Tinjauan Hewan Uji Uji Protein Caspase 3 dengan Teknik ELISA

18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3 Tinjauan Hewan Uji

Klasifikasi hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sharp et al, 1998: Regnum : Animalia Filum : Chordate Kelas : Mammalia Bangsa : Rodentia Keluarga : Muridae Anak keluarga : Murinae Marga : Rattus Jenis : Rattus norvegicus Rattus norvegicus adalah salah satu spesies tikus yang paling umum dijumpai di perkotaan. Hasil seleksi terhadap hewan ini banyak digunakan sebagai hewan percobaan dikenal sebgaai tikus putih dan sebahgai hewan peliharaan dengan warna bervariasi Sharp et al, 1998. Tikus putih Rattus norvegicus sering digunakan dalam penelitian karena memiliki beberapa kelebihan antara lain: mudah dipelihara dalam populasi yang sangat besar, dapat berkembang biak dengan pesat, dan memiliki ukuran yang lebih besar dari pada mencit sehingga dalam beberapa percobaan tikus lebih menguntungkan. Ada berbagai galur tikus putih, antara lain: Long-Evans, Sprague-Dawley, dan Wistar. Tikus putih Rattus norvegicus galur Wistar memiliki ciri: warna tubuh putih, mata berwarna merah albino, ukuran kepala dan ekor lebih pendek dari badannya; galur Sprague-Dawley memiliki ciri: warna tubuh putih, mata berwarna merah albino, ukuran kepala yang kecil, dan ekor lebih panjang dari badannya; sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan warna hitam di bagian kepala dan tubuh bagian depan Malole dan Pramono, 1989.

2.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan

System reproduksi tikus jantan terdiri dari testis dan skrotum, epididimis, duktud deferens, kelenjar aksesori kelenjar vasikula seminalis, prostat, dan bourboretralis, uretra dan penis. Organ reproduksi utama dari tikus jantan adalah sepasang testis, tempat berlangsungnya produksi sperma. Pada saat musim kawin 19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta testis turun ke dalam skrotum, namun selain pada musim kawin testis terletak dalam rongga abdomen. Pada permukaan testis terdapat tubulussaluran yang membelit bernama epididymis, tempat terkumpul dan tersimpannya sel sperma. Selain itu, juga terdapat saluran vas deferens yang menyalurkan sperma dan cairan semen dari epididymis menuju uretra, kemudian melewati penis dan dikeluarkan dari tubuh Sowash, 2009 Gambar 2.2 Anatomi Sistem Reproduksi Tikus Jantan Chemes, 2011 Kelenjar berwarna cokelat yang terletak di kanan dan kiri kandung kemih dalah vesikula seminalis. Kelenjar di bawah kandung kemih adalah kelenjar prostat, ia terbungkus sebagian disekitar penis. Vesikula seminalis dan kelenjar prostat mensekresi bahan yang akan dibentuk menjadi cairan semen Sowash, 2009.

2.4.1 Spermatozoa

Spermatozoa merupakan hasil akhir dari proses spermatogenesis. Spermatozoa terdiri dari kepala berisi inti dan ekor. Panjangnya sekitar 60 µm dan lebarnya sekitar 3 µm. kepala terutama terdiri atas inti dengan kromatin yang menggumpal yang dua pertiga anteriornya dibungkus erat oleh akrosom Finn, 1994. Gambar 2.3 Spermatozoa Tikus. a kepala, b midpiece, c ekor. sumber: http:animalsciences.missouri.edu 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sampai saat ini parameter spermatozoa masih merupakan indikator terpenting pada evaluasi fertilitas pria Rusmiati, 2007. Salah satu indikator yang menentukan terjadinya fertilisasi atau terbentuknya embrio adalah motilitas spermatozoa. Menurut WHO 1988, gerakan spermatozoa dikategorikan sebagai berikut: a. Jika sperma bergerak cepat dan lurus ke depan gerak maju sangat baik; b. Jika geraknya lambat dan sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus gerakan lemah; c. Jika tidak bergerak maju dan; d. Jika sperma tidak bergerak.

