35 Perkataan ‘tradisi’ sebenarnya berasal dari bahasa latin “trado-transdo”, yang berarti
“sampaikanlah kepada yang lain”. Banyak orang mencoba mendefinisikan apa itu tradisi. Namun aspek yang tak dapat dipungkiri bahwa dalam tradisi ada makna untuk melanjutkan ke generasi
berikutnya. Oleh sebab itu istilah ‘vernakular’ dan ‘tradisi’ sering kali dipakai bersamaan untuk saling melengkapi. Penghayatan akan tradisi tidak berarti mengharuskan kita hidup kembali
seperti di masa lampau. Namun penjiwaan akan sebuah tradisi yang baik akan lebur dalam pikiran kita dan mampu mendorong seorang arsitek untuk menciptakan suatu karya yang
mempunyai karakter yang kuat. Room Manguwijaya dalam buku Wastu Citra juga memberikan pendapat yang hampir
senada mengenai definisi dari arsitektur vernakular itu sendiri. Menurut beliau, arsitektur vernakular itu adalah pengejawentahan yang jujur dari tata cara kehidupan masyarakat dan
merupakan cerminan sejarah dari suatu tempat Jadi arsitektur vernakular bukanlah semata-mata produk hasil dari ciptaan manusia saja,
tetapi lebih penting adalah hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
3.1.3. Pengertian Neo- Vernakular
Neo atau modern artinya sesuatu yang baru atau masa peralihan. Arsitektur Neo-Vernakular berarti suatu lingkungan binaan yang didalamnya ditonjolkan
bentuk- bentuk yang mengacu pada “bahasa setempat” dengan mengambil elemen-elemen
arsitektur yang ada ke dalam bentuk modern. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular, melainkan menampilkan karya baru mengutamakan
penampilan visualnya. Maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya prinsip arsitektur Neo-Vernakular adalah
melestarikan unsur-unsur lokal sehingga bentuk dan sistemnya terutama yang berkaitan dengan iklim setempat, seperti penghawaan, pencahayaan alami, antisipasi terhadap hujan. Prinsip dari
arsitektur Neo-Vernakular ini adalah metode pendekatan terhadap regionalisme yang merupakan aspek mendasar. Dalam pendekatan ini Arsitektur Neo-Vernakular yang digunakan adalah
Arsitektur Tradisional Mandailing.
Universitas Sumatera Utara
36
A. Pendekatan Arsitektur Neo
– Vernakular
Yang perlu diperhatikan dalam penerapan pendekatan dalam arsitektur neo- vernacular adalah :
Interpretasi desain yaitu pendekatan melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur setempat yang dimasukkan kedalam proses perancangan yang terstruktur lalu
kemudian diwujudkan dalam bentuk yang termodifikasi sesuai dengan zaman sekarang. Ragam dan corak desain yang digunakan adalah dengan pendekatan simbolisme, aturan,
dan tipologi untuk memberikan kedekatan dan kekuatan pada desain. Struktur tradisional yang digunakan mengadaptasi bahan bangunan yang ada didaerah dan
menambah elemen estetis yang diadaptasi sesuai dengan fungsi bangunan.
B. Prinsip Desain Arsitektur Neo - Vernakular
Adapun prinsip-prinsip desain arsitektur Neo-Vernakular secara terperinci, yaitu : Hubungan Langsung: merupakan pembangunan yang kreatif dan adaptif terhadap
arsitektur setempat disesuaikan dengan nilai-nilaifungsi dari bangunan sekarang. Hubungan Abstrak: meliputi interprestasi ke dalam bentuk bangunan yang dapat dipakai
melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur. Hubungan Lansekap: mencerminkan dan menginterprestasikan lingkungan seperti kondisi
fisik termasuk topografi dan iklim. Hubungan Kontemporer: meliputi pemilihan penggunaan teknologi, bentuk ide yang
relevan dengan program konsep arsitektur Hubungan Masa Depan: merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan
datang
C. Penerapan Arsitektur Neo - Vernakular
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa penerapan arsitektur Neo-Vernakular terdiri
dari 2 aspek yaitu: aspek fisik dan aspek non fisik, dimana kedua aspek tersebut diterapkan
Universitas Sumatera Utara
37 dalam implementasi terhadap perancangan bangunan, baik sendiri-sendiri maupun secara
bersamaan membentuk suatu komposisi rancang bangun yang komprehensif.
a. Aspek Fisik
Yang dimaksud aspek fisik disini adalah bentuk tampilan bangunan yang dilihat keberadaanya dengan mata dan mempunyai wujud dan bentuk tertentu. Kemudian bila kita
kaitkan dengan aspek fisik dalam penerapan arsitektur Neo-Vernakular yang meliputi lokasi dan tapak, bentuk bangunan, bahan bangunan dan kontruksi. Berarti bahwa elemen-elemen tersebut
yang merupakan suatu respon terhadap alam pada bangunan tradisional masa lalu, ditampilkan kembali pada bangunan modern dengan fungsi pada elemen-elemen tersebut tetap sama yaitu
sebagai suatu usaha respon sebuah bangunan modern terhadap kondisi lingkungan dan iklim setempat.
b. Aspek Non Fisik
Yang dimaksud aspek non fisik adalah yang terkait didalam tradisi, adat istiadat, maupun aktivitas dari masyarakat yang erat dengan budaya setempat.
