Hubungan Kebijakan Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampuan Laba Perusahaan Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd
UNIVERS FAKULTA PROGRA MEDAN HUB SITAS SUM AS EKONO AM EKSTEN BUNGAN K PENINGK PADA PT U MATERA U OMI NSI KEBIJAKA KATAN KE T. (PERSE INDA DEPAR Guna Me Untuk Memp Univ UTARA AN PEMB EMAMPUA ERO) DJAK SKRIP OLEH AHYANA 0705210 RTEMEN M emenuhi Sa peroleh Gela versitas Sum Meda 2010 BERIAN KR AN LABA KARTA LL PSI H FAHREZA 072 MANAJEME
alah Satu Sy ar Sarjana E matera Utara an 0 REDIT TE PERUSAH LOYD MED A EN yarat Ekonomi a ERHADAP HAAN DAN
(2)
ABSTRAK
Indah Yana Fahreza (2010), Hubungan Kebijakan Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampuan Laba Perusahaan Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd. Dosen Pembimbing; Dr. Muslich Lufti, SE, MBA. Ketua Departemen Manajemen; Prof. Dr. Ritha Fatimah Dalimunthe, SE, MSi. Dosen Penguji I; Syafrizal Helmi, SE, MSi. Dosen Penguji II; Drs. Liasta Ginting, MSi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebijakan pemberian kredit terhadap peningkatan kemampuan laba yang terdiri dari pemberian kredit/piutang, piutang tak tertagih (berdasarkan saldo piutang dan berdasarkan saldo penjualan), rasio aktivitas piutang (receivable turn over ratio dan average collection period) dengan return on investment (ROI) Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd. Kebijakan pemberian kredit yang dimaksud adalah aktivitas perusahaan dalam mengelola dan mengatur kelancaran proses serta penagihan kreditnya yang dalam melaksanakan kegiatannya terjadi harus terdapat efektifitas struktur pendanaan aktiva.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis korelasi Rank Spearman, dan pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian signifikansi dengan menggunakan t–test. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa laporan keuangan dan laporan piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd periode 2005-2008.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan koefisien korelasi Spearman rs pemberian kredit/piutang mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment, berdasarkan saldo piutang mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment, berdasarkan saldo penjualan mempunyai hubungan yang lemah namun bergerak positif dengan return on investment, receivable turn over ratio
mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment dan average collection period mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment. Sedangkan melalui uji statistik pemberian kredit/piutang mempunyai hubungan yang kuat dengan return on investment, berdasarkan saldo piutang mempunyai hubungan yang kuat dengan
return on investment, berdasarkan saldo penjualan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan return on investment, receivable turn over ratio mempunyai hubungan yang kuat dengan return on investment dan average collection period
mempunyai hubungan yang kuat dengan return on investment.
Kata kunci : Kebijakan Pemberian Kredit (pemberian kredit/piutang, piutang tak tertagih [berdasarkan saldo piutang dan berdasarkan saldo penjualan], rasio aktivitas piutang [receivable turn over ratio dan average collection period]) dan return on investment (ROI).
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah banyak melimpahkan karunia-Nya kepada penulis, terutama dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini.
Penulisan serta penyusunan skripsi ini dilakukan untuk menganalisa Hubungan Kebijakan Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampuan Laba Perusahaan Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak agar menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Bantuan dari berbagai pihak berupa moril maupun material menjadi dorongan serta memberikan andil yang sangat besar kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan serta penyusunan skripsi ini. Penulis tidak dapat membalas semua bantuan tersebut, namun dalam kesempatan ini penulis memberikan ruang tersendiri untuk mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu selama proses penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan yang telah dilimpahkan tersebut dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis mengharapkan bahwa semua yang tercantum disini telah dapat mewakili pihak-pihak yang ikut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bagi pihak-pihak yang terlewatkan dalam penyebutan ucapan terima kasih di lembaran ini penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya dan tidak berarti kelalaian tersebut mengurangi rasa terima kasih penulis.
Pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan serta penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(4)
2. Ibu Prof. Dr. Ritha Fatimah Dalimunthe, SE. MSi selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Nisrul Irawati, SE, MBA selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Muslich Lufti, SE, MBA selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu pengetahun, saran dan masukan kepada penulis dalam proses penulisan serta penyusunan Skripsi ini.
5. Bapak Syafrizal Helmi, SE, MSi selaku Dosen Penguji I yang banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Liasta Ginting, MSi selaku Dosen Penguji II yang banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan mengabdikan dirinya sebagai guru bangsa dengan memberikan serta mengajarkan ilmu pengetahuan yang baik serta berguna selama perkuliahan. 8. Seluruh Staff dan Civitas Akademika Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara yang telah bersama-sama menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif dalam menuntut ilmu serta menyelesaikan perkuliahan.
9. Kedua Orang tuaku, Ayahku Drs. Lison Ilyas dan Ibuku Megawati yang telah banyak memberikan doa, nasehat, dukungan, serta bantuan baik moril maupun material kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini sepenuhnya penulis persembahkan buat keluarga penulis.
(5)
10.Keluargaku yang sangat kusayangi: Kakakku Dra. Lis Vizianti, Abangku Drg. Irwan Ilyas dan Susanto Fitriadi, SH terima kasih banyak atas doa dan dukungannya.
11.Teman baikku: Bima, Riki, Rifki, Yasir, Alvi, Wahyu, Dede, Sofia, Fatma, Mindo, Deni Irdayani, Kak Vina, Fina, Isan, Megah terima kasih buat doa dan dukungannya.
12.Teman seperjuangan (bimbingan pak Muslich Lufti): Farida, Fani, Tira selamat berjuang.
13.Seluruh rekan ku di bangku perkuliahan terutama teman-teman stambuk 2007. Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT melimpahkan petunjuk dan karunia kepada kita semua. Amin.
Medan, Juni 2010 Penulis
Indah Yana Fahreza
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR... i
DAFTARISI...iv
DAFTAR TABEL...vi
DAFTAR GAMBAR...viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1
B. Perumusan Masalah………... 6
C. Kerangka Konseptual………. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 8
E. Hipotesis……….9
F. Metode Penelitian………...9
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu……… 14
B. Pengertian Kemampauan Laba Perusahaan………. 14
C. Manajemen Piutang………. 15
D. Piutang Tak Tertagih……… 20
E. Return On Investment……….. 23
F. Rasio Aktivitas Piutang……… 25
G. Laporan Keuangan………... 26
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya PT. (Persero) Djakarta Lloyd……….29
B. Struktur Organisasi PT. (Persero) Djakarta Lloyd………31
C. Kebijakan Perkreditan/Piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd……..35
(7)
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
A. Analisis Deskriptif………40 B. Analisis Statistik……….………...46 C. Pengujian Hipotesis...52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...56 B. Saran...59
DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Piutang, Penjualan, Laba Bersih, ROI PT. (Persero)
Djakarta Lloyd ... 3
Tabel 1.2 RTO, ACP, Piutang Tak Tertagih, ROI PT. (Persero) Djakarta Lloyd ... 4
Tabel 1.3 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi PT. (Persero) Djakarta Lloyd... ... 12
Tabel 3.1 Total Piutang Tak Tertagih dan Piutang Ragu-ragu...39
Tabel 4.1 Perkembangan Pemberian Kredit dengan ROI ... 40
Tabel 4.2 Perkembangan Piutang Menurut Saldo Piutang Tak Tertagih dengan ROI... ... ...41
Tabel 4.3 Perkembangan Piutang Menurut Saldo Penjualan Tak Tertagih dengan ROI... ... ...43
Tabel 4.4 Perkembangan RTO dengan ROI ... 44
Tabel 4.5 Perkembangan ACP dengan ROI...45
Tabel 4.6 Data Rangking Pemberian Kreditdengan ROI...47
Tabel 4.7 Data Rangking Piutang Menurut Saldo Piutang Tak Tertagih dengan ROI... ... ...48
Tabel 4.8 Data Rangking Piutang Menurut Saldo Penjualan Tak Tertagih dengan ROI... ... ...49
(9)
Tabel 4.9 Data Rangking RTOdengan ROI...50 Tabel 4.10 Data Rangking ACPdengan ROI...51
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual...7
Gambar 3.1 Struktur Organisasi...32
Gambar 4.1 Perkembangan Pemberian Kredit dengan ROI...41
Gambar 4.2 PerkembanganSaldo Piutang Tak Tertagih dengan ROI...42
Gambar 4.3 Perkembangan Saldo Penjualan Tak Tertagih dengan ROI...43
Gambar 4.4 Perkembangan RTO dengan ROI...44
(11)
ABSTRAK
Indah Yana Fahreza (2010), Hubungan Kebijakan Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampuan Laba Perusahaan Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd. Dosen Pembimbing; Dr. Muslich Lufti, SE, MBA. Ketua Departemen Manajemen; Prof. Dr. Ritha Fatimah Dalimunthe, SE, MSi. Dosen Penguji I; Syafrizal Helmi, SE, MSi. Dosen Penguji II; Drs. Liasta Ginting, MSi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebijakan pemberian kredit terhadap peningkatan kemampuan laba yang terdiri dari pemberian kredit/piutang, piutang tak tertagih (berdasarkan saldo piutang dan berdasarkan saldo penjualan), rasio aktivitas piutang (receivable turn over ratio dan average collection period) dengan return on investment (ROI) Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd. Kebijakan pemberian kredit yang dimaksud adalah aktivitas perusahaan dalam mengelola dan mengatur kelancaran proses serta penagihan kreditnya yang dalam melaksanakan kegiatannya terjadi harus terdapat efektifitas struktur pendanaan aktiva.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis korelasi Rank Spearman, dan pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian signifikansi dengan menggunakan t–test. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa laporan keuangan dan laporan piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd periode 2005-2008.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan koefisien korelasi Spearman rs pemberian kredit/piutang mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment, berdasarkan saldo piutang mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment, berdasarkan saldo penjualan mempunyai hubungan yang lemah namun bergerak positif dengan return on investment, receivable turn over ratio
mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment dan average collection period mempunyai hubungan yang kuat namun bergerak negatif dengan return on investment. Sedangkan melalui uji statistik pemberian kredit/piutang mempunyai hubungan yang kuat dengan return on investment, berdasarkan saldo piutang mempunyai hubungan yang kuat dengan
return on investment, berdasarkan saldo penjualan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan return on investment, receivable turn over ratio mempunyai hubungan yang kuat dengan return on investment dan average collection period
mempunyai hubungan yang kuat dengan return on investment.
Kata kunci : Kebijakan Pemberian Kredit (pemberian kredit/piutang, piutang tak tertagih [berdasarkan saldo piutang dan berdasarkan saldo penjualan], rasio aktivitas piutang [receivable turn over ratio dan average collection period]) dan return on investment (ROI).
