Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN MENGENAI TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN, TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN, DAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.
A. TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
1. Pengertian Penganiayaan
Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah: “Perlakuan yang sewenang-wenang”.
Pengertian yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang termasuk menyangkut “perasaan”
atau “batiniah”. Sedangkan penganiayaan yang dimaksud dalam Hukum Pidana adalah menyangkut tubuh manusia.
Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat sarjana, Doktrin,
dan penjelasan Menteri Kehakiman. Menurut Mr. M.H. Tirtaamidjaja, Pengertian penganiayaan adalah sebagai
berikut: “Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan badan.”
12
1 Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan
penderitaan badan kepada orang lain, atau Sedangkan menurut Penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu
pembentukan Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain:
2 setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan
kesehatan badan orang lain.
13
Sementara dalam ilmu pengetahuan hukum pidana atau doktrin, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Berdasarkan doktrin diatas bahwa setiap perbuatan yang dengan sengaja
menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan yang terhadap pelakunya diancam pidana. Padahal dalam kehidupan sehari-hari cukup
banyak perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan rasa sakit ataupun luka tubuh yang terhadap pelakunya tidak semestinya diancam dengan pidana. Sebagai
contoh dapat dikemukakan: i.
Seorang guru yang memukul muridnya karena tidak mengerjakan tugas ii.
Seorang dokter yang melukai tubuh pasien dalam operasi. Bertolak dari adanya kelemahan yang cukup mendasar tersebut, dalam
perkembangannya muncul yurisprudensai yang mencoba menyempurnakan Arrest Hooge Raad tanggal 10 Februari 1902, yang secara substansial menyatakan:
12
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal.5.
13
Ibid, hal. 6.
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
Jika menimbulkan luka atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan, melainkan suatu sarana belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut, maka
tidaklah ada penganiayaan. Contohnya dalam batas-batas yang diperlukan seorang guru atau orang tua memukul seorang anak.
14
Berdasarkan Arrest Hooge Raad dan doktrin diatas, maka menurut Adami Chazawi penganiayaan dapat diartikan sebagai: “Suatu perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja yang ditujukan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain, yang akibat mana semata-mata merupakan tujuan si petindak”
Berdasarkan yurisprudensi ini tersimpul pendapat, bahwa tidak setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka
pada tubuh merupakan penganiayaan.
15
2. Unsur-unsur Penganiayaan