Elemen-elemen yang dapat dieksplorasi ke dalam arsitektur modern meliputi : 1.
Bentuk bangunan Pada masa lalu bangunan rumah tradisional umumnya mempunyai atap yang tinggi dan
tritisan yang lebar, hal ini sebagai salah satu cara mengatasi curah hujan yang tinggi dan mengantisipasi terhadap panas matahari. Kemudian implementasi dalam bangunan modern
penggunaan atap yang tinggi dan lebar merupakan suatu bentuk transformasi dari bentuk-bentuk vernacular.
2. Ornamen
Setiap Suku maupun etnik kebudayaan tertentu pasti memiliki ornamen yang menjadi karakter ataupun ciri khas dari suatu kebudayaan. Dimana setiap ornamen terkandung makna arti
tertentu yang merupakan implementasi dari kebudayaan itu sendiri. Sehingga ornamen sebagai elemen yang dapat dieksplorasi dapat memberikan kekhasan terhadap bangunan yang akan
dirancang sesuai dengan unsur kebudayaan yang terkandung.
Universitas Sumatera Utara
38 3.
Material Pemilihan material yang akan digunakan juga sangat menentukan arsitektur tradisional
yang dipilih karena melalui pemilihan material yang tepat, maka dapat dikatakan bangunan tersebut merupakan refleksi dari suatu arsitektur tradisional.
3.2. Interpretasi Tema
Dalam Arsitektur Neo-Vernakular, tidak hanya menerapkan elemen-elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern tapi juga elemen non fisik seperti budaya, pola piker,
kepercayaan, tata letak, religi, dan lain-lain. Arsitektur Neo-Vernakular dimaksudkan agar tetap dapat melestarikan unsur-unsur
budaya lokal dengan lapisan modernisasi. Dalam Arsitektur Neo-Vernakular, banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat modern,
namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern. Arsitektur Neo-Vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang
modern tetapi masih memiliki image daerah setempat walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam.
Dalam Arsitektur Neo-Vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang dikembangkan dalam bentuk modern.
3.3. Keterkaitan Tema Dengan Judul Proyek
Sibolga adalah salah satu daerah wisata yang banyak diminati, baik oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Selain karena Sibolga mempunyai potensi alam yang bagus
dan terkenal dengan pemandangan lautnya yang indah, Sibolga mempunyai julukan yaitu “Kota Berbilang Kaum” yang berarti bahwa kota ini memiliki banyak suku di dalamnya. Beberapa suku
yang paling kuat yaitu Batak Mandailing, Minangkabau, dan Melayu. Hal inilah yang menjadikan kota ini sangat berpotensi mengembangkan pariwisatanya dengan penanganan yang tepat yaitu
dengan membuat suatu hotel resort yang mampu merefleksikan kebudayaan Sibolga melalui proyek yang diberi nama “Seascape Hotel Resort Sibolga”.
Universitas Sumatera Utara
39 Tema yang diangkat untuk judul proyek ini adalah Neo-Vernakular, melihat bagaimana
melekatnya unsur kebudayaan Batak Mandailing pada Sibolga, sehingga menjadikannya potensi wisata dan bisa dinikmati oleh semua wisatawan yang datang.
Melalui tema yang diangkat, diharapkan dapat memberikan sebuah hotel resort yang sesuai dengan tradisi Suku Batak Mandailing namun tetap memberikan respon sebuah bangunan
modern terhadap kondisi lingkungan dan iklim Sibolga.
3.4. Sekilas Tentang Mandailing
Menurut beberapa literatur, Mandailing merupakan salah satu bagian dari daerah suku bangsa Batak yang ada di Sumatera Utara. Pembagian wilayah di Sumatera Utara yang
menyebabkan pengelompokan daerah-daerah tersebut dalam satu kelompok suku bangsa Batak dilakukan oleh bangsa Belanda ketika pertama kali datang ke daerah ini. Pembagian wilayah
tersebut terus berlangsung sampai saat ini sehingga masyarakat luas hanya mengetahui bahwa Mandailing merupakan bagian dari daerah suku bangsa Batak Lubis, 1993 : 3.
Menurut cerita-cerita suci orang Batak terutama dari masyarakat Batak Toba, semua sub suku-suku bangsa Batak tersebut mempunyai nenek moyang yang sama, yaitu Si Raja Batak.
Namun demikian, masyarakat Mandailing menyatakan bahwa kelompok masyarakat mereka bukan ‘Batak’ seperti yang selama ini diketