Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam praktek penegakan hukum, persoalan yang muncul adalah apa yang menjadi ukuran atau kriteria dari tujuan yang patut itu? Persoalan itu mudah
dijawab, sebab tidak ada ukuran atau kriteria umum baku yang dapat dipakai sebagai pedoman. Oleh karena tidak ada ukuran yang bersifat yang secara umum
dapat diterapkan, maka ukuran atau kriteria patut atau tidak patut itu diserahkan pada akal pikiran dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Jadi, sifatnya
sangat kasuistis dan tergantung dari kebiasaan dalam masyarakat setempat. Sebagai contoh perbuatan orang tua memukul anaknya. Menurut kebiasaan dalam
masyarakat mungkin untuk seluruh masyarakat di Indonesia, perbuatan tersebut diperbolehkan sepanjang tidak berlebihan. Artinya, sepanjang perbuatan
pemukulan terhadap anak tersebut tidak melampaui batas-batas yang wajar, maka perbuatan tersebut dianggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan
dalam masyarakat. Perbuatan pemukulan terhadap anak tersebutr tidak dapa dianggap sebagai perbuatan yang wajar dan menurut akal pikiran sudah
berlebihan, dan karenanya tidak lagi dipandang sebagai perbuatan untuk mencapai tujuan yang patut, apabila perbuatan pemukulan tersebut misalnya dilakukan
dengan menggunakan sepotong besi.
3. Jenis-jenis Penganiayaan
Penganiayaan adalah tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum berupa tubuh manusia. Didalam KUHP terdapat ketentuan yang mengatur
berbagai perbuatan yang menyerang kepentingan hukum yang berupa tubuh manusia.
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam KUHP tindak pidana penganiayaan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
a. Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP
b. Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHP
c. Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP
d. Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP
e. Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 355 KUHP
f. Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana diatur
dalam Pasal 356 KUHP. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap tindak pidana
tersebut, dibawah ini akan diuraikan satu persatu jenis tindak pidana tersebut.
a. Penganiayaan Biasa
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut jenis tindak pidana ini adalah tindak
pidana penganiayaan dalam bentuk pokok. Apabila dibandingkan dengan perumusan tentang tindak pidana lain
dalam KUHP, maka perumusan tentang tindak pidana penganiayaan biasa merupakan perumusan yang paling singkat dan sederhana. Ketentuan Pasal 351
KUHP hanya menyebutkan kualifikasinya saja tanpa menguraikan unsur- unsurnya. Oleh karena Pasal 351 hanya menyebutkan kualifikasinya saja, maka
berdasarkan rumusan Pasal 351 tersebut tidak jelas perbuatan seperti apa yang sebenarnya dimaksud.
Sebagai kelaziman yang berlaku dalam hukum pidana, dimana terhadap rumusan tindak pidana yang hanya menyebut kualifikasinya biasanya ditafsir
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
secara historis, maka penafsiran terhadap Pasal 351 KUHP tersebut juga ditempuh berdasarkan penafsiran historis.
Untuk memberikan gambaran awal tentang perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 351 KUHP diatas, akan dikutip ketentuan dalam Pasal tersebut. Pasal
351 KUHP secara tegas merumuskan : 1
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
2 Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan
penjara paling lama lima tahun. 3
Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 4
Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan. 5
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Berdasarkan rumusan ketentuan Pasal 351 KUHP diatas terlihat bahwa
rumusan tersebut tidak memberikan kejelasan tentang perbuatan seperti apa yang dimaksudnya. Ketentuan Pasal 351 KUHP tersebut hanya merumuskan
kualifikasinya saja dan pidana yang diancamkan. Tindak pidana dalam 351 KUHP dikualifikasi sebagai penganiayaan.
Apabila ditelusuri sejarah pembentukan Pasal 351 KUHP diatas pada awalnya juga terdapat rumusan Pasal sebagaimana lazimnya rumusan Pasal-Pasal
lain dalam KUHP yang merupakan unsur-unsur perbuatan dan juga akibat yang dilarang.
Rumusan awal Pasal 351 KUHP yang diajukan oleh Menteri Kehakiman Belanda ke Parlemen saat itu terdiri dari dua rumusan, yang pada intinya
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
memberikan batasan sekaligus menguraikan unsur-unsur perbuatan penganiayaan, yaitu:
1 Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau
penderitaan pada tubuh orang lain. 2
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merusak kesehatan tubuh orang lain.
