1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya tujuan perusahaan melakukan kegiatan operasional untuk memperoleh laba yang maksimum disamping itu juga untuk mencapai tujuan-
tujuan perusahaan yang lainnya. Setiap perusahaan berusaha agar mencapai laba atau memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin. Dengan adanya laba
yang cukup tinggi dan didukung oleh nilai perusahaan yang semakin baik maka kredibilitas dan kontinuitas perusahaan dapat dipertahankan serta perusahaan
dapat tumbuh terus dan melakukan ekspansi dalam bisnisnya. Memaksimalkan laba berarti menekankan pada pemanfaatan barang dan
modal secara efektif efisien. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk dapat melakukan kegiatan operasionalnya secara efektif dan efisien sehingga akan
meningkatkan pendapatan yang akan diterima. Seorang manajer keuangan dengan mudah dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dengan mengurangi beban
riset dan pengembangan kegiatan ataupun beban pemeliharaan rutin yang memang biasanya diperlukan. Dalam jangka pendek, hal tersebut dapat meningkatkan
keuntungan, namun untuk jangka panjang, hal ini sama sekali tidak baik bagi perusahaan. Setiap tujuan perusahaan harus dinyatakan dengan tepat dan jelas
sesuai dengan kondisi dan segala kompleksitas permasalahan dunia nyata. Pada kenyataannya, manajer keuangan untuk setiap harinya harus selalu berhadapan
dengan dua masalah yang tidak tercakup dalam tujuan perusahaan untuk memaksimalkan laba yaitu waktu dan ketidakpastian Keown 2004:3
Besarnya jumlah volume penjualan kredit setiap triwulan, periode atau tahunnya, berarti perusahaan harus dapat menyediakan penanaman investasi yang
lebih besar lagi dalam piutang. Penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan biasanya akan membawa dampak resiko yaitu munculnya berbagai macam biaya,
seperti halnya menambah pegawai yang mengurus dan mengawasi administrasi kredit, adanya bunga pinjaman terkait dengan piutang serta akan bertambahnya
resiko berupa penjualan kredit yang tidak terbayar oleh pelanggan atau piutang yang tidak tertagih bad dedt, sehingga biasanya mengurangi jumlah penjualan
bersih perusahaan dari total besarnya piutang yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
2 Perusahaan dapat menjual piutangnya dalam keadaan tertentu kepada
perusahaan lain yang biasa disebut anjak piutang factoring dan pembeli piutang disebut factor. Kelebihannya bagi perusahaan adalah perusahaan akan
mendapatkan dana secara cepat dengan tujuan untuk mengisi kas dan mendukung kegiatan operasional lainnya yang masih begitu penting untuk kelanjutan hidup
perusahaan. Di samping itu, resiko piutang tak tertagih secara sebagian dapat dipindahkan kepada factor atau tergantung pada kesepakatan anjak piutang.
Rencana pembayaran kembali atau pelunasan kredit oleh pelanggan disusun sesuai dengan cash budget atau cash flow projection, jenis serta sifat yang
diminta berikut projected income statement. Dengan demikian schedule pembayaran kembali ini hanya merupakan alat untuk lebih mempermudah dalam
melihat rencana perluasan kredit dari perusahaan. Pemberian kredit juga mengandung suatu tingkat resiko degree of risk tertentu yang seharusnya dapat
diketahui secara seksama. Menghindari ataupun memperkecil resiko piutang yang mungkin terjadi,
maka pemberian kredit harus dinilai oleh perusahaan atas dasar syarat-syarat perusahaan teknis; yang terkenal dalam 5C yaitu: character, capacity, capital,
collateral dan conditions. Di samping formula 5C tersebut di dalam pemberian kredit perusahaan akan memperhatikan aspek-aspek pertimbangan kredit seperti
aspek umum, aspek ekonomikomersil, aspek teknik, aspek yuridis, aspek kemanfaatan dan kesempatan kerja, aspek terakhir yang harus di analisa yang
merupakan aspek yang paling penting adalah aspek keuangan. Pada dasarnya manajer keuangan langsung mengawasi piutang dagang
melalui keterlibatannya dalam pengelolaan kebijakan kredit dan penagihan piutang Ridwan 2002:235. Agar proses piutang dalam perusahaan dapat
mencapai sasaran, dalam arti bahwa kredit itu dapat membantu pelanggan sesuai dengan kebutuhannya, di samping itu juga menguntungkan bagi perusahaan dalam
arti sesuai dengan tujuan perusahaan meliputi dua fungsi pokok yaitu profitability perusahaan memperoleh keuntungan dari piutangkredit tersebut dan safety
bahwa piutang yang berjalan benar-benar terjamin, maka harus dihitung jumlah kebutuhan piutang tersebut, dengan cara yang cermat dan tepat sebagai bentuk
suatu investasi bagi peusahaan.