(12)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada umumnya tujuan perusahaan melakukan kegiatan operasional untuk memperoleh laba yang maksimum disamping itu juga untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang lainnya. Setiap perusahaan berusaha agar mencapai laba atau memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin. Dengan adanya laba yang cukup tinggi dan didukung oleh nilai perusahaan yang semakin baik maka kredibilitas dan kontinuitas perusahaan dapat dipertahankan serta perusahaan dapat tumbuh terus dan melakukan ekspansi dalam bisnisnya.
Memaksimalkan laba berarti menekankan pada pemanfaatan barang dan modal secara efektif efisien. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk dapat melakukan kegiatan operasionalnya secara efektif dan efisien sehingga akan meningkatkan pendapatan yang akan diterima. Seorang manajer keuangan dengan mudah dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dengan mengurangi beban riset dan pengembangan kegiatan ataupun beban pemeliharaan rutin yang memang biasanya diperlukan. Dalam jangka pendek, hal tersebut dapat meningkatkan keuntungan, namun untuk jangka panjang, hal ini sama sekali tidak baik bagi perusahaan. Setiap tujuan perusahaan harus dinyatakan dengan tepat dan jelas sesuai dengan kondisi dan segala kompleksitas permasalahan dunia nyata. Pada kenyataannya, manajer keuangan untuk setiap harinya harus selalu berhadapan dengan dua masalah yang tidak tercakup dalam tujuan perusahaan untuk memaksimalkan laba yaitu waktu dan ketidakpastian (Keown 2004:3)
Besarnya jumlah volume penjualan kredit setiap triwulan, periode atau tahunnya, berarti perusahaan harus dapat menyediakan penanaman investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan biasanya akan membawa dampak resiko yaitu munculnya berbagai macam biaya, seperti halnya menambah pegawai yang mengurus dan mengawasi administrasi kredit, adanya bunga pinjaman terkait dengan piutang serta akan bertambahnya resiko berupa penjualan kredit yang tidak terbayar oleh pelanggan atau piutang yang tidak tertagih (bad dedt), sehingga biasanya mengurangi jumlah penjualan bersih perusahaan dari total besarnya piutang yang dimiliki.
(13)
Perusahaan dapat menjual piutangnya dalam keadaan tertentu kepada perusahaan lain yang biasa disebut anjak piutang (factoring) dan pembeli piutang disebut factor. Kelebihannya bagi perusahaan adalah perusahaan akan mendapatkan dana secara cepat dengan tujuan untuk mengisi kas dan mendukung kegiatan operasional lainnya yang masih begitu penting untuk kelanjutan hidup perusahaan. Di samping itu, resiko piutang tak tertagih secara sebagian dapat dipindahkan kepada factor atau tergantung pada kesepakatan anjak piutang.
Rencana pembayaran kembali atau pelunasan kredit oleh pelanggan disusun sesuai dengan cash budget atau cash flow projection, jenis serta sifat yang diminta berikut projected income statement. Dengan demikian schedule
pembayaran kembali ini hanya merupakan alat untuk lebih mempermudah dalam melihat rencana perluasan kredit dari perusahaan. Pemberian kredit juga mengandung suatu tingkat resiko (degree of risk) tertentu yang seharusnya dapat diketahui secara seksama.
Menghindari ataupun memperkecil resiko piutang yang mungkin terjadi, maka pemberian kredit harus dinilai oleh perusahaan atas dasar syarat-syarat perusahaan teknis; yang terkenal dalam 5C yaitu: character, capacity, capital, collateral dan conditions. Di samping formula 5C tersebut di dalam pemberian kredit perusahaan akan memperhatikan aspek-aspek pertimbangan kredit seperti aspek umum, aspek ekonomi/komersil, aspek teknik, aspek yuridis, aspek kemanfaatan dan kesempatan kerja, aspek terakhir yang harus di analisa yang merupakan aspek yang paling penting adalah aspek keuangan.
Pada dasarnya manajer keuangan langsung mengawasi piutang dagang melalui keterlibatannya dalam pengelolaan kebijakan kredit dan penagihan piutang (Ridwan 2002:235). Agar proses piutang dalam perusahaan dapat mencapai sasaran, dalam arti bahwa kredit itu dapat membantu pelanggan sesuai dengan kebutuhannya, di samping itu juga menguntungkan bagi perusahaan dalam arti sesuai dengan tujuan perusahaan meliputi dua fungsi pokok yaitu profitability
(perusahaan memperoleh keuntungan dari piutang/kredit tersebut) dan safety
(bahwa piutang yang berjalan benar-benar terjamin), maka harus dihitung jumlah kebutuhan piutang tersebut, dengan cara yang cermat dan tepat sebagai bentuk suatu investasi bagi peusahaan.
(14)
PT. (Persero) Djakarta Lloyd merupakan salah satu BUMN yang berbentuk perseroan dan bergerak dalam bidang jasa perkapalan dan angkutan laut. Sebagai perusahaan pelayaran samudera nasional, perusahaan ini memiliki tugas pokok menyediakan fasilitas jasa angkutan laut dan sejenis lainnya yang berhubungan untuk kepentingan angkutan laut.
PT. (Persero) Djakarta Lloyd mengalami kerugian yang cukup besar dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan. Kerugian PT. (Persero) Djakarta Lloyd ditandai dengan adanya kesulitan untuk memenuhi kewajiban pihak ketiga, pembiayaan perawatan kapal laut, Rencana Dana Investasi (RDI) dan Sub Loan Agreement
(SLA). Sehingga dengan adanya keadaan seperti ini, penulis berantusias untuk melakukan penelitian dalam hal pemberian kredit yang diberlakukan oleh PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
Pada Tabel 1.1 berikut adalah perhitungan fluktuasi total piutang, penjualan, laba bersih, Return On Investment (ROI) yang berdasarkan pada laporan keuangan dan laporan piutang di PT. (Persero) Djakarta Lloyd Medan selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Tabel 1.1
Piutang, Penjualan, Laba Bersih, ROI Periode tahun 2005-2007
Tahun Piutang Fluktuasi Penjualan Fluktuasi Laba Bersih Fluktuasi ROI
(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (%)
2005 5,527,420,386 1,401,986,000 520,711,000 8.7 2006 2,739,001,996 101.8 1,371,741,000 2.2 456,232,000 14.1 14 2007 1,726,040,000 58.7 1,205,376,000 13.8 340,616,000 33.9 17
Sumber: Laporan Keuangan dan Laporan Piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd
Pada Tabel 1.1. dapat diketahui bahwa total piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd Medan dari tahun 2005-2007 mengalami penurunan terus menerus yaitu tahun 2006 sebesar 101,8% dan 2007 sebesar 58,7%. Penurunan total piutang dipengaruhi oleh penurunan total penjualan yang terjadi pada tahun 2005-2007. Fluktuasi penjualan yang mengalami penurunan pada tahun 2006 adalah 2,2% dan tahun 2007 total penurunan bertambah sebesar 13,8%. Besarnya jumlah piutang yang seterusnya mengalami penurunan yang dasarnya dipengaruhi oleh penurunan penjualan ternyata cukup berpengaruh terhadap total penurunan laba bersih yang terjadi pada tahun yang sama. Total laba bersih pada tahun 2005 adalah Rp. 520.711.000,- kemudian turun menjadi 456.232.000,- di tahun 2006 atau sebesar
(15)
14,1% dan turun lagi pada tahun 2007 menjadi Rp. 340.616.000,- atau sebesar 33,9%. Penurunan laba bersih ini bisa saja diakibatkan oleh menrunnya penjualan dan besarnya piutang yang mungkin tidak tertagih selanjutnya berakibat pada memburuknya pendapatan perusahaan. Walaupun laba bersih mengalami penurunan namun tidak begitu dengan Return On Investment (ROI) perusahaan yang mengalami peningkatan terus dari tahun 2005 sebesar 8,7% seterusnya tahun 2006 sebesar 14% dan tahun 2007 sebesar 17%. Ini sungguh menandakan perbedaan serta kenyataan dimana laba bersih turun dan ROI perusahaan mengalami peningkatan yang cukup baik yang dikarenakan total piutang yang terus turun selama tiga periode berturut-turut dan penerimaan laba bersih sesudah pajak yang juga cukup besar.
Tabel 1.2
RTO, ACP, Piutang Tak Tertagih, ROI Periode tahun 2005-2007
Tahun RTO ACP Piutang Tak Tertagih ROI
(X) (hari) Saldo Piutang Saldo Penjualan (%)
2005 0.3 1,200 138,185,509 2,803,972 8.7 2006 0.5 720 68,475,050 2,743,482 14 2007 0.7 514 43,151,000 2,410,752 17
Sumber: Laporan Keuangan dan Laporan Piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa total Rasio Perputaran Piutang/Receivable Turn Over ratio (RTO), Periode Rata-rata Pengumpulan Piutang/Average Collection Period (ACP), Kemampuan memperoleh laba/Return On Investment (ROI) dan Piutang tak tertagih berfluktuasi cukup signifikan dari tahun ke tahun selama tiga periode yaitu dari tahun 2005 – 2007. Total RTO pada tahun 2005 tergolong kecil yaitu 0,25% dan bertambah besar pada tahun 2006 yaitu 0,5 % serta tahun 2007 meningkat lagi menjadi 0,7%. Namun, RTO tahun 2005 sebesar 0,25% tidak berdampak terlalu baik terhadap hari pengumpulan piutang yang mencapai 1.440 hari dan begitu pula hari pengumpulan piutang tahun 2006 yang turun menjadi 720 hari dengan RTO sebesar 0,5% dan tahun 2007 periode pengumpulan piutang cenderung turun lagi sebesar 514 hari dengan rasio pengumpulan piutang 0,7%. Piutang tak tertagih menurut saldo piutang pada tahun 2005 tergolong besar yaitu Rp. 138.185.509,- yang seterusnya turun yaitu di tahun 2006 Rp. 68.475.050,- dan tahun 2007 Rp. 43.151.000,-. Hal seperti ini juga dialami seperti menurut saldo penjulan piutang tak tak tertagih yang pada tahun
(16)
2005 sebesar Rp.2.803.972,- dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan yaitu tahun 2006 Rp. 2.743.482,- dan tahun 2007 Rp. 2.410.752,-. Menurut (Munawir 2002:89), besarnya sebagian dari ROI akan mengalami perubahan jika ada perubahan pada piutang tak tertagih, RTO ataupun ACP baik masing-masing ketiganya dalam rangka berusaha untuk memperbesar atau mempertinggi ROI untuk kelangsungan hidup ataupun aktivitas perusahaan.
Penulis termotivasi untuk melakukan penelitian ini adalah untuk dapat memahami sifat kebijakan pemberian kredit terhadap piutang tak tertagih. Judul yang penulis tetapkan pada pembahasan ini adalah sebagai berikut:
“Hubungan Kebijakan Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampuan Laba Perusahaan Pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd”.