Rumusan awal Pasal 351 KUHP yang diajukan Menteri Kehakiman diatas sebenarnya cukup memberikan kejelasan tentang apa yang dimaksud
penganiayaan oleh karena dalam rumusan tersebut sudah memuat unsur-unsur perbuatan maupan akibat. Namun oleh karena sebagian parlemen menganggap
istilah rasa sakit atau penderitaan tubuh memuat pengertian yang sangat bias atau kabur, maka parlemen mengajukan keberatan atas rumusan tersebut. Sehingga
perumusan Pasal 351ayat 1 hanya menyebut kualifikasinya saja, yaitu penganiayaan didasarkan atas pertimbangan, bahwa semua orang dianggap sudah
mengerti apa yang dimaksud dengan penganiayaan. Berdasarkan uraian tersebut, bahwa dalam konteks historis istilah
penganiayaan diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau penderitaan pada tubuh.
Adapun unsur-unsur dari penganiayaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP adalah sama dengan unsur-unsur penganiayaan pada
umumnya yaitu: a.
Unsur kesengajaan; b.
Unsur perbuatan;
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
c. Unsur akibat perbuatan berupa rasa sakit, tidak enak pada tubuh, dan luka
tubuh, namun dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP ini tidak mempersyaratkan adanya perubahan rupa atau tubuh pada akibat yang yang ditimbulkan oleh
tindak pidana penganiayaan tersebut. d.
Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku. Dengan selesainya pembahasan mengenai Pasal 351 ayat 1 KUHP, maka
dibawah ini akan dibahas penganiayaan dalam Pasal 351 dalam ayat-ayat berikutnya.
Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat Pasal 351 ayat 1 Merujuk pada pengertian penganiayaan sebagaimana diuraikan diatas,
maka apabila dirinci maka unsur penganiayaan dalam Pasal 351 ayat 2 adalah i.
unsur kesengajaan; ii.
unsur perbuatan; iii.
unsur akibat, yang berupa rasa sakit atau luka berat. Apabila dilihat unsur-unsur penganiayaan dalam Pasal 351 ayat 2 diatas
maka terlihat unsur-unsur dalam Pasal 351 ayat 2 hampir sama dengan Pasal 351 ayat 1 KUHP. Perbedaan antara kedua penganiayaan tersebut terletak pada
akibatnya. Pada penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat 2 akibat dari perbuatan
tersebut haruslah berupa luka berat. Apakah perbedaan antara luka berat dalam konteks Pasal 351 ayat 2 dengan luka dalam konteks Pasal 351 ayat 1 KUHP?
Secara yuridis formal sebenarnya tidak ada Pasal atau ayat yuang menunjukkan adanya perbedaan antara kedua istilah tersebut sebab dalam konteks
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
KUHP, tidak ada batasan tentang apa yang dimaksud dengan luka. KUHP hanya memberikan gambaran tetang apa yang dimaksud luka berat sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 90 KUHP. Sementara tentang luka sama sekali tidak disinggung. Secara doktrin, istilah luka dalam konteks pada 351 ayat 1 KUHP
diartikan sebagai luka ringan. Penggunaan istilah luka ringan tersebut atas pertimbangan, bahwa dalam konteks Pasal 351 ayat 2 dikenal istilah luka berat.
Dengan demikian, menurut doktrin istilah luka dalam konteks Pasal 351 ayat 1 KUHP harus diartikan sebagai luka ringan sebagai lawan dari istilah luka berat
dalam konteks Pasal 351 ayat 2. Secara yuridis formal, luka berat dijelaskan didalam Pasal 90 KUHP yang
menyatakan, bahwa luka berat mengandung arti: i.
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
ii. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian; iii.
Kahilangan salah satu panca indera; iv.
Mendapat cacat berat; v.
Menderita sakit lumpuh; vi.
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; vii.
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
18
Dengan merujuk Pasal 90 KUHP diatas nampak jelas apa yang dimaksud dengan luka berat. Oleh karena secara doktriner, luka ringan merupakan istilah
yang dilawankan dengan istilah luka berat, maka luka ringan dapat diartikan
18
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1994, hal. 90.
