Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
BAB III PEWARISAN DALAM HUKUM ADAT NIAS
A. Sistem Pewarisan Menurut Hukum Adat Nias
Hukum waris adat dari suatu suku bangsa di Indonesia yang tradisionalnya sangat dipengaruhi sekali oleh sistem kemasyarakatan dan sistem pewarisan suku
bangsa yang bersangkutan untuk diketahui bahwa sistem kemasyarakatan itu ada 3 tiga macam, yaitu :
a. Sistem Matrilineal, yaitu sistem yang menwarisi garis keturunan menurut garis keibuan. Contohnya di Minangkabau. Pada masyarakat Minangkabau
yang menjadi ahli waris ialah hanya anak dari si ibu jika yang meninggal adalah laki-laki maka yang menjadi ahli warisnya ialah saudaranya
perempuan dan kemenakannya. b. Sistem patrilineal, yaitu sistem yang menurut garis keturunan dari Bapak.
c. Sistem Parental, yaitu sistem yang menarik garis keturunan menurut garis keturunan keibuan dan kebapakan. Pada masyarakat parental yang menjadi
ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan secara bersama-sama namun bagian anak laki-laki lebih besar dari bagian anak perempuan.
Sistem pewarisan juga ada 3 tiga macam, yaitu : 1. Sistem Kolektif, yaitu bahwa harta warisan itu terdiri dari pewaris kepada
ahli warisnya dalam keadaan utuh tidak terbagi-bagi. 2. Sistem Mayorat, yaitu warisan dari pewaris itu hanya beralih kepada anak
laki-laki saja masyarakat laki-laki.
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
3. Sistem Individual, yaitu harta warisan itu dibagi-bagikan kepada ahli warisnya yaitu anak laki-laki dan anak perempuan.
Pelaksanaan warisan masih berlaku di Kabupaten Nias dimana seorang ayah atau ibu yang akan meninggal memberikan sepucuk surat wasiat untuk
dibacakan dikemudian hari jika salah satu orang tua telah meninggal. Isi dari surat wasiat itu merupakan suatu pernyataan siapa yang berhak
menjadi ahli waris dari harta warisan yang akan diberikan serta bagian-bagian yang adil dan merata bagi setiap anak sehingga tidak terjadi perebutan harta
dikemudian hari. Nias menganut sistem patrilineal, yaitu sistem yang menarik garis
keturunan berdasarkan garis keturunan ayah. Oleh karena itu, maka setiap anak yang lahir pasti akan mengikuti adat istiadat serta marga dari bapaknya.
Selain itu, masyarakat adat Nias menganut sistem pewarisan masgraf, yaitu warisan dari pewaris itu akan beralih kapada anak laki-laki saja sehingga
anak perempuan tidak ikut mendapat bagian dalam harta warisan. Namun, seiring berjalannya waktu sistem ini dapat bergeser menjadi sistem pewarisan individual,
dimana harta warisan dibagikan secara adil antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hal ini disebabkan oleh pemikiran masyarakat Nias yang mulai maju
dan berkembang sehingga tidak merasa kuno dalam membagi warisan. Faktor gender yang mulai berlaku di Nias menjadi pedoman bagi setiap oeng tua untuk
memberikan warisan secara adil kepada setiap anak-anak mereka. Hasil wawancara penulis dengan salah seorang pengetua adat, pada
umumnya warisan tidak diberikan kepada anak perempuan dan hal inilah yang
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
menjadi masalah dari sekitar tahun 1940 sampai sekarang ini. Anak perempuan tidak mendapat bagian sepersen pun dari harta warisan. Hanya saja jika ia
mendapat bagian dari warisan itu, maka harta warisan itu hanyalah sebagai rasa kasihan dari orang tuanya saja. Anak perempuan nantinya jika ia sudah besar akan
dinikahkan dengan seorang laki-laki dan dari perkawinannya itu maka ia akan mendapat warisan sendiri sebagai isteri dari suaminya.
Dalam pembagian warisan, maka orang tua haruslah memberikan harta warisan yang adil dengan porsi untuk anak sulung sebesar 35 dari harta warisan
jika ia telah menikah, porsi anak tengah sebesar 25 dari harta warisan, sedangkan anak bungsu mendapat 35 dari harta warisan.
Jika dalam satu keluarga itu tidak memiliki anak laki-laki, maka harta warisan akan diberikan kepada anak perempuan. Terkadang pula ada orang tua
yang mengangkat seorang anak untuk mendapatkan warisan tersebut. Kedudukan anak tidak sah dalam suatu keluarga tidak akan mendapat harta warisan, karena
dianggap anak tersebut tidak berhak untuk mendapat warisan. Oleh karena itu, maka setiap anak yang tidak sah hanya akan mendapat sedikit dari orang tuanya
ketika orang tuanya merasa kasihan padanya. Sistem yang berlaku di Nias adalah sistem keturunan patrilineal, maka
dalam hal porsi pembagian warisan anak laki-laki mendapatkan bagian yang paling banyak dari harta warisan orang tuanya. Banyak yang menganggap bahwa
pembagian tersebut tidaklah adil baik menurut banyaknya pembagian maupun adil bagi saudara-saudaranya yang lain. Hal ini disebabkan adanya jujuran yang mahal
pada saat perkawinan terjadi.
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
Sebelum terjadinya pewarisan, maka akan lebih dulu terjadi perkawinan. Di Kabupaten Nias, Perkawinan yang terjadi adalah ketika anak perempuan di beli
ni öli oleh pihak laki-laki. Oleh karena itu, orang tua pihak perempuan akan memberikan jujuran yang sangat mahal ketika proses pelamaran terjadi. Setelah
terjadi perkawinan, maka sisa uang jujuran harus tetap diberikan secara berangsur- angsur kepada orang tua pihak perempuan. Maka, untuk membantu anak laki-
lakinya, orang tua pihak laki-laki memberikan sebagian warisannya kepada anaknya untuk membayar “utang” kepada orang tua perempuan.
Adanya perkawinan menyebabkan pembagian harta warisan menjadi terpengaruh. Hubungannya terletak ketika anak perempuan diambil oleh pihak
calon suaminya, maka orang tua menganggap bahwa anak perempuan tersebut akan bahagia bersama suaminya serta akan dinafkahi oleh suaminya sehingga
tidak perlu lagi mendapat harta warisan dari orang tua kandungnya. Ia pun akan mendapat warisan pula ketika suaminya telah mendapat warisan.
Contohnya si A perempuan menikah dengan B laki-laki. Setelah menikah, A sudah mempunyai keluarga yang baru yakni keluarganya dengan B.
Harta warisan dari orang tua A tidak diberikan lagi kepadanya karena A akan mendapat warisan ketika suaminya B mendapat warisan dari orang tuanya.
Tidak hanya setelah pewaris meninggal memberikan surat wasiatnya kepada keluarga, ada juga pewaris yang bijaksana telah membagi dahulu harta
warisannya kemudian diberikan kepada ahli warisnya sehingga antara ahli waris nantinya tidak ada pertengkaran.
Reka Elvina Putri Gulo : Hukum Waris Adat Studi Kasus Di Kabupaten Nias, 2008. USU Repository © 2009
B. Proses Pelaksanaan Pewarisan Menurut Hukum Adat Nias