49
B. Analisis dan Pembahasan 1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi ada atau
tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat histogram- normality test. Untuk mengetahui data berdistribusi normal dapat dilihat
pada pada gambar 4.4.
Sumber: Data sekunder yang diolah
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas
1 2
3 4
5 6
-10 -5
5 10
15 Series: Residuals
Sample 1990 2009 Observations 20
Mean -2.44e-15
Median 0.909154
Maximum 13.83072
Minimum -10.97575
Std. Dev. 6.983309
Skewness 0.210633
Kurtosis 2.495766
Jarque-Bera 0.359764
Probability 0.835369
50 Gambar 4.1 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai statistiknya
sebesar 0,359764 dengan probabilitas lebih besar dari α=5 persen yaitu:
0,835369 atau 83,35 persen. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat permasalahan normalitas.
b. Hasil Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model terdapat hubungan linier antara variabel independen.
Pengujian multikolinieritas ini menggunakan Correllation Matrix. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinieritas
IR ER
IR 1.000000
-0.095709 ER
-0.095709 1.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai IR dan ER memilki nilai yang lebih kecil dari 0,8 yaitu -0,095709. Maka dapat disimpulkan dalam
penelitian ini tidak terdapat permasalahan multikolinieritas. Hasil
51 pengujian multikolinieritas dengan metode Klien melalui regresi
auxiliary dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Regresi Auxiliary
Variabel Koefisien R
2
INF=fIR,ER 0,805629
IR=fER 0,009160
ER=fIR 0,009160
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.4, uji multikolinieritas dengan metode Klien menujukkan bahwa koefisian determinasi regresi auxiliary masing-
masing adalah R
2 IR=fER
=0,009160, R
2 ER=fIR
=0,009160. Semua nilai koefisien determinasi tersebut adalah lebih kecil dari koefisien
determinasi untuk regresi aslinya R
2 INF=fIR,ER
=0,805629. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah varian dari data observasi dalam penelitian sama homogen untuk semua
variabel terikat dengan variabel bebas sehingga hasil estimasi tidak bias. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan heteroskedastisitas
dilakukan melalui Uji White. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.4.
52
Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic
3.015889 Probability 0.051952
ObsR-squared 8.914982 Probability
0.063260 Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.3 menujukkan bahwa nilai probabilitas ObsR-squared adalah 0,063260. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan
α = 5 persen 0,05, maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini
tidak terdapat permasalahan heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model
penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Identifikasi ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan menggunakan uji
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.4.
53
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.091786 Probability 0.765822
ObsR-squared 0.114079 Probability
0.735548 Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai probabilitas ObsR-squared adalah 0,735548. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan
α=5 persen atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
permasalahan autokorelasi.
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS
Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan metode OLS untuk model persamaan INF=fIR, ER adalah sebagai berikut:
54
Tabel 4.5 Hasil Olah Data Dengan Metode OLS
Dependent Variable:INF Method: Least Squares
Sample: 1990 2009 Included observations: 20
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob.
C -22.84135
5.102642 -4.476376
0.0003 IR
2.018479 0.243775
8.280104 0.0000
ER 0.001039
0.000480 2.165087
0.0449
R-squared 0.805629
Mean dependent var 11.95750
Adjusted R-squared 0.782762
S.D. dependent var 15.83965
S.E. of regression 7.382672
Akaike info criterion 6.973629
Sum squared resid 926.5654
Schwarz criterion 7.122989
Log likelihood -66.73629
F-statistic 35.23079
Durbin-Watson stat 1.802669
ProbF-statistic 0.000001
Sumber: Data sekunder yang diolah
55
3. Hasil Uji Statistik a.
Uji F-statistik
Nilai Prob. F-statistik adalah 0,000001. Nilai ini lebih kecil dari tingkat kesalahan α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan
menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen suku bunga dan kurs bersama
–sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen inflasi.
Nilai koefisien konstanta C adalah -22,84135 berarti bila semua variabel independen suku bunga dan kurs naik sebesar satu persen
secara rata-rata maka inflasi akan mengalami penurunan sebesar 22,84135 persen dengan asumsi Ceteris Paribus.
b. Koefisien Determinasi R
2
Hasil olah data menunjukkan bahwa R
2
yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0,805629. Hal ini berarti bahwa 80,56 persen dari
variasi inflasi mampu dijelaskan oleh variabel suku bunga dan kurs, sedangkan 0,194371 atau 19,4 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
c. Uji Parsial Uji-t
1 Pengaruh Suku Bunga IR Terhadap Inflasi INF Nilai Prob. t-statistik IR adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari
α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal
56 ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga secara individual
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel inflasi. Nilai koefisien variabel IR adalah 2,018479 sehingga dapat
diartikan jika suku bunga mengalami kenaikan sebesar satu persen maka inflasi akan naik sebesar 2,018479 persen dengan asumsi
Ceteris Paribus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan suku
bunga SBI akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan adanya hal tersebut, banyak orang enggan untuk meminjam uang pada bank
akibat suku bunga kredit yang tinggi dan pada akhirnya berdampak pada melemahnya sektor perbankan yang menimbulkan kredit macet
yang akhirnya terjadi pelemahan pada sektor riil yang menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan oleh terjadinya
kenaikan suku bunga kredit yang juga akan menaikkan biaya produksi dan pada akhirnya biaya produksi ini dibebankan pada hasil akhir
produksi atau output berupa barang dan jasa yang siap dikonsumsi masyarakat sehingga harga jual output barang dan jasa secara
keseluruhan mengalami peningkatan atau dapat dikatakan terjadi inflasi.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fery Andrianus dan Amelia Niko 2006:180 yang berjudul
”Analisa Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 1997 : 3
–2005 : 2”. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan
57 bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh signifikan terhadap
inflasi pada periode 1997:3-2005:2 Andrianus dkk, 2006:180.
2 Pengaruh Kurs ER Terhadap Inflasi INF Nilai Prob. t-statistik ER adalah 0,0449, nilai ini lebih kecil dari
tingkat kesalahan α=5 persen 0,05 yang berarti menolak Ho dan menrima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs secara
signifikan berpengaruh terhadap variabel inflasi. Nilai koefisien variabel ER adalah 0,001039 sehingga dapat
diartikan jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami kenaikan atau terdepresiasi sebesar Rp1000USD, maka
inflasi akan mengalami kenaikan sebesar 1,039 persen. Rendahnya pengaruh nilai tukar terhadap inflasi dikarenakan
Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi nilai tukar yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menjadi stabil dan
mengalami apresiasi. Hal tersebut juga disertai dengan membaiknya kinerja neraca transaksi berjalan yang didukung oleh membaiknya
kinerja ekspor terutama dari komoditas yang berbasis sumber daya alam SDA, seperti komoditas sektor pertambangan, komoditas
manufaktur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jakaria yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di
58 Indonesia”. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kurs
berpengaruh signifikan terhadap inflasi Jakaria, 2008:297.
59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan