BAB IV PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
KRIMINALISASI DALAM UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI
A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pornografi dalam Undang-Undang
Pornografi ditinjau dalam Perspektif Hukum Pidana Islam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Alinea III dan IV. Sebagai penganut faham hidup berketuhanan, bangsa
Indonesia meyakini bahwa Tuhan melarang sikap dan tindakan asosial, asusila, dan amoral dalam kehidupan seks, seperti pelecehan, perselingkuhan, kekerasan
seks, penyimpangan seks, dan penyebarluasan gagasan-gagasan tentang seks, karena dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Bagi masyarakat Indonesia yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya ketimuran, tindakan menyampaikan gagasan-gagasan dan melakukan
perbuatan-perbuatan mengekploitasi seksual, kecabulan danatau erotika di ranah publik dan di depan umum yang sama sekali tidak mengandung misi atau tujuan
pendidikan dan sekaligus pemuliaan manusia merupakan sikap dan tindakan asosial, asusila, dan amoral yang dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan
masyarakat. Tindakan semacam itu juga dianggap menunjukkan sikap menentang kekuasaan Tuhan.
83
Pada era kehidupan modern di tengah globalisasi informasi seperti sekarang ini, ancaman terhadap kelestarian tatanan masyarakat Indonesia menjadi semakin
serius. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempermudah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Demikian juga,
kehidupan modern telah menyebabkan pergeseran nilai-nilai yang ditunjukkan dengan meningkatnya sikap permisif masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan
pornoaksi. Kecenderungan ini telah menimbulkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat beragama akan hancurnya sendi-sendi moral dan etika yang sangat
diperlukan dalam pemeliharaan dan pelestarian tatanan kehidupan masyarakat. Keresahan
dan kekhawatiran
masyarakat terhadap
kecenderungan peningkatan pornografi dan pornoaksi serta upaya mengatasi masalah itu
tercermin dan
secara formal
dinyatakan dalam
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIMPR2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa.
83
Jelita249 “Kriminalisasi Pornografi dan Pornoaksi”Artikel diakses pada 07 Januari 2010
dari http:jelita249.blogspot.com200907kriminalisasi-pornografi-dan-pornoaksi.html
Meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dan perbuatan serta penyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat
memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan peraturan perundang-
undangan yang ada sampai saat ini belum secara tegas mengatur definisi, perbuatan dan pernberian sanksi serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
pornografi dan pornoaksi sebagai pedoman dalam upaya penegakan hukum untuk tujuan melestarikan tatanan kehidupan masyarakat.
Maka untuk mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang serasi dan harmonis dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongankelompok,
diperlukan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, pemerintah pada akhirnya menerbitkan atau mengesahkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
selanjutnya ditulis Undang-Undang Pornografi. Sebagai penganut keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama memiliki hak untuk melindungi diri dan sekaligus memiliki kewajiban berperanserta dalam mencegah dan menanggulangi
masalah yang disebabkan oleh sikap dan tindakan-tindakan asosial, asusila, dan amoral seseorang atau sekelompok orang yang lebih mengutamakan kepentingan
pribadi dibanding kepentingan umum.
Dalam hal ini penyelenggara negara memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk melarang pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta
perbuatan pornoaksi untuk memenuhi hak seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan dengan tidak menghormati hak masyarakat umum yang lebih luas.
Oleh karenanya agar pemenuhan hak seseorang dan sekelompok orang itu tidak melanggar pemenuhan hak masyarakat umum untuk memiliki kehidupan yang
tertib, aman, dan tentram maka hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan pornoaksi harus
diatur dengan undang-undang dan dinyatakan sebagai tindak pidana. Upaya tersebut di atas, dalam ilmu hukum pidana dikenal dengan istilah
kriminalisasi, yang artinya menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana tidak dipidana menjadi suatu tindak pidana perbuatan yang dapat
dipidana. Jadi pada hakekatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal criminal policy dengan menggunakan sarana hukum pidana
penal, dan oleh karenanya termasuk bagian dari “kebijakan hukum pidana”
penal policy, khususnya kebijakan formulasinya.
84
Sebenarnya secara eksplisit, dalam hukum Islam tidak ada pembahasan tentang pornografi dan pornoaksi. Akan tetapi jika dikaji lebih lanjut, akan
ditemukan bahwa pada dasarnya Islam melarang segala bentuk pornografi dan
84
Ibid.
pornoaksi. Karena pornografi dan pornoaksi sangat berkaitan dengan masalah pergaulan bebas, kejahatan seksual, sampai pelecehan seksual. Sedangkan dalam
ajaran Islam telah diperintahkan kepada setiap orang beriman untuk menjaga kemaluannya. Sebagaimana termaktub dalam firman-Nya surah Al-
Mu‟minun23 ayat 5-7, sebagai berikut:
QS. Al- Mu‟minun23:5-7
Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.5,kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada terceIa.6,Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. 7.QS. Al-
Mu‟minun23:5-7
Dalam hukum Islam, pornografi itu sudah termasuk dalam kategori mendekati zina, karena pornografi merupakan faktor yang paling dominan yang mendorong
seseorang berbuat zina karena bisa membangkitkan nafsu seksual seseorang. Dalam ajaran Islam, jangankan sampai berbuat zina, mendekati zina saja
sudah dilarang. Karena dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia, baik secara individu maupun masyarakat.
85
Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur‟an surat Al Isra‟ ayat 32 bahwa:
85
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Qur‟an, Vol. IX,
Cet. I, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 279.
QS. Al Isra 17: 32 “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. QS. Al Isra 17: 32.
Kalimat انّ لا ا ب ا termasuk di dalamnya segala perbuatan yang bisa
menjerumuskan pada perzinahan, misalnya pergaulan bebas, mandi bersama laki- laki dan perempuan, disco, membaca buku porno, melihat gambar porno,
menonton video kaset porno, dan lain-lain. Pada ayat tersebut di atas terdapat
اض لا عف yang disertai ي ا لا اyang menunjukkan makna
مي ح عل haram. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh, yakni:
ِمْيِ ْحَ عل ِ ْ َ لا ِف ُ ْ َأا
Artinya: “Pada dasarnya nahyi larangan itu menunjukkan kepada keharaman”. Maksud dari kaidah di atas adalah menahan sesuatu yang dilarang dengan
pasti, artinya bahwa ketika seorang mukallaf melakukan hal yang dilarang, nahi tersebut mencegahnya.
86
Apa saja yang membawa kepada hal yang haram, maka haram pula hukumnya.
87
86
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1996, h. 352
87
Muhammad Yusuf Qardhawy, Halal dan Haram dalam Islam, Terj. H. Muamal Hamidy, Surabaya: Bina Ilmu, 1982, h. 35
Serta kaidah-kaidah Fiqih lainnya yang juga dapat dijadikan dasar di antaranya adalah:
َاصَ ْلا ِ ْعَ ىَعَع ٌ َدَ ُم ِدِ اَنَ ْلا ُ ْ َ ِ ِل
Artinya: Menolak Kerusakan harus didahulukan daripada Menarik Kemaslahatan.
88
ُااَ ُي ُ َ َضلا
Artinya: Segala Mudharat Harus dihilangkan.
89
Di samping itu, adanya perintah mengulurkan jilbab bagi perempuan muslimah sebagaimana dalam firman Allah:
QS. Al-Ahzab33: 59.
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang QS. Al-Ahzab33: 59.
90
88
Muchtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, B
andung: Alma‟arif, 1986, h. 513.
89
Ibid, h. 510.
90
Al- Qur‟an Al-Karim dan terjemahannya
Adapun hadits yang berkaitan dengan larangan berpakaian yang masih terlihat „auratnya dan berjalan lenggak-lenggok dengan tujuan supaya memikat hati pria,
yaitu:
َااَ ُ ْ َعُ ه َ ِ َ َ َ ْيَ ُ ْ ِبَ ْ َع :
َمَعَ َ ِ ْيَعَع ُه ىَعَ ِه ُاْ ُ َ َااَ :
اَ ُ َ َ ْمَل اَ لا ِ ْ َا ْ ِم ِو اَنْ ِ :
َوْ ُبِ ْدَي ِ َ َ لْا ِ َان ْ َأَ ٌ َايِ ْمُ َعَم ٌ ْ َ اَ لا اَ ِب
, ٌ اَيِ اَع ٌ اَيِ اَ ٌ اَ ِنَ
, ٌ َاِئ اَم ٌ َاْيِ ُم
, َ ُ ُ ْ ُ ُ
َِعِئ اَ لْا ِ ْلُ لْا ِ َ ِ ْ َأَ ,
اَ َحْي ِ َو ْدِجَي َاَ َ َ َجلا َ ْعُخْدَي َا ,
اَ َحْيِ َو ِإَ اَ َ َ اَ َ ِ َ ْيِ َم ْ ِم ُدَ ْ ُيَل
مع لا ا .
