Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna ATM

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang danjasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;” Selain mencantuman klausul baku, sebenarnya ada satu hal penting yang kadang luput dari perhatian, yaitu mencantumkan klausul baku dengan tulisan yang sangat kecil sehingga sulit untuk dibaca, atau penggunaan kata-kata yang tidak dipahami oleh masyarakat awam pada umumnya. Hal ini sangat umum dilakukan dalam praktek perbankan di Indonesia dan meyebabkan para calon nasabah enggan membaca dengan seksama isi dari perjanjian tersebut serta langsung menandatanganinya. 115 Padahal segala hak dan kewajiban nasabah tercantum dalam perjanjian tersebut, sehingga pada saat terjadi masalah, barulah nasabah menyadari kedudukannya yang tidak seimbang.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna ATM

Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen dan Pelaku Usaha. 115 Salmidjas Salam, ibid. hal. 87 DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. Didalam UUPK dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Menurut A. Z. Nasution bahwa hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia jasa. 116 Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan bermasalah dalam masyarakat. Merupakan kenyataan bahwa dalam masyarakat kebutuhan konsumen yang berjumlah besar itu sangat lemah dibandingkan dengan para penyedia kebutuhan konsumen. Ketidakseimbangan atau gangguan pada kepentingan konsumen, lambat atau cepat akan berpengaruh pula pada terhadap kepentingan-kepentingan pihak lainnya, karena konsumen merupakan pelaku ekonomi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi. Jika salah satu pelaku kegiatan ekonomi tidak ada atau tidak menjalankan kegiatannya ataupun menundanya maka prestasi pelaku kegiatan lainnya menjadi sia- sia. Nasabah bank pengguna ATM adalah konsumen sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen mengenai pengertian “konsumen” 117 . Pengertian konsumen secara harafiah berarti: seseorang yang membeli barang atau mempergunakan jasa, atau seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu 118 116 A. Z. Nasution, Op. cit., hal. 62 117 Konsumen adalah setiap pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. Bank adalah sebagai pelaku usaha 119 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahum 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang memberikan juga pelayanan perbankan yang dimanfaatkan oleh konsumen, yakni nasabah bank. 2. Kepentingan Dan Hak-Hak Konsumen Kepentingan konsumen secara rinci termuat dalam Resolusi PBB Nomor 39248 Tahun 1985. Dalam Guidelines for consumer protection bagian II General Principles, angka 3, digariskan bahwa kepentingan konsumen Legitimate needs yang dimaksud yaitu : a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya. b. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen c. Tersedinya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan mereka kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi. d. Pendidikan konsumen. e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif. f. Kebebasan untuk membentuk organisasi lainnya yang relevan dan memberi kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. 120 Kepentingan konsumen dikelompokkan dalam tiga bentuk yaitu : 1. Kepentingan fisik Kepentingan fisik konsumen yang dimaksud dalam hal ini adalah kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh atau jiwa konsumen dalam menggunakan barang atau jasa. 118 A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hal. 38 119 Pelaku usaha adalah setiap orang atau perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 120 A. Z. Nasution, Hukum Perlindungan konsumen, Jakarta: Daya Widya, 1999, hal. 76 DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. 2. Kepentingan social ekonomi. Konsumen mengkehendaki agar setiap konsumen dapat memperoleh hasil optimal dari penggunaan sumber ekonomi konsumen dalam mendapatkan barang dan atau jasa kebutuhannya. 3. Kepentingan Perlindungan Hukum Walaupun dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia secara tidak langsung telah memuat ketentuan yang mengatur tentang konsumen seperti yang terdapat dalam KUHPerdata pasal 1245, pasal 1365, pasal 1502 dan pasal 1506 KUHperdata. Sedangkan di dalam hukum pidana ada pasal 204 dan pasal 205 KUHPidana. Peraturan dimaksud diterbitkan bukan untuk tujuan mengatur dan melindungi konsumen, tetapi hanyalah sampingan dari pokok permasalahan yang diatur, baik masalah keperdataan, administrasi dan maupun masalah pidana. Peraturan-peraturan yang mengatur masalah perlindungan konsumen adalah telah diatur dalam UU perlindungan konsumen No.8 Tahun 1999. Kepentingan hukum bagi masyarakat Indonesia sebagai konsumen adalah suatu kepentingan dan kebutuhan yang sah. Suatu hal yang tidak adil bagi konsumen bila kepentingan konsumen tidak seimbang dan tidak dihargai sebagaimana penghargaan terhadap kalangan pengusaha. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan mengenai hak-hak konsumen, yaitu antara lain: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan atau jasa, angka 1 DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. b. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.” Angka 4 c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta jaminan yang barang dan atau jasa. Angka 3 d. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Angka 5 e. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Angka 6 f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Angka 7 g. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Angka 8 h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Angka 9 Kewajiban diatur dalam pasal 5 yang menyatakan : a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemamfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai yang disepakati. d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Diberbagai Negara seperti Amerika serikat, Negara-negara Eropah dan Jepang, hak-hak konsumen pada umumnya telah dituangkan dalam di dalam undang- undang seperti undang-undang jual beli, sewa menyewa, asuransi, pemberian kredit, DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. pertanggung jawaban terhadap iklan dan perdagangan yang tidak wajar. Di amerika Serikat ketika John F. Kennedy sebagai presiden pada tahun 1962 telah mengemukakan empat hak dasar konsumen, yaitu: 1. Hak memperoleh keamanan the right to safety ; 2. Hak memilih the right to choise ; 3. Hak mendapat informasi the right to be informed ; 4. Hak untuk didengar the right to be heard . Menurut Munir Fuady, hak tersebut diterima sebagai hak asasi manusia tetapi bukan sebagai hak konsumen dengan dasar pertimbangan: a. Hak tersebut merupakan hak dasar masyarakat, walaupun yang bersangkutan tidak berkedudukan sebagai konsumen; b. Setidak-tidaknya hak tersebut tidak ada hubungannya langsung dengan atau tidak terbit dari hubungan produsen-konsumen. 121 Mariam darus mengatakan bahwa pendapat John F. Kennedy tersebut diatas terdapat dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pasal 27 ayat 2 dan pasal 28. 122 Penjelasan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 adalah menyatakan mengenai hak kita sebagai warga Negara. Pada pasal 28 UUD 1945 mengenai kedudukan kita sebagai penduduk. Pasal ini memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun Negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan berprikemanusiaan. Dalam pasal 28 ini secara implisit memuat perlindungan atas 121 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 200 122 Mariam Darus badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen, Bandung: Alumni, 1980, hal. 62 DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. kesehatan, keamanan, kepentingan ekonomi, penerangan dan didengar pendapatnya, dimana dasar hukumnya adalah pasal 27 dan 28 UUD 1945. 3. Perlindungan Hukum terhadap nasabah dikaitkan dengan UUPK Sementara itu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bisa dikatakan tidak memuat ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank. Dalam Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan disebutkan: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.” Pasal ini demikian minim memberikan perlindungan kepada nasabah bank. Dalam penjelasannyapun tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang menyeluruh mengenai apa dan bagaimana kepentingan nasabah yang tidak boleh dirugikan tersebut. Karena itu kiranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat dijadikan dasar hukum bagi nasabah bank untuk menuntut haknya. Untuk pelayanan yang diberikan Perbankan bagi nasabah Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan pengertian jasa sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen Pasal 1 angka 5 DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. Karena pelayanan perbankan adalah termasuk kategori jasa seperti yang disebutkan Undang-Undang tersebut diatas, maka nasabah bank mempunyai hak untuk dilindungi kepentingannya dari pelayanan jasa yang diberikan tersebut. Berkenaan dengan penggunaan ATM yang merupakan bagian dari EFTs, setiap perjanjian yang dibuat nasabah dan bank tidak boleh memuat klausul baku yag menyatakan pengalihan tanggung jawab bank sepenuhnya kepada nasabah dan memuat pernyataan tunduknya nasabah kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan, danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh bank. 123 Dalam praktek perbankan hal ini masih terjadi. Klausul-klausul baku yang menyatakan pengalihan tanggung jawab sepenuhnya kepada nasabah tentu saja tidak memenuhi rasa keadilan dilihat dari sudut manapun. Klausul baku ini menjadi standar dalam setiap perjanjian dengan bank, termasuk perjanjian penggunaan ATM. Apabila nasabah bank pengguna ATM mengalami kerugian yang bukan disebabkan karena kesalahan nasabah, bank wajib memberikan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf f dan huruf h Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 124 . Selain itu Pasal 19 ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan ketentuan mengenai tanggung jawab pelaku usaha 125 Dari pasal-pasal tersebut diatas jelaslah bahwa masing-masing pihak dalam perjanjian penggunaan ATM mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang menurut 123 Salmidjas Salam, Op.cit., 124 “Kewajiban pelaku usaha adalah: a. Memberikan kompensasi, ganti rugi danatau pengganti atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. b. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantia apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.” 125 tanggung jawab pelaku usaha sebagai berikut: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. hukum. Tanggung jawab yang timbul dari wanprestasi atau perbuatan melawan hukum mewajibkan pihak yang melakukannya memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Masalah selanjutnya yang berkenaan dengan hal ini pelaksanaan masing- masing tanggung jawab yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut. Nasabah yang kurang memahami hak-haknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen akan kehilangan kesempatan untuk membuat apa yang sudah menjadi kewajiban bank dan menjadi haknya. Sosialisasi suatu perundang-undangan kadang kala sangat kurang dilakukan, terutama dari pihak pemerintah. Padahal hal ini adalah menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mana tidak semua memahami hukum sehingga banyak masyarakat yang dirugikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehubungan dengan adanya hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum maka konsumen berhak untuk menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak yang dipandang merugikan karena mengkonsumsi barang dan atau jasa. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini juga meliputi hak untuk mendapatkan ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik. Artinya konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu untuk memperoleh ganti kerugian, karena dalam pasal 46 ayat 1 huruf c UUPK dibuka kemungkinan untuk menempuh upaya hukum legal. Selain memuat tentang hak konsumen, UUPK juga mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha. Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan merupakan beban tanggung jawab pelaku usaha Pasal 22 UUPK 126 . Pembuktian terbalik ini diterapkan dalam hal kasus konsumen dirasa cukup adil namun dalam hal ini konsumen tidak lalu berarti dapat sekena hati mengajukan gugatan, karena posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha jika ia gagal menunjukkan kesalahan si tergugat. Dalam hal lahirnya UUPK, pelaku usaha tidak dapat berbuat sekehendak hatinya bahkan pasal 3 UUPK antara lain menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa. Masyarakat yang dirugikan oleh suatu produk tertentu dapat pula mengajukan tuntutannya secara bersama-sama secara class action Pasal 46 UUPK , apabila memenuhi empat syarat yaitu: 1. Numerosity, maksudnya jumlah penggugat harus cukup banyak jika diajukan secara sendiri-sendiri maka tidak lagi mencerminkan proses beracara yang efesien. 2. Commonality, artinya adanya kesamaan soal hukum question of law dan fakta class member dan pihak yang mewakilinya class representative . 3. Typically, adanya kesamaan jenis tuntutan hukum dan dasar pembelaan yang digunakan antara class member dan class representative. 126 DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008. 4. Adequacy of representative, kelayakan class representative dalam mewakili kepentingan class member. Ukuran kelayakan ini diserahkan kepada hakim. Dalam penyelesaian masalah yang dihadapi nasabah dalam penggunaan kartu ATM, pihak bank tidak selamanya selalu merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen DEASY RISMA ROTUA SIAHAAN : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM AUTOMATED TELLER MACHINES DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA, 2008.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Yang Melakukan Transaksi Elektronik Banking Melalui Automated Teller Machine (Studi: Bank Sumut-Medan)

3 97 112

Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah

3 47 141

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM) DI PT. BANK Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Automated Teller Machine (Atm) Di Pt. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk.

0 2 19

SKRIPSI Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Automated Teller Machine (Atm) Di Pt. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk.

0 2 14

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Automated Teller Machine (Atm) Di Pt. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk.

0 2 13

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM) DI BANK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM) DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KANTOR CABANG SOLO KARTASURA.

0 0 12

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM) DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KANTOR CABANG SOLO KARTASURA.

0 0 14

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENGGUNA KARTU ATM PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BAGANSIAPIAPI.

0 0 8

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA ATM | LEONARDO | Legal Opinion 6668 22184 1 PB

0 0 15

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PENGGUNA ATM DALAM SISTEM HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA. A. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Menurut Kontrak Penerbitan Kartu ATM - IMPLEMENTASI KONTRAK PENERBITAN KARTU ATM DALAM MENYELESAIKAN KASUS TRANSAKSI ATM YANG

0 0 39