Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar
LAMPIRAN
(2)
(3)
(4)
(5)
Lampiran 5. Bagan penelitian
Bawang Putih Dikupas Ditimbang Dicuci, ditiriskan
Dimasukkan ke dalam blender, ditambahkan aquades 1000 mL, kemudian di blender sampai halus dan tercampur seluruhnya
Masukkan ke dalam wadah tutup terlalu diamkan selama 24 jam
Dicukupkan dengan aquades hingga 1000 mL
Disaring dengan kain flanel Skrining Fitokimia
Pemeriksaan alkaloida Pemeriksaan
flavonoida Pemeriksaan
saponin
Pemeriksaan tanin
Pemeriksaan glikosida antrakuinon Pemeriksaan
steroida/ triterpenoida
Ekstrak air bawang putih
Aktivitas sebagai repellent nabati terhadap tikus
Hasil
Karakterisasi bawang putih
(6)
Lampiran 6. Data hasil pengujian ekstrak air bawang putih
Jumlah sisa makanan tikus pada saat pengujian ekstrak air bawang putih Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)
I II III
EABP 100g/L 1 2 3 10 g 5 g 8 g 3 g 5 g - Efek Repellent 2 hari 2 hari 1 hari
Perlakuan hari Sisa makanan tikus (gram)
I II III
EABP 200g/L 1 2 3 4 5 15 g 9 g 4 g - - 18 g 11 g 6 g - - 19 g 17 g 9 g 3 g - Efek Repellent 3 hari 3 hari 4 hari
Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)
I II III
EABP 400g/L 1 35 g 33 g 28 g
2 26 g 20 g 19 g
3 20 g 15 g 10 g
4 15 g 7 g 4 g
5 9 g 0 g 0 g
6 0 g - -
(7)
Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)
I II III
EABP 800g/L 1 2 3 4 5 50 g 47 g 35 g 29 g 19 g 48 g 35 g 27 g 18 g 11 g 47 g 38 g 25 g 16 g 9 g Efek Repellent 7 hari 6 hari 6 hari
Perlakuan Hari Sisa makanan tikus (gram)
I II III
EABP 1600g/L 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 60 54 50 46 39 31 24 15 8 - - 64 57 49 41 38 33 29 21 17 6 - 62 56 48 40 35 28 21 17 11 4 - Efek Repellent 9 hari 10 hari 10 hari
(8)
Perlakuan Hari Ulangan
I II III
Kontrol Negatif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 5 0 7 0 0 0 0 5 4 0 0 8 5 4 0 0 6 0 5 0 0 0 0 5 0 0 5 5 0 0 6 0 0
Efek Repellent - - - -
Data hasil pengujian efek repellent EABP terhadap jumlah sisa makanan tikus (gram)
Hari Perlakuan
Kontrol (-) I II III IV V
1 4,3 7,6 17,3 32 48,3 62
2 0 2,6 12,3 21,6 40 55,6
3 3,6 0 6,3 15 29 49
4 0 - 1 8,6 21 42,3
5 1,6 - 0 3 13 37,3
6 3,6 - - 0 6,3 30,6
7 0 - - - 1,3 24,6
8 3,3 - - - 0 17,6
9 3,3 - - - - 12
10 0 - - - - 3,3
11 0 - - - - 0
Efek Repellent
(9)
Lampiran 7. Hasil variansi ANOVA
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Hari1 Between Groups 8011.611 5 1602.322 207.495 .000
Within Groups 92.667 12 7.722
Total 8104.278 17
Hari2 Between Groups 7226.278 5 1445.256 109.305 .000
Within Groups 158.667 12 13.222
Total 7384.944 17
Hari3 Between Groups 5257.167 5 1051.433 86.816 .000
Within Groups 145.333 12 12.111
Total 5402.500 17
Hari4 Between Groups 4263.167 5 852.633 54.040 .000
Within Groups 189.333 12 15.778
Total 4452.500 17
Hari5 Between Groups 3211.167 5 642.233 56.947 .000
Within Groups 135.333 12 11.278
Total 3346.500 17
Hari6 Between Groups 2155.111 5 431.022 95.783 .000
Within Groups 54.000 12 4.500
Total 2209.111 17
Hari7 Between Groups 1492.667 5 298.533 82.671 .000
Within Groups 43.333 12 3.611
Total 1536.000 17
Hari8 Between Groups 749.167 5 149.833 50.887 .000
Within Groups 35.333 12 2.944
Total 784.500 17
Hari9 Between Groups 347.778 5 69.556 13.758 .000
Within Groups 60.667 12 5.056
Total 408.444 17
Hari10 Between Groups 27.778 5 5.556 3.571 .033
Within Groups 18.667 12 1.556
Total 46.444 17
Hari11 Between Groups .000 5 .000 . .
Within Groups .000 12 .000
(10)
Lampiran 8. Hasil uji Tukey HSD
Hari1
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Kontrol negatif 3 4.3333 EABP 100 g/L 3 7.6667
EABP 200 g/L 3 17.3333
EABP 400 g/L 3 32.0000
EABP 800 g/L 3 48.3333
EABP 1600 g/L 3 62.0000
Sig. .688 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hari2
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Kontrol negatif 3 .0000
EABP 100 g/L 3 2.6667 2.6667
EABP 200 g/L 3 12.3333 12.3333
EABP 400 g/L 3 21.6667
EABP 800 g/L 3 40.0000
EABP 1600 g/L 3 55.6667
Sig. .940 .059 .072 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
(11)
Hari3
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
EABP 100 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 3.6667
EABP 200 g/L 3 6.3333 6.3333
EABP 400 g/L 3 15.0000
EABP 800 g/L 3 29.0000
EABP 1600 g/L 3 49.0000
Sig. .293 .083 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hari4
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
EABP 100 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 .0000 EABP 200 g/L 3 1.0000 EABP 400 g/L 3 8.6667
EABP 800 g/L 3 21.0000
EABP 1600 g/L 3 42.3333
Sig. .153 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
(12)
Hari5
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
EABP 100 g/L 3 .0000
EABP 200 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 1.6667 EABP 400 g/L 3 3.0000
EABP 800 g/L 3 13.0000
EABP 1600 g/L 3 37.3333
Sig. .875 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hari6
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
EABP 100 g/L 3 .0000
EABP 200 g/L 3 .0000
EABP 400 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 3.6667 3.6667
EABP 800 g/L 3 6.3333
EABP 1600 g/L 3 30.6667
Sig. .341 .648 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
(13)
Hari7
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2
EABP 100 g/L 3 .0000
EABP 200 g/L 3 .0000
EABP 400 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 .0000
EABP 800 g/L 3 1.3333
EABP 1600 g/L 3 24.6667
Sig. .949 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hari8
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2
EABP 100 g/L 3 .0000
EABP 200 g/L 3 .0000
EABP 400 g/L 3 .0000
EABP 800 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 3.3333
EABP 1600 g/L 3 17.6667
Sig. .237 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
(14)
Hari9
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2
EABP 100 g/L 3 .0000
EABP 200 g/L 3 .0000
EABP 400 g/L 3 .0000
EABP 800 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 3.3333
EABP 1600 g/L 3 12.0000
Sig. .491 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hari10
Tukey HSDa Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1
EABP 100 g/L 3 .0000
EABP 200 g/L 3 .0000
EABP 400 g/L 3 .0000
EABP 800 g/L 3 .0000
Kontrol negatif 3 .0000
EABP 1600 g/L 3 3.3333
Sig. .058
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
(15)
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, D. (2014). Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Paprika di Desa Kumbo-Pasuruan Terkait Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dari Bahaya Pestisida Tahun 2014.Skripsi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah. Halaman 28-33.