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
sebagai luka pada tubuh yang tidak berupa luka-luka sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90 KUHP. Juga dengan merujuk Pasal 352 KUHP, maka yang
termasuk luka ringan adalah luka yang tidak termasuk dalam pengertian Pasal 90 KUHP dan juga tidak termasuk pengertian luka dalam konteks penganiayaan
ringan sebagai mana dimaksud Pasal 352 KUHP. Menurut ketentuan Pasal 352 KUHP penganiayaan dikualifikasi sebagai
penganiayaan ringan apabila luka yang ditimbulkan itu tidak menimbulkan penyakit atau tidak menimbulkan halangan untuk menjalankan pekerjaaan jabatan
atau pencaharian. Merujuk pada Pasal 90 dan 352 KUHP diatas tersimpul pendapat, bahwa
luka ringan yang dimaksud dalam konteks Pasal 351 ayat 1 KUHP adalah luka ringan yang menimbulkan penyakit atau menimbulkan halangan untuk
menjalankan pekerjaaan jabatan atau pencaharian yang bersifat sementara. Patut kiranya menjadi catatan, bahwa timbulnya luka berat dalam konteks
Pasal 351 ayat 2 KUHP bukanlah merupakan tujuan dari pelaku. Tujuan yang ingin dituju oleh pelaku adalah rasa sakit atau luka tubuh saja. Jadi, dalam konteks
penganiayaan biasa yang menimbulkan luka berat harus dibuktikan bahwa luka berat tersebut bukanlah tujuan dari pelaku. Sebab apabila luka berat itu menjadi
tujuan dari pelaku atau merupakan akibat yang dimaksud oleh pelaku, maka yang terjadi bukan lagi penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat, tetapi yang
terjadi adalah penganiayaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 353 KUHP.
19
19
Tongat, op.cit. hal. 81
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
Dengan selesainya pembahasan mengenai Pasal 351 ayat 2 KUHP ini, maka akan dilajutkan dengan membahas Pasal 351 ayat 4 KUHP karena Pasal
351 ayat 3 KUHP akan dibahas dalam pembahasan tersendiri.
Penganiayaan yang berupa perbuatan sengaja merusak kesehatan 351 ayat 4 Penganiayaan dalam Pasal 351 ayat 4 KUHP merupakan penganiayaan
yang mana akibat dari penganiayaan tersebut berupa rusaknya kesehatan dari korban merupakan akibat yang dikehendaki dari pelakunya.
Apabila dikaitkan dengan teori kehendak dan teori pengetahuan, maka penganiayaan dalam Pasal 351 ayat 4 mempersyaratkan, bahwa pada saat
melakuakan perbuatannya penganiayaan pelaku memang menghendaki dilakukannya perbuatan tersebut serta ia mengetahui bahwa perbuatan yang
dilakukan itu akan menimbulkan rusaknya kesehatan. Unsur rusaknya kesehatan yang dimaksud dalam Pasal 351 ayat 4 KUHP berbeda dengan unsur rasa sakit
dan luka tubuh yang menjadi unsur penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP. Sekalipun secara logika sangat mungkin terjadinya rasa sakit atau luka
tubuh itu sekaligus merupakan perbuatan yang merusak kesehatan, namun merusak kesehatan yang dimaksud dalam Pasal 351 ayat ayat 4 mempunyai
makna yang lain dari makna dua unsur tersebut yang bersifat memperluas unsur rasa sakit atau luka tubuh.
Secara doktriner, merusak kesehatan diidentikkan dengan merusak kesehatan fisik. Merusak kesehatan bukan saja berarti sakit secara fisik, tetapi
juga mengandung arti melakukan perbuatan menjadikan orang yang sudah sakit menjadi tambah sakit. Secara yuridis formal merusak kesehatan tidak ada
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
perumusannya didalam undang-undang. Namun secara doktrin, merusak kesehatan dapat diartikan sebagai merusak fungsi organ atau sebagian dari organ
tubuh manusia.
b. Penganiayaan Ringan
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 352 KUHP. Berbeda dengan penganiayaan lain yang diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi,
maka penganiayaan ringan merupakan pengecualian dari asas konkordansi
20
1 Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
. Jenis tindak pidana ini dalam WvS tidak dikenal. Dibuatnya ketentuan tentang
penganiayaan ringan dan tindak pidana ringan pada umumnya di dalam KUHP yang diberlakukan di Indonesia adalah atas dasar adanya perbedaaan kewenangan
mengadili dari Pengadilan Polisi Land gerecht dan Pengadilan Negeri Landraad yang sengaja dibentuk oleh pemerintah kolonial di Indonesia.