Metode pengamatan yang penulis gunakan dalam penelitian diatas terdiri dari bermacam-macam teknik. Teknik-teknik tersebut adalah perhitungan pemberian piutang perusahaan, perhitungan penjualan perusahaan, perhitungan laba bersih perusahaan, analisis rasio aktivitas piutang (retrun turn over ratio dan
average collection period), dan pendapatan piutang tak tertagih yang dihubungkan terhadap Return On Investment perusahaan serta penelusurannya yang diteruskan dengan menggunakan analisis korelasi product momen Pearson. Pengamatan-pengamatan tersebut dapat dipergunakan untuk membantu pada kelompok tertentu yang berkepentingan yaitu bagi para pemegang saham dan calon pemegang saham, kreditur dan calon kreditur serta manajemen perusahaan yang pada dasarnya diperlukan untuk pengambilan keputusan yang beralasan dan bermanfaat bagi mereka dalam hubungannya kebijakan kredit dan keuntungan perusahaan.
Pemberian kredit yang penulis teliti selama tiga periode dari Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwasanya berpengaruh terhadap beberapa kegiatan perusahaan diantaranya adalah penjualan perusahaan yang terlihat menurun dikarenakan piutang yang diberikan pada tahun 2005 terlalu besar ataupun adanya beban piutang tak tertagih yang besar sehingga mengakibatkan volume penjulan cenderung menurun. Begitu pula dengan laba bersih yang menurun diakibatkan adanya pemberian piutang yang terlalu besar sehingga berpengaruh terhadap pendapatan bersih perusahaan.
(17)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis menyatakan suatu masalah yaitu: “Apakah realisasi kebijakan pemberian kredit mempunyai hubungan dengan peningkatan kemampuan laba perusahaan pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd?”.
C. Kerangka Konseptual
Menurut (Soemarso 2002:338) penyisihan piutang tak tertagih yang didasarkan atas saldo piutang dapat dilakukan dengan menetapkan suatu persentase terhadap saldo piutang. Biasanya saldo yang dipakai adalah rata-rata antara saldo awal piutang pada awal dan akhir periode. Masih menurut Soemarso, sisi lain dari penjualan kredit adalah timbulnya piutang. Ini berarti perusahaan mempunyai hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain. Dengan adanya hak klaim ini perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau jasa lain kepada pihak yang berpiutang. Untuk tujuan pelaporan, piutang dinilai sebesar jumlah yang diharapkan dapat diterima. Jumlah ini belum tentu sama dengan jumlah yang secara formal tercantum sebagai piutang. Perbedaan disebabkan perusahaan telah mengurangkan, dari jumlah piutangnya, penyisihan terhadap piutang-piutang yang tidak akan tertagih.
Memperhatikan kriteria yang digunakan dalam pemberian kredit dan prosedur penagihan yang diterapkan, biasanya sebagian dari penjualan kredit dipastikan tidak akan tertagih. Beban operasi yang muncul karena tidak tertagihnya piutang dinamakan beban piutang tak tertagih (uncollectible accounts expense), beban piutang sangsi (bad debts expense), atau beban piutang tak tertagih (doubtful accounts expense) (Warren 2005:395).
Piutang usaha atau wesel tagih menjadi tak tertagih jika tidak ada satupun ketentuan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan suatu piutang atau wesel menjadi tidak tertagih. Jika seorang debitor gagal untuk membayar piutang sesuai kontrak penjualan ataupun weselnya belum dibayar saat jatuh tempo, tidak berarti bahwa utang-utang tersebut tidak akan dapat tertagih. Penutupan bisnis pelanggan atau gagalnya upaya penagihan setelah dilakukan
(18)
beberapa kali usaha adalah petunjuk lain tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang.
Aktiva perusahaan harus di kelola dengan efektif dan efisien yaitu dalam hal perputaran piutang (receivable turn over) juga memberikan kontribusi terhadap pencapaian laba perusahaan. Rasio ini menunujukkan berapa lama dalam setahun suatu perusahaan menerima kembali piutangnya. Semakin cepat piutang berputar menunjukkan semakin cepat piutang berubah menjadi kas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa kerangka konseptual adalah sebagai berikut:
Sumber : Nisrayni, 2008 (diolah) Gambar 1.1 : Kerangka Konseptual
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Peneletian
a. Mengetahui dan menganalisis kondisi keuangan perusahaan melalui analisis hubungan antara Kebijakan Pemberian Kredit dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan laba perusahaan.
b. Mengetahui seberapa besar bahwasanya kondisi kinerja keuangan perusahaan di dalam mencapai keuntungan yang dipengaruhi oleh besarnya jumlah piutang yang tak tertagih.
c. Untuk lebih mengetahui dan menganalisis tingkat perputaran piutang perusahaan dalam pemberian kreditnya atau jasanya yang besar dengan tujuan
Pemberian Kredit/Piutang (X1)
Piutang Tak Tertagih (X2.1,X2.2)
Rasio Aktivitas Piutang (X3.1,X3.2)
Kemampuan Memperoleh Laba (ROI)
(19)
agar memperoleh tingkat keuntungan yang baik bagi kemampuan laba perusahaan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dalam penelitian perusahaan ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Perusahaan
Dapat memberikan tambahan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi manajemen dalam pelaksanaan kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan kebijakan kredit, penanggulangan piutang dan profitabilitas perusahaan.
b. Bagi penulis
Dapat mengembangkan dan memperluas wawasan berpikir yang tentunya berkaitan dengan manajemen piutang khususnya hubungan Kebijakan Pemberian Kredit dalam meningkatkan kemampuan laba perusahaan.
c. Bagi pembaca
Dapat dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya yang tentunya mengenai manajemen piutang khususnya Kebijakan Pemberian Kredit dalam meningkatkan kemampuan laba perusahaan.
E. Hipotesis
Hipotesis adalah penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan yang telah terjadi atau akan terjadi. Fungsi dari hipotesis adalah sebagai pedoman untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai dengan apa yang kita harapkan (Koncoro 2003:47).
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka hipotesis nya menurut penulis sebagai berikut:
1. Pemberian kredit mempunyai hubungan signifikan dengan tingkat kemampuan laba pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
2. Piutang tak tertagih mempunyai hubungan signifikan dengan tingkat kemampuan laba pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
3. Rasio aktivitas piutang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kemampuan laba pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd
(20)
F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional
Pembahasan pada penelitian difokuskan pada hubungan antara pemberian kredit, resiko piutang tak tertagih dan rasio perputaran piutang dengan kemampuan memperoleh laba yang diukur dengan Return on Investment
perusahaan.
2. Defenisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
a. Pemberian Kredit/Piutang (X1) merupakan variabel bebas pertama
yang menunjukkan periode rata-rata dalam pemberian kredit/piutang oleh perusahaan. Perumusan ini dapat dilihat sebagai berikut:
Pemberian Kredit/Piutang = Piutang sekarang – Piutang Sebelumnya Piutang sebelumnya
b. Piutang Tak Tertagih
Berdasarkan Saldo Piutang (X2.1)
merupakan varibel bebas kedua yang menunjukkan seberapa besar jumlah piutang yang tak tertagih dari dana yang tertanam dalam saldo piutang untuk mengetahui keefektfian aktiva. Rumus dapat diketahui sebagai berikut:
Saldo Piutang Rata-Rata = Piutang Rata-Rata x 5%
2
Berdasarkan Saldo Penjualan (X2.2)
merupakan varibel kedua selanjutnya yang menunjukkan seberapa besar jumlah piutang tak tertagih berdasarkan saldo penjualan dari dana yang tertanam pada saldo piutang untuk mengetahui keefektifan aktiva. Dengan penyisihan 1/5 % dari penjualan. Perumusan sebagai berikut:
Saldo Penjualan = 1/5 % x Penjualan per Periode c. Rasio Aktivitas Piutang
(21)
merupakan variabel bebas ketiga yang menunjukkan kemampuan dari dana yang tertanam dalam piutang untuk berputar dalam suatu periode tertentu. Perumusan dapat diketahui sebagai berikut:
Rasio Perputaran Piutang = Penjualan Kredit Piutang Rata – rata
Periode Pengumpulan Piutang/Average Collection Period (X3.2)
merupakan variabel bebas ketiga selanjutnya yang menunjukkan periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang. Perumusan dapat diketahui berikut ini:
Periode rata-rata Pengumpulan Piutang = 360
Perputaran Piutang d. Kemampuan Memperoleh Laba/Return On Investment (Y)
merupakan variabel terikat dalam penelitian yang diukur dengan salah satu rasio rentabilitas, yaitu dengan menggunakan ROI yang bertujuan untuk menilai keberhasilan perusahaan secara keseluruhan, yang secara umum didefenisikan sebagai net income dibagi dengan total investasi. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Return On Investment = Laba Bersih Sesudah Pajak x 100% Total Aktiva
3. Jenis Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data-data sebagai berikut:
a. Data Sekunder
Data sekunder perusahaan yaitu terdiri dari sejarah perkembangan perusahaan, struktur organisasi dan uraian tugas serta laporan keuangan yaitu berupa laporan arus kas, laporan hasil usaha cabang dan laporan piutang perusahaan.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd yang berlamat di jalan Perintis Kemerdekaan No. 15 Medan. Waktu dan penelitian dimulai dari 07 November 2009 sampai dengan 05 Maret 2010.
(22)
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data oleh yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: a. Studi dokumentasi
Penulis mengumpulkan informasi yang bersumber dari laporan keuangan PT.(Persero) Djakarta Lloyd Medan tahun 2005 sampai dengan 2008, serta data-data lainnya yang berkaitan dengan penelitian baik itu yang bersumber dari perusahaan itu sendiri maupun dari buku ilmiah dan literatur pendukung lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.
b. Teknik wawancara
Pada penelitian ini penulis melakukan tanya jawab langsung dengan karyawan yang berwenang memberikan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan karyawan bagian keuangan yang tentunya menangani masalah berkaitan dengan penelitian.
6. Metode Analisis Data
Penelitian dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya dengan menetapkan metode analisis data terlebih dahulu. Metode analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Metode Analisis Deskriptif
Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melakukan pengumpulan, penyusunan dan analisis data mengenai sejarah, struktur organisasi dan kegiatan berupa laporan keuangan sehingga dapat memberikan yang hasil akurat mengenai masalah yang dihadapi untuk melakukan penelitian.
b. Metode Analisis Korelasi Rank Spearman
Metode analisis korelasi Rank oleh Spearman spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau menguji signifikan hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang digunakan berbentuk ordinal, dan sumber data antara variabel tidak harus sama (Syafrizal et all 2008:47). Penulis menggunakan bantuan aplikasi komputer program SPSS versi
(23)
12,0 untuk mengerjakan metode ini. Korelasi Rank Spearmen (rs)
dihitung dengan rumus sebagai beikut:
1 61 2
2
n n
di rs
Dimana:
rs : Koefisien korelasi rank spearman
di : Selisih peringkat untuk setiap data n : Jumlah sampel atau data
Nilai rs menggambarkan besarnya hubungan antara variabel. Nilai rs
yang mendekati 1 berarti hubungan antara kedua variabel tersebut kuat dan bila nilai rs mendekati nol menggambarkan hubungan kedua
variabel tersebut lemah dan mendekati tidak ada.Tanda positif (+) menunjukkan arah hubungan dua variabel yang positif dan tanda negatif (-) menunjukkan arah hubungan dua variabel yang negatif. Interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1.3
Pedoman Untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,000 - 0,199 Sangat lemah
0,200 – 0,399 Lemah 0,400 – 0,599 Sedang 0,600 – 0,799 Kuat
0,800 – 1,000 Sangat Kuat
c. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan adalah untuk mengetahui signifikansi dari koefisien korelasi spearman dengan menggunakan uji-t. Rumus yang digunakan:
2 1
2
r n r t
(24)
Dimana:
t : Nilai t yang dihitung n : Jumlah sampel atau data r : Koefisien korelasi
Dalam pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : rs = 0, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel X dengan variabel Y.