Alip. (2010). Makalah Farmasetika Nutrisi Allisin Pada Garlic. Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 7-8.
Budiyono.(2012). Kajian Sistematis Dampak Pestisida Diazinon Terhadap Manusia, Mamalia Lainnya Dan Lingkungan.Skripsi.Jurusan kesehatan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia. Halaman 12.
Darmawansyah, A. (2008). Rancang Bangun Perangkap Untuk Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) Pada Habitat Permukiman.Skripsi. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Halaman 14-15.
Depkes, RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 299-306, 321-322, 325, 333-337.
Depkes, RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Jakarta: Direktorat Jenderal POM-Departemen Kesehatan RI. Halaman 25-29. Djojosumarto, P. (2004). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta:
Kanisius. Halaman 44-48.
Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokima. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi II. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 152.
Hasnah.(2007). Efektivitas Ekstrak Umbi bawang Putih (Allium sativum L.) Untuk Mengendalikan hamaCrocidolomia pavonana F. Pada Tanaman Sawi. Banda Aceh.Jurnal Agrista. 11(2): 1-2.
Hutapea, J. (2006). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I).Jilid I. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Halaman 15-16.
Istiqomah.(2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).Skripsi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta: Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah. Halaman 11-14, 21.
(16)
Kartasapoetra, G. (1992). Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Halaman 56-65.
Komariah, S. (2010). Pengendalian Vektor. Jurnal Kesehatan Bina Husada. 6(1): 38.
Marsh, R.E. (2003). Roof rats [On-line]. Diakses 3 Februari
Munaf, S. (1997).Keracunan Akut Pestisida Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama Pengobatan dan Pencegahannya. Jakarta: Widya Medika. Halaman 36.
Nurul, H. (2010). Isolasi Dan Identifikasi Jamur Endofit Pada Umbi Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri Terhadap Bakteri Sreptococcus mutans Dan Escherichia coli.Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Malang: Universitas Islam Negeri Malang (UIN). Halaman 14-19.
Oey, K. (1998). Daftar Analisis Bahan Makanan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 23.
Priyambodo S. (1995). Pengendalian Hama Tikus Terpadu.Jakart: Penebar Swadaya. Halaman 45.
Priskila, M. (2008).Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum, Linn.) Terhadap Penurunan Rasio Antara Kolesterol Total Dengan Kolesterol HDL Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Hiperkolesterolemik.Skripsi. Fakultas Kedokteran. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Halaman 28-31.
Purwanto.(2009). Pengujian Tiga Jenis Rempah-Rempah Sebagai Repelen Terhadap Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii Linn.) dan Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.).Skripsi. Jurusan HPT. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanianbogor (IPB). Halaman 3.
Rochman.(1988). Dampak dan Bioekologi Tikus di Lahan Pasang Surut dalam Hubungan Pengendaliannya, Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 22.
Santoso. (1989). Bawang Putih. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 45-47.
Sitompul, A. (2014). Uji EfektifitasInsektisida Nabati Terhadap Mortalitas Leptocorisa acuta Thunberg. (Hemiptera : Alydidae) Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Di Rumah Kaca. Medan.Jurnal Online Agroteknologi.2(3): 1076.
(17)
Sunarjo, P. (1992). Pengendalian Kimiawi Tikus Hama.Makalah Seminar. Bogor: Kerjasama Program Nasional Pengendalian hama Terpadu, Bappenas dan Fakultas Pertanian IPB. Halaman 3.
Sunarto, P., dan Susetyo, B. (1995).Pengaruh Garlic terhadap Penyakit Jantung Koroner.Cermin Dunia kedokteran. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 28-31.
Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani Noerono Soewandhi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Halaman 577-578.
Wibowo, S. (2007). Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah Dan Bawang Bombay. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 23.
Wudianto, R. (2005). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 27.
Yenie, E. (2013). Pembuatan Pestisida Organik Menggunakan Metode Ekstraksi Dari Sampah Daun Pepaya Dan Umbi Bawang Putih. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Pekanbaru: Universitas Riau. Halaman 2-3; 7-9.
Yuantari, MG. (2011). Dampak pestisida Organoklorin Terhadap Kesehatan Manusia Dan Lingkungan Serta Penanggulangannya.Prosiding Seminar Nasional 2011. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro. Halaman 1.
Yuliani, T. (2011).Pestisida Rumah Tangga Untuk Pengendalian Hama Permukiman Pada Rumah Tangga. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB). JPSL.1(2): 1-3.
(18)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian meliputi penyiapan sampel,pembuatan ekstrak air bawang putih (EABP), penyiapan hewan percobaan, pengamatan perilaku penolakan tikus dan daya tahan efek repellent nabati. Data hasil penelitian dianalisis dengan ANOVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 18 dengan taraf kepercayaan 95%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurungan uji, plastik transparan, wadah tempat ekstrak air bawang putih, blender, beaker glass 1000 mL, kertas label, lakban, plastik transparan.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tumbuhan, yaitu bawang putih (Allium sativum L.), aquadest, dan tikus putih.
(19)
3.2 Pengumpulan Bahan Tumbuhan
3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengambilan bahan tumbuhan (umbi) dilakukan secara purposive yaitu tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang diambil yaitu bawang putih dari Pasar Pringgan Medan Baru, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.3.1 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 mL, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 mL air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).
3.3.2 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 mL asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 mL air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).
(20)
3.3.3 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).
3.3.4 Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 mL (Depkes RI.,1995).
3.3.5 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%.Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Depkes RI., 1995).
3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).
3.3.7 Pereaksi timbal (II) asetat
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 mL(Depkes RI., 1995).
3.3.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 mL(Depkes RI., 1995).
3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 mL larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 mL(Depkes RI., 1995).
(21)
3.3.10 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,5mL larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 mL(Depkes RI., 1995).
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Umbi Bawang Putih
Pemeriksaan karakteristik umbi bawang putih meliputi pemeriksaan makroskopik. Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari umbi bawang putih.
3.5 Skrining Fitokimia
3.5.1 Pemeriksaan alkaloida
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5mL filtrat.
Pada tabung I: ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akanterbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning
Pada tabung II :ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.
Pada tabung III: ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (Depkes RI., 1995).
(22)
3.5.2 Pemeriksaan flavonoida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 10 g, ditambahkan 10 mL air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 mL filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
3.5.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (Depkes RI., 1995).
3.5.4 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 mL campuran dari 7 bagian etanol 95% dengan 3 bagian air suling (7:3) dan 10 mL asam klorida 2N. Kemudiaan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25 mL air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran isopropanol dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali.Sari air dikumpulkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat, disaring, kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C, sisanya dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1mL larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes larutan perekasi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk
(23)
cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Depkes RI., 1995).