Artinya: Abu Hurairah RA: mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Ada dua golongan penghuni neraka yang belum aku lihat: 1. Orang-orang yang
membawa cemeti bagai ekor sapi yang mereka gunakan memukul orang lain. 2. Para wanita yang berpakaian, tapi „auratnya terlihat, yang memikat hati pria
dan berjalan lenggak-lenggok suka merayu rambut mereka dibuat seperti punuk onta yang melenggak-lenggok. Mereka tidak dapat masuk surga dan tidak dapat
mencium bau surga, padahal bau surga itu tercium dari jarak yang sangat jauh.HR. Muslim
91
Larangan dan pembatasan pornografi adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Pornografi. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Pornografi,
92
yaitu bahwa: 1
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
91
M. Nashiruddin Al- Bani, Mukhtashar Shahih Muslim, Penerjemah Elly Lathifah, Cet. I Jakarta: Gema Insani Press, 2005, h. 678.
92
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Jakarta: Mocomedia, 2008, h. 13-14.
b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak. 2
Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang: a.
menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak
langsung layanan seksual. Telah disebutkan di dalam BAB II tentang Larangan dan Pembatasan mulai
dari Pasal 4 sampai dengan pasal 14 bahwa yang menjadi subyeknya adalah setiap orang. Kemudian obyek yang dilarang dalam Pasal 4 ayat 1 yaitu memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang kekerasan seksual, masturbasi atau onani,
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak.
Kalau dikaji dengan menggunakan tujuan hukum Islam Maqashid Asy-
Syariah. Pertama, dalam kaitannya dengan memelihara agama yaitu kaitan tubuh dengan seluruh aspek yang terdapat di dalamnya roh, jiwa, akal, dan kalbu
adalah bertujuan untuk memelihara agama. Sebagaimana agama Islam yang diridhai Allah SWT yang berintikan akidah, syari‟at, dan akhlak. Di samping itu
dalam ajaran Islam juga dijelaskan bahwa setiap perbuatan di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak, termasuk dalam hal kepemilikan tubuh.
Kedua, dalam kaitannya dengan memelihara jiwa yang tentunya tidak dapat dilepaskan dalam hal kepemilikan tubuh atau jasad manusia. Apalagi jika tubuh
dan jiwanya selama dipergunakan untuk hal-hal yang pornografi dan pornoaksi, maka tentunya akan dimintai pertanggungjawabannya.
Ketiga, dalam kaitannya dengan memelihara akal yakni kelebihan manusia dari makhluk hidup lainnya adalah karena kepemilikan akal. Karena itulah
semestinya manusia mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan pornografi dan pornoaksi adalah merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam
yang terdiri dari akidah, syari‟at, dan akhlak. Dengan demikian, melalui akal yang berdasarkan kepada akid
ah, syari‟at, dan akhlak Islami itulah, semestinya diketahui dan disadari bahwa perbuatan pornografi dan pornoaksi sangat
bertentangan dengan tujuan hukum Islam. Keempat, dalam kaitannya dengan memelihara keturunan, bahwa sangat jelas
efek negatif dari pornografi dan pornoaksi terhadap perempuan. Sebagaimana maraknya kejadian pemerkosaan dan perzinaan yang terjadi akhir-akhir ini yang
disebabkan oleh efek globalisasi, modernisasi, westernisasi yang tentunya akan
mengakibatkan permasalahan yang cukup kompleks bagi perempuan dan anak pada khususnya dan semua manusia pada umumnya. Pada dasarnya yang
sebetulnya yang menjadi pangkal masalahnya adalah diawali dengan globalisasi, modernisasi, dan westernisasi dengan segala aspek yang bernuansa pornografi
dan pornoaksi tersebut. Kelima, dalam kaitannya dengan memelihara harta yaitu bahwa pada dasarnya
hal-hal seperti memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan itu merupakan sarana untuk memperoleh harta. Maka dari itu, carilah harta dengan jalan yang baik dan halal.
Bukan dengan menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta seperti hal yang disebutkan diatas dengan maksud untuk memperoleh harta dari pornografi dan
pornoaksi.
B. Sanksi Tindak Pidana Pornografi dalam Undang-Undang Pornografi