Universitas Sumatera Utara
3 PT. Persero Djakarta Lloyd merupakan salah satu BUMN yang
berbentuk perseroan dan bergerak dalam bidang jasa perkapalan dan angkutan laut. Sebagai perusahaan pelayaran samudera nasional, perusahaan ini memiliki
tugas pokok menyediakan fasilitas jasa angkutan laut dan sejenis lainnya yang berhubungan untuk kepentingan angkutan laut.
PT. Persero Djakarta Lloyd mengalami kerugian yang cukup besar dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan. Kerugian PT. Persero Djakarta Lloyd ditandai
dengan adanya kesulitan untuk memenuhi kewajiban pihak ketiga, pembiayaan perawatan kapal laut, Rencana Dana Investasi RDI dan Sub Loan Agreement
SLA. Sehingga dengan adanya keadaan seperti ini, penulis berantusias untuk melakukan penelitian dalam hal pemberian kredit yang diberlakukan oleh PT.
Persero Djakarta Lloyd. Pada Tabel 1.1 berikut adalah perhitungan fluktuasi total piutang,
penjualan, laba bersih, Return On Investment ROI yang berdasarkan pada laporan keuangan dan laporan piutang di PT. Persero Djakarta Lloyd Medan
selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Tabel 1.1 Piutang, Penjualan, Laba Bersih, ROI
Periode tahun 2005-2007
Tahun Piutang Fluktuasi Penjualan Fluktuasi Laba
Bersih Fluktuasi ROI
Rp Rp
Rp
2005 5,527,420,386
1,401,986,000 520,711,000
8.7 2006 2,739,001,996 101.8
1,371,741,000 2.2
456,232,000 14.1
14 2007 1,726,040,000
58.7 1,205,376,000 13.8
340,616,000 33.9
17
Sumber: Laporan Keuangan dan Laporan Piutang PT. Persero Djakarta Lloyd
Pada Tabel 1.1. dapat diketahui bahwa total piutang PT. Persero Djakarta Lloyd Medan dari tahun 2005-2007 mengalami penurunan terus menerus yaitu
tahun 2006 sebesar 101,8 dan 2007 sebesar 58,7. Penurunan total piutang dipengaruhi oleh penurunan total penjualan yang terjadi pada tahun 2005-2007.
Fluktuasi penjualan yang mengalami penurunan pada tahun 2006 adalah 2,2 dan tahun 2007 total penurunan bertambah sebesar 13,8. Besarnya jumlah piutang
yang seterusnya mengalami penurunan yang dasarnya dipengaruhi oleh penurunan penjualan ternyata cukup berpengaruh terhadap total penurunan laba bersih yang
terjadi pada tahun yang sama. Total laba bersih pada tahun 2005 adalah Rp. 520.711.000,- kemudian turun menjadi 456.232.000,- di tahun 2006 atau sebesar
Universitas Sumatera Utara
4 14,1 dan turun lagi pada tahun 2007 menjadi Rp. 340.616.000,- atau sebesar
33,9. Penurunan laba bersih ini bisa saja diakibatkan oleh menrunnya penjualan dan besarnya piutang yang mungkin tidak tertagih selanjutnya berakibat pada
memburuknya pendapatan perusahaan. Walaupun laba bersih mengalami penurunan namun tidak begitu dengan Return On Investment ROI perusahaan
yang mengalami peningkatan terus dari tahun 2005 sebesar 8,7 seterusnya tahun 2006 sebesar 14 dan tahun 2007 sebesar 17. Ini sungguh menandakan
perbedaan serta kenyataan dimana laba bersih turun dan ROI perusahaan mengalami peningkatan yang cukup baik yang dikarenakan total piutang yang
terus turun selama tiga periode berturut-turut dan penerimaan laba bersih sesudah pajak yang juga cukup besar.