3.5.5 Pemeriksaan glikosida antrakuinon
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,2 g, ditambahkan 5 mL asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 mL benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring.Di kocok lapisan benzen dengan 2 mL NaOH 2 N, didiamkan.Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes RI., 1995).
3.5.6 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 mL air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3.5.7 Pemeriksaan steroida dan triterpenoida
Sebanyak 1 g sebuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 mLn-heksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Lieberman-burchard), timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).
3.6 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang akan digunakan adalah 5 ekor tikus putih mempunyai bobot badan ± 200 gram.
(24)
3.7 Pembuatan Ekstrak Air Bawang Putih (Allium sativum L.)
Pembuatan ekstrak air bawang putih dilakukan secara maserasi. Maserasi merupakan teknik estraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan.Maserasi dilakukan pada suhu ruang untuk mencegah penguapan dan maserasi lebih baik dilakukan pada suhu 20-30oC (Yenie, 2013). Adapun cara pembuatan dari ekstrak air bawang putih yaitu dengan cara menimbang bawang putih yang sudah dikupas terlebih dahulu sesuai dengan dosis perlakuan sebanyak misalnya 100g, lalu diblender sampai halus dengan menambahkan 250 mL air (1/4 liter air), kemudian bawang putih yang sudah halus dimasukkan ke dalam wadah/beaker glass lalu masukkan sisa pelarut air yaitu 750 mL (3/4 liter air), setelah itu wadah ditutup dengan plastik.Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam agar zat-zat aktif yang terkandung di dalam bawang putih larut di dalam pelarut setelah itu diserkai dengan kain flannel, kemudian ampas diserkai kembali dengan pelarut air sampai didapatkan volume yang cukup yaitu 1000 mL (Istiqomah, 2013). Begitu seterusnya pembuatan ekstrak air bawang putih untuk semua dosis perlakuan.Setelah itu cairan bawang putih siap untuk diaplikasikan.
3.8 Uji Pendahuluan
Percobaan pada tahap pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak bawang putih dapat memberikan efek repellent pada tikus dengan melihat berkurangnya jumlah makanan tikus setiap hari.Hewan uji sebanyak 2 kelompok.Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih yang sudah di adaptasikan dan dimasukkan ke dalam kurungan uji yang ditutup rapat dengan
(25)
plastik transparan agar tidak menghilangkan bau bawang putih yang diaplikasikan. Percobaan pada tahap ini dilakukan dengan 2 perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Ekstrak air bawang putih uji pendahuluan
Keterangan :
BP1 = Pemberian 200 g ekstrak air bawang putih/liter air BP2 = Pemberian 800 g ekstrak air bawang putih/liter air
Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah makanan tikus yang berkurang setiap hari lalu dapat diketahui berapa lama ekstrak air bawang putih dapat memberikan efek repellent.
3.9 Pengujian Dosis Repellent Nabati
Setelah diketahui bahwa ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent nabati maka pembagian kelompok uji menjadi 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih yang sudah di adaptasikan dan dimasukkan ke dalam kurungan uji yang ditutup rapat dengan plastik transparan agar tidak menghilangkan bau bawang putih yang diaplikasikan. Adapun parameter untuk mengetahui efek repellent dari ekstrak bawang putih serta lama bertahannya memberikan efek adalah dengan melihat serta menimbang makanan tikus (pelet) yang tersisa. Pada setiap kelompok pelet diberikan sebanyak 100 g mulai dari jam 12 siang kemudian di keesokan harinya pada jam yang sama yaitu jam 12 siang ditimbang sisa makanan tikus. Pengamatan dilakukan sampai makanan tikus habis
Kelompok Jumlah Tikus
BP 1 5
(26)
seluruhnya, jumlah makanan yang setiap harinya sampai makanan tidak bersisa dicatat lalu dihitung secara kumulatif.Setiap perlakuan dilakukan tiga kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Uji penentuan efek repellent nabati
Kelompok Jumlah Tikus Jumlah Makanan awal Jumlah Makanan sisa Kontrol (-) I II III IV V 5 5 5 5 5 5 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g … … … … … … Keterangan :
Kelompok kontrol (-) : Akuades Kelompok I : EABP 100 g/L Kelompok II : EABP 200 g/L Kelompok III : EABP 400 g/L Kelompok IV : EABP 800 g/L Kelompok V : EABP 1600 g/L
Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati dan dicatat jumlah sisa makanan tikus setiap hari.
3.10 Pengamatan
Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati dan dicatat jumlah sisa makanan tikus setiap hari sampai tidak bersisa.
3.11 Analisis Data
Data dianalisis dengan ANOVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17 dengan taraf kepercayaan 95%.
(27)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi–LIPI Bogor.Hasil identifikasi tumbuhan yang diteliti adalah bawang putih (Allium sativum L.), suku Amaryllidaceae.
4.2 Hasil Karakterisasi Tumbuhan
Umbi lapisAllium sativum L. berupa umbi majemuk berbentuk hampir bundar, garis tengahnya 4 – 6 cm, tiap siung diselubungi oleh 2 selaput serupa kertas, selaput luar warna agak putih dan agak longgar, selaput dalam warna merah muda dan melekat pada bagian padat dari siung tetapi mudah dikupas, siung bentuknya membulat dibagian punggung, bidang samping rata atau agak bersudut. Bentuk agak silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Bawang Putih
Ekstrak air bawang putih (EABP) selalu dibuat baru sebelum dilakukan percobaan, lalu disimpan di dalam botol tertutup rapat. EABP yang digunakan berwarna putih kekuningan, bau aromatik menyengat, rasa agak pedas.Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.1.
(28)
Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia bawang putih
No Pemeriksaan Umbi bawang putih Ekstrak 1 2 3 4 5 6 7 Alkaloida Flavonoida Saponin Tanin Glikosida Glikosida Antrakuinon Triterpenoida/Steroida + + + + - - + + + + + - - - Keterangan:
(+) = Positif (-) = Negatif
Hasil yang diperoleh pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa bawang putih mengandung golongan senyawa kimia yaitu alkaloida, flavonoida, saponin dan tanin. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar dan seringkali beracun sehingga sering digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.Flavonoid diduga mengganggu metabolisme energi di dalam mitokondria dengan menghambat sistem pengangkutan elektron.Tanin bekerja sebagai astringent, menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa.Saponin bekerja menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif dan akhirnya rusak. Bawang putih memiliki potensi sebagai repellent nabati, yaitu dengan adanya senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai repellent nabati umumnya merupakan senyawa Allisin . Allisin merupakan suatu bahan cair
(29)
berminyak yang berwarna kuning yang menyebabkan bau khas pada bawang putih (Yenie, 2013).