2.4.2 Spermatogenesis S

el kelamin pada tikus jantan tidak aktif sampai sebelum masa pubertas,yaitu sekitar 50 hari setelah lahir. Pada tahap tersebut sel germinal primordial PGC mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan terus aktif membelah sampai hewan tersebut kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa Krinke, 2000. Gambar 2.4 Tahapan Spermatogenesis Tikus. A, Tipe spermatogonium; A In, spermatogonium tipe intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primerresting; L, spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; PI, PVII, PXII, awal, pertengahan, dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi menunjukkan tahap siklus di mana ia ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Table di tengah memberikan komposisi selular dari tahapan siklus pada epitel seminiferous I-XIV. Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis Clermont, 1962. 21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada tahap awal spermatogenesis, PGC berkumpul di tepi membrane basal epitel germinativum yang disebut sebagai spermatogonia tipe A Guyton, 1996. Spermatogonia tersebut membelah dan berdiferensiasi menjadi spermatogonia tipe B dan bermigrasi kea rah sentral di antara sel-sel Sertoli. Dalam 24 hari spermatogonia tipe B berkembang menjadi spermatosit primer yang memiliki 46 kromosom. Pada hari ke-24, setiap spermatosit primer terbelah dua menjadispermatosit sekunder, proses ini disebut meiosis pertama. Dua sampai tiga hari terjadi meiosis kedua menghasilkan spermatid yang memiliki 23 kromosom tunggal. Selanjutnya, spermatid mengalami fase spermiogenesis, yaitu perkembangan spermatid menjadi spermatozoa Sherwood, 2001. Sebuah spermatogonium tikus membutuhkan 4 siklus untuk dapat membentuk spermatozoa, satu siklus memerlukan waktu 12 hari. Sehingga untuk menyelesaikan keseluruhan tahap spermatogenik pada tikus dibutuhkan waktu 48 hari Krinke,2000.

2.4.3 Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis

Produksi spermatozoa dan sekresi testosterone oleh testis keduanya tergantung pada stimulasi oleh hipofisis gonadotropin, follicle-stimulating hormone FSH dan luteinizing hormone LH, yang disekresikan dalam menanggapi hypothalamus gonadotropin-releasing hormone GnRH. Testosteron T, yang penting untuk inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis, disekresikan oleh sel Leydig dewasa di bawah stimulasi LH. Testosteron bertindak melalui reseptor androgen ARs pada Sertoli, Leydig, dan sel peritubular. FSH bertindak via G protein-coupled spesifik reseptor yang terletak di permukaan secara eksklusif pada sel Sertoli. FSH memiliki peran penting dalam pengembangan testis belum matang, terutama dengan mengendalikan proliferasi sel Sertoli Boitani et al., 1995. Setelah banyaknya konflik data pada model hewan dan manusia, dicapai kesepakatan umum bahwa beberapa tingkat spermatogenesis dapat dimulai dan dipelihara dengan tidak adanya FSH. Namun, spermatogenesis kuantitatif normal pada usia dewasa tergantung pada FSH, tentu saja juga pada manusia dan monyet Hayes et al., 2001. 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hormon FSH dibutuhkan untuk menginisiasi spermatogenesis pada masa pubertas dan menjaga produksi normal spermatozoa pada usia dewasa Simoni, et al.,1997. Sekresi inhibin B oleh sel Sertoli dirangsang oleh FSH. Sebaliknya, sekresi dan produksi FSH oleh kelenjar pituitari diregulasi oleh inhibin B Boepple et al., 2008. Inhibin B merupakan hormon peptida gonadal dimerik yang secara selektif berpotensi menghambat sekresi FSH melalui mekanisme umpan balik negative Chada et al., 2003. Inhibin B diproduksi secara nyata oleh sel Sertoli testis dan merupakan bentuk utama inhibin pada pria dewasa McNeilly et al., 2002. Gambar 2.5 Regulasi Hormonal yang Mempengaruhi Spermatogenesis. Source: Endocrine Physiology, 2 nd Edition. The McGraw-Hill Companies. Inc

2.5 Apoptosis

Apaptosis merupakan kematian sel yang terprogram, melalui proses kerusakan kromatin pada inti sel, sel menyusut dengan pembentukan badan-badan apoptosom apoptotic body dan sel mengepak dirinya sendiri untuk dimakan makrofag. Untuk terjadi apoptosis ada berbagai macam stimulus yang terkontrol. Apoptosis berbeda dengan nekrosis karena nekrosis menginduksi inflamasi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius Steller, 1995. 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.6 Perbedaan Nekrosis dan Apoptosis Daniel Krosmeyer, 2004 Fungsi apoptosis yang pertama adalah untuk mematikan sel yang rusak atau terinfeksi. Jika kemampuan sel untuk ber-apoptosis rusak atau jika inisiasinya dihambat, sel yang rusak dapat terus membelah tanpa batas dan berkembang menjadi kanker Daniel Krosmeyer, 2004. Kondisi stress sebagaimana kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik atau pemaparan sinar ultraviolet atau radiasi ionisasi sinar gamma atau sinar X, juga dapat menginduksi sel untuk memulai proses apoptosis. Selain itu, apoptosis juga berfungsi untuk menjaga homeostasis keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel Daniel Krosmeyer, 2004; Kramer,2000.

2.5.1 Mekanisme apoptosis

Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul signal yang disebut ligan oleh sel lain bukan berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis. Ligan tersebut berikatan dengan death receptor yang terletak pada transmembran sel target yang menginduksi apoptosis Gupta, 2001. Death receptor yang terletak di permukaan sel adalah famili reseptor TNF Tumor Necrosis Factor, yang meliputi TNF-R1, CD 95 Fas, dan TNF-Related Apoptosis Inducing Ligan TRAIL-R1 dan R2 Pentikäinen, 2002. Ligan yang berikatan dengan reseptor akan mengakibatkan caspase inisiator 8 membentuk trimer dengan adaptor FADD Fas Associeted Death Domain. Kompleks yang terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD disebut 24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DISC Death Inducing Signaling Complex. CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara tidak langsung melalui molekul adaptor lain, yaitu : TNF-Reseptor Associeted Death Domain protein TRADD Pentikäinen, 2002. Gambar 2.7 Jalur Apoptosis Pentikäinen, 2002. Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran mitokondria. Protein capcase-8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid. Bid yang terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax dalam membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti sitokrom c, SamcDiablo, Apoptosis Inducing Factor AIF, dan omiHtr2. dengan adanya dATP akan terbentuk kompleks antara sitokrom c, APAF-1 dan caspase-9 yang disebut apoptosom. Selanjutnya, capcase-9 akan mengaktifkan downstream procaspase-3 Chang, 2000. Protein caspase-3 yang aktif memecah berbagai macam substrat, diantaranya enzim DNA repair seperti poly-ADP Ribose Polymerase PARP dan DNA protein kinase yaitu protein struktural seluler dan nukleus, termasuk aparatus mitotik inti, lamina nukleus, dan aktin serta endonuklease, seperti 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Caspase-Activated Deoxyribonuclease Inhibitor ICAD dan konstituen seluler lainnya. Selain itu, caspase 3 juga mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan caspese lainnya, seperti procaspase-6 dan procaspase-7 yang memberikan amplifikasi terhadap kerusakan seluler Kirsch, et al., 1999. Adanya seluler stres meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang mengakibatkan terjadinya GI arrest atau apoptosis. Anggota dari Apoptotic Stimulating Protein p53 ASPP yaitu ASPP 1 dan ASPP 2 secara spesifik menstimulasi fungsi transaktivasi p53 pada promotor gen proapoptotik seperti Bax dan p53 Inducible Gene-3 PIG 3, tapi tidak pada promotor gen yang menyebabkan cell cycle arrest, yaitu p21 dan MDM2 Ashkenazi,1998. Sel yang terfragmentasi menjadi apoptotic body mengeluarkan signal yang dikenali oleh fagosit. Ada 2 macam fagosit, yaitu fagosit professional, contohnya sel makrofag, dan fagosit semiprofesional, sel tetangga dari sel yang mengalani apoptosis Susin et al., 1998. Adanya sel-sel fagosit ini dapat menjamin tidak timbulnya respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis Raff, 1998.

2.5.2 Protein Kaspase-3

Kaspase 3 merupakan efektor pada transduksi sinyal apoptosis. Kaspase- 3 berada pada sitoplasma dari suatu sel. Jumlah kaspase 3 diketahui rendah pada testis pada tikus dengan usia 5-15 hari, namun meningkat pada usia 20 hari dan mencapai puncak pada hari ke 25 Moreno et al., 2006. Kaspase adalah mediator penting dalam proses apoptosis. Di antara kaspase tersebut, kaspase-3 merupakan kaspase yang memiliki frekuensi teraktivasi paling tinggi. Jalur aktivasi kaspase-3 telah teridentifikasi, jalur tersebut adalah jalur yang bergantung dan jalur yang tidak bergantung pada pelepasan sitokrom c mitokondria dan kaspase-9. Kaspase-3 penting bagi perkembangan otak normal, mekanisme apoptosis jaringan, perubahan morfologi dan reaksi biokimia tertentu. Aktivasi apoptosis baik jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik akan berujung pada aktivasi kaspase-3 sebagai kaspase eksekutor. Apabila kaspase-3 telah teraktivasi, terjadi determinasi tak terhindarkannya kematian sel, akan terjadi apoptosis Pentikäinen, 2002. 26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.3 Apoptosis Sel Germinal

Produksi sperma matang merupakan proses yang luar biasa yang meliputi beberapa bebrapa tahap perkembangan. Di bawah pengaruh kromosom Y, sel Sertoli, sel germinal primordial PGC mengalami perkembangan sedangkan beberapa sel akan mengalami apoptosis, sisanya menjadi gonocytes Print dan Loveland, 2000. Sakkas et al. 1999 mengemukakan bahwa individu-individu dengan tingkat apoptosis sel germinal yang tinggi mungkin memiliki persentase peningkatan sperma dengan kerusakan genetik dan jumlah sperma immotil yang lebih tinggi Sakkas et al., 1999. Apoptosis sel germinal terjadi melalui dua jalur utama, yang melibatkan baik jalur mitokondria intrinsik maupun jalur sel reseptor permukaan ekstrinsik. Jalur apoptosis diadopsi oleh sel germinal tergantung pada jenis stimulus yang diterima Shaha, 2007.

2.6 Uji Protein Caspase 3 dengan Teknik ELISA

ELISA Enzyme-linked immunosorbent assay merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor reporter label Lequin, 2005. ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen –enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non- competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay atau yang biasanya disebut Sandwich ELISA, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indicator Engvall dan Perlman, 1971. Kit ELISA Rat Casp-3 merupakan jenis non-competitive assay ELISA. 27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.8 Uji ELISA. A Indirect ELISA, B Sandwich ELISA sumber: http:www.sbs.utexas.edu Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik Sandwich ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi El-Ansary, 2011: 1 Well dilapisi atau ditempeli antigen spesifik Caspase-3; 2 Sampel mengandung antibodi yang ingin diuji ditambahkan; 3 Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan biotin. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya; 4 Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi; 5 Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis OD. Dengan menghitung rata-rata kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya. 28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Biokimia, Laboratorium Riset, serta Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2015 sampai dengan Juni 2015.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tissue, pot, gelas ukur, kaca arloji, timbangan analitik AND GH-202, kandang hewan, tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan ohauss, sonde, wadah pembiusan, beaker glass, lumpang dan alu, tabung reaksi, spatula, kaca objek, kaca penutup, seperangkat alat bedah, Hemositometer improved neubeur NESCO, mikro pipet Eppendorf research plus, miskroskop motic B1 series, miskroskop optik motic BA310, stirrer homogenizer, dan ELISA reader.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan adalah jus dari bawang putih local Allium sativum L. varietas Lumbu Kuning yang diperoleh dari Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah. Bahan uji juga telah dideterminasi di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Bogor. Bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus pellet, aquadest, suspending agent untuk mensuspensi ekstrak natrium karboksi metil selulosa BLANOSE® 7M1F, analisis kaspase Kit ELISA Casp-3 SUNLONG®, terminasi tikus eter, dan diluen Phosphat Buffer Saline. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih Rattus norvegicus jantan galur Sprague Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

10 33 75

Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

0 0 14