mengakibatkan permasalahan yang cukup kompleks bagi perempuan dan anak pada khususnya dan semua manusia pada umumnya. Pada dasarnya yang
sebetulnya yang menjadi pangkal masalahnya adalah diawali dengan globalisasi, modernisasi, dan westernisasi dengan segala aspek yang bernuansa pornografi
dan pornoaksi tersebut. Kelima, dalam kaitannya dengan memelihara harta yaitu bahwa pada dasarnya
hal-hal seperti memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan itu merupakan sarana untuk memperoleh harta. Maka dari itu, carilah harta dengan jalan yang baik dan halal.
Bukan dengan menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta seperti hal yang disebutkan diatas dengan maksud untuk memperoleh harta dari pornografi dan
pornoaksi.
B. Sanksi Tindak Pidana Pornografi dalam Undang-Undang Pornografi
ditinjau dalam Perspektif Hukum Pidana Islam
Ketentuan Pidana Undang-Undang ini diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 29 sampai Pasal 41. Adapun perbuatan yang dilarang adalah memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi Pasal 29; menyediakan jasa pornografi Pasal 30;
meminjamkanmengunduh pornografi
Pasal 31;
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi
Pasal 32; mendanaimemfasilitasi perbuatan dalam Pasal 29 dan 30 Pasal 33; sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung
muatan pornografi Pasal 34; menjadikan orang lain sebagai objekmodel yang mengandung muatan pornografi Pasal 35; mempertontonkan diri atau orang lain
dalam pertunjukandi muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya
Pasal 36; melibatkan anak dalam kegiatan danatau sebagai objek dalam produk pornografijasa pornografi Pasal 37; dan mengajak, membujuk, memanfaatkan,
membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi Pasal 38.
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan beragam, sesuai dengan tingkat kejahatannya. Sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun dan minimal 6 bulan.
Sedangkan sanksi pidana denda maksimal 7,5 milyar dan minimalnya 250 juta. Khusus untuk tindak pidana di atas yang melibatkan anak sanksi pidananya
ditambah 13 sepertiga dari maksimum ancaman pidananya. Sementara bagi pelaku korporasi ketentuan maksimum pidana dendanya dikalikan 3 tiga.
93
93
Dwi Haryadi, ”Trend Pornografi dan Upaya Kriminalisasinya”, Artikel diakses pada 07 Januari 2010 dari
http:www.ubb.ac.idmenulengkap.php?judul=Trend20Pornografi20dan20Upaya20Kriminalis asinyanomorurut_artikel=389
Sebagaimana telah ketahui bahwa pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan dari sistem pemidanaan di Indonesia, yaitu: a. untuk
memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri memasyarakatkan kembali terpidanaresosialisasi, b. untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan
kejahatan-kejahatan, c. untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat
yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
94
Penerapan pidana denda sebagai pengganti penerapan pidana penjara sejauh ini dirasakan masih belum memenuhi tujuan pemidanaan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya: a.
Dapat digantikan pelaksanaan denda oleh bukan pelaku, menyebabkan rasa dipidananya pelaku menjadi hilang;
b. Nilai ancaman pidana denda dirasakan terlampau rendah, sehingga
tidak sesuai dengan keselarasan antara tujuan pemidanaan dengan rasa keadilan masyarakat;
94
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Cet. III, Bandung: Armico,1988, h. 23.
c. Meskipun terdapat ancaman pidana denda yang tinggi dalam aturan
pidana di luar KUHP, akan tetapi tetap belum dapat mengikuti cepatnya perkembangan nilai mata uang dalam masyarakat.
95
Dalam mengatur masalah pidana Islam ditempuh dengan dua macam cara
96
, yaitu: 1. menetapkan hukuman berdasarkan nash, dan 2. menyerahkan
penetapannya kepada penguasa ulil amri. Sebagaimana didasarkan dalam Surah An-Nisa ayat 58-59 adalah sangat mungkin bagi ulil amri penguasa atau pembuat
undang-undang membentuk peraturan perundang-undangan dan menentukan bentuk dan sanksinya dengan tetap bersumber kepada Syariat Islam yaitu melalui
takzir.
QS. An-Nisa4 : 58-59
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha Melihat 58. Hai orang-orang yang beriman,
95
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Cet. I, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, h.88
96
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, h.6.
taatilah Allah dan taatilah Rasul nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik
akibatnya59.” QS. An-Nisa4 : 58-59.
Pada prinsip takzir merupakan suatu upaya dalam rangka menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Sebagaimana firman-Nya berikut ini:
QS. Al-Imran3 : 104
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar. merekalah orang-orang yang beruntung. Q.S. Al-Imran3: 104
Di samping itu, pada dasarnya sanksi terhadap perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam kategori Tindak Pidana Pornografi dalam Undang-Undang
No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi kalau dilihat dari hukum pidana Islam sebenarnya termasuk ke dalam kategori takzir yang mana bentuk dan
ketentuannya diatur oleh Pemerintah atau Ulil Amri. Takzir menurut bahasa adalah
„azzara yang berarti menguatkan, memuliakan dan membantu. Juga takzir bermakna at-
ta‟dib pendidikan dan at-tankil pengekangan.
97
Sedangkan takzir menurut istilah, sebagaimana dikemukakan Al- Mawardi adalah:
97
A. Djazuli, Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Cet. III, Jakarta: Rajawali Press, 2000, h. 164.
دحلا ا يف شُ مل ن ىعع ي أ ي ع لا َ
Artinya: Takzir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa tindak pidana yang belum ditentukan hukumannya oleh syara‟.
98
Dari Definisi tersebut, dapat diketahui bahwa hukuman takzir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara‟ dan wewenang untuk
menetapkannya diserahkan kepada ulil amri. Disamping itu, definisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah takzir adalah:
1. Hukumannya tidak tertentu dan terbatas. Artinya hukuman tersebut
belum ditentukan oleh syara‟ dan ada batas minimal dan maksimalnya.
2. Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa ulil amri.
Dalam takzir hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan dari Allah SWT maupun Rasul-Nya, dan hakim diperkenankan untuk mempertimbangkan baik
bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Pelanggaran yang dapat dihukum dengan metode ini adalah:
1. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan.
2. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan.
3. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kehormatan dan akhlak.
4. Jarimah takzir yang berkaitan dengan harta.
98
Abu Al Hasan Ali ibn Muhammad Al Mawardi, Al Ahkam As Sulthaniyah, Cet. III, Mesir, Musthafa Al Baby Al Halaby, 1973, h.226
5. Jarimah takzir yang berkaitan dengan individu.
6. Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan dan kestabilan
pemerintahan.
99
Pornografi dan pornoaksi termasuk jarimah yang berkaitan dengan kehormatan dan akhlak, yang antara lain adalah perzinaan, pemerkosaan, dan
perbuatan mendekati zina, seperti mencium dan meraba-raba, meskipun dilakukan dengan tidak ada paksaan.
Dari uraian di atas telah jelas bahwa bentuk-bentuk jarimah takzir sangat banyak sekali yang di dalamnya meliputi perbuatan-perbuatan maksiat. Karena
itu, tidak ada alasan bagi pendapat yang menyatakan bahwa hukum Islam tidak mengatur tentang tindak pidana pornografi dan pornoaksi atau tindak pidana
lainnya yang terkait beserta sanksinya. Adapun ukuran-ukuran standar untuk menentukan sanksi atas tindak pidana
pornografi dan pornoaksi harus memenuhi beberapa asas diantaranya: a.
Asas Keadilan.
b. Asas Manfaat
c. Asas Keseimbangan.
99
Abd Al- Aziz „Amir, At-ta‟zir fi Asy-syari‟ah Al-Islamiyah, Cet. IV, Dar Al Fikr Al-„Arabi,
1969, h. 91-262.
d. Asas Kepastian Hukum.
e. Asas dilarang memindahkan kesalahan pada orang lain.
f. Asas Praduga Tak Bersalah.
g. Asas Legalitas.
h. Asas Tak Berlaku Surut.
i. Asas Pemberian Maaf dan Asas Musyawarah.
100
Demikianlah beberapa asas yang harus dipenuhi dalam menentukan sanksi terhadap tindak pidana pornografi dan pornoaksi berdasarkan takzir.
C. Relevansi Konsepsi Hukum Pidana Islam dalam Undang-Undang