4.4 Hasil Uji Pendahuluan
Hasil uji pendahuluan pemberian ekstrak air bawang putih (EABP) dilakukan tanpa menetapkan batas waktu uji didapatkan bahwa daya tahan efek repellent pada setiap dosis EABP berbeda-beda. Hasil pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil data uji pendahuluan pemberian EABP pada tikus
Kelompok Efek Repellent
Kontrol (-) I II III IV V
- 1 hari 3 hari 4 hari 7 hari 10 hari Keterangan :
Kelompok kontrol (-) : Akuades Kelompok I : EABP 100 g/L Kelompok II : EABP 200 g/L Kelompok III : EABP 400 g/L Kelompok IV : EABP 800 g/L Kelompok V : EABP 1600 g/L
Pada perlakuan untuk uji pendahuluan yang didapatkan bahwa setiap dosis EABP yang diujikan memiliki daya tahan efek repellent yang berbeda-beda. Pada kelompok kontrol negatif nafsu makan tikus normal, sedangkan pada kelompok I nafsu makan tikus terganggu dimana efek repellent bekerja tetapi hanya 1 hari saja setelah itu nafsu makan tikus kembali normal. Begitu juga pada kelompok II efek repellent bertahan 3 hari, kelompok III efek repellent bertahan 4 hari,
(30)
kelompok IV efek repellent bertahan 7 hari dan kelompok V efek repellent bertahan 10 hari. Daya tahan dari efek repellent tergantung pada dosis yang diberikan, semakin tinggi dosis EABP maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.
4.5 Hasil Pengujian Efek Repellent Nabati
Hasil pengujian efek repellent nabati ini menunjukkan bahwa waktu efek repellent dapat semakin lama bertahan selama pemberian sediaan uji sesuai dengan dosis yang ditentukan.Hasil pengujian efek repellent dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil pengujian efek repellent terhadap tikus
Pengulangan
Kelompok Perlakuan
Kontrol - I II III V VI
P1 P2 P3 - - - 2 hari 2 hari 1 hari 3 hari 3 hari 4 hari 5 hari 4 hari 4 hari 7 hari 6 hari 6 hari 9 hari 10 hari 10 hari Rata-rata - 1,16 hari
(40 jam) 3,33 hari (80 jam) 4,33 hari (104 jam) 6,33 hari (152 jam) 9,66 hari (232 jam) Keterangan :
Kelompok kontrol (-) : Akuades Kelompok I : EABP 100 g/L Kelompok II : EABP 200 g/L Kelompok III : EABP 400 g/L Kelompok IV : EABP 800 g/L Kelompok V : EABP 1600 g/L
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada kelompok I efek repellent hanya bisa bertahan 1 hari saja dan pada kelompok II bertahan 3 hari.Kelompok III dapat bertahan 4 hari, kelompok V efek repellentnya dapat bertahan 6 hari dan pada
(31)
kelompok VI dapat bertahan hampir 10 hari.Ketahanan efek repellent semakin lama seiring dengan tingginya dosis ekstrak air bawang putih (EABP).
4.6 Hasil Uji Efek Repellent Terhadap Jumlah Makanan Tikus
Pengujian efek repellent EABP dilakukan pada tikus dengan menggunakan makanan sebagai parameter uji.Jumlah makanan yang sisa setiap hari ditimbang lalu dicatat. Adapun jumlah makanan yang diberikan setiap hari pada tikus adalah 100 g. Pengujian dilakukan mulai dari jam 12 siang dimana tikus diberikan makanan pellet dekat dengan EABP lalu keesokan harinya di jam yang sama makan yg sisa diambil lalu ditimbang kemudian dicatat. Setelah itu tikus diberikan makanan yang baru sebanyak 100g, begitulah seterusnya sampai makanan tikus tidak bersisa.Bila makanan tikus tidak bersisa maka daya efek repellent sudah habis sehingga dari jumlah makanan tikus dapat diketahui sampai berapa hari EABP dapat memberikan efek repellent.Pengujian ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan.Data hasil pengujian yang diperoleh menyatakan bahwa pada setiap perlakuan yang diberikan pada tikus, lama efek repellent EABP tidak semua sama. Hal ini disebabkan karena pengaruh nafsu makan tikus yang dapat berbeda setiap hari, sehingga daya nafsu makan tikus sangat berpengaruh pada penentuan efek repellent EABP, dapat dilihat pada Tabel 4.4.
(32)
Tabel 4.4 Data efek repellent terhadap sisa makanan tikus
Hari Perlakuan
100g/L 200g/L 400g/L 800g/L 1600g/L
1 7,6 17,3 32 48,3 62
2 2,6 12,3 21,6 40 55,6
3 0 6,3 15 29 49
4 - 1 8,6 21 42,3
5 - 0 3 13 37,3
6 - - 0 6,3 30,6
7 - - - 1,3 24,6
8 - - - 0 17,6
9 - - - - 12
10 - - - - 3,3
11 - - - - 0
Efek Repellent 2 hari 4 hari 5 hari 7 hari 10 hari
Allisin yang dikandung oleh bawang putih menjadikan ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent dimana tikus tidak menyukai bau dari bawang putih.Penggunaan bahan-bahan yang tidak oleh tikus merupakan salah satu cara pengendalian tikus yang relatif lebih aman karena bekerja dengan cara mempengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan bahan yang tidak sukai tikus dapat mengurangi daya bertahan tikus karena aktivitas makan, minum, mencari pasangan, serta reproduksi terganggu (Priyambodo, 1995).
(33)
4.7 Grafik Efek Repellent
Adapun grafik dari hasil data percobaan uji efek repellent pada sisa makanan tikus yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Grafik efek repellent dengan jumlah sisa makanan
Data efek repellent nabati pada tikus di setiap kelompok perlakuan dianalisis secara statitik dengan metode one wayANOVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan dari tiap kelompok.Data hasil efek repellent EABP dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 50.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan (p ≤ 0,05) terhadap jumlah makanan tikus (pelet) pada hari ke- 1 hingga hari ke- 11, hal ini menunjukkan bahwa sediaan EABP mempunyai efek repellent. Kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan pada tikus. Hasil dari pengujian Post Hoc Tukey HSD menunjukkan bahwa kelima sediaan EABP memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol negatif. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 53. 0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah Sisa Makanan (gram) Efek Repellent (hari) Kontrol negatif EABP 100g/L EABP 200g/L EABP 400g/L EABP 800G/L EABP 1600G/L
(34)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian pengujian efek repellent nabati bawang putih (Allium sativum L.) terhadap tikus putih jantan galur wistar yang telah dilaksanakan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Adapun golongan senyawa kimia yang dikandung bawang putih adalah alkaloida, flavonoida, tanin, saponin dan triterpenoida/steroida.
b. Ekstrak air bawang putih (EABP) dapat memberikan efek repellent pada tikus dan kemampuan efek repellent dapat bertahan sesuai dengan dosis yang diaplikasikan. Semakin tinggi dosis yang deberikan maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.
c. Efek repellent EABP 100g/L hanya dapat bertahan 2 hari, EABP 200g/L efek repellentnya bertahan 4 hari, EABP 400g/L efek repellentnya dapat bertahan 5 hari, EABP 800g/L efek repellentnya dapat bertahan 7 hari dan EABP 1600g/L dapat memberikan efek repellent yang mampu bertahan sampai 10 hari. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin lama efek repellent bertahan.
