Akan halnya penegakan diglosia selalu terkait berbagai faktor, antara lain a penggunaan bahasa dalam situasi seremonial, politik berbicara, pengantar
kuliah, pembicaraan dengan keluarga, broadcast baru, radio opera sabun, penggunaan dalam surat kabar, karya sastra, b pandangan prestise bahasa,
c standardisasi, d stabilitas, e aturan gramatika, f kekayaan leksikon, dan sistem fonologisnya Paulston dan Tucker, 2003.
F. Penutup Dengan demikian jelas bahwa melalui fungsi mental tinggi penutur bahsa
belajar menyerap karakteristik bahasa, menggali kekayaan bahasa, menyerap akar budaya, serta menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalamnya. Fungsi mental tinggi dalam kondisi diglosik akan bekerja optimal apabila bahasa yang dipajankan memiliki kedudukan yang jelas, tidak
bercampur aduk, dan berada dalam konteks natural. Sebaliknya, fungsi mental tinggi akan terganggu jika dalam situasi diglosik, bahasa-bahasa
saling merusak sehingga bentuk-bentuk linguistik menjadi kacau, makna menjadi bias, struktur menjadi goyah, dan penggunaannya menjadi tidak
jelas. Dalam masyarakat diglosik yang demikian, pembentukan jati diri dan karakter baik akan terganggu karena anak mengalami kerancuan sistem
linguistik, pendangkalan nilai budaya, serta kehilangan kode tinggi dan kode luas bahasanya. Rusaknya tatanan multilingual berakibat pada rusaknya
tatanan jati diri dan karakter baik penuturnya Daftar Pustaka
Halliday, H.A.K. 1973. Exploration of The Function of Language. London :
Edward Arnold. Piaget, J. 1959. The Language and Thought of The Child. London ;
Routledge. Vygotsky, L.S. 1986. Thought and Language. Cambridge: The MIT Press.
Pasiak, Taufik. 2011. “Pendidikan Karakter sebagai Pendidikan Otak”.
Musfiroh, Tadkiroatun ed.. 2011. Karakter sebagai Saripati Tumbuh Kembang Anak Usia Dini. Yogyakarta: Inti Media.
Fasold, Ralph. 1987. The Sociolinguistics of Seciety. Oxford: Blackwell Publisher.
Hoffman, Charlotte. 1991. An Introduction to Billingualism. London : Longman.
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman. Paulston, Christina Bratt Tucker, G. Richard. 2003. Sociolinguistics, The
Essential Readings. Oxford : Blackwell Publisher. Bodrova, elina Leong, Deborah J. 1996. Tools of The Mind: The
Vygotskian Approach to Early Childhood Education. Ohio: Merril. Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolingistik: Memahami Bahasa dalam Konteks
Masyarakat dan kebudayan. Jakarta : Visipro.
1
Subtema: 2
MEMPERKUKUH JATI DIRI BANGSA YANG BERKARAKTER MELALUI PEMAKAIAN
BAHASA INDONESIA YANG SANTUN Wikanengsih
STKIP Siliwangi Bandung wikanengsyahoo.com
Abstrak
Salah satu identitas suatu bangsa akan terlihat dari pamakaian
bahasanya. Peribahasa yang berbunyi bahwa Bahasa Menunjukkan Bangsa
tidak dapat dipungkiri. Namun, kadang orang lebih bangga menggunakan istilah-istilah berbahasa asing. Bahasa asing seolah menjadi
tolok ukur kehebatan. Selain itu, faktor kesantunan dalam berbahasa pun mulai memudar dalam pribadi bangsa ini. Banyak kalangan masyarakat yang
memperlihatkan gaya komunikasi arogan dan ekspresif dalam mengumbar emosi sehingga muncullah berbagai ragam kegaduhan dalam kehidupan
sosial sehingga persatuan dan kesatuan bangsa mulai terancam. Kegaduhan itu bermula dari bahasa yang digunakan. Saat yang tepatlah jika saat ini
kembali memperkukuh jati diri bangsa yang berkarakter untuk membangun keharmonisan dan kesatuan bangsa melalui pemakaian bahasa Indonesia
yang santun. Pemakaian bahasa Indonesia yang santun pada saat berkomunikasi diharapkan dapat menjalin keakraban. Praktik kesantunan itu
dapat memanfaatkan kajian ilmu Neurolinguistic Programming NLP. Terdapat beberapa teknik dalam NLP yang dapat dimanfaatkan dalam
memperhalus dan menjalin hubungan komunikasi yang harmonis, yaitu rapport, matching dan mirroring, pacing dan leading, serta sistem
representasi. Kata kunci: Jati diri, karakter, santun, Neurolinguistic Programming
A. Pendahuluan