H1 : rs≠ 0, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
X dengan variabel Y.
Kriteria pengambilan keputusan:
H0 diterima jika t tabel > thitung pada alpha = 5 %
(25)
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Sembiring (2003) yang berjudul “Analisa Kemampulabaan Dalam Penyaluran Kredit Gadai Pada Kantor Wilayah Perum Pegadaian Medan” dengan perumusan masalah “Bagaimanakah rasio kemampulabaan yang direalisasikan di Kantor Wilayah Perusahaan Umum Pegadaian Medan pada tahun 2001 dan 2002?”. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan dan analisis data dengan metode analisis deskriptif dan analisis deduktif yang menjelaskan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penyaluran kredit dengan kemampuan memperoleh laba dalam pengelolaan piutang perusahaan dari tahun 2001 sampai dengan 2002.
B. Pengertian Kemampuan Laba Perusahaan
Kemampulabaan (rentabilitas) adalah lebih penting dari masalah laba, karena laba yang besar saja belum cukup menggambarkan suatu ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja secara efektif dan efisien. Tingkat efisiensi perusahaan dapat diperoleh dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut.
Rentabilitas atau yang biasa disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti: kegiatan penjualan, kas, penyaluran kredit, modal, jumlah karyawan, keuntungan dan sebagainya (Harahap 2004:304). Rasio rentabilitas bertujuan bertujuan untuk mengukur keefektifan manajemen tercermin pada imbalan hasil dari investasi melalui kegiatan penjualan.
Analisis rentabilitas terdiri dari pengujian yang dipakai untuk mengevaluasi kinerja pendapatan-pendapatan perusahaan selama tahun tertentu (Simamora 2000:358). Hasil pengujian akan dikombinasikan dengan data lainnya guna meramalkan pendapatan potensial perusahaan yang dianggap penting bagi kalangan manajer, kreditor, dan pemegang saham oleh karena dalam waktu yang
(26)
panjang perusahaan harus beroperasi dengan laba yang memuaskan agar bisa terus bertahan.
Beberapa rasio kemampulabaan yang tergolong ke dalam rasio rentabiitas perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Marjin Laba (Profit Margin) 2. Return on Asset (Asset Turnover)
3. Return on Investment (Return on Equity) 4. Return on Total Asset
5. Basic Earning Power
6. Earning Per Share
7. Contribution Margin
C. Manajemen Piutang
1. Pengertian Manajemen Piutang
Melihat kondisi persaingan yang semakin tajam pada saat sekarang, akan memaksa perusahaan untuk berlomba memberikan kemudahan dalam persyaratan penjualan. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengubah syarat pembayarannya kemudian perusahaan dapat menjual produknya yang semula dengan cara tunai dan seterusnya diubah dengan cara kredit. Dengan demikian akan timbul piutang, semakin longgar persyaratan yang diberikan resiko adanya piutang tak tertagih juga semakin besar yang apabila kebiasaan pelanggan dalam membayar mengalami hambatan.
Masalah piutang ini menjadi begitu penting dalam kaitannya dengan perusahaan manakala harus menentukan berapa jumlah piutang yang optimal. Di samping itu piutang harus dikelola dengan efektif yang menyangkut tentang laba atau tambahan laba yang diperoleh dengan perubahan kebijakan penjualan dengan beban yang timbul karena adanya piutang.
Piutang dapat diartikan sebagai suatu bentuk tagihan yang timbul dari aktivitas penjualan yang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap aktivitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya dan merupakan bagian penting dari total aktiva lancar perusahaan (Warren 2005:324).
(27)
Piutang merupakan suatu bentuk tagihan yang menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva yang berasal dari penjualan yang merupakan kegiatan usaha normal perusahaan dari setiap pelanggan yang telah dilakukan penagihan selama beberapa periode berjalan dengan tujuan berupa penambahan kas perusahaan (Soemarso 2002:338).
Menurut (Syamsudin 2002:255), “untuk mempertahankan langganan yang baru maka perusahaan pada umumnya melakukan penjualan secara kredit”. Credit term atau yang biasa disebut persyaratan-persyaratan kredit mungkin berbeda dari satu jenis usaha ke jenis usaha lainnya, tetapi untuk perusahaan yang bergerak dalam jenis usaha yang sama biasanya memberikan atau memperlakukan para langganan tertentu baik dalam rangka membantu langganan tersebut maupun untuk menariknya agar mau menjadi langganan tetap perusahaan.
Piutang merupakan suatu post penting dalam perusahaan karena dengan diadakannya kebijakan penjualan kredit kepada konsumen maka biasanya hal ini akan diikuti oleh volume penjualan yang semakin besar dibandingkan dengan kebijakan penjualan secara tunai. Persyaratan kredit dalam perusahaan tersebut bekecimpung, atau dengan kata lain persyaratan kredit tidak hanya mempengaruhi pola pengumpulan piutang. Kebijakan kredit disini dimaksudkan sebagai kredit yang digunakan oleh perusahaan dalam menentukan kepada siapa penjualan kredit tersebut akan diberikan sedangkan kebijakan pengumpulan piutang menunjuk kepada usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengumpulkan piutang atas penjualan kredit yang diberikan dalam waktu yang lebih singkat. Penjualan kredit yang pada akhirnya akan menimbulkan hak pengalihan atau piutang kepada langganan, sangat erat hubungannya dengan persyaratan kredit yang diberikan. Sekalipun pengumpulan piutang sering tidak tepat pada waktu yang ditentukan, namun sebagian besar dari piutang tersebut terkumpul sering terkumpul dalam jangka waktu yang kurang dari setahun. Dengan alasan itulah maka piutang dimaksudkan sebagai salah satu komponen aktiva lancar perusahaan. Pos piutang dalam neraca biasanya merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva lancar dan oleh karenanya perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar piutang ini dapat di atur (manage) dengan terapan yang seefektif mungkin.
(28)
Pengertian piutang adalah “aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan penjualan kredit.” Kebijakan penjualan kredit ini merupakan kebijakan yang dilakukan dalam dunia bisnis untuk merangsang minat para pelanggan. Jadi, kebijakan ini diperbolehkan dilakukan untuk memperluas pasar dan memperbesar hasil penjualan. Tentu saja kebijakan kredit ini akan menimbulkan resiko bagi perusahaan akibat tidak dapat ditagihnya sebagian atau bahkan mungkin seluruh dari piutang tersebut. Oleh karena itu maka memperhitungkan biaya atas resiko tidak dapat ditagihnya piutang tersebut dalam bentuk bad debt expense.
Menurut (Riyanto 2001:5) ”penjualan kredit tidak segera mengshasilkan penerimaan kas, tetapi menimbulkan piutang langganan, dan barulah kemudian pada hari jatuh temponya terjadi aliran kas masuk (cash inflows) yang berasal dari pengumpulan piutang tersebut”. Dengan demikian maka piutang (receivables) merupakan elemen modal kerja yang juga selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran kerja yaitu Kas inventory Piutang Kas.
Keadaan yang normal dan dimana pada umumnya dilakukan dengan kredit, piutang mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi dari pada inventory, karena perputaran dari piutang ke kas membutuhkan satu tahapan saja. Manajemen piutang merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan yang menjual produknya dengan kredit. Manajemen piutang terutama adalah yang menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang, pengendalian pemberian dan pengumpulan piutang, dan juga evaluasi terhadap politik kredit yang dijalankan oleh perusahaan.
2. Penggolongan Piutang
Piutang merupakan semua hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang atau jasa terhadap seseorang atau perusahaan lain atas penjualan kredit yang dilakukan. Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang yang timbul di luar kegiatan usaha normal
(29)
perusahaan digolongkan sebagai piutang lain-lain (Ikatan Akuntansi Indonesia 2001:paragraph ke 7).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa piutang dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar sebagai berikut:
1. Piutang Dagang 2. Piutang Non Dagang 1. Piutang Dagang
Piutang dagang atau sering disebut juga piutang usaha merupakan perluasan kredit jangka pendek kepada pelanggan. Pembayarannya biasa dilakukan pada jatuh tempo 30 sampai dengan 50 hari. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan seperti faktur pesanan penjualan dan penyerahan. Biasanya piutang dagang tidak melibatkan bunga, meskipun bunga atau biaya jasa dapat ditambahkan bilamana pembayarannya tidak dilakukan dalam periode tertentu.. Piutang dagang merupakan jenis piutang yang paling sering ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar. Piutang dagang dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu:
a. Piutang Usaha b. Piutang Wesel a. Piutang Usaha
Piutang usaha adalah jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis yang normal. Seperti telah dijelaskan, piutang timbul dari transaksi penjualan kredit. Transaksi penjualan kredit terjadi apabila ada kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai harga, jenis barang maupun saat pembayaran. Kemudian penjual menerbitkan faktur penjualan sebagai dasar untuk pencatatan penjualan dan selanjutnya akan terjadi piutang usaha.
b. Piutang Wesel
Piutang wesel adalah tuntutan terhadap debitur yang dibuktikan dengan janji tertulis untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang ditentukan yang dimintakan oleh penjual atau dibuat sendiri oleh debitur dan biasanya digunakan untuk periode kredit lebih dari enam puluh hari (Warren 2005:392). Piutang
(30)
wesel atau wesel tagih menurut jenisnya dapat dibedakan atas wesel tagih berbunga dan wesel tagih tanpa bunga.
1) Wesel Tagih Berbunga
Wesel tagih berbunga dinyatakan oleh suatu tingkat bunga tertentu dan jangka waktu jatuh temponya. Saat jatuh tempo yang menandatangani wesel harus membayar sejumlah nilai nominal wesel ditambah bunga terhutang. Pada wesel tagih berbunga, tingkat bunga wesel dinyatakan secara spesifik demikian juga jangka waktu jatuh temponya.
2) Wesel Tanpa Bunga
Pada wesel tagih tanpa bunga, pembayaran yang akan diterima pada tanggal jatuh temponya akan sama dengan nilai nominal yang dinyatakan dalam surat wesel tersebut.