5.2 Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan ekstrak
bawang putih dalam bentuk sediaan lain, seperti sediaan gel sehingga lebih efektif dan mudah penggunaannya.
(35)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawang Putih
2.1.1 Taksonomi
Garlic atau bawang putih telah digunakan sebagai obat dalam herbal medicine sejak ribuan tahun yang lalu.Pada tahun 2700–1900 sebelum Masehi bawang putih telah digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal penyakit dan rasa letih.Sekitar tahun 460 sebelum Masehi khasiatnya telah dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 sebelum Masehi oleh Aristotle.Saat Perang Dunia tahun 1914–1918 bawang putih digunakan oleh tentara Perancis untuk mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut dan bawang putih dapat berkhasiat melindungi ternak mereka dari wabah penyakit tersebut (Sunarto dan Susetyo, 1995).
Kedudukan bawang putih secara botani (Hutapea, 2000) yaitu: Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae Marga : Allium
(36)
Uraian makrokopis bawang putih adalah sebagai berikut (Kartasapoetra, 1992) : a. Merupakan umbi majemuk dengan bentuk rata-rata hampir bulat, bergaris
tengah sekitar 4 sampai 6 cm.
bBerwarna putih, terdiri dari beberapa suing (8-20 siung), yang seluruhnya terbungkus oleh 3-5 selaput tipis berwarna putih.
c. Tiap siungnya diliputi atau terbungkus pula dalam selaput tipis, selaput luar berwarna mendekati putih dan agak longgar, sedangkan selaput dalam membungkus ketat-melekat pada bagian luar daging suing, berwarna merah jambu yang mudah lepas atau dikupas.
Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 1 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokokredumenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai alat pengisap makanan.Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang, dengan banyak daun 7-10 helai pertanaman.Pelepah daunnya yang memanjang merupakan batang semu.Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji.Biji tersebut tidak bisa digunakan untuk pembiakan.Tidak semua jenis bawang putih dapat berbuga (Santoso, 1989).
2.1.2 Kandungan Kimia Bawang Putih
Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung (Oey, 1998) : a. Energi 112 kkal (477 KJ)
b. Air 71 g c. Protein 4,5 g d. Lemak 0,20 g e. Hidrat arang 23,10 g f. Mineral 1,2 g
(37)
g. Kalsium 42 mg h. Fosfor 134 mg i. Besi 1 mg
j. Vitamin B1 0,22 mg k. Vitamin C 15 mg
Di samping itu dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif awcin, awn, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin, nicotinic acid (Priskila, 2008).
Bawang putih memiliki dua komponen kimiawi yaitu komponen larut lemak dan komponen larut dalam air. Komponen larut lemak meliputi komponen gugus sulfide yang berbau dan kurang stabil dibanding komponen yang larut air antara lain dially sulfide, dially disulfide, dialy trisulfide dan allyl metal trisulfida, Komponen larut air meliputi derivate sistein, termasuk S-allyl sistein, S-allyl sistein, metal sistein serta gamma-glutamil sistein (Nurul, 2010).
Bau khas pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman tersebut terluka, karena prekursor bau dan cita rasa terletak pada bagian sitoplasma. Umbi bawang putih jika dipotong memberikan bau yang tajam dan khas, karena mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa belerang.Hasil identifikasi menunjukkan bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan senyawa belerang (Priskila, 2008).
Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah besar.
Komponen ini dapat mengalami proses hidrolisis dan oksidasi menjadi alliin yang terakumulasi secara alami selama penyimpanan pada suhu kamar (Priskila, 2008). Aliin adalah suatu asam amino bersifat tidak stabil dan berupa suatu senyawa
(38)
belerang yang aktif dengan struktur yang tidak jenuh (Nurul, 2010). Bila bawang putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu aliinase, akan mengubah alliin menjadi allisin (Priskila, 2008).
Bawang putih (Allium sativum), seperti tanaman lain, memiliki sistem pertahanan yang baik dengan berbagai macam komponen seperti pada sistem imun manusia.Untuk melindungi dirinya dari serangga dan jamur, bawang putih secara enzimatik memproduksi allisin ketika terluka.Dengan begitu, allisin merupakan suatu repellent alami.Allisin ditemukan oleh Cavallito pada tahun 1944 yang pertama kali mencatat mengenai kemampuan antimikrobial bawang putih.Allisin dianggap sebagai suatu komponen yang jarang ditemukan dalam tubuh. Allisin dianggap hanya sebagai senyawa transisi yang secara tepat terdekomposisi menjadi senyawa lain. Allisin yang diekstrak dari bawang putih dapat kehilangan khasiatnya selama beberapa jam berubah menjadi senyawa yang mengandung sulfur yang lain. Allisin merupakan suatu bahan cair berminyak berwarna kuning, dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau yang khas pada bawang putih (Alip, 2010).Alisin dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri) (Nurul, 2010).
Bawang putih juga mengandung beberapa senyawa yang bermanfaat seperti scordinin yang dapat mempercepat pertumbuhan tubuh dan sebagai antioksidan. Scordinin memiliki peranan sebagai enzim pendorong pertumbuhan yang efektif dalam proses germinasi dan pengeluaran akar. Jika allisin bekerja untuk memberantas penyakit bagi orang yang memakan bawang putih, maka scordinin berperan terhadap pertumbuhan dan daya tahan tubuh (Wibowo, 2007).
(39)
2.2 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Darmawansyah (2008), tikus rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata Sub- filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus rattus
Sub-spesies : Rattus rattus diardii
Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh 100 – 190 mm, dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Darmawansyah, 2008). R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat hitam. Bentuk hidung kerucut dan lebih besar dari ukuran mata, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40 – 300 gram (Marsh, 2003).
2.2.2 Biologi dan ekologi
Pada umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena tikus merupakan hewan omnivora (pemakan segala).Tikus rumah menyukai makanan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus bisanya membutuhkan pakan sebanyak 10 % dari bobot tubuhnya, jika pakan dalam
(40)
keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah bisaanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit, untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003).
Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya.Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik.Tikus mampu memanjat dinding dan batang tanaman, selain itu tikus memiliki kemampun untuk meloncat secara horizontal sejauh 3 meter dan meloncat dari ketinggian 4 meter (Darmawansyah, 2008).Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari.Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah bisaanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain. Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di sekitar atap (Marsh, 2003).
Belum banyak diketahui dan disadari bahwa hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia.Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing.Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya (Komariah, 2010).
(41)
2.3 Pestisida
2.3.1. Pengertian pestisida dan repellent
Pestisida (Inggris :pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umumpestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikanpopulasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupuntidak langsung merugikan kepentingan manusia.Salah satu golongan dari pestisida adalah repellent. Repellent merupakan zat atau bahan yang dapat digunakan sebagai penghalau serangga atau hama lainnya seperti tikus, kutu, tungau, siput, kecoa, dll (Budiyono, 2012).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yangmerusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagiantanaman tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalamrumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
(42)
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkanpenyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi denganpenggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai berikut:
a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteriatau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
b. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhantanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.3.2. Penggolongan pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya (Afrianto, 2014).
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu: a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
(43)
c. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktifberacun yang bisa membunuh bakteri.
d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yangmengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuhtungau, caplak, dan laba-laba.
f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yangdigunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapatdi tambak.
h. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untukmembunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
i. Repellent adalah bahan yang dapat digunakan untuk menghalau atau mengusir serangga atau hama lainnya.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu:
i. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
(44)
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas.
iii. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan tertutup.
2.3.4 Dampak Pestisida
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia.Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).
Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing dan kudis.Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Afrianto, 2014).
(45)
Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan.Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).
Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Afrianto, 2014): a. Keracunan akut
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu.Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram.Diare, sulit bernafas, pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2 efek, yaitu:
i. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkenakontak langsung dengan pestisida. Bisaanya berupa iritasi, seperti rasa kering,kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mataberair, batuk, dan sebagainya.
ii. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia danmempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut,hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.
b. Keracunan kronis
Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang.Efek-efek jangka panjang
(46)
ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena pestisida.Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, system kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker.Bayi juga dapat terkena pestisida ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berberbeda-beda.Namun ada pula gejala yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).
i. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan. Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan kholin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf yang menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
ii. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.
iii. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih cepat terurai dalam tubuh.
(47)
iv. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.
v. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare, sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar air ludah.
Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
a)Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.
b) Toksisitas senyawa pestisida.
Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan-hewan-hewan tersebut mati. c) Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.
Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah
(48)
lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru.Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
d) Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu.Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan.Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan (Afrianto, 2014).
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni (Djojosumarto, 2004):
a. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan.Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
i. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
ii. Pencampuran pestisida. iii. Mencuci alat-alat aplikasi
(49)
b. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau kerongkongan.
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah :
i. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk.
ii. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepungmempunyai resiko tinggi.
iii. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan). c. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :
i. Kasus bunuh diri.
ii. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
iii.Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarungtangan yang terkontaminasi pestisida.
iv. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut. v. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.
(50)
2.4 Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut : a. Cara dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan.
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin, dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara bertutut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai (Istiqomah, 2013).
Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI., 2000).
Maserasi berasal dari bahasa latinMacerace berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.
(51)
Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat dalam cairan.Sedangkan dalam keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif (Voight, 1995).
Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi kinetic berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI., 2000).
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna yang umunya dilakukan pada termperatur ruangan.Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembahan bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
(52)
b. Cara panas (Depkes RI., 2000) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan addanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstaan dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks.
Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus) tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 30oC) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI., 2000).
(53)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, sebagai pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi organisme pengganggu tanaman (Yuantari, 2011).
Dahulunya, manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama, namun sejak ditemukannya diklorodifeniltrikloroetan (DDT) tahun 1939, penggunaan pestisida nabati sedikit demi sedikit ditinggalkan sehingga manusia beralih ke pestisida kimia (Yenie, 2013). Di Indonesia pemakaian pestisida rumah tangga mulai meningkat setelah tahun 1970-an. Sejak itu pestisida menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan rumah tangga masyarakat kota dan sebagian masyarakat desa. Pengendalian hama dengan pestisida yang dilakukan secara intensif ternyata menimbulkan dampak yang merugikan, antara lain terjadinya keracunan baik akut maupun kronis dan pencemaran lingkungan. Dalam aplikasi pestisida di rumah tangga, masyarakat berpotensi terpapar pestisida (Yuliani, 2011).
Pada kenyataannya penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak buruk dari segi lingkungan terutama segi kesehatan
(54)
manusia. Dari segi kesehatan manusia pestisida kimia dapat meracuni manusia melalui mulut, kulit dan pernafasan yang dapat menyebabkan :
a. kecacatan janin (teratogenik) b. kanker (karsinogenik) c. asma
d. alergi (peka terhadap bahan-bahan kimia)
e. mempercepat pengapuran tulang (Yuliani, 2011).
Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga relatif aman bagi manusia (Sitompul, 2014).Salah satu golongan dari pestisida yaitu repellent. Repellent adalah penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya (Budiyono, 2012).
Umbi bawang putih (Allium sativum L.) mengandung zat-zat yang bersifat racun bagi serangga hama antara lain, alisin, aliin, minyak atsiri, saltivine, selenium, scordinin dan metilalin trisulfida. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga serta efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada tanaman hortikultura. Minyak atsiri yang terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Hasnah, 2007).
Hasil penelitian Hasnah (2007), menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak bawang putih dapat bekerja sebagai insektisida yang dapat menyebabkan kematian pada hamaCrocidolomia pavonana F. pada tanaman sawi. Dan hasil penelitian Aminarti (2005), menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak bawang putih dapat bekerja sebagai insektisida yang menyebabkan kematian larva Culex pipiens quinquesfasciatus dan Sitophillus zeamays (Hasnah, 2007). Oleh karena itu
(55)
peneliti tertarik untuk menguji efektivitas bawang putih sebagai pestisida yaitu sebagai repellent pada tikus.
Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia.Kehidupan tikus sudah sangat tergantung pada kehidupan manusia.Tikus merupakan hewan vertebrata dengan sifat yang sangat cerdik, sangat merusak dan menghasilkan keturunan sangat cepat menyebabkan tikus sulit dikendalikan.Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus dalam satu koloni dengan jumlah 100 tikus mampu mengkonsumsi lebih dari 1 ton pakan dalan setahun.(Priyambodo, 2003).Daya adaptasi hama ini terhadap lingkungannya sangat baik karena dapat memanfaatkan sumber makanan dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan kecil (Rochman, 1992). Berbagai upaya telah dilakukan untuk membasmi hama tikus tersebut, salah satunya dengan menggunakan rodentisida yaitu senyawa kimia beracun untuk membunuh hewan pengerat (Sunarjo, 1992).
Dalam upaya mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan kimiawi untuk mengendalikan tikus, maka perlu dicari alternatif-alternatif pengendalian yang lainnya. Penggunaan bahan-bahan yang disukai atau tidak oleh tikus merupakan salah satu cara pengendalian tikus yang relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak meracuni, tetapi bekerja dengan cara mempengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan bahan yang tidak sukai tikus dapat mengurangi daya bertahan tikus karena aktivitas makan, minum, mencari pasangan, serta reproduksi terganggu (Priyambodo, 1995).Secara tidak langsung bahan yang tidak disukai oleh tikus dapat menyebabkan kematian dan kemampuan bertahan tikus (Purwanto, 2009).
(56)
Melalui penelitian ini, akan diteliti salah satu jenis tanaman yaitu bawang putih (Allium sativum) dengan menguji efek repellent dari ekstrak air bawang putih terhadap tikus yang menggunakan tikus putih jantan sebagai hewan uji. Namun penggunaan repellent nabati bawang putih pada tikus belum diketahui, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak air bawang putih terhadap tikus jantan galur wistar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih dan ekstrak air bawang putih?
b. Apakah ekstrak air bawang putih berpengaruh sebagai repellent tikus? c. Berapa lama efek repellent ekstrak air bawang putih dapat bertahan?
1.3 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
a. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih dan ekstrak air bawang putih adalah golongan alkaloida, flavonoid, tannin dan saponin.
b.Ekstrak air bawang putih memberikan efek repellent terhadap tikus.
c. Semakin tinggi dosis ekstrak air bawang putih yang diaplikasikan maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.
(57)
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a.Golongan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih dan ekstrak air bawang putih.
b. Efek ekstrak air bawang putih sebagai repellent.
c. Berapa lama efek repellent ekstrak air bawang putih dapat bertahan.
1.5 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa bawang putih dapat digunakan sebagai alternatif repellent yang aman dan dapat diupayakan dalam teknik pengendalian hama tikus.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap tikus putih jantan di dalam kurungan uji. Ekstrak air bawang putih (EABP) diletakkan pada sudut kurungan uji, lalu dapat dilihat jumlah makanan tikus berkurang setiap harinya. Kemudian untuk menentukan kemampuan daya tahan efek repellent EABP parameter ujinya adalah berat sisa makanan tikus.Kerangka penelitian ini menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1
(58)
Variabel bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1Skema kerangka pikir penelitian
Bawang Putih
Ekstrak Air Bawang Putih (EABP) - EABP 100g/L - EABP 200g/L - EABP 400g/L - EABP 800g/L
- EABP 1600g/L Berat (gram) Sisa
Makanan Tikus Jumlah Makanan
Tikus Berkurang
Kontrol Negatif Aquadest
(59)
UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR WISTAR
ABSTRAK
Repellent adalah zat yang digunakan sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya. Repellent merupakan salah satu bagian dari pestisida.Pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pada kenyataannya penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak buruk dari segi lingkungan terutama segi kesehatan manusia.Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan bahan alam yang memiliki banyak khasiat dan manfaat.Umbi bawang putih (Allium sativum L.) mengandung zat-zat yang bersifat racun bagi serangga hama antara lain, alisin, aliin, minyak atsiri, saltivine, selenium, scordinin dan metilalin trisulfida. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga serta efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada tanaman hortikultura. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas bawang putih sebagai repellent terhadap tikus.Repellent adalah zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Ekstrak air bawang putih dibuat secara maserasi dengan dosis 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L dan 1600g/L. Ekstrak diaplikasikan pada tikus putih jantan dengan cara meletakkannya di dalam kandang lalu mengamati efek repellent ekstrak air bawang putih dengan menggunakan jumlah sisa makanan sebagai parameter uji.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent yang dapat menolak kehadiran tikus. Efek repellent bawang putih mempengaruhi indra penciuman dari tikus sehingga menurunkan daya nafsu makan tikus. Daya tahan efek repellent dapat dilihat dari jumlah sisa makanan tikus. Adapun efek repellent ekstrak air bawang putih 100g/L bertahan 2 hari ; 200g/L bertahan 4 hari ; 400g/L bertahan 5 hari ; 800g/L bertahan 7 hari ; 1600g/L bertahan 10 hari.
Ekstrak air bawang putih 100g/L memiliki efek repellent yang sangat lemah yaitu efek repellentnya hanya dapat bertahan selama 2 hari, dosis ekstrak air bawang putih200g/L efek repellent bertahan selama 4 hari, dosis 400g/L efek repellent bertahan selama 5 hari, dosis800g/L efek repellent bertahan selama 7 hari dan dosis1600g/L memiliki efek repellent yang dapat bertahan lebih lama sampai 10 hari. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak air bawang putih maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.
(60)
TEST THE EFFECT OF REPELLENT EXTRACT OF GARLIC (Allium sativum L.) ON WHITE RATS WISTAR
ABSTRACT
Repellent is a substance used as a repellent or insect or other pest deterrent. Repellent is one part of the pesticide.Pesticides are chemical substances used to kill or control pests. In fact, the use of chemical pesticides that are not rational cause negative effects in terms of the environment, especially in terms of human health. Garlic (Allium sativum L.) is a natural substance that has many benefits and rewards. Bulb of garlic (Allium sativum L.) contain substances that are toxic to insect pests, among others, alisin, aliin, essential oils, saltivine, selenium, scordinin and metilalin trisulfida. Garlic extract can act as an insect repellent presence and effective for controlling some pests in horticultural crops. The purpose of this study was to test the effectiveness of garlic as a repellent against rats. Repellent is a substance that serves as a repellent or deterrent insects or other pests.
This research uses experimental methods. Water extract of garlic is made by maceration with a dose of 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L and 1600g/L. The extract was applied to male rats by putting it in a cage and observe the repellent effect of garlic extract water by using the remaining amount of food as test parameters.
The results showed that the water extract of garlic has a repellent effect which can reject the presence of rats. Repellent effect garlic affects the sense of smell of mice so that rats decreased the appetite. Durability repellent effect can be seen from the remaining amount of food rats. The repellent effect of garlic extracts water 100g/L last two days; 200g/L last 4 days; 400g/L last 5 days; 800g/L last 7 days; 1600g/L last 10 days.
Water extract of garlic 100 g/L has the effect of repellent very weak is the effect repellentnya can only last for two days, the dose of water extract of garlic 200g/L effect repellent lasts for four days, a dose of 400g/L effect repellent lasts for 5 days, dose of 800g/L repellent effect lasts for 7 days and a dose of 1600g/L has a repellent effect which can last longer up to 10 days. It can be concluded that the higher dose of garlic extract water the longer the repellent effect may persist.
(61)
UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH
(Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR WISTAR
SKRIPSI
Universitas Sum
atera Utar
OLEH:
YANTI HUTAGAOL
NIM 131524073
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(62)
UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH
(Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR WISTAR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Suatera Utar
OLEH:
YANTI HUTAGAOL
NIM 131524073
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(63)
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH
(Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR WISTAR
OLEH:
YANTI HUTAGAOL
NIM 131524073
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera utara Pada Tanggal : 4 Maret 2016
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 195209271981031007
Pembimbing II,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
Medan, April 2016 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,
Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001
Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001
Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001
Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 195209271981031007
Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004
(64)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku PejabatDekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.,yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Karsono., Apt., selaku ketua penguji juga kepada Ibu Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe,S.Si.,M.Si.,Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.,selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda C. Hutagaol dan Ibunda M. Sianturi, serta abang dan kakak yang senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan yang tak ternilai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat dan teman-teman mahasiswa/i Ekstensi Farmasi
(65)
angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu mendoakan dan memberi semangat, motivasi dan inspirasi dalam menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Medan, 4 Maret 2016 Penulis,
Yanti Hutagaol NIM 131524073
(66)
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Yanti Hutagaol
Nomor Induk Mahasiswa : 131524073 Program Studi : Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, April 2016 Yang membuat pernyataan,
Yanti hutagaol 131524073
(67)
UJI EFEK REPELLENT NABATI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR WISTAR
ABSTRAK
Repellent adalah zat yang digunakan sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya. Repellent merupakan salah satu bagian dari pestisida.Pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pada kenyataannya penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak buruk dari segi lingkungan terutama segi kesehatan manusia.Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan bahan alam yang memiliki banyak khasiat dan manfaat.Umbi bawang putih (Allium sativum L.) mengandung zat-zat yang bersifat racun bagi serangga hama antara lain, alisin, aliin, minyak atsiri, saltivine, selenium, scordinin dan metilalin trisulfida. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga serta efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada tanaman hortikultura. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas bawang putih sebagai repellent terhadap tikus.Repellent adalah zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Ekstrak air bawang putih dibuat secara maserasi dengan dosis 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L dan 1600g/L. Ekstrak diaplikasikan pada tikus putih jantan dengan cara meletakkannya di dalam kandang lalu mengamati efek repellent ekstrak air bawang putih dengan menggunakan jumlah sisa makanan sebagai parameter uji.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak air bawang putih memiliki efek repellent yang dapat menolak kehadiran tikus. Efek repellent bawang putih mempengaruhi indra penciuman dari tikus sehingga menurunkan daya nafsu makan tikus. Daya tahan efek repellent dapat dilihat dari jumlah sisa makanan tikus. Adapun efek repellent ekstrak air bawang putih 100g/L bertahan 2 hari ; 200g/L bertahan 4 hari ; 400g/L bertahan 5 hari ; 800g/L bertahan 7 hari ; 1600g/L bertahan 10 hari.
