Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
Selain itu, perlu adanya musyawarah hukum ada di setiap fondrakö, untuk menghasilkan kesepakatan tentang rumusan ketentuan pembagian warisan.
Mengenai harta warisan dalam mewariskan suatu harta benda, maka harta warisan yang sah untuk diwariskan adalah harta bawaan dari pewaris sejak ia
menikah sampai pada kematiannya. Bentuk dari harta warisan adalah berupa sebidang tanah yang nantinya akan dibagi-bagi menurut porsi masing-masing.
Harta warisan biasanya digunakan suatu ukuranporsi masing-masing yang telah ditetapkan lebih dahulu. Anak sulung mendapat 35 dari harta warisan, anak
tengah akan mendapat 25 bagian dan anak bungsu mendapat warisan 35 bagian yang sama nilainya dengan anak sulung. Jika anak lebih dari 3 tiga orang, maka
bagian anak tengah akan dibagi sesuai dengan banyaknya anak tengah yang ada.
D. Hambatan dalam Pembagian Pewarisan di Kabupaten Nias
Nias masih memakai hukum kebiasaan dimana masalah mengenai pewarisan ini dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan sudah menjadi kebiasaan
jika seseorang yang meninggal akan memberikan wasiat bagi ahli warisnya. Penentuan dari ahli waris itu sendiri dilakukan sendiri oleh pewaris sebelum ia
meninggal dunia. Belum adanya hukum tertulis menjadi hambatan bagi proses pembagian
warisan di Nias. Hal ini didukung oleh adat kebiasaan di Nias yang menganggap bahwa pewarisan itu hanya sebagai simbol dari pembagian harta bagi anak-anak
pewaris. Oleh karena itu, banyaknya kasus mengenai pembagian warisan
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
dikarenakan tidak adanya hukum tertulis mengenai siapa yang berhak untuk mendapat warisan tersebut.
Pewaris dapat menentukan sendiri siapa yang menjadi ahli warisnya sehingga dapat menimbulkan kesenjangan diantara anak-anak dari si pewaris itu
sendiri. Adanya istilah “anak yang paling disayang” antara baik anak sulung, anak tengah ataupun anak bungsu pasti porsinya akan menjadi lebih banyak dari anak-
anak yang lainnya. Faktor porsi anak laki-laki pun menjadi alasan penghambat pewarisan, karena anak perempuan akan merasa tidak disayang oleh orang tua jika
ia tidak diberikan, walaupun itu hanya sedikit dari harta warisan. Ketidak sadaran anak-anak untuk membagi warisan adalah alasan pokok
penghambat pewarisan. Kesadaran anak-anak yang tidak pernah puas dari apa yang diberikan kepada mereka menjadi alasan bagi anak-anak untuk mengambil
untung dari harta warisan yang diwariskan kepada mereka. Bentuk harta warisan biasanya berupa tanah, namun kebanyakan tanah-
tanah warisan tersebut menjadi terlantar ketika anak-anak terutama anak sulung yang pergi merantau kedaerah orang lain sehingga tanah yang telah diberikan
kepadanya dapat diambil orang lain ataupun jika ada kompromi dengan adik- adiknya maka tanah tersebut akan menjadi diusahakan oleh adik-adiknya yang
tinggal di Nias. Menurut Bapak Drs. Fg. M. Zebua, sebagai tokoh masyarakat di Nias
menyatakan bahwa hambatan pewarisan terjadi ketika dalam keluarga tersebut tidak memiliki anak laki-laki atau di keluarga tersebut hanya ada anak perempuan
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
saja dan jika di keluarga itu tidak memiliki anak sama sekali. Hal ini dapat menjadi suatu hambatan besar ketika pewarisan itu akan dilakukan.
Tidak hanya hambatan bagi keluarga, adanya tuntutan dari anak perempuan yang menganggap bahwa ia perlu untuk mendapat warisan tersebut.
Anggapan bahwa anak perempuan akan mendapat sebagian dari warisan nantinya akan diberikan berdasarkan rasa kasihan dari orang tuanya dan selanjutnya akan
dibahas menjadi sebuah penyimpangan dari ketentuan adat yang berlaku di Nias. Hambatan lain yang menjadi faktor penghambat adalah jika dalam hal
pembagian warisan, seluruh keluarga besar ikut turut campur dalam pembagian warisan. Hal ini dipengaruhi oleh sifat keluarga yang terlalu ikut campur dalam
urursan pembagian harta warisan.
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV PANDANGAN YURIDIS PELAKSANAAN PEWARISAN DALAM