan tindakan medis kemungkinan menyebabkan cacatnyeri beserta waktu
timbulnya, taraf keseriusan, kemungkinan perlu dilakukannya operasi. Pihak yang berkewajiban memberikan informasi, tergantung dari sifat
tindakan medis, invasif atau tidak. Dokter boleh mendelegasikan pemberian informasi tersebut kepada dokter lain atau perawat dengan syarat dokter atau
perawat yang menerima delegasi harus paham mengenai informasi yang akan ia katakan kepada si pasien mengenai penyakit yang di deritanya. Informasi
medis yang berhak diketahui oleh pasien, termasuk pula identitas dokter yang merawat. Dokter dapat menahan informasi medis, apabila hal tersebut akan
melemahkan daya tahan pasien.
52
b. Hak atas persetujuan tindakan medis atau yang dikenal dengan informed
consent Syarat utama dalam mengadakan perjanjian di bidang medis adalah
kesepakatan yang terjadi karena adanya kerjasama antara dokter dan pasien. Sesuai dengan teori bahwa informed consent merupakan hak pasien maka
dokter berkewajiban menjelaskan segala sesuatu mengenai penyakit pasien kepadanya dan memperoleh izinpersetujuan untuk melakukan tindakan medis.
Tindakan medis yang diberikan kepada si pasien dilakukan setelah
52
Chrisdiono M. Achadiat, op.cit., hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
memperoleh izinpersetujuan dari pasien yang telah memperoleh informasi tentang penyakitnya dari dokter.
Persetujuan dan informasi kemudian dilembagakan dalam sebuah lembaga bernama lembaga informed consent. Lembaga informed consent ini
mendapatkan kekuatan hukum dengan diundangkannya Pemenkes Nomor 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik. Dalam Permenkes ini
informasi dan persetujuan medis menjadi hak dari pasien yang disusun dalam Pasal 2 Ayat 1, bahwa “Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien harus mendapatkan persetujuan.” Mengenai persetujuan tindakan medis diuraikan lebih rinci pada Pasal 45 Ayat 1, Ayat 2 dan Ayat 3 Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi: 1
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan
persetujuan. 2
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap
3 Penjelasan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 sekurang-kurangnya
mencakup : a
Diagnosis dan tata cara tindakan medis; b
Tujuan tindakan medis yang dilakukan; c
Alternatif tindakan lain dan resikonya; d
Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Persetujuan yang diberikan oleh pasien dapat berupa persetujuan tertulis maupun persetujuan lisan. Persetujuan tertulis diperlukan untuk setiap
tindakan medis yang mengandung resiko tinggi, ditandatangani oleh pihak yang berhak memberikan persetujuan.
53
Mengenai pihak yang berkewajiban memberikan persetujuan, secara yuridis adalah pasien sendiri, kecuali bila ia
tidak cakap hukum dalam keadaan tertentu. Syarat seorang pasien boleh memberikan persetujuan tindakan medis, yaitu:
54
1 Pasien tersebut sudah dewasa
Batasan usia seseorang dikatakan dewasa masih mengalami perdebatan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa seseorang
dikatakan dewasa jika telah berusia 21 Tahun atau telah menikah. Seseorang yang belum mencapai usia 21 Tahun tetapi telah menikah
dianggap telah dewasa. 2
Pasien dalam keadaan sadar Pasien harus dalam keadaan dapat diajak berkomunikasi secara wajar
dan lancar. Hal ini mengandung makna bahwa pasien tidak sedang dalam kondisi pingsan, koma atau terganggu kesadarannya karena
pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lainnya. 3
Pasien dalam keadaan sehat akal Pasien tidak mengalami gangguan kejiwaan sehingga dapat
memberikan persetujuan dengan sadar.
53
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm. 18-19.
54
Ery Rustiyanto, Etika Profesi Perekam Medis Informasi Kesehatan, Ed. 1, Cet. 1 Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm.33.
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan pasien gawat darurat atau tidak sadar, dokter boleh melakukan tindakan ”atas dasar penyelamatan jiwa”, tanpa memerlukan
informed consent
55
. Leenen mengemukakan suatu konstruksi hukum yang disebut “fiksi hukum” di mana seseorang dalam keadaan tidak sadar akan
menyetujui apa yang pada umumnya disetujui oleh para pasien yang berada dalam situasi yang sama.
56
Van der Mijn berpendapat bahwa tindakan medis pada pasien tidak sadar bisa dikaitkan dengan Pasal 1354 KUH Perdata, yaitu
Zaakwaarneming atau perwakilan sukarela.
57
Dokter yang melanggar ketentuan informed consent akan dikenakan sanksi. Permenkes RI Nomor 585 Tahun 1989 tentang Informed Consent
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 13 menyatakan bahwa terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan dari pasien atau keluarganya
dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin prakteknya. Informed consent tidak membuat dokter terbebas dari tanggung gugat atas
kerugian yang terjadi karena tindakan atau akibat tindakan medis yang dilakukan.