Ekstrak air bawang putih 100g/L memiliki efek repellent yang sangat lemah yaitu efek repellentnya hanya dapat bertahan selama 2 hari, dosis ekstrak air bawang putih200g/L efek repellent bertahan selama 4 hari, dosis 400g/L efek repellent bertahan selama 5 hari, dosis800g/L efek repellent bertahan selama 7 hari dan dosis1600g/L memiliki efek repellent yang dapat bertahan lebih lama sampai 10 hari. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak air bawang putih maka semakin lama efek repellent dapat bertahan.
(68)
TEST THE EFFECT OF REPELLENT EXTRACT OF GARLIC (Allium sativum L.) ON WHITE RATS WISTAR
ABSTRACT
Repellent is a substance used as a repellent or insect or other pest deterrent. Repellent is one part of the pesticide.Pesticides are chemical substances used to kill or control pests. In fact, the use of chemical pesticides that are not rational cause negative effects in terms of the environment, especially in terms of human health. Garlic (Allium sativum L.) is a natural substance that has many benefits and rewards. Bulb of garlic (Allium sativum L.) contain substances that are toxic to insect pests, among others, alisin, aliin, essential oils, saltivine, selenium, scordinin and metilalin trisulfida. Garlic extract can act as an insect repellent presence and effective for controlling some pests in horticultural crops. The purpose of this study was to test the effectiveness of garlic as a repellent against rats. Repellent is a substance that serves as a repellent or deterrent insects or other pests.
This research uses experimental methods. Water extract of garlic is made by maceration with a dose of 100g/L; 200g/L; 400g/L; 800g/L and 1600g/L. The extract was applied to male rats by putting it in a cage and observe the repellent effect of garlic extract water by using the remaining amount of food as test parameters.
The results showed that the water extract of garlic has a repellent effect which can reject the presence of rats. Repellent effect garlic affects the sense of smell of mice so that rats decreased the appetite. Durability repellent effect can be seen from the remaining amount of food rats. The repellent effect of garlic extracts water 100g/L last two days; 200g/L last 4 days; 400g/L last 5 days; 800g/L last 7 days; 1600g/L last 10 days.
Water extract of garlic 100 g/L has the effect of repellent very weak is the effect repellentnya can only last for two days, the dose of water extract of garlic 200g/L effect repellent lasts for four days, a dose of 400g/L effect repellent lasts for 5 days, dose of 800g/L repellent effect lasts for 7 days and a dose of 1600g/L has a repellent effect which can last longer up to 10 days. It can be concluded that the higher dose of garlic extract water the longer the repellent effect may persist.
(69)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Penelitian ... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Bawang Putih ... 7
2.1.1 Taksonomi ... 7
(1)
2.2 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) ... 11
2.2.1 Klasifikasi dan morfologi ... 11
2.2.2 Biologi dan ekologi ... 11
2.3 Pestisida ... 13
2.3.1 Pengertian pestisida dan repellent ... 13
2.3.2 Penggolongan pestisida ... 14
2.3.4 Dampak Pestisida ... 16
2.4 Metode Maserasi ... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 25
3.1Alat dan Bahan ... 25
3.1.1 Alat-alat ... 25
3.1.2 Bahan-bahan ... 25
3.2 Bahan Tumbuhan ... 26
3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 26
3.2.2 Identifikasi tumbuhan... 26
3.3Pembuatan Larutan Pereaksi ... 26
3.3.1 Pereaksi Meyer ... 26
3.3.2 Pereaksi Dragendroff ... 26
3.3.3 Pereaksi Bouchardat... 27
3.3.4 Pereaksi Molisch ... 27
3.3.5 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 27
3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 27
3.3.7 Pereaksi timbal (II) asetat ... 27
(2)
xi
3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N ... 28
3.3.10 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 28
3.4Pemeriksaan Karakteristik Umbi Bawang Putih ... 28
3.5 Skrining Fitokimia Bawang Putih ... 28
3.5.1 Pemeriksaan alkaloida... 28
3.5.2 Pemeriksaan flavonoida ... 29
3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 29
3.5.4 Pemeriksaan glikosida... 29
3.5.5 Pemeriksaan glikosida antrakuinon ... 30
3.5.6 Pemeriksaan tannin ... 30
3.5.7 Pemeriksaan steroida dan triterpenoida ... 30
3.6Hewan Percobaan ... 30
3.7Pembuatan Ekstrak Air Bawang Putih (Allium sativum L.) ... 31
3.8 Uji Pendahuluan ... 31
3.9Pengujian Dosis Repellent Nabati ... 32
3.10 Pengamatan ... 33
3.11 Analisis Data ... 33
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... .. 34
4.1Hasil Identifikasi Tumbuhan ...34
4.2 Hasil Karakterisasi Tumbuhan ... ... 34
4.3Hasil Skrining Fitokimia Bawang Putih ... 34
4.4 Hasil Uji Pendahuluan... 36
4.5 Hasil Pengujian Efek Repellent Nabati ... 37
4.6 Hasil Uji Efek Repellent Terhadap Jumlah Makanan Tikus ... 38
(3)
4.7Grafik Efek Repellent ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran... ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
(4)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Ekstrak air bawang putih uji pendahuluan ... 32
3.2 Uji penentuan efek repellent nabati... 33
4.1 Hasil skrining fitokimia bawang putih ... 35
4.2 Hasil data uji pendahuluan pemberian EABP pada tikus ... 36
4.3 Hasil pengujian efek repellent terhadap tikus ... 37
4.4 Data efek repellent terhadap sisa makanan tikus ... 38
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 6 4.1 Grafik hari efek repellent dengan jumlah sisa makanan ... 40
(6)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Surat hasil identifikasi tumbuhan ... 45
2 Gambar umbi bawang putih (Allium sativum L.) ... 46
3 Gambar hewan uji tikus putih jantan ... 47
4 Surat komisi etik ... 48
5 Bagan penelitian ... 49
6 Data hasil Pengujian ekstrak air bawang putih ... 50
7Hasil variansi anova ... 53
8Hasil uji Tukey HSD ... 54