Pengadilan Polisi berwenang mengadili perkara-perkara ringan sedang untuk Pengadilan Negeri untuk perkara-perkara yang lain.
Rumusan tentang penganiayaan ringan yang terdapat dalam Pasal 352 KUHP adalah sebagai berikut:
2 Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
20
Ibid, hal. 84.
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
Berdasarkan ketentuan Pasal 352 KUHP diatas tersimpul, bahwa yang dimaksud dengan penganiayaan adalah penganiayaan yang tidak termasuk dalam:
1 Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP.
2 Penganiayaan terhadap orang yang mempunyai kualifikasi tertentu
sebagaimana diatur dalam Pasal 356 KUHP yaitu penganiayaan terhadap: i.
Ibu atau bapaknya yang sah, istri atau anaknya; ii.
Pegawai negeri yang sedang atau karena menjalankan tugasnya yang sah
iii. Nyawa atau kesehatan, yaitu memasukkan bahan berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan atau dimakan atau diminum. 3
Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.
Berdasarkan rumusan dalam Pasal 352 ayat 1 tersimpul, bahwa penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau tidak menimbulkan
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian sepanjang penganiayaan itu tidak dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai kualitas
tertentu, demikian juaga apabila penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan dan jabatan atau pencaharian itu
dalam makanan atau minuman, penganiayaan itu merupakan penganiayaan ringan. Dengan kata lain dapat dikemukakan, bahwa sekalipun penganiayaan itu tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau mata pencaharian, tetapi apabila penganiayaan itu dilakukan terhadap orang-orang
yang mempunyai kualitas tertentu, demikian juga apabila penganiayaan itu dilakukan dengan cara memasukkan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
kesehatan, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian itu bukan
penganiayaan ringan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 352 KUHP diatas, sangat mungkin
menimbulkan pertanyaan, apabila penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau tidak menimbulkan halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan
atau pencaharian itu dengan berencana atau dilakukan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu demikian juga apabila penganiayaan itu dilakukan
dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa dan kesehatan, masuk dalam penganiayaan yang mana?
Dalam hal ini apabila penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau tidak menimbulkan halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian itu dilakukan dengan berencana, maka penganiayaan itu masuk dalam rumusan Pasal 353 KUHP.
Dalam konteks penganiayaan ringan yang dilakukan dengan berencana, barang kali tidak menimbulkan kesulitan dalam penerapan hukum. Persoalan akan
muncul manakalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian itu dilakukan terhdap
orang-orang yang berkualitas tertentu. Mengingat, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian yang dilakukan terhdapa orang yang mempunyai kualitas tertentu itu dikecualikan sebagai penganiayaan ringan.
Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya orang tua yang memukul anaknya, sehingga karena pukulan itu menimbulkan rasa sakit atau luka pada anak
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
tersebut. Dapat juga misalnya seorang suami yang memukul istrinya, sehingga karena pukulan itu istri merasa kesakitan atau tubuh istri terluka.
Apabila bertolak dari rumusan Pasal 352 ayat 1 KUHP diatas, dua contoh penganiayaan itu yaitu penganiayaan orang tua terhadap anaknya dan
penganiayaan suami istrinya bukanlah merupakan penganiayaan ringan. Lantas masuk mana penganiayaan tersebut?
Secara logika, yang paling mungkin adalah bahwa dua contoh penganiayaan diatas masuk kedalam Pasal 351 ayat 1 KUHP yaitu penganiayaan
biasa. Namun, oleh karena penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat 1 secara doktriner dan berdasarkan yudisprudensi ditafsir sebagai penganiayaan yang
menimbulkan rasa sakit atau luka tubuh, semntara luka tubuh dalam konteks Pasal 351 ayat 1 harus ditafsir sebagai luka yang menimbulkan halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian meski harus bersifat sementara. Oleh karena itu secara logika penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau pencaharian yang dilakukan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu hanya mugkin dianggap sebagai
penganiayaan biasa. Apabila penganiayaan yang dilakukan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu hanya menimbulkan rasa sakit atau luka yang tidak
menjadi halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian yang dilakukan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
dianggap sebagai penganiayaan biasa bukan sebagai penganiayaan ringan apabila akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu hanya berupa rasa sakit atau berupa
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
luka pada tubuh, luka tersebut merupakan luka yang menghalangi untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian meski hanya sementara.