58
55
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 59.
Untuk sanksi perdata digunakan KUH Perdata Pasal 1365 mengenai Onrechtmatigedaad, yakni sanksi dalam bentuk ganti kerugian atas
cacat atau luka karena adanya perbuatan yang salah misalnya kelalaian. Oleh
56
Ibid, hlm. 59-60.
57
Ibid, hlm. 60.
58
Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di Indonesia P.T. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 110.
Universitas Sumatera Utara
karena itu tindakan medis yang dilakukan oleh dokter yang tidak menimbulkan kerugian, tidak dapat dijatuhi sanksi perdata.
59
Persetujuan tindakan medis di dalam tata hukum pidana merupakan hal yang penting karena dengan adanya persetujuan, maka tindakan medis yang
dilakukan oleh tenaga medis dokter, perawat dsb mempunyai dasar hukum yang kuat. Tanpa persetujuan, tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dapat diduga melanggar hak-hak pasien dan perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal-pasal KUHP.
Pelanggaran terhadap informed consent dapat dijatuhi sanksi pidana yang diatur dalam KUHP Pasal 351 mengenai penganiayaan, misalnya dokter
melakukan operasi tanpa izin pasien atau ahli anestesi yang melakukan bius tanpa izin pasien dapat dikenakan Pasal 89 yaitu tentang perbuatan membuat
orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. c.
Hak memilih dokter atau rumah sakit Pada dasarnya setiap dokter memiliki kemampuan yang sama untuk
melakukan tindakan medis, namun pasien tetap diberikan kebebasan untuk memilih dokter atau rumah sakit yang dikehendakinya. Kebebasan ini dapat
dilaksanakan oleh pasien tertentu dengan berbagai konsekuensi yang harus ditanggungnya, misalnya masalah biaya, jika si pasien memilih rumah sakit
yang elite asing maka otomatis biaya perawatan yang harus ditanggungnya lebih besar dibandingkan jika ia milih rumah sakit yang umum.
59
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
d. Hak atas rahasia medis
Keterangan yang diperoleh dokter dalam melaksanakan profesinya dikenal dengan nama rahasia kedokteran
60
Dalam beberapa literatur disebutkan perumusan rahasia medis adalah atau rahasia medis dalam literatur
lainnya.
1 Segala sesuatu yang disampaikan oleh pasien baik secara sadar maupun
secara tidak sadar kepada dokter. 2
Segala sesuatu yang diketahui oleh dokter sewaktu mengobati dan merawat pasien.
Selain dokter, rumah sakit juga berkewajiban menjaga rahasia medis pasien yang melakukan perawatan di rumah sakit tersebut.
61
Namun hak ini dapat dikesampingkan dalam hal-hal sebagai berikut : 1
Diatur oleh Undang-Undang misalnya UU Penyakit Menular; 2
Bila pasien mendapat hak sosial tertentu misalnya tunjangan atau penggantian biaya kesehatan;
3 Pasien sendiri sudah mengizinkan secara lisan maupun secara tertulis;
4 Pasien menunjukkan kesan bahwa ia menghendaki demikan misalnya
membawa pendamping ke ruang praktek dokter; 5
Bila untuk kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi. Menurut etika kedokteran, kerahasiaan medis ini tetap harus dihormati
oleh dokter walaupun pasien tersebut telah meninggal dunia. Peraturan
60
M. Sofyan Lubis, Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Cet. 1 Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 39.
61
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Bab IX, Pasal 38.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1996 telah mengatur tentang pelanggaran terhadap hak atas rahasia medis. Pelaku pelanggaran hak ini akan dikenakan
Pasal 112 dan Pasal 322 KUHP, disamping sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan. Selain sanksi pidana, pelaku juga dapat dikenakan sanksi perdata
yang diatur dalam KUH Perdata Pasal 1365 Angka 1,2. Petugas kesehatan seringkali ditempatkan pada posisi yang dilematis,
apalagi dengan maraknya tuntutan HAM. Misalnya pada institusi TNI, seorang dokter karena perintah atasan harus memberikan penjelasan dan keterangan
perihal penyakit pasiennya. Di satu sisi dokter harus menjaga kerahasiaan penyakit pasien, akan tetapi di sisi lain dokter juga harus menaati perintah
atasannya. Dalam kondisi seperti ini Pasal 51 KUHP dapat dijadikan rujukan, menyatakan bahwa “orang yang melakukan tindak pidana untuk menjalankan
perintah jabatan yang diberikan pembesar yang berhak akan itu, tidak dapat dipidana atau istilahnya presume consent.
