jauh dari apa yang diharapkan. Hal itu didukung dengan pernyataan dari beberapa perawat yang mengatakan bahwa ketika mengobservasi kondisi pasien
terkadang mereka melakukannya tanpa berkomunikasi ataupun mendekati pasien tersebut, bahkan terkadang melatih pasien untuk berinteraksi tidak dilakukan,
pada saat strategi pertemuan selanjutnya, mereka juga terkadang tidak berada di tempat, dan hal-hal lainnya yang menyebabkan hilangnya rasa percaya pasien
kepada perawat tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu
Medan.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Mengidentifikasi karakteristik perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan? 1.2.2
Mendapatkan gambaran tentang perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Bagaimana karakteristik perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan? 1.3.2
Bagaimana perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan?
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran kepada perawat mengenai bagaimana perilaku
caring yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di Rumah Sakit Jiwa.
1.4.2 Bagi Praktik Keperawatan
Manfaat dari penelitian ini bagi praktik keperawatan diharapkan agar perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan
tersebut dapat memenuhi standar asuhan keperawatan yang sesuai kepada pasien.
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan terhadap penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku caring yang baikm dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai teori-teori sebagai pendukung dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti yaitu:
2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku menurut Skinner 1938 adalah responb atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku itu terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-
Organisme-Respon Skinner, 1938, dalam Notoadmodjo, 2003. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat Blum, 1974 dalam Notoadmodjo, 2003. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan
meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Skinner membedakan adanya dua jenis respon yaitu respondent respons dan operant respons. Respondent respons adalah respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan tertentu yang menimbulkan respon yang bersifat relatif tetap misalnya makanan yang lezat dan beraroma akan merangsang keluarnya air liur.
Operant respons adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh
Universitas Sumatera Utara
rangsangan tertentu karena bersifat memperkuat respon. Operant respons tersebut merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, serta kemampuan
untuk dimodifikasi sangat besar dan tak terbatas Suliha, 2001.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku manusia ditinjau dari tingkat kesehatan seseorang atau masdyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
behaviour causes dan faktor di luar perilaku non-behaviour causes Notoadmodjo, 2003. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan oleh 3 faktor,
yaitu : a
Faktor-faktor predisposisi predisposing faktors, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b Faktor-faktor pendukung enabling faktors, yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana- sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi,
jamban, dan sebagainya. c
Faktor-faktor pendorong reinforcing faktors, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru
itu disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses
tersebut tidak selalu seperti teori di atas, bahkan di dalam praktik sehari-hari
Universitas Sumatera Utara
terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang dapat berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif.
2.2 Konsep Caring 2.2.1 Pengertian Caring dan Konsep Dasar Caring
Caring adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga
pertanggungjawaban hubungan antara perawat-klien, dimana perawat membantu berpartisipasi, membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan
kesehatan. Caring adalah esensi dari keperawatan yang merupakan fokus dan sentral dari praktik keperawatan Barnum, 1998. Caring dalam keperawatan
adalah hal yang sangat mendasar. Caring merupakan “heart” profesi, artinya sebagai komponen yang fundamental dari fokus sentral serta unik dari
keperawatan Barnum, 1994. Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak terdapat definisi dan konseptualisasi yang universal mengenai
caring itu sendiri Swanson, 1991, dalam Leddy, 1998. Setidaknya terdapat lima perspektif atau kategori mengenai caring, yaitu caring sabagai sifat
manusia Benner Wrubel, Leininger, caring sebagai intervensi terapeutik Orem, dan caring sebagai bentuk kasih sayang Morse et al., 1990, dalam
Leddy, 1998. Caring sulit untuk didefinisikan karena memilki makna banyak : sebagai
kata benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap atau perilaku Berger Williams, 1992. Meskipun demikian, pakar-pakar
keperawatan banyak yang telah melakukan pendekatan-pendekatan untuk
Universitas Sumatera Utara
mendefinisikan dan menjabarkan perilaku caring. Sedangkan perilaku caring perawat adalah suatu perilaku yang meliputi seperti : mendengarkan penuh
perhatian, hiburan, kejujuran, kesabaran, tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat keputusan Watson, 2007.