2. Piutang Non dagang
Piutang non dagang meliputi seluruh jenis piutang lainnya dan piutang non dagang ini timbul dari berbagai transaksi, seperti halnya:
1. Penjualan sekuritas atau harta benda lain selain persediaan.
2. Uang muka kepada pemegang saham, para direktur, pejabat, karyawan, dan perusahaan afiliasi.
3. Setoran atau deposito kepada kreditur, perusahaan utilitas (perum) dan instansi-instansi lainnya.
4. Pembayaran dimuka atas pembelian.
5. Panjar untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran biaya. 6. Tuntutan atas kerugian atau kerusakan.
7. Tuntutan atas rabat dan restitusi pajak. 8. Harga saham yang masih harus diagih. 9. Piutang deviden dan bunga.
Piutang juga dapat diklasifikasikan menurut lamanya tanggal jatuh tempo yaitu piutang lancar atau piutang jangka pendek dan piutang tak lancar atau piutang jangka panjang. Piutang lancar merupakan piutang yang dapat ditagih dalam jangka waktu satu tahun atau dalam satu siklus operasi normal. Piutang tak lancar merupakan piutang yang dapat ditagih dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.
(31)
D. Piutang Tak Tertagih
Perusahaan besar kebanyakan menggunakan metode penyisihan untuk mengestimisasi besarnya piutang tak tertagih. Saldo Beban Piutang Tak Tertagih biasanya dilaporkan dalam laporan laba rugi periode berjalan sebagai beban administratif. Klasifikasi ini digunakan karena tugas-tugas pemberian kredit dan penagihan biasanya merupakan tanggung jawab departemen dalam bidang administratif. Berikut cara-cara penghapusan dan penyisihan piutang tak tertagih (Warren 2005:395):
1. Penghapusan Akun Penyisihan
Apabila piutang usaha dari pelanggan dapat dipastikan tak tertagih sama sekali, maka piutang tersebut dihapuskan dari akun penyisihan perusahaan sebagai berikut, contoh:
21 Jan Penyisihan Piutang Tak Tertagih... 600
Piutang Usaha – PT. DL... 600 Untuk Menghapus Piutang Tak Tertagih
Otorisasi untuk mendukung ayat junal ini harus datang dari manager yang telah ditunjuk dan biasanya harus berbentuk tertulis. Jumlah total akun penyisihan yang dihapus selama suatu periode jarang sekali dapat sama dengan jumlah akun penyisihan pada awal periode. Akun penyisihan akan memiliki saldo kredit pada akhir periode jika penghapusan yang dilakukan selama periode tersebut lebih kecil dari saldo awal. Akun penyisihan akan memiliki saldo debit jika penghapusan lebih besar dari saldo awal. Namun, setelah ayat jurnal penyesuian akhir tahun dibuat, akun penyisihan akan memiliki saldo kredit.
Piutang usaha yang telah dihapuskan dari akun penyisihan mungkin saja dapat ditagih di kemudian hari. Jika itu terjadi, piutang tersebut harus ditimbulkan kembali dengan ayat jurnal yang merupakan kebalikan dari ayat jurnal pengahapusan. Kas yang diterima sebagai pembayaran harus dicatat sebagai penerimaan pembayaran piutang. Sebagai contoh, asumsikan bahwa piutang sebesar $600,- yang telah dihapuskan sebelumnya ternyata kemudian dapat ditagih pada tanggal 10 Juni. Ayat jurnal untk menimbulkan kembali piutang dan ayat jurnal untuk mencatat penagihan adalah sebagai berikut:
(32)
10 Juni Piutang Usaha – PT. DL... 600
Penyisihan Piutang Tak Tertagih... 600 Untuk menimbulkan kembali piutang
yang telah dihapus sebelumnya 10 Juni Kas
Piutang Usaha – PT. DL... 600
Untuk mencatat penagihan piutang... 600
Kedua ayat jurnal tersebut di atas dapat digabungkan dalam perhitungannya. Namun, pencatatan dua ayat jurnal terpisah seperti d iatas dalam akun pelanggan dengan catatan yang memadai mengenai penghapusan dan pemunculan kembali, akan menyediakan informasi kredit yang lebih bermanfaat bagi perusahaan sehingga pengertian akan data yang diperlukan juga semakin mudah didapat.
2. Penyisihan Berdasarkan Saldo Piutang
Penyisihan piutang tak tertagih yang didasarkan atas saldo piutang dapat dilakukan dengan jalan menetapkan suatu persentase terhadap saldo piutang. Biasanya saldo yang dipakai adalah saldo rata-rata piutang selama per periode. Untuk menjelaskan cara ini dapat dilihat pada laporan hasil piutang PT. DL yang dapat disimpulkan untuk tahun 2007 berdasarkan penyisihan piutang piutang tak tertagih dihitung sebesar 5% dari saldo rata-rata piutang. Penyisihan piutang tak tertagih pada tanggal 31 Desember 2007 adalah sebagai berikut:
Saldo Piutang rata-rata = Rp. 1.726.040.000 x 5% 2
Penyisihan Piutang Tak Tertagih = Rp. 43.151.000,-
Jumlah penyisihan sebesar Rp. 43.151.000 ini harus muncul di neraca sebagai saldo pos penyisihan piutang tak tertagih. Jumlah inilah yang dikurangkan ke akun piutang dagang untuk memperoleh nilai piutang yang diharapkan dapat diterima. Untuk menentukan jumlah yang dicatat sebagai beban, maka perlu diperhatikan saldo awal pos penyisihan piutang tak tetagih. Apabila sebelumnya akun penyisihan bersaldo kredit sebesar Rp. 15.256.125, maka beban piutang tak tertagih selama tahun 2007 adalah Rp. 27.894.875 (Rp. 43.151.000 dikurangi
(33)
dengan Rp. 27.894.875). Perhatikan hubungan antara akun penyisihan piutang tertagih dan beban piutang tak tertagih sebagai berikut:
Saldo sebelum Jurnal penyesuaian 15.256.125 Pembebanan biaya piutang tak tetagih 27.894.875
Saldo akhir 43.151.000,-
Ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat dapat dilihat sebagai berikut: Beban piutang tak tertagih... 27.894.875
Penyisihan piutang tak tertagih... 27.894.875 Setelah ayat jurnal penyesuaian tersebut di atas akun penyisihan piutang tak tetagih akan bersaldo Rp. 43.151.000 dan ini memang jumlah yang dikehendaki pada akhir tahun.
3. Penyisihan Berdasarkan Saldo Penjualan
Penyisihan perhitungan piutang tak tertagih berdasarkan dengan cara ini dilakukan dengan menetapkan suatu presentase tertentu terhadap penjualan. Sedapat mungkin angka penjualan yang dipakai adalah penjualan kredit. Akan tetapi, apabila untuk memperoleh angka tersebut diperlukan terlalu banyak waktu dan biaya maka persentase dapat juga didasarkan atas total penjualan. Jika perbandingan antara penjualan tunai dan penjualan kredit tidak banyak mengalami perubahan, hasil yang diperoleh akan cukup memuaskan.
Penjelasan cara tersebut dapat dikemukakan yaitu anggaplah bahwa penjualan kredit bersih selama tahun 2007 berjumlah Rp. 1.205.376.000 dan manajemen perusahaan menetapkan bahwa penyisihan dihitung sebesar 1/5% dari penjualan. Piutang tak tertagih selama tahun 2007 dapat dihitung: 1/5% x Rp. 1.205.376.000 = Rp. 2.410.752. Dalam metode persentase penjualan, jumlah ini merupakan beban piutang tak tertagih yang harus dibuat dan dicatat dalam kegiatan tahun berjalan. Ayat jurnal penyesuaian yang harus dibuat adalah sebagai berikut:
Beban piutang tak tertagih... 2.410.752
Penyisihan piutang tak tertagih... 2.410.752
Perhatikan bahwasanya dalam metode persentase penjualan, beban piutang tak tertagih tidak dipengaruhi oleh saldo akun penyisihan sebelum adanya ayat
(34)
jurnal penyesuaian. Dalam metode persentase saldo piutang, jumlah beban piutang tak tertagih ditentukan olehnya.
Apabila setelah beberapa waktu terlihat bahwa saldo akun penyisihan piutang tak tertagih menjadi terlampau besar, oleh karena jumlah yang betul-betul dihapuskan lebih kecil, maka persentase yang diterapkan mungkin perlu direvisi kembali.
E. Return On Investment
Pada penelitian ini untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba maka penulis menggunakan salah satu rasio rentabilitas, yaitu:
Return On Investment (ROI). ROI merupakan suatu alat yang biasa digunakan untuk menilai kesuksesan atau prestasi perusahaan secara keseluruhan, yang secara umum didefenisikan sebagai net income dibagi dengan total investasi. Rasio Return On Investment (ROI) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Munawir 2004:104):
ROI = Laba Bersih Sesudah Pajak x 100%
Total Aktiva
Menurut (Kuswadi 2004:190), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dibandingkan dengan jumlah dana yang ditanam dalam perusahaan. Dengan demikian rasio ini menunjukkan efektivitas penggunaan dana dilihat dari perputarannya dalam suatu. Makin besar rasio perputarannya, sehingga memperbesar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Melalui ROI dapat memberikan indikasi kepada kita tentang baik-buruknya manajemen dalam melaksanakan dalam melaksanakan kegiatan baik dalam kontrol maupun pengelolaan aktiva. Besarnya laba bersih operasi yang diterima perusahaan dipengaruhi oleh perputaran dana yang ditanam.
Kelebihan yang dimiliki ROI sehingga digunakan sebagai alat pengukur prestasi kinerja manajer dalam perusahaan adalah sebagai berikut:
(35)
a. Mendorong manajer untuk memfokuskan pada keterkaitan dengan hubungan (relationship) antara penjualan (sales), biaya (expenses) dan investasi (investment) khususnya untuk manajer pusat investasi.
b. Mendorong para manajer untuk memfokuskan pada efisiensi biaya. c. Mendorong para manajer untuk mengoperasikan aktivanya secara efisien.
ROI dalam suatu perusahaan dapat ditingkatkan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a. Meningkatkan penjualan
Peningkatan penjualan dapat dilakukan dengan cara menaikkan harga jual produk tanpa harus meningkatkan biaya variabel per unit ataupun biaya tetap. Imbalan atas penjualan akan meningkat dan hal ini terjadi setiap kali kenaikan persentase jumlah biaya lebih kecil daripada kenaikan jumlah rupiah penjualan. Kenaikan penjualan juga meningkatkan putaran aktiva sepanjang tidak terjadi kenaikan proporsional dalam aktiva.
b. Pemangkasan beban
Pemangkasan beban merupakan pendekatan pertama yang dilakukan oleh manajer manakala menghadapi kemerosotan penjualan. Hal ini dapat dilakukan dengan bebrapa cara, yaitu:
1) Menelaah biaya tetap diskresioner, baik unsur biaya maupun program-program yang membentuk suatu paket biaya tetap diskresioner, dan kemudian mencari biaya yang dapat dipotong dengan segera.
2) Mencari cara-cara untuk membuat para karyawan bekerja secara lebih efisien dengan membuang duplikasi, waktu bukan nilai tambah, atau waktu perbaikan mesin, dan dengan meningkatkan muatan kerja karayawan.
c. Mengurangi asset
Pengguntingan terhadap kelebihan investasi dalam perusahaan dapat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap putaran aktiva dan karenanya juga terhadap putaran aktiva dan karenanya juga terhadap angka ROI. Pengurangan investasi-investasi yang tidak perlu kerap memerlukan pelepasan maupun penghapusan aktiva-aktiva yang tidak produktif ataupun tidak lagi dipergunakan.