62
e. Hak atas Pendapat Kedua Second Opinion
Misalnya seseorang yang memutuskan menjadi anggota TNI karenanya segala data mengenai dirinya
harus diketahui oleh atasaninstansinya.
Adakalanya seorang pasien yang telah memeriksakan kondisi kesehatannya kepada seorang dokter dan memperoleh hasil pemeriksaan
menginginkan pendapat dari dokter lain mengenai kondisi kesehatanya. Hal ini pun kerap menyinggung perasaan sang dokter karena dokter menganggap
62
Ns. Ta’adi, Hukum Kesehatan : Pengantar Menuju Perawat Profesional EGC, Jakarta, 2009, hlm. 28-30.
Universitas Sumatera Utara
pasien tidak percaya akan kemampuannya dan meragukan hasil kerjanya. Pasien dapat saja meminta pendapat ke dokter yang lain setelah memperoleh
pendapat dari dokter pertama. Akan tetapi, jika terdapat perbedaan pendapat antara kedua dokter tersebut maka pasien hanya akan menjadi lebih bingung
mengenai kondisi kesehatannya. Yang dimaksud pendapat kedua adalah adanya kerjasama antara
dokter pertama dan dokter kedua dimana dokter pertama memberikan seluruh hasil pekerjaannya kepada dokter kedua.
63
Dalam hak atas pendapat kedua, dokter kedua akan mempelajari hasil pemeriksaan dokter pertama dan bila ia melihat adanya perbedaan pendapat,
maka ia akan menghubungi dokter pertama untuk membicarakan tentang perbedaan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Kerjasama ini dilakukan bukan atas inisiatif dari dokter pertama tetapi atas inisiatif pasien. Apabila inisiatif datang
dari dokter pertama, maka hal ini dinamakan “rujuk”, dimana pasien dirujuk ke dokter yang lebih ahli.
Hak atas pendapat kedua ini memberikan keuntungan yang besar bagi pasien. Pertama, pasien tidak perlu lagi mengeluarkan biaya lebih untuk
melakukan pemeriksaan medis. Kedua, kedua dokter dapat saling berkomunikasi dan bersikap lebih terbuka sehingga memungkinkan
menghasilkan pendapat yang lebih baik. f.
Hak atas rekam medik medical record
63
Danny Wiradharma, op.cit., hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
Membuat rekam medis menjadi kewajiban dokter dan rumah sakit sejak diundangkannya Permenkes Nomor 749a Tahun 1989 tentang Rekam
Medik yang ditegaskan dalam Pasal 2 yang berbunyi “Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan, maupun rawat inap wajib
membuat rekam medik.” Pengertian rekam medik menurut Pasal 1 Butir a Permenkes Nomor 749a Tahun 1989 adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Dalam Pasal 10 Permenkes Nomor 749a Tahun 1989 dan Pasal 47 Ayat 1 UU Nomor 29 Tahun 2004 diatur mengenai kepemilikan dari rekam
medik adalah sebagai berikut:
64
1 Berkas rekam medik adalah milik dokter, dokter gigi atau sarana
pelayanan kesehatan 2
Isi rekam medik milik pasien Pendapat dari para pakar Hukum Kesehatan, hak pasien untuk melihat rekam
medik inzage recht termasuk untuk memperoleh salinan dari rekam medik yang isinya adalah milik pasien.
65
Akan tetapi ada bagian-bagian tertentu dalam rekam medis yang bukan milik pasien, yaitu:
66
1 Personal note atau persoonlijke aantekeningan, yaitu catatan pribadi
dokter, misalnya mengenai perkiraan tentang hal-hal yang berhubungan
64
M. Sofyan Lubis, Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Cet. Pertama Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 41.
65
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm. 27.
66
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
dengan pasien atau rencana-rencana tertentu dalam menegakkan diagnosismemutuskan terapi.
2 Catatan tentang orang ketiga, misalnya anamnesis langsung tentang
penyakit-penyakit yang kemungkinan terdapat pada sanak keluarga pasien.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa rekam medik yang berisi pendapat pribadi dokter ini tidak perlu diperlihatkan kepada pasien.
67
Selain hak-hak pasien diatas ada beberapa hak pasien lainnya seperti: hak untuk menolak
pengobatanperawatan; hak untuk menghentikan pengobatanperawatan; hak untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaannya
68
, kemudian hak atas rasa aman, hak pasien menggugat, hak menolak perawatan tanpa izin, hak atas rasa
aman, hak mengakhiri perjanjian perawatan,hak mengenai bantuan hukum, dan hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights.
69
Hak pasien juga diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Berikut ini tabel hak pasien yang
diatur dalam ketiga UU tersebut:
67
M. Sofyan Lubis, Konsumen dan Pasien Dalam Hukum Indonesia, Ed. 1, Cet. 1 Liberty, Yogyakarta, 2008, hlm. 16.
68
Danny Wiradharma, op.cit., hlm. 57.