Pada tahun 1970 Wiedenbach menyatakan bahwa tujuan dari seseorang pereawat adalah bagian dari efektifitasnya, dimana pekerjaan yang sama akan
memiliki hasil yang berbeda apabila dilakukan dengan atau tanpa caring. Seni dari keperawatan terletak pada pemikiran dan perasaan yang digunakan perawat
dalam mengobservasi pasiennya, mengidentifikasi dan melayani kebutuhannya, dan memvalidasi bahwa pertolongan yang diberikannya bermanfaat bagi pasien
Wiedenbach, 1963, dalam Barnum, 1994. Leininger pada tahun 1981 berpendapat bahwa caring adalah komponen
umum dalam keseluruhan pelayanan keperawatan, dan tanpa perilaku ekspresi, dan aktifitas terapeutik caring, pelayanan keperawatan menjadi tidak lengkap,
tidak adekuat dan dapat dipertanyakan Leininger, 1981, dalam Berger Williams, 1992. Pada tahun 1984 Leininger kembali mendefinisikan caring
yaitu merujuk kepada pemberian asuhan yang langsung maupun tidak langsung dan aktifitas yang memerlukan keterampilan penuh, proses, dan keputusan dalam
mendampingi seseorang dengan cara yang merefleksikan atribut-atribut perilaku seperti empati, suportif, perasaan haru, melindungi, memberi pertolongan,
edukasi dan lainnya tergantung pada kebutuhan, masalah, nilai dan tujuan dari orang atau kelompok yang didampingi tersebut Leininger, 1984, dalam Kozier
Erb, 1985
Universitas Sumatera Utara
Pakar keperawatan yang dianggap telah membawa paradigma baru mengenai caring adalah Jean Watson yang pada tahun 1988 mengemukakan
asumsi-asumsi mendasar mengenai caring di dalam bukunya yang pertama, Nursing : The Philosophy and Science of Caring, yaitu :
1. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan
interpersonal. 2.
Caring terdiri dari faktor-faktor carative yang menghasilkan kepuasan di dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
3. Caring yang efektif akan meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan
individu maupun keluarga. 4.
Respon-respon caring tidak hanya menerima keadaan seseorang saat itu, tetapi juga keadaan selanjutnya.
5. Lingkungan perawatan adalah lingkungan yang memacu pengembangan
potensi dan kemungkinan seseorang untuk memilih kegiatan yang terbaik bagi dirinya.
6. Caring bersifat lebih “healthogenic” daripada “curing”. Artinya bahwa
caring lebih menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di dalam praktiknya caring mengintegrasikan pengetahuan
biofisik dan pengetahuan perilaku manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan pelayanan bagi mereka yang sakit.
7. Caring merupakan sentral bagi keperawatan Watson, 1988, dalam
Dwidiyanti, 1998; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1988 di dalam bukunya yang kedua, Nursing Human Science and Human care: A Theory of Nursing. Watson mengemukakan 11 asumsi yang
berhubungan dengan caring : 1.
Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan universal.
2. Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan,
tetapi sering diabaikan dalam hubungan antar sesama. 3.
Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caring di dalam praktik keperawatan akan mempengaruhi perkembangan dari peradaban
dan menentukan kontribusi keperawatan pada masyarakat. 4.
Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain.
5. Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan
dengan orang lain dalam rentang sehat-sakit. 6.
Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam praktik keperawatan.
7. Praktik keperawatan secara signifikan telah menekankan pada Human
care. 8.
Fondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh teknologi medis dan birokrasi institusi.
9. Penyediaan dan perkembangan dari Human care menjadi isu yang hangat
bagi keperawatan untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
10. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan
interpersonal. 11.
Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada Human care. dikutip dari Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey,
1994; Boyd Mast, 1989 dalam Fitzpatrick Whall, 1989. Berbagai penelitian telah menyatakan tentang caring sebagai fokus
sentral keperawatan Wolf, et al., 2003. Stanizewska Ahmed 1998 menyatakan di dalam penelitiannya bahwa harapan pasien akan asuhan
keperawatan adalah asuhan keperawatan yang mencakup perilaku caring perawat di dalamnya Stanizewska Ahmed, 1998, dalam Wolf, et al., 2003; Redman
Lynn, 2005. Valentine 1997 menyatakan bahwa perilaku caring perawat adalah
bagian dari praktik keperawatan profesional yang holistik menyeluruh. Di dalam penelitiannya ia mengemukakan bahwa pilihan pasien dalam mencari
pusat pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh pengalaman positif terhadap perilaku caring perawat Valentine, 1997, dalam Wolf, Miller, Devine, 2003.
Felgen 2003 juga menyatakan bahwa pasien konsumen dari pusat pelayanan kesehatan mengharapkan perawat memiliki perilaku caring dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Faktor-faktor Pembentuk Caring
Menurut Watson 2007, fokus utama dari keperawatan adalah faktor- faktor carative yang bersumber dari perspektif humanistik yang dikombinasikan
dengan dasar pengetahuan ilmiah. Watson kemudian mengembangkan sepuluh faktor carative tersebut untuk membantu kebutuhan tertentu dari pasien dengan
tujuan terwujudnya integritas fungsional secara utuh dengan terpenuhinya kebutuhan biofisik, psikososial dan kebutuhan interpersonal dikutip dari
Dwidiyanti, 1998. Kesepuluh faktor carative tersebut adalah :
1. Pendekatan humanistik dan altruistik.
Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik mulai berkembang di usia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini
menjembatani pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan ke arah kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-nilai humanistik dan altruistik
dapat dikembangkan melalui penilaian terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai kebudayaan dari pengalaman pribadi.
Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan diri perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik Dwidiyanti, 1998.
Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien Nurachmah, 2001;
Barnhart, et al., 1994 dalam Mariner-Tomey, 1994, Kozier Erb, 1985.
Universitas Sumatera Utara
2. Menanamkan sikap penuh harapan.
Perawat memberikan kepercayaan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-klien
yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan
kesehatan Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Marimer-Tomey. 1994; Kozier Erb, 1985.
Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif maupun kuratif. Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika
pengobatan modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan spiritual. Dengan menggunakan faktor karatif iniakan tercipta perasaan lebih
baik melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara individu Dwidiyanti, 1998.
3. Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Pengembangan perasaan iniakan membawa pada aktualisasi diri melaluio penerimaan diri antara perawat dan klien Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-
Tomey, 1994; Kozier Erb, 1985. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan
bersikap wajar pada orang lain Nurachmah, 2001. Perawat yang mampu untuk mengenali dan mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk membuat
orang lain mengekspresikan perasaan mereka Kozier Erb, 1985. Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi
kebutuhan perawat untuk mulai merasakan suatu emosi yang muncul dengan
Universitas Sumatera Utara
sendirinya. Hal itu hanya dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang peka dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha
meningkatkan kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik tampil apa adanya. Autentik akan menambah pertumbuhan diri dan aktualisasi diri baik
bagi perawat sendiri maupun bagi orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu Dwidiyanti, 1998.
4. Hubungan saling percaya dan saling membantu.
Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan
meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk
menjalin hubungan dalam keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen, empati, dan ramah. Kongruen berarti menyatakan apa adanya dalam berrinteraksi
dan tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.
Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan
lain-lain Nurachmah, 2001; Dwidiyanti, 1998; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;Kozier Erb, 1985.
Universitas Sumatera Utara
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien Nurachmah, 2001. Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup
beresiko baik bagi perawat maupun klien. Perawat harus siap untuk ekspresi perasaan positif maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan
pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; kozier Erb, 1985.
6. Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan.
Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional
perawat sebagai “pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang sistematis dan terstruktur, seperti halnya proses penelitian Nurachmah, 2001;
Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Kozier Erb, 1985.