Secara implisist ketentuan dalam Pasal 352 ayat 1 KUHP mengandung pemahaman, bahwa penganiayaan yang tidak menimbulkan halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian yang dilakukan terhadap orang- orang yang tidak mempunyai kualitas tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal
356 bukanlah merupakan penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat 1, tetapi termasuk penganiayaan ringan sebagimana diatur dalam Pasal 352 ayat 1
KUHP.
c. Penganiayaan berencana
Jenis penganiayaan ini diatur dalam Pasal 353 KUHP yang menyatakan: 1
Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2 Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana paling lama tujuh tahun. 3
Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Berdasarkan rumusan Pasal 353 KUHP diatas tersimpul pendapat bahwa penganiayaan berencana dapat berupa tiga bentuk penganiayaan, yaitu:
1 Penganiayaan berencana yang tidak menimbulkan akibat akibat luka berat
atau kematian, yaitu diatur dalam Pasal 353 ayat 1 KUHP. Apabila dikaitkan dengan Pasal sebelumnya khususnya Pasal 351 ayat 1 KUHP
yang mengatur penganiayaan biasa, maka penganiayaan berencana yang
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
tidak menimbulkan luka berat atau kematian tersebut berupa penganiayaan biasa yang direncanakan lebih dahulu. Dengan demikian jenis penganiayaan
dalam Pasal 353 ayat 1 KUHP berupa penganiayaan biasa berencana. Jenis penganiayaan adalah penganiayaan yang menimbulkan akibat rasa sakit atau
luka tubuh yang dilakukan secara berencana. Luka tubuh dalam konteks Pasal 353 ayat 1 adalah luka tubuh yang tidak termasuk luka menurut Pasal
90 KUHP dan tidak termasuk dalam pengertian menurut ketentuan Pasal 352 ayat 2 KUHP.
2 Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat yang diatur dalam Pasal
353 ayat 2 KUHP. 3
Penganiayaan berencana yang berakibat kematian yang diatur dalam Pasal 353 ayat 3 KUHP.
Apabila dilihat lebih lanjut, maka penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP mempunyai persamaan dan perbedaan dengan Pasal 353 ayat 1
KUHP. Persamaan dan perbedaan antara dua jenis penganiayaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
21
1. Sama-sama tidak mengkibatkan luka berat atau kematian;
Persamaan penganiayaan biasa dengan penganiayaan berencana:
2. Memiliki kesengajaan yang sama baik terhadap perbuatan maupun
akibatnya; 3.
Bila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka, maka luka tersebut harus luka yang tidak termasuk luka berat sebagimana diatur dalam Pasal 90
KUHP.
21
Ibid, hal 92
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
Perbedaan penganiayaan biasa dengan penganiayaan berencana: Penganiayaan biasa
Pasal 351 ayat 1 Penganiayaan berencana
Pasal 353 ayat 1 PERBEDAAN
1. Tidak ada unsur lebih dahulu
2. Dapat terjadi pada penganiayaan
ringan, yaitu dalam hal tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.
3. Merupakan penganiayaan dalam
bentuk pokok. 4.
Percobaannya tidak dipidana. 1.
Ada unsur lebih dahulu 2.
Tidak mungkin terjadi pada penganiayaan ringan, sebab Pasal
353 disebut sebagai pengeculaian dari penganiayaan ringan.
3. Merupakan penganiayaan yang
dikualifilasi 4.
Percobaannya dipidana
d. Penganiayaan Berat
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP. Tindak pidana penganiayaan berat ini terdiri dari dua macam yaitu:
1 Tindak pidana penganiayaan berat biasa yang tidak menimbulkan kematian
diatur dalam Pasal 354 ayat 1. 2
Tindak pidana penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, diatur dalam Pasal 354 ayat 2.
Rumusan tentang tindak pidana penganiayaan berat dalam Pasal 354 adalah sebagai berikut:
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
1 Barang siapa sengaja melukai berat orang lain diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. 2
Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Apabila diuraikan unsur-unsur dari tindak pidana penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 ayat 1 memuat unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur kesalahan, berupa kesengajaan;
b. Unsur melukai berat perbuatan
c. Unsur tubuh orang lain;
d. Unsur akibat yang berupa luka berat.