69
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Cet. 1 PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 33-34.
Universitas Sumatera Utara
TABEL 1 Daftar Pasal-Pasal yang Mengatur Tentang Hak-Hak Pasien Menurut UU
Nomor 36 Tahun 2009, UU Nomor 29 Tahun 2004 dan UU Nomor 44 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit Setiap orang mempunyai hak:
1 Hak atas kesehatan;
70
2 Hak yang sama dalam
askes untuk mendapatkan sumber daya dibidang
kesehatan;
71
3 Hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau;
72
4 Hak untuk menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan
bagi dirinya sendiri;
73
5 Lingkungan yang sehat
bagi pencapaian derajat kesehatan;
74
6 Hak atas informasi dan
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
bertanggung jawab;
75
7 Hak memperoleh informasi
tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan
dan pengobatan yang telah maupun yang akan
Seorang pasien mempunyai hak:
80
1 Hak untuk mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana yang dimaksud Pasal 45 Ayat
3;
2 Hak untuk meminta
pendapat dokter atau dokter gigi lain;
3 Hak untuk mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan medis;
4 Hak untuk menolak
tindakan medis; 5
Hak untuk mendapatkan keterangan yang
merupakan rahasia dokter dan isi dari rekam medis.
Setiap pasien mempunyai hak:
81
1 memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit;
2 memperoleh informasi
tentang hak dan kewajiban pasien;
3 memperoleh layanan yang
manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
4 memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
5 memperoleh layanan yang
efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi;
6 mengajukan pengaduan
atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7 memilih dokter dan kelas
70
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 4
71
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 5, Ayat 1.
72
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 5, Ayat 2.
73
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 5, Ayat 3.
74
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 6.
75
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
diterimanya dari tenaga kesehatan;
76
8 Hak untuk memberikan
persetujuan dan menolak tindakan medis;
77
9 Hak atas rahasia
kedokteran;
78
10 Hak atas ganti rugi
apabila ia dirugikan karena kesalahan atau kealpaan
tenaga kerja.
79
perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
8 meminta konsultasi
tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
lain yang mempunyai Surat Izin Praktik SIP
baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
9 mendapatkan privasi dan
kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya;
10 mendapat informasi
yang meliputi diagnosis dantata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan;
11 memberikan
persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
12 didampingi
keluarganya dalam keadaan kritis;
80
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Bab VII, Pasal 52.
81
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Bab VIII, Pasal 32.
76
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 8.
77
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab VI, Pasal 56.
78
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab VI, Pasal 57.
79
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab VI, Pasal 58.
Universitas Sumatera Utara
13 menjalankan ibadah
sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien
lainnya;
14 memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
15 mengajukan usul,
saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
16 menolak pelayanan
bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya;
17 menggugat danatau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana; dan
18 mengeluhkan
pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
.
Sumber: Data sekunder yang telah diolah oleh peneliti
Hak selalu berdampingan dengan kewajiban, dimana jika ingin memperoleh haknya maka seseorang harus pula melaksanakan kewajibannya. Seorang pasien
bukan hanya dapat menuntut haknya saja tanpa melaksanakan kewajibannya. Dalam memperoleh pelayanan kesehatan, seorang pasien juga mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kewajiban sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan dan UU Praktik Kedokteran antara lain:
TABEL 2 Daftar Pasal-Pasal yang Mengatur Tentang Kewajiban Pasien Menurut UU
Nomor 36 Tahun 2009 dan UU Nomor 29 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Setiap orang berkewajiban: 1
Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya;
82
2 Setiap orang berkewajiban
menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang
sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial;
83
3 Setiap orang berkewajiban
berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan
memajukan kesehatan yang setinggi- tingginya;
84
4 Setiap orang berkewajiban menjaga
dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya;
85
5 Setiap orang berkewajiban turut
serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
86
Seorang pasien mempunyai kewajiban:
87
1 memberikan informasi yang
lengkap dan jujur mengenai masalah kesehatannya;
2 mematuhi nasihat dan petunjuk
dari dokter atau dokter gigi; 3
mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
dan 4
memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Sumber: Data sekunder yang telah diolah oleh peneliti
82
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III,Pasal 9
83
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 10.
84
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 11.
85
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 12.
86
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab III, Pasal 13, Ayat 1.
87
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Bab VII, Pasal 53.
Universitas Sumatera Utara
Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pelayanan Medik No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit yaitu:
88
1 pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan
tata tertib rumah sakit; 2
pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya;
3 pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat; 4
pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakitdokter;
5 pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah
disepakatiperjanjian yang telah dibuatnya. Kewajiban-kewajiban pasien tersebut secara timbal balik merupakan hak dari
dokter dan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan.
3. Tanggung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Terhadap Pelayanan Kesehatan Pasien