7. Peningkatan belajar mengajar interpersonal.
Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keperawatan, yang membedakan antara caring dan curing. Perawat memberikan informasi kepada
klien. Perawat bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien. Perawat memfasilitasi proses belajar mengajar yang didesain untuk
memampukan klien memenuhi kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal klien Nurachmah, 2001; Barnhart, et
al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Kozier Erb, 1985.
Universitas Sumatera Utara
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, spiritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan
terhadap lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan
eksternal mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan, kebersihan dan lingkungan yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami
perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat harus mengkaji dan memfasilitasi kemampuan klien untuk beradaptasi dengan
perubahan fisik, mental, dan emosional Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;Kozier Erb, 1985.
9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan
yangh paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan
biofisik yang paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal
yang paling tinggi Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner- Tomey, 1994;Kozier Erb, 1985.
Universitas Sumatera Utara
10. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi spiritual penyembuhan.
Faktor ini bertujuan agar penyembuhan diri dan kematangaan diri dan jiwa klien dapat dicapai. Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman
pemikiran yang bersifat proaktif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri Nurachmah, 2001; Barnhart, et
al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Kozier Erb, 1985. Diakuinya faktor karatif ini dalam ilmu keperawatan membantu perawat untuk memahami jalan
hidup seseorang dalam menemukan arti kesulitan hidup. Karena adanya dasar yang irrasional tentang kehidupan, penyakit dan kematian, perawat
menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh kekuatan atau daya untuk menghadapi kehidupan atau kematian Dwidiyanti, 1998. Watson
menyadari bahwa faktor ini sedikit sulit untuk dipahami, tetapi hal ini akan membawa perawat kepada pemahaman yang lebih baik mengenai diri sendiri dan
orang lain Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Kozier Erb, 1985.
2.3 Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Perawat menggunakan teori yang tepat sebagai dasar pengambilan keputusan dalam praktik keperawatan.
Kriteria Struktur: 1.
Materi dan fasilitas tentang teori tersedia di darana praktik keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Program pendidikan berkelanjutan tentang teori perilaku manusia
diselenggarakan dan dapat diperoleh. 3.
Teori dasar tindakan keperawatan diakui di sarana praktik keperawatan dan sesuai dengan filosofi institusi.
Kriteria Proses: 1.
Perawat menilai asumsi landasan berpikir tentang sifat manusia. 2.
Perawat memperbaiki keyakinan yang salah. 3.
Perawat menggunakan teori dan pemikiran kritis untuk merumuskan: a.
Pendapat, anggapan dan asumsi. b.
Menguji hipotesa. 4.
Perawat menggunakan kesimpulan, prinsip, dan secara operasional. 5.
Perawat menerapkan teori yang tepat. Kriteria hasil:
Tujuan yang dapat diukur dari tindakan yang relevan untuk pasien berdasarkan teori Soeroyo, 2009.
2.3.1 Pengkajian
Pada tahapan ini tugas perawat adalah mengumpulkan data yang menyeluruh, akurat, dan sistematis secara berkesinambungan. Untuk melakukan
pengkajian, perawat diharapkan dapat membina hubungan saling percaya dengan pasien.
Menurut Hamid 2009, penggunaan diri secara terapeutik sangat penting dalam menciptakan lingkungan ketika melakukan pengkajian. Ketepatan
pengumpulan data bergantung pada kemampuan perawat untuk menciptakan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang mendukung wawancara. Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data mengenai pasien gangguan jiwa meliputi: 1
menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa pasien sedang mempunyai masalah, 2 mempertahankan kontak mata dan
duduk dekat pasien, 3 memberi waktu yang memadai untuk membahas masalah pasien dan jangan terburu-buru, dan 4 menggunakan pertanyaan terbuka,
umum dan luas untuk mendapatkan informasi tentang pasien. Beberapa hal yang perlu dikaji oleh perawat antara lain: identitas
demografi pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, konsep diri, hubungan sosial, spiritual, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,
aspek medik Keliat, 2008; Soeroyo, 2009.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Perawat merumuskan diagnosa keperawatan untuk menarik kesimpulan yang didukung oleh data pada pengkajian. Pada tahap ini, perawat menganalisa
data yang ada sesuai dengan kerangka teori yang dapat diterima, mengumpulkan data tambahan atau penunjang jika diperlukan, perawat mengidentifikasi masalah
kesehatan aktual dan risiko, dan merumuskan diagnosa keperawatan dengan single statement diagnosis Soeroyo, 2009.
2.3.3 Perencanaan
Perawat membuat rencana asuhan keperawatan dengan tujuan yang spesifik untuk mengatasi diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan ini
perawat bertugas untuk, menetapkan prioritas masalah atau diagnosis,
Universitas Sumatera Utara
menetapkan tujuan yang realistis dan dapat diukur, menentukan tindakan sesuai standar yang ada yang terdiri dari terapi modalitas keperawatan dan tindakan
kolaborasi, menentukan prioritas tindakan, dan memodifikasi rencana sesuai dengan respon pasien Soeroyo, 2009.
2.3.4 Implementasi
Perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana sehingga pasien memiliki kemampuan 1 kognitif seperti mengetahui,
memahami, dan menyadari; 2 afektif seperti mau dan bersedia; dan 3 psikomotor yaitu memperagakan, melakukan, dan melaksanakan.
Kegiatan yang dilakukan oleh perawat pada tahap ini ialah: perawat memastikan kebutuhan pasien terpenuhi melalui tindakan keperawatan mandiri
atau kolaborasi, perawat berperan sebagai advokat pasien jika diperlukan untuk memfasilitasi pencapaian kesehatan, meninjau dan memodifikasi tindakan
berdasarkan perkembangan pasien, mendokumentasikan setiap tindakan keperawatan yang bersifat nursing order perintah keperawatan, dan tidak
mendokumentasikan standart approach Soeroyo, 2009.
2.3.5 Evaluasi
Perawat mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan untuk meninjau kembali data, diagnosis dan rencana keperawatan.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat pada tahap ini ialah: mengidentifikasi respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan, baik
subjektif maupun objektif, membuat analisis dengan membandingkan respon
Universitas Sumatera Utara
pasien setelah tindakan dengan kriteria evaluasi pada tujuan, membuat rencana tindak lanjut atau rencana tindakan berikutnya sesuai analisis terhadap
pencapaian tujuan, dan mendokumentasikan evaluasi pada catatan keperawatan Soeroyo, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa tersebut sangat berperan dalam mempengaruhi tingkat
kesembuhannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku caring itu sendiri dibagi ke dalam sepuluh faktor yaitu, pendekatan humanistik dan altruistik,
menanamkan sikap penuh harapan, kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, hubungan saling percaya dan saling membantu, meningkatkan dan menerima
ekspresi perasaan positif dan negatif, menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan, peningkatan belajar mengajar interpersonal, menciptakan
lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung, memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia, dan terbuka pada eksistensial
fenomenologikal dan dimensi spiritual penyembuhan Watson, 1998, dikutip dari Dwidiyanti, 1998. Dimana apabila salah satu dari ketiganya tidak berjalan
dengan baik, maka begitu juga dengan asuhan keperawatan yang diberikan, maka asuhan keperawatan yang bermutu akan sulit untuk dicapai.
Dari uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku caring perawat dan mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien di Rumah Sakit jiwa Daerah provsu Medan. Untuk itu dapat diuraikan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Skema 1. Perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa.
Perilaku caring perawat : 1.
Pendekatan humanistik dan altruistik. 2.
Menanamkan sikap penuh harapan. 3.
Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain. 4.
Hubungan saling percaya dan saling membantu. 5.
Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
6. Menggunakan problem solving dalam mengambil
keputusan. 7.
Peningkatan belajar mengajar interpersonal. 8.
Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung.
9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan
manusia. 10.
Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi spiritual penyembuhan.
Asuhan keperawatan
pada pasien gangguan jiwa
Universitas Sumatera Utara
3.2 Definisi Operasional