(36)
F. Rasio Aktivitas Piutang
Penulis hanya mengambil 2 (dua) jenis rasio aktivitas yang tentunya berkaitan dengan piutang. Namun, pengertian rasio aktivitas itu sendiri adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur keefektifan perusahaan dalam menggunakan aktivanya. Rasio aktivitas yang berkaitan dengan piutang dalam pemabahasan ini adalah:
1. Rasio Perputaran Piutang Dagang (Receivable Turnover Ratio)
Piutang dagang timbul karena penjualan barang dagangan secara kredit. Penjualan barang dagangan di samping di laksanakan dengan tunai juga dilakukan dengan pembayaran kemudian untuk memertinggi volume penjualan.
Rasio perputaran piutang dagang adalah besarnya rasio perputaran total penjualan kredit terhadap saldo piutang rata-rata selama periode tertentu (biasanya setahun) dan hasilnya merupakan gambaran tentang jangka waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah piutang menjadi uang tunai. Semakin tinggi rasio putaran piutang dagang maka akan semakin baik, karena akan semakin singkat periode waktu antara pencatatan penjualan dan penagihan kas dari penjualan tersebut.
Bentuk perhitungan dari rasio perputaran piutang (Harahap 2004:308), adalah sebagai berikut:
Rasio Perputaran Piutang Dagang = Penjualan Kredit Bersih
Piutang rata-rata
2. Periode Rata-Rata Pengumpulan Piutang (Average Collection Period) Angka ini menunjukkan berapa lama perusahaan melakukan penagihan piutang. Semakin pendek periodenya maka akan semakin baik bagi perusahaan. Bentuk perhitungan dari rasio ini (Munawir 2004:102), dapat dilihat dengan perhitungan rumus sebagai berikut:
Periode Rata-rata Pengumpulan Piutang = 360
(37)
G. Laporan Keuangan
Pembuatan laporan keuangan tidak dapat diabaikan. Hal ini mutlak dilakukan karena di dalam laporan keuangan terhimpun informasi-informasi keuangan dari suatu perusahaan yang sangat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan sebagai dasar untuk mengambil keputusan-keputusan yang ekonomis dalam perusahaan. Keputusan yang diambil oleh para pemakai laporan keuangan dapat berupa keputusan investasi, pemberian pinjaman, maupun manajemen dalam pengelolaan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasinya. Melalui laporan keuangan juga dapat dilihat bagaimanan suatu pihak manajemen dalam perusahaan mengelola sumber daya yang dimilikinya.
Laporan keuangan dapat menjadi bahan sarana informasi bagi seseorang untuk menganalisis kondisi keuangan suatu perusahaan sehingga akan dapat dinilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Dengan mengenal laporan keuangan berarti telah mempunyai arah, mengetahui apa yang akan dicapai, mengetahui banyaknya rekening yang harus disediakan dalam sistem pencatatan, mengetahui informasi apa yang harus disediakan, dan pada akhirnya akan dapat membayangkan hubungan antara tempat mencatat atau alat pencatatan, yang disebut rekening dengan informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan (Munawir 2002:12).
Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah berupa data yang menggambarkan perkembangan posisi keuangan dan aktivitas perusahaan secara periodik, sehingga dapat dikatakan bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses anggaran kas yang disusun secara sistematis sehingga menggambarkan hasil operasional perusahaan pada periode akuntansi yang bersangkutan.
Pemaparan laporan keuangan dan beberapa pengertian mengenai laporan keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Menurut (Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian 2002:38) :
”Laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi antar data
(38)
keuangan atau aktivitas perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data-data atau aktivitas tersebut”.
b. Menurut (Djarwanto 2001:5) :
”Laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan”.
c. Menurut (Harahap 2004:105) :
”Laporan keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu”.
Tujuan dari laporan keuangan menurut Prisip Akuntansi Indonesia pada tahun 1984 ialah:
1. Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
2. Memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh usaha.
3. Memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan di dalam menaksirpotensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
4. Memberikan informasi mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai akivitas pembiayaan dan investasi.
5. Mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut oleh perusahaan.
Sifat dan keterbatsan yang dimiliki oleh laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Oleh karena itu laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.
(39)
2. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu atau pihak khusus saja seperti pihak yang akan membeli perusahaan.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh secara material terhadap kelayakan laporan keuangan.
5. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya.
6. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan
7. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan.
(40)
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Berdirinya PT. (Persero) Djakarta Lloyd
PT. (Persero) Djakarta Lloyd adalah perusahaan pelayaran niaga pertama yang dimiliki oleh negara. Kelahirannya lebih bermodalkan tekad dan semangat perjuangan pendirinya yakni pejuang perang kemerdekaan dari Angkatan Laut Republik Indonesia.
Seperti halnya bangsa Indonesia, PT. (Persero) Djakarta Lloyd telah mengalami pasang surut bersama-sama. Meski begitu, PT. (Persero) Djakarta Lloyd tidak pernah melalaikan misinya yaitu sebagai perusahaan pelayaran niaga dan sekaligus sebagai flag carrier ke seluruh penjuru dunia, dan senantiasa mendukung program-program pemerintah di bidang ekonomi dan akan selalu siap membantu pemerintah dalam memelihara pertahanan dan keamanan nasional. Jadi tidaklah berlebihan jika eksistensinya menjadi perhatian pemerintah dari waktu ke waktu dan sebagai BUMN diharapkan mampu berkembang dan memberikan kontribusi yang positif bagi negara.
PT. (Persero) Djakarta Lloyd berdiri di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh Darwis Djamin yang seorang komandan Angkatan Laut Pangkalan IV Tegal bersama rekannya yang bernama Mr. Sundoro Budhyarto ditambah dengan 25 orang perintis lainnya dengan akte notaris Raden Kadiman nomor 83. Perusahaan ini dapat diketahui berkedudukan di jalan Pintu Besar Utara nomor 18 Djakarta Kota. Untuk dana pendirinya sementara dipikul bersama oleh para perintis dalam bentuk saham @1000 golden ditambah lagi dari hasil penjualan barang-barang mesin dari gudang peralatan bekas peninggalan tentara Belanda. Pada saat pendirian itu, para perintis belum menerima gaji dan mereka menyumbangkan tenaga secara sukarela.
Perusahaan pelayaran Samudera nasional pertama adalah PT. (Persero) Djakarta Lloyd dengan nama status badan usaha Namlore Venoschap (N.V) Djakarta Lloyd dengan mengoperasikan dua buah kapal uap masing-masing SS “Djatinegara” dan SS “Djakarta Raya”. Pada tahun 1961, dengan Peraturan Pemerintah nomor 108 tepatnya pada tanggal 17 April 1961 Namlore Venoschap
(41)
(N.V) berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Djakarta Lloyd dan perusahaan berkembang dengan sangat pesat sampai pada tahun 1970 dengan mengoperasikan 22 buah kapal ke seluruh penjuru dunia. Kemudian pada tahun 1974 berdasarkan PP nomor 20/1974 terhitung mulai tanggal 29 Juni 1974 Perusahaan Negara Djakarta Lloyd kembali berubah status menjadi bentuk PT (Perseroan Terbatas) sebagai Badan Usaha Milik Negara.
Semenjak tahun 1980 sampai tahun 1983, sesuai dengan Peraturan Undang-Undang mengenai penarikan kapal-kapal tua (telah berumur 25 tahun ke atas), maka kapal-kapal PT. (Persero) Djakarta Lloyd kemudian ditarik dan diremajakan oleh pemerintah sehingga perusahaan memperoleh 8 buah kapal baru yaitu: 3 buah kapal Full Container dan 5 buah kapal Semi Container. Selama tahun 1984, PT. (Persero) Djakarta Lloyd menerima jumlah pemuatan pembongkaran yang cukup besar dan akhirnya kegiatan ini diserahkan kepada anak perusahannya yaitu PT. Dharma Lautan Nusantara (DLN) yang didirikan pada tahun 1986. PT. Dharma Lautan Nusantara diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola terminal dengan jenis kegiatan seperti bongkar muat, pergudangan, pengangkutan, dan penyerahan barang di pelabuhan bagi kapal-kapal PT. Djakarta Lloyd atau keagenannya maupun kapal lainnya yang menyinggahi pelabuhan.
Pada tahun 1996 PT. (Persero) Djakarta Lloyd hanya mengoperasikan 6 buah kapal, karena setelah tahun 1990 terdapat 8 unit kapal yang tidak dianggap ekonomis lagi. Kemudian pada tahun 1995, 2 unit kapal Semi Container dijual dan sebagai akibatnya pada tahun 1996 perusahaan hanya mengoperasikan 6 unit kapal saja.
Pemerintah memberi bantuan kembali kepada PT. (Persero) Djakarta Lloyd dengan menerima 9 unit kapal baru tipe Caraka Jaya Niaga III dengan kapasitas masing-masing 20 Teus yang beroperasi atau melayani antar pulau dan jalur dekat samudera yang terjadi pada tahun 1997 sampai 1998. Antara tahun 1999 sampai tahun 2000 perusahaan kembali memperoleh tambahan 5 unit kapal tipe Palwo Buwono, terdiri dari 2 unit yang berkapasitas 1600 dan 3 unit kapal berkapasitas 400 Teus.
Pada tahun 2000 PT. (Persero) Djakarta Lloyd menerima sertifikat ISO 2000 dan penghargaan SMC dalam hal penerapan Standar Kualitas ISO 9000/TQM dan
(42)
Sistem Manajemen Keselamatan. Selain itu PT. (Persero) Djakarta Lloyd membuka kantor cabang di beberapa propinsi dan salah satunya berada di kota Medan tepatnya di jalan Perintis Kemerdekaan nomor 15. PT. (Persero) Djakarta Lloyd membuka cabang di kota Medan karena sebuah pelabuhan yang ada di Belawan dan ternyata cukup memadai untuk membuka usaha di bidang jasa pelayaran yang sebagaimana sesuai aktivitas perusahaan.
PT. (Persero) Djakarta Lloyd sebagai sebuah perusahaan besar mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan. Visi perusahaan adalah menuju kepada perusahaan pelayaran samudera yang sehat secara operasional dan finansial serta menjadi operator pelayaran yang handal di tingkat nasional, regional, dan internasional. Sedangkan misinya melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah di bidang ekonomi pada umumnya dan di bidang angkutan laut pada khususnya. PT. (Persero) Djakarta Lloyd juga memiliki budaya perusahaan yang harus diterapkan oleh para pegawainya sebagai berikut:
1. Profesionalisme
2. Kerja keras dan produktif 3. Taat azas keterbukaan 4. Taat azas kebersamaan 5. Taat azas tanggungjawab 6. Berlandaskan iman dan taqwa
B. Struktur Organisasi PT. (Persero) Djakarta Lloyd Medan
Struktur organisasi adalah suatu bentuk kerangka yang dapat menunjukkan kedudukan, tugas dan wewenang anggota perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi mempermudah kita untuk melihat dengan jelas hubungan antara bagian dengan bagian lainnya dan tanggung jawab masing-masing bagian yang ada dalam perusahaan.
Struktur organisasi PT. (Persero) Djakarta Lloyd Medan, merupakan sruktur organisasi garis dan staff, dimana wewenang berjalan lurus dari kepala cabang kepada setiap kepala bagian samapi ke kepala sub atau bagian departemen seperti yang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
(43)
1. EDI SUWANTO 1. MARDI 1. MUHAMMAD ASRUL
2. ISKANDAR ZULKARNAEN 2. MIRNANTALIA 2. RENI PUSPITA
3. RENI 3. AGUS MUIS
4. SALAMUDDIN 5. RAZALI
6. AKHIRUDDIN
GAMBAR 3.1 : STRUKTUR ORGANISASI PT. (PERSERO) DJAKARTA LLOYD SUMBER : PT. (PERSERO) DJAKARTA LLOYD
KABAG TRAFFIC SUMARLIN GINTING
KABAG KEUANGAN DIANA NAIBAHO
KABAG MARKETING SILVA PRIYANI KEPALA CABANG
(44)
1. Pembagian Kerja PT. (Persero) Djakarta Lloyd
Fungsi dan tugas dari masing-masing bagian berdasarkan struktur organisasi yang telah dibuat oleh perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tugas Pokok Kepala Cabang:
a. Mewakili dan melindungi perusahaan di daerah masing-masing. b. Mewakili dan membantu kantor pusat dalam melayani kapal. c. Bertindak sebagai agen dalam melayani kapal-kapal keagenan. Tugas Bagian Traffic:
a. Menerima muatan untuk dikapalkan atas nama principle/kantor pusat. b. Melaksanakan booking muatan dan menyampaikan laporan pembukuan
muatan ke kantor pusat.
c. Mempersiapkan looding list dan menyampaikan laporannya kepada kapal dan usaha bongkar muat.
d. Mempersiapkan dokumen muatan, seperti Mates Receipt, Bill of Lading
dan Manifest.
e. Mendatangani atas nama principle.
f. Memonitor serta mengawasi dan bila perlu memberikan petunjuk atau teguran atas pelaksanaan B/M supaya dapat dicapai Quick Dispatch dan
Proper Cargo Handling.
g. Mempersiapkan P.U dari muatan yang ada di atas kapal untuk diserahkan ke Bea Cukai.
h. Mengadakan tindakan preventif akan timbulnya kerusakan atau kehilangan barang.
i. Ikut mengatur penyerahan barang kepada consignee melalui penukaran B/L dengan DO (biaya) OPP/OPT sewa gudang, dan lain-lain di tarik oleh perusahaan Bongkar Muat.
j. Menyelesaikan Claim yang di terima dalam batas-batas wewenang yang digariskan oleh kantor pusat.
Pada bagian Traffic ini kebala bagian mempunyai langsung enam anggota tanpa ada pembagian sturuktur lebih luas lagi. Ini dilakukan untuk efisiensi dan perampingan struktur perusahaan.
(45)
Tugas Bagian Keuangan:
a. Melaksanakan Freight Collection dan mengadakan administrasi freight
yang baik sesuai dengan petunjuk kantor pusat.
b. Melaksanakan pembayaran biaya pelabuhan dan biaya kapal lainnya atas perintah kantor pusat.
c. Pelaksanaan dan penerimaan dilaksanakan dengan Imprest Fund System. d. Melaksanakan verifikasi atas nota disburtment yang di terima dan
menyampaikan nota biaya tersebut ke kantor pusat.
e. Menyusun anggaran overhead cabang dan anggaran arus kas serta mengatur penyediaan dana dan pembayarannya.
d. Meyampaikan laporan biaya overhead ke kantor pusat di sertai dengan bukti pengeluarannya.
Pada bagian Keuangan ini kebala bagian mempunyai langsung tiga anggota bawahan tanpa ada pembagian sturuktur lebih luas lagi seperti pada bagian traffic juga. Ini dilakukan untuk efisiensi dan perampingan struktur perusahaan.
Tugas Bagian Marketing:
a. Melaksanakan pengisian dan penjualan ruangan kapal.
b. Melakukan Cargo Canvassing di daerahnya dengan memperhatikan garis-garis petunjuk yang diberikan oleh kantor pusat.
c. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pemilik muatan baik pelayanan sebelum penjualan maupun purna jual.
d. Melaksanakan fungsi pemasaran, yaitu: 1) penelitian dan analisis pasar 2) intelijensi dan analisis pasar 3) pengkajian pelanggan 4) laporan pemasaran
Pada bagian Marketing ini kebala bagian mempunyai dua anggota bawahan langsung tanpa ada pembagian sturuktur lebih luas lagi seperti pada bagian traffic dan bagian keuangan sebelumnya. Ini dilakukan untuk efisiensi dan perampingan struktur perusahaan.
(46)
C. Kebijakan Perkreditan/Piutang PT. (Persero) Djakarta Lloyd
Kebijakan pemberian kredit/piutang oleh perusahaan dikategorikan ke dalam persyaratan sebagai berikut:
1. Pemberian Kredit dan Penagihan Piutang
a. Bagian pemasaran Bisnis Unit harus memisahkan pelanggan yang akan diberikan fasilitas pembayaran secara kredit. Bila pelanggan tersebut adalah pelanggan baru maka diharuskan membayar secara tunai, kecuali atas persetujuan Pimpinan Bisnis Unit dapat diberikan fasilitas pembayaran secara kredit kepada pelanggan lama dengan pertimbangan ketertagihan piutang ke pelanggan lama untuk terdahulu melalui Datar Umum Piutang (DUP), Laporan Pemasaran dan Penyelesaian Piutang (LPPP) yang diperoleh dari bagian keuangan.
b. Pos bagian pemasaran kemudian mengirimkan analisa status pemberian kredit yang dilampiri kas lancar atau setidaknya pembayaran terdahulu kepada kepala Bagian Pemasaran Bisnis Unit.
c. Kepala Bagian Pemasaran Bisnis Unit akan mengotorisasi persetujuan pemberian kredit yang berstatus lancar dan meneruskan ke Pimpinan Bisnis Unit untuk disetujui. Untuk pelanggan yang status kreditnya tidak lancer persetujuannya adalah wewenang Pimpinan Bisnis Unit.
d. Pimpinan Bisnis Unit berwenang untuk menyetujui permintaan kredit yang diajukan pelanggan lama baik pelanggan yang kreditnya lancar atau sebaliknya.
e. Bagian Pemasaran Bisnis Unit akan melengkapi aplikasi permohonan kredit oleh pelanggan setelah permohonan tersebut disetujui oleh Pimpinan Bisnis Unit dan untuk selanjutnya diserahkan ke Bagian Keuangan. Pelanggan dapat mengetahui dan menerima penejelasan permohonan kreditnya setelah adanya konfirmasi dari pihak manajemen PT. (Persero) Djakarta Lloyd. f. Bagian Keuangan harus melakukan penagihan atas piutang-piutang yang
telah jatuh tempo. Apabila pelanggan belum juga melunasi hutangnya yang telah jatuh tempo maka Bagian Keuangan harus menjelaskan kepada pelanggan tersebut tentang batasan waktu kredit yang telah diberikan dan meminta konfirmasi kapan pembayaran akan dilakukan.
(47)
g. Bagian Keungan telah setuju kapan hari dan tanggal jatuh tempo harus menjelaskan konsekwensi atau resiko ke pelanggan yang belum melunasi tagihannya yaitu transaksi berikutnya harus Cash on Delivery atau pelayanan ditangguhkan sampai piutangnya dilunasi kecuali atas persetujuan Pimpinan Bisnis Unit.
i. Seperti biasa yaitu Bagian Keuangan harus mengirimkan Surat Peringatan (SP) ke 1 (satu) dan seterusnya sampai dengan Surat Peringatan (SP) ke 3 (tiga) atau dengan interval Surat Peringatan (SP) setiap minggu apabila setelah 15 hari dari tanggal jatuh tempo pelanggan belum merespon atau melunasi piutangnya.
2. Penilaian Pengelolaan Piutang
a. Bisnis Unit paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) tiap bulannya akan mengirimkan Daftar Umur Piutang (DUP), Laporan Permasalahan dan Penyelesaian Piutang (LPPP), Laporan Evaluasi Piutang (LEP), Daftar Pelunasan Daftar Debit Nota (DN) atau beberapa contoh Debit Nota kepada Bagian Keuangan.
b. Bagian Keuangan akan melakukan penilaian pengelolaan piutang Bisnis Unit dan setiap bulan Bagian Keuangan akan mengirimkan laporan penilaian piutang tersebut ke Bagian Controller dan ke Bisnis Unit yang bersangkutan.
c. Bagian Controller akan meneliti kembali laporan penilaian pengelolaan piutang dan akan mengaitkan penilaian peformance promosi jabatan dan kenaikan kepangkatan Pimpinan Bisnis Unit dan Kepala Keuangan dengan kemampuan penagihan piutangnya.
3. Penghapusan Piutang
a. Bisnis Unit mengajukan usulan penghapusan piutang yang memenuhi salah satu dari kriteria piutang yang layak untuk dihapuskan secara tertulis kepada Bagian Keuangan. Kriteria piutang yang layak untuk dihapuskan adalah sebagai berikut:
1) Debitur telah tiga kali dikirim Surat Peringatan tapi tidak ada jawaban. 2) Alamat debitur tidak ditemukan lagi, setelah dilakukan penagihan
(48)
3) Jumlah piutang yang belum tertagih tidak sebanding dengan biaya penagihan.
4) Tidak ada pelunasan selama lebih dari dua tahun.
5) Ada pernyataan resmi dari pengadilan bahwa perusahaan debitur dinyatakan bangkrut atau pailit.
Usulan penyusutan piutang tersebut harus dilampiri dengan salinan Debit Nota (DN), salinan Surat Penagihan (SP) ke 1 s/d 3 atau Final Notice.
b. Bagian Keuangan akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa usulan penghapusan piutang tersebut dapat disetujui. Pemeriksaaan yang dilakukan oleh Bagian Keuangan dapat berupa pemeriksaan kelengkapan data, pengaktifan saldo piutang dengan Divisi Corporate Controller (DCC) untuk menyakinkan bahwa angka yang diajukan besar dan meneliti kembali piutang dengan melakukan test data dari Departemen lain yang terkait, seperti misalnya Biro Audit Internal (BAI) guna mendapatkan informasi yang lebih akurat.
c. Bagian Keuangan akan membuat laporan usulan penghapusan piutang kepada CMD FA untuk meminta persetujuan
d. Bagian Keuangan akan mengirimkan laporan usulan penghapusan piutang yang telah disetujui oleh CMD FA ke Bisnis Unit yang bersangkutan atau bagian akuntansi untuk proses penghapusan bukuan piutang dan memberikan salinannya ke DCC dan BAI untuk proses analisa.
4. Tujuan Kebijaksanaan Piutang
a. Memastikan bahwa kredit/piutang usaha yang diberikan ke pelanggan dapat tertagih.
b. Memastikan bahwa penagihan dan penerimaan piutang sebagai imbalan jasa yang diberikan dilakukan tepat waktu sehingga dapat meningkatkan perputaran modal kerja.
c. Memastikan bahwa pengelolaan piutang usaha perusahaan menjadi optimal dan dapat memperkecil resiko piutang tak tertagih.
5. Ketentuan Umum Kreditisasi
a. Pemberian kredit kepada pelanggan harus sepengetahuan dan disetujui oleh Pimpinan Bisnis Unit.
(49)
b. Pimpinan Bisnis Unit/Manager Pemasaran Bisnis Unit harus mempertimbangkan kolektibilitas piutang usaha dan kredibilitas pelanggan pada saat menyetujui penjualan secara kredit.
c. Bila kredibilitas/performansi pelanggan tidak diketahui, kredit hanya dapat diberikan bila pelanggan telah memberikan jaminan berupa Bank Garansi sebesar 100% dari tagihan semula.
d. Kredit dapat diberikan hanya bila perjanjian kredit telah ditandatangani oleh pihak yang berwenang di organisasi.
e. Bagian pemasaran harus memberikan daftar tarif yang telah disetujui oleh Pimpinan Bisnis Unit atas jasa yang diberikan kepada pelanggan bagian keuangan sebagai dasar Cross Chek bagi Bagian Keuangan pada saat membuat tagihan.
d. Bila terjadi perubahan daftar tarif dan telah disetujui oleh Pimpinan Bisnis Unit Bagian Pemasaran harus segera menginformasikan kepada Bagian Keuangan.
e. Bagian Keuangan harus mengingatkan ke pelanggan untuk melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo.
f. Bisnis Unit setiap bulan harus melaporkan posisi piutang usaha kepada DCT.
g. Setiap penghapusan piutang usaha harus dengan persetujuan CMD FA melalui DCT.
D. Penggolongan Piutang
Pada tabel 3.1 di bawah penulis sajikan rincian penggolongan PT. (Persero) Djakarta Lloyd yang terdiri dari piutang tak tertagih dan piutang ragu-ragu selama empat periode berturut-turut sebagai berikut:
(50)
Tabel 3.1
Piutang Tak Tertagih dan Piutang Ragu-ragu Periode Tahun 2005-2008
Tahun Piutang Tak Tertagih Fluktuasi Piutang Ragu-Ragu Fluktuasi
(Rp) (%) (Rp) (%)
2005 11,505,215,809 5,977,795,423 2006 6,437,268,996 44 3,698,267,000 38.1 2007 4,230,226,000 34.2 2,504,186,000 32.3 2008 9,855,908,850 133 5,700,951,150 128
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan oleh penulis, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah seperti penjelasan di bawah ini:
1. Analisis Ratio
a. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi spearman rs sebesar 1,0 atau 100% yang berarti bahwa pemberian kredit mempunyai hubungan sebesar 1,0 dengan ROI. Jika dilihat besarnya angka 1,0 atau 100%, maka dikatakan sangat kuat namun bergerak negatif. Dari perhitungan rs = 1,0 lebih besar rs tabel pada α=5% adalah sebesar 0.886, maka kesimpulannya H1 ditolak. Artinya pemberian kredit dengan ROI mempunyai hubungan yang tidak signifikan.
b. Pada perhitungan nilai koefisien korelasi spearman rs sebesar 1,0 atau 100% yang berarti bahwa piutang menurut saldo piutang tak tetagih mempunyai hubungan sebesar 1,0 dengan ROI. Jika dilihat besarnya angka 1,0 atau 100%, maka dikatakan sangat kuat namun bergerak negatif. Dari perhitungan rs = 1,0 lebih besar rs tabel pada α=5% adalah sebesar 0.886, maka kesimpulannya H1 ditolak. Artinya piutang menurut saldo piutang tak tertagih dengan ROI mempunyai hubungan yang tidak signifikan.
c. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi spearman rs sebesar 0,8 atau 80% yang berarti bahwa piutang menurut saldo penjualan tak
(2)
tertagih mempunyai hubungan sebesar 0,8 dengan ROI. Jika dilihat besarnya angka 0,8 atau 80%, maka dikatakan ada korelasi karena bergerak positif dan sangat kuat. Dari perhitungan rs = 0,8 lebih kecil rs tabel pada α=5% adalah sebesar 0.886, maka kesimpulannya H1 diterima. Artinya piutang menurut saldo pejualan tak tetagih dengan ROI mempunyai hubungan yang signifikan.
d. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi spearman rs sebesar 1,0 atau 100% yang berarti bahwa RTO mempunyai hubungan sebesar 1,0 dengan ROI. Jika dilihat besarnya angka 1,0 atau 100%, maka dikatakan sangat kuat dan bergerak negatif. Dari perhitungan rs = 1,0 lebih besar rs tabel pada α=5% adalah sebesar 0.886, maka kesimpulannya H1 ditolak. Artinya RTO dengan ROI tidak mempunyai hubungan yang signifikan. e. Dari perhitungan nilai koefisien korelasi spearman rs sebesar 1,0 atau
100% yang berarti bahwa ACP mempunyai hubungan sebesar 1,0 dengan ROI. Jika dilihat besarnya angka 1,0 atau 100%, maka dikatakan sangat kuat dan bergerak negatif. Dari perhitungan rs = 1,0 lebih besar rs tabel pada α=5% adalah sebesar 0.886, maka kesimpulannya H1 ditolak. Artinya RTO dengan ROI tidak mempunyai hubungan yang signifikan. 2. Analisis Hubungan
a. Hasil perhitungan uji-t diatas menunjukkan bahwa nilai dari uji-t adalah sebesar 1,4. Dimana nilai dari ttabel pada α=5% untuk uji dua pihak dan dk 4-2=2 maka nilai ttabel=3,1825, berarti nilai ttabel lebih besar dari thitung, sehingga H0 ditolak H1 diterima. Artinya terdapat hubungan yang kuat antara pemberian kredit dengan ROI pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
(3)
b. Hasil perhitungan uji-t diatas menunjukkan bahwa nilai dari uji-t adalah sebesar 1,4. Dimana nilai dari ttabel pada α=5% untuk uji dua pihak dan dk 4-2=4 maka nilai ttabel=3,1825, berarti nilai ttabel lebih besar dari thitung, sehingga H0 ditolak H1 diterima. Artinya terdapat hubungan yang sangat kuat antara piutang menurut saldo piutang tak tetagih dengan ROI pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
c. Hasil perhitungan uji-t diatas menunjukkan bahwa nilai dari uji-t adalah sebesar 1,89. Dimana nilai dari ttabel pada α=5% untuk uji dua pihak dan dk 4-2=2 maka nilai ttabel=3,1825. Berarti nilai ttabel lebih besar dari thitung, sehingga H0 ditolak H1 diterima. Artinya tetdapat hubungan antara piutang menurut saldo penjualan tak tetagih dengan ROI pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
d. Hasil perhitungan uji-t diatas menunjukkan bahwa nilai dari uji-t adalah sebesar 1,4. Dimana nilai dari ttabel pada α=5% untuk uji dua pihak dan dk 4-2=2 maka nilai ttabel=3,1825. Berarti nilai ttabel lebih besar dari thitung, sehingga H0 ditolak H1 diterima. Artinya terdapat hubungan yang kuat antara RTO dengan ROI pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
e. Hasil perhitungan uji-t diatas menunjukkan bahwa nilai dari uji-t adalah sebesar 1,4. Dimana nilai dari ttabel pada α=5% untuk uji dua pihak dan dk 4-2=2 maka nilai ttabel=3,1825. Berarti nilai ttabel lebih besar dari thitung, sehingga H0 ditolak H1 diterima. Artinya terdapat hubungan yang kuat antara RTO dengan ROI pada PT. (Persero) Djakarta Lloyd.
(4)
B. Saran
1. Sebaiknya manajer harus memperhatikan aktivitas perusahaan dalam pengelolaan manajemen aktiva dan struktur pendanaan aktiva dalam hubungannya dengan perolehan laba atau return on investment (ROI).
2. Perusahaan harus mempertimbangkan persediaan yang ada dan target penjualan sehingga persediaan tidak menumpuk yang mengakibatkan penambahan biaya penyimpanan. Persediaan yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar biaya pemeliharaan, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas dan keusangan persediaan sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan. Perputaran persediaan yang cepat juga dapat memberikan indikasi tentang kekurangan stok persediaan, yang karenanya dapat menyebabkan kehilangan order penjualan sehingga kemampuan perusahaan untuk memperoleh return on investment (ROI) berkurang.
3. Sebaiknya modal yang dimiliki perusahaan tidak hanya diinvestasikan pada piutang melainkan dapat diinvestasikan kedalam aktiva lainnya yang lebih produktif sehingga kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba bertambah.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, Eugene F dan Joel F Housteon. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan. PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.
Djarwanto, 2004. Pokok-Pokok Analisis Laporan Keuangan. Edisi Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Harahap, Sofyan, S. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi Pertama, Cetakan Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. Standar Akuntansi Keuangan. Buku 1, Cetakan Ketiga, PT. Salemba Emban Patria, Jakarta.
Keown, et all. 2004. Manajemen Keuangan, Prinsip-prinsip dan Aplikasi. Edisi Kesembilan, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Koncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kuswadi, 2004. Cara Mudah Memahami Angka-Angka dan Manajemen Keuangan Bagi Orang Awam, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Munawir, Drs. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat, Liberty,
Yogyakarta.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Ekonosia, Yogyakarta.
Sembiring, Milawati. 2003. Analisa Kemampulabaan Dalam Penyaluran Kredit Gadai Pada Kantor Wilayah Perum Pegadaian Medan. Skripsi USU, Medan.
Simamora, Henry. 2000. Akuntansi Manajemen. PT. Salemba Emban Patria, Jakarta.
Soemarso, 2002. Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Kelima, Buku 1, PT. Salemba Emban Patria, Jakarta.
Suhardi, Purwanto. 2004. Statistik untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. PT. Salemba Emban Patria, Jakarta.
Sundjaja, Ridwan, Barlian. 2002. Manajemen Keuangan I. Prenhallindo, Jakarta.
Syafrizal, et all. 2008 Analisis Data Penelitian (Menggunakan Program SPSS). USU Press, Medan.
(6)
Syahyunan, 2004. Manajemen Keuangan I (Perencanaan, Analisis dan Pengendalian Keuangan). USU Press, Medan.
Syamsuddin, Lukman. 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan-Konsep Aplikasi Dalam Perencanaan dan Pengambilan Keputusan. Cetakan Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Warren, Reeve dan Fees,. 2005. Pengantar Akuntansi. Buku 1, PT. Salemba Emban Patria, Jakarta.
Yuliana, Nisrayni. 2008. Analisis Hubungan Rasio Aktivitas Terhadap Kemampulabaan Pada Perum Pegadaian Kantor Wilayah Medan. Skripsi USU, Medan.