Tabel 1.2 RTO, ACP, Piutang Tak Tertagih, ROI
Periode tahun 2005-2007
Tahun RTO ACP
Piutang Tak
Tertagih ROI
X hari
Saldo Piutang Saldo Penjualan
2005 0.3 1,200 138,185,509 2,803,972
8.7 2006 0.5 720 68,475,050
2,743,482 14
2007 0.7 514 43,151,000 2,410,752
17 Sumber: Laporan Keuangan dan Laporan Piutang PT. Persero Djakarta Lloyd
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa total Rasio Perputaran PiutangReceivable Turn Over ratio RTO, Periode Rata-rata Pengumpulan
PiutangAverage Collection Period ACP, Kemampuan memperoleh labaReturn On Investment ROI dan Piutang tak tertagih berfluktuasi cukup signifikan dari
tahun ke tahun selama tiga periode yaitu dari tahun 2005 – 2007. Total RTO pada tahun 2005 tergolong kecil yaitu 0,25 dan bertambah besar pada tahun 2006
yaitu 0,5 serta tahun 2007 meningkat lagi menjadi 0,7. Namun, RTO tahun 2005 sebesar 0,25 tidak berdampak terlalu baik terhadap hari pengumpulan
piutang yang mencapai 1.440 hari dan begitu pula hari pengumpulan piutang tahun 2006 yang turun menjadi 720 hari dengan RTO sebesar 0,5 dan tahun
2007 periode pengumpulan piutang cenderung turun lagi sebesar 514 hari dengan rasio pengumpulan piutang 0,7. Piutang tak tertagih menurut saldo piutang pada
tahun 2005 tergolong besar yaitu Rp. 138.185.509,- yang seterusnya turun yaitu di tahun 2006 Rp. 68.475.050,- dan tahun 2007 Rp. 43.151.000,-. Hal seperti ini juga
dialami seperti menurut saldo penjulan piutang tak tak tertagih yang pada tahun
Universitas Sumatera Utara
5 2005 sebesar Rp.2.803.972,- dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan
yaitu tahun 2006 Rp. 2.743.482,- dan tahun 2007 Rp. 2.410.752,-. Menurut Munawir 2002:89, besarnya sebagian dari ROI akan mengalami perubahan jika
ada perubahan pada piutang tak tertagih, RTO ataupun ACP baik masing-masing ketiganya dalam rangka berusaha untuk memperbesar atau mempertinggi ROI
untuk kelangsungan hidup ataupun aktivitas perusahaan. Penulis termotivasi untuk melakukan penelitian ini adalah untuk dapat
memahami sifat kebijakan pemberian kredit terhadap piutang tak tertagih. Judul yang penulis tetapkan pada pembahasan ini adalah sebagai berikut:
“Hubungan Kebijakan Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampuan Laba Perusahaan Pada PT. Persero Djakarta Lloyd”.
Metode pengamatan yang penulis gunakan dalam penelitian diatas terdiri dari bermacam-macam teknik. Teknik-teknik tersebut adalah perhitungan
pemberian piutang perusahaan, perhitungan penjualan perusahaan, perhitungan laba bersih perusahaan, analisis rasio aktivitas piutang retrun turn over ratio dan
average collection period, dan pendapatan piutang tak tertagih yang dihubungkan terhadap Return On Investment perusahaan serta penelusurannya yang diteruskan
dengan menggunakan analisis korelasi product momen Pearson. Pengamatan- pengamatan tersebut dapat dipergunakan untuk membantu pada kelompok tertentu
yang berkepentingan yaitu bagi para pemegang saham dan calon pemegang saham, kreditur dan calon kreditur serta manajemen perusahaan yang pada
dasarnya diperlukan untuk pengambilan keputusan yang beralasan dan bermanfaat bagi mereka dalam hubungannya kebijakan kredit dan keuntungan perusahaan.
Pemberian kredit yang penulis teliti selama tiga periode dari Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwasanya berpengaruh terhadap beberapa kegiatan
perusahaan diantaranya adalah penjualan perusahaan yang terlihat menurun dikarenakan piutang yang diberikan pada tahun 2005 terlalu besar ataupun adanya
beban piutang tak tertagih yang besar sehingga mengakibatkan volume penjulan cenderung menurun. Begitu pula dengan laba bersih yang menurun diakibatkan
adanya pemberian piutang yang terlalu besar sehingga berpengaruh terhadap pendapatan bersih perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
6
B. Perumusan Masalah