Patih Suwanda buang ke kali E, sungainya banjir, hanyutkan pinggir

7 rasional NILAI pengalaman NILAI TEORI perasaan TEORI intuisi ilmiah peralatan primitif teknologi kebiasaan efisiensi pengalaman pendidikan NILAI generalis keahlian NILAI SOSIAL SOSIAL status prestasi kekerabatan individu insentive insentive non-ekonomi ekonomis NILAI kerja untuk kerja keras NILAI EKONOMI subsistem EKONOMI pola konsumsi pola konsumsi konsumtif produktif keputusan sering keputusan diambil orang lain diambil sendiri NILAI orientasi pada orientasi pada NILAI KUASA stabilitas kemajuan KUASA menolak menerima perubahan perubahan NILAI fatalisme aktif memperbaiki NILAI AGAMA AGAMA Hasil dan Pembahasan Di atas sudah dipaparkan mengenai perlunya keteladanan. Meskipun keteladanan ini terdapat pada diri prajurit Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna namun nilai- nilai keteladanan itu dapat juga diterapkan dalam masyarakat sipil masyarakat madani atau civil society. Berikut akan dibahas keteladanan dari ketiga ksatria itu satu persatu.

1. Patih Suwanda

Patih Suwanda dikenal sebagai prajurit yang memiliki semangat kebangsaan yang tinggi. Ia rela mengorbankan nyawanya demi negara, memenuhi janjinya sebagai ksatria, nuhoni trah utama. Yang istimewa dalam diri Patih Suwanda adalah kesanggupannya mewujudkan 8 tiga konsep, yakni guna, kaya, purun. Guna adalah nilai kemanfaatan, kaya adalah nilai kehartaan, dan purun adalah nilai kemauan. Hal ini tampak pada kutipan berikut : “Yogyanira sang para prajurit, lamun sira padha anuladha, duking nguni caritane, andelira sang prabu Sosrobahu ing Maespati, aran patih Suwanda, lelabuhanipun, kang ginelung tri prakara, guna kaya purun den antepi, nuhoni trah utama” wahai para prajurit, jika kalian mencari keteladanan, dalam cerita dulu, adalah kepercayaan prabu Sosrobahu di Maespati, yang bernama Patih Suwanda, guna kedudukannya, yang terangkum dalam tiga perkara, yakni kegunaan, kekayaan, dan kesanggupan, kesemuanya dilaksanakan, demi sikap ksatria. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa patih Suwanda adalah sosok ksatria kepercayaan raja Maespati bernama Prabu Sosrobahu. Patih Suwanda dipercaya oleh rajanya karena ia memiliki watak nuhoni trah utama, yakni mengutamakan tugas ksatria di samping nafsu pribadi, yang terkait dengan harta, tahta, dan wanita. Dalam pengabdiannya sebagai ksatria, ada tiga tugas yang diemban Patih Suwanda, yakni guna, kaya, purun. Guna adalah kegunaan, kaya adalah kekayaan, dan purun adalah kesanggupan. Tiga tugas itu guna, kaya, purun dapat dilaksanakan dengan sukses oleh Patih Suwanda dengan menundukkan Magada beserta harta rampasan dan putri boyongan yang kesemuanya diserahkan kepada raja Prabu Sosrobahu di kerajaan Maespati. Bahkan hingga nyawanya melayang, ia gugur di medan perang. “Lire lelabuhan triprakawis, guna bisa saniskareng karya, binudi dadi unggule, kaya sayektinipun, duk bantu prang Magada nagri, amboyong putri dhomas, katur ratunipun, purune sampun tetela, aprang tandhing lan ditya Ngalengka aji, Suwanda mati ngrana”. Maksud pengorbanan tiga hal, guna berarti bermanfaat dalam kehidupan, karya unggul budinya, kaya dan purun berarti, sewaktu perang di Magada, dapat memboyong putri dhomas, dan diserahkan kepada rajanya, kesungguhannya sudah terlihat, sewaktu perang melawan raksasa, dari negeri Alengka, dan Suwanda mati di sana. Sebagai seorang ksatria, Patih Suwanda menunjukkan rasa nasionalismenya ketika berperang melawan Magada. Ia mampu menundukkan musuhnya dan membawa rampasan perang berupa harta benda dan puteri boyongan. Sebagaimana diketahui, tradisi jaman dulu, jika memenangkan peperangan, pemenang dapat membawa putri kerajaan dan harta benda sebagai harta rampasan. Namun dalam peperangan berikutnya, Patih Suwanda tewas di medan laga sebagai ksatria kusuma bangsa. Ia berpulang dengan terhormat selaku bayangkari negara. Jika peserta didik mampu meneladani jiwa ksatria Patih Suwanda, niscaya wujud dari kualitas pendidikan ini akan murakabi bagi kehidupan. Kesanggupan peserta didik dalam mewujudkan jiwa ksatria ini tentu saja tidak lepas dari peran guru mereka. Dengan kata lain, murid yang berjiwa ksatria hanya akan lahir atau muncul dari guru yang berjiwa ksatria juga. Pepatah mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Jadi dalam hal ini, guru, orang tua, dan pemimpin dituntut mampu memberikan keteladanan, agar buah yang dihasilkan juga unggul.

2. Raden Kumbakarna