Dalam Pasal 354 KUHP akibat luka berat merupakan maksud dan tujuan dari sipelaku yaitu bahwa sipelaku memang menghendaki terjadinya luka berat
pada korban. Berbeda dengan penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat, dimana luka berat bukanlah akibat yang dimasuk oleh sipelaku.
Dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, kematian bukanlah merupakan akibat yang dikehendaki pelaku. Pelaku hanya menghendaki
timbulnya luka berat. Dalam tindak pidana ini harus dapat dibuktikan bahwa pelaku tidak mempunyai kesengajaan untuk menimbulkan kematian, baik
kesengajaan sebagi maksud, sebagai kemungkinan atau sebagai kepastian.
e. Penganiayaan berat berencana
Jenis penganiayaan berat berencana diatur dalam Pasal 355 KUHP. Penganiayaan ini pada dasarnya merupakan bentuk penganiayaan berat yang
dilakukan dengan rencana. Jenis penganiayaan ini merupakan gabungan antara
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
penganiayaan berat dengan penganiayaan berencana. Dengan demikian untuk dapat terjadinya penganiayaan berat berencana dalam Pasal 355 KUHP, maka niat
pelaku atau kesengajaan pelaku tidak cukup bila ditujukan terhadap perbuatannya dan terhadap luka beratnya, tetapi kesengajaan itu juga harus ditujukan terhadap
unsur berencananya. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa baik terhadap perbuatannya maupun terhadap luka beratnya, pelaku mempunyai kehendak untuk
mewujudkannya yang kemudian direncanakannya. Menurut ketentuan Pasal 355 KUHP, penganiayaan berencana dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1
Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2 Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama kima belas tahun. Berdasarkan rumusan Pasal 355 KUHP diatas terlihat, bahwa
penganiayaan berat berencana terdiri atas dua macam, yaitu: 1
Penganiayaan berat berencana yang tidak menimbulkan kematian. Jenis penganiayaan ini sering disebut sebagai penganiayaan berat berencana biasa.
Dalam penganiayaan ini luka berat harus benar-benar terjadi yang juag harus dibuktikan, bahwa luka berat itu memang merupakan akibat yang
dikehendaki oleh sipelaku sekaligus direncanakan. 2
Penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan kematian. Namun matinya korban dalam tindak pidana ini bukanlah akibat yang dikehendaki
oleh sipelaku. Kematian yang timbul dalam tindak pidana ini hanyalah merupakan akibat yang tidak dituju sekaligus tidak direncanakan. Sebab
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
apabila kematian merupakan kaibat yang dituju maka yang terjadi bukanlah penganiayaan melainkan pembunuhan Pasal 338 KUHP.
f. Penganiayaan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
Jenis penganiayaan ini diatur dalam ketentuan Pasal 356 KUHP yang menyatakan:
“Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga”
ke-1 Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya
menurut undang-undang, istrinya atau anaknya; ke-2
Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah;
ke-3 Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum
Apabila dicermati, maka Pasal 356 merupakan ketentuan yang memperberat berbagai penganiayaan. Berdasarkan Pasal 356 KUHP ini terdapat
dua hal yang memberatkan berbagai penganiayaan yaitu: a.
Kualitas korban, yaitu apabila korban penganiayaan tersebut berkulaitas sebagai ibu, bapak, istri atau anak serta pegawai negeri yang ketika atau
karena menjalankan tugasnya yang sah. b.
Cara atau modus penganiayaan, yaitu dalam hal penganiayaan itu dilakukannya dengan cara memberi bahan untuk dimakan atau untuk
diminum.
Hisar Situmorang : Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066Pid.B2002PN Mdn, 2007.
USU Repository © 2009
B. TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN
KEMATIAN Tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian adalah tindak
pidana penganiayaan yang mana akibat kematian yang timbul bukanlah merupakan tujuan dari sipelaku. Tindak pidana ini diatur dalam beberapa Pasal
dalam KUHP yaitu: 1
Pasal 351 ayat 3 KUHP yaitu penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian
2 Pasal 353 ayat 3 KUHP yaitu penganiayaan berencana yang
mengakibatkan kematian 3
Pasal 354 ayat 2 KUHP yaitu penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian
4 Pasal 355 ayat 2 KUHP yaitu penganiayaan berat berencana yang
mengakibatkan kematian
1. Unsur-unsur Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian