39 mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya Kuncoro,
2003:219.
D. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut sebagai operasional dan cara pengukurannya. Penjelasan
dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Variabel Independen
Pengertian variabel independen yaitu variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel dependennya Lukmaan, 2007:5.
Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah: a. Suku bunga
Suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang
diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka Mankiw, 2006:96.
Variabel suku bunga tahunan yang digunakan adalah suku bunga SBI 1 bulan sejak tahun 1990-2009.
Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem
Stop of Rate SOR. Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau
lebih Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47.
40 b. Kurs
Kurs sering disebut nilai tukar exchange rate, keduanya memiliki arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda
Halwani, 2005:157. Variabel kurs tahunan yang digunakan adalah kurs tengah antara
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sejak tahun 1990-2009.
2. Variabel Dependen
Pengertian variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independennya Lukman, 2007:5.
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah inflasi. Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara
supply dan demand akan barang dan jasa Soesastro, 2005:56. Inflasi dalam penelitian ini menggunakan data inflasi tahunan sejak
tahun 1990-2009.
41
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif
1. Inflasi
Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand akan barang dan jasa Soesastro, 2005:56.
Di Indonesia, inflasi masih menjadi masalah ekonomi yang memberikan dampak luas bagi perekonomian dalam suatu negara. Inflasi
harus segera diatasi agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.1 Inflasi di Indonesia Periode 1990-2009
10 20
30 40
50 60
70 80
1990 1991
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
pe rs
en
periode inflasi
42 Berdasarkan gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 inflasi
dapat dikendalikan pada tingkat 9,94 persen. Inflasi mengalami penurunan menjadi 9,93 persen pada tahun 1991, hal ini dikarenakan adanya faktor
cost-push, seperti musim kering yang panjang, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM, listrik, dan biaya transportasi. Tahun 1992, inflasi menurun
ke level 5,05 persen dan kembali naik pada posisi 10,16 persen pada 1993 yang disebabkan oleh dilakukannya penyesuaian harga bahan bakar minyak
qdan tarif listrik pada bulan Januari 1993, yang disertai oleh terganggunya pasokan beberapa barang kebutuhan karena bencana banjir dalam bulan
Februari serta suasana Idul Fitri bulan Maret 1993. Inflasi turun menjadi 9,65 persen pada tahun 1994 dan terus naik lagi di tahun 1995 menjadi 8,64
persen. Namun inflasi turun menjadi 6,47 persen di tahun 1996 yang diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi, namun inflasi
mengalami peningkatan ke level 11,6 persen tahun 1997. Peningkatan ini disebabkan oleh depresiasi rupiah yang sangat besar. Inflasi naik drastis
pada tahun 1998 yaitu mencapai level 77,06 persen akibat adanya goncangan perekonomian yang berawal dari krisis nilai tukar di Thailand
kemudian menyebar ke negara ASEAN Association of South-East Asian Nations lainnya, termasuk Indonesia. Pada 1999, inflasi turun menjadi 2,01
persen akibat adanya perbaikan ekonomi setelah krisis. Inflasi kembali naik pada tahun 2000 yaitu 9,35 persen dan tahun 2001 inflasi mencapai level
12,55 persen akibat terjadinya depresiasi rupiah. Pada tahun 2002, inflasi turun ke level 10,03 persen dan terus menurun ke level 5,16 persen di tahun
43 2003 yang disebabkan adanya penguatan rupiah. Namun pada 2005 inflasi
naik menjadi 17,11 persen dibandingkan dengan 6,4 persen pada tahun sebelumnya 2004. Tingginya inflasi disebabkan oleh kenaikan harga-harga
yang diatur Pemerintah administered prices, khususnya kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005, tingginya inflasi bahan makanan
volatile foods akibat terganggunya pasokan dan distribusi di berbagai daerah dan perkembangan nilai tukar yang melemah. Pada tahun 2006,
inflasi turun menjadi 6,6 persen yang disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah. Tahun 2007 inflasi relatif terkendali yaitu berada di level 6,59
persen, hal ini terjadi akibat penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan sumbangan infasi dari kelompok volatile food dapat mengimbangi kenaikan
sumbangan infasi yang berasal dari infasi inti dan administered prices sehingga secara keseluruhan tahun infasi relatif stabil. Namun inflasi naik
ke level 11,06 persen pada tahun 2008 yang diakibatkan oleh terjadinya lonjakan harga komoditas global. Sementara inflasi di tahun 2009
mengalami penurunan yaitu inflasi berada di level 2,78 persen yang disebabkan oleh menguatnya nilai tukar dan terjaganya kecukupan pasokan
serta kelancaran distribusi kebutuhan pokok.
2. Suku Bunga
Suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang
diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka Mankiw, 2006:96.
44 Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku
bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem Stop of Rate SOR. Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga
lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau lebih Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47.
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.2 Suku Bunga SBI 1 bulan di Indonesia Periode 1990-2009
Pada gambar 4.2, ditunjukkan bahwa posisi suku bunga SBI pada tahun 1990 adalah 18,83 persen dan turun 18,47 persen pada 1991. Suku
bunga SBI menurun lagi menjadi 13,5 persen pada 1992 dan terus turun ke level 8,83 persen pada 1993. Penurunan ini diupayakan untuk mengurangi
5 10
15 20
25 30
35 40
45
1990 1991
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
per sen
periode SUKU BUNGA SBI
45 keketatan kondisi moneter. Tahun 1994, suku bunga SBI mulai naik
menjadi 11,53 persen akibat terjadi peningkatan kegiatan ekonomi yaitu: investasi yang kondusif menyebabkan permintaan terhadap kredit perbankan
naik pesat. Tahun 1995, suku bunga SBI naik menjadi 13,99 persen. Tahun 1996, suku bunga SBI naik ke level 12,8 persen, kemudian naik menjadi 20
persen sebagai upaya mempertahankan nilai tukar pada tahun 1997 dan terus naik menjadi 38,44 persen saat 1998. Kenaikan ini ditujukan untuk
stabilisasi makroekonomi. Namun suku bunga SBI turun ke level 12,51 persen tahun 1999 dan naik lagi menjadi 14,53 persen di tahun 2000 untuk
memberikan sinyal kepada pasar akan perlunya mengurangi tekanan laju inflasi dan melemahnya nilai tukar. Kemudian merangkak naik ke 17,62
persen di tahun 2001 sebagai upaya pengendalian moneter melalui instrumen moneter. Pada tahun 2002, suku bunga SBI mengalami
penurunan menjadi 12,93 persen. Penurunan ini dilakukan agar terjadi penyerapan kelebihan likuiditas agar inflasi tidak melebihi sasaran inflasi
yang telah ditentukan. Suku bunga SBI menurun lagi pada 2003 yaitu 8,31 persen dan terus turun pada 2004 yaitu 7,43 persen. Pada 2005, suku bunga
SBI berada di level 12,75 persen untuk menekan inflasi. Pada 2006, suku bunga SBI turun menjadi 9,75 persen. Sementara di tahun 2007, suku bunga
SBI mengalami penurunan lagi hingga posisinya berada di level 8 persen dan merangkak naik lagi ke level 10,83 pada desember 2008. Namun, pada
tahun 2009 suku bunga SBI mengalami penurunan dan berada di posisi 6,46 persen.
46
3. KURS
Kurs sering disebut dengan nilai tukar exchange rate, keduanya memiliki arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang
berbeda Halwani, 2005:157. Kurs tengah antara rupiah terhadap dollar AS adalah kurs yang berada
di antara kurs jual dan beli antara mata uang rupiah terhadap dollar AS. Hingga kini dollar AS dianggap sebagai mata uang internasional, hal ini
dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II perjanjian menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang. Pada saat itu
keadaan ekonomi negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat hancur akibat perang. Hal ini menyebabkan banyak negara tersebut bergantung
pada pinjaman dari Amerika. Pinjaman yang diberikan Amerika adalah dalam bentuk dollar yang
pada akhirnya mereka harus membayar pinjaman tersebut dengan dollar. Walaupun nilai dollar AS mengalami pelemahan akhir-akhir ini yang
disebabkan adanya pencetakan dollar yang berlebihan oleh Federal Reserve Bank Sentral Amerika Serikat, tetapi dollar masih menjadi cadangan mata
uang dunia.
47 Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.3 Kurs Rupiah Terhadap Dollar AS di Indonesia Periode 1990-2009
Gambar 4.3, menunjukkan bahwa kurs pada tahun 1990 berada di posisi Rp 1901 per dollar AS. Kemudian naik menjadi Rp 1992 per dollar
AS pada 1991 dan terus mengalami peningkatan ke level Rp 2062 per dollar AS pada 1992. Tahun 1993 nilai tukar rupiah terhadap dollar juga terus
mengalami peningkatan hingga ke level Rp 2110 per dollar AS dan terus naik menjadi Rp 2200 per dollar AS pada 1994. Pada 1995 kurs berada di
posisi Rp 2308 per dollar AS dan meningkat Rp 2383 per dollar AS pada 1996. Nilai tukar naik secara tajam saat 1997 yaitu Rp 4065 per dollar AS
dan terus meningkat ke level Rp 8025 per dollar AS pada 1998 akibat gejolak di pasar uang internasional dan gejolak sosial politik di dalam negeri
serta suasana ketidakpastian yang ditimbulkan oleh adanya rencana dan 2000
4000 6000
8000 10000
12000
1990 1991
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
R pUS
D
periode kurs
48 penundaan pelaksanaan penutupan sejumlah bank oleh pemerintah dalam
rangka program rekapitalisasi perbankan. Kurs mengalami penurunan pada 1999 yaitu berada di posisi Rp 7100 per dollar AS. Pada tahun 2000, kurs
mengalami peningkatan berada di level Rp 9675 per dollar AS akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap prospek pemulihan ekonomi
yang menyebabkan depresiasi rupiah terkait dengan masih terbatasnya pasokan valuta asing di pasar dan terus meningkat hingga Rp 10400 per
dollar AS pada 2001 akibat memburuknya kondisi ekonomi dan moneter. Kurs mengalami penurunan di tahun 2002 yaitu Rp 8940 per dollar AS
akibat tekanan permintaan di pasar valas. Nilai tukar berada di Rp 8465 per dollar AS pada 2003, naik ke level Rp 9290 per dollar AS pada 2004 dan
naik lagi menjadi Rp 9830 per dollar AS pada 2005 akibat tingginya harga minyak dunia dan mengalami penguatan juga di tahun 2006 yaitu Rp 9020
per dollar AS akibat membaiknya fundamental makroekonomi terutama tercermin dari kinerja neraca pembayaran yang semakin kuat serta defisit
fiskal yang terjaga rendah. Namun, kurs terdepresiasi menjadi Rp 9419 pada 2007 akibat kondisi fundamental makroekonomi domestik tetap kondusif
dan berlanjutnya kesinambungan pertumbuhan ekonomi domestik. Pada 2008, posisi nilai tukar adalah Rp 10.950 per dollar AS akibat krisis
keuangan global yang telah memberi tekanan pada rupiah. Krisis telah memicu ketatnya likuiditas global. Pada tahun 2009 kurs mengalami
penguatan dan nilainya adalah Rp 9400 per dollar AS akibat pulihnya kepercayaan pasar.
49
B. Analisis dan Pembahasan 1. Hasil Uji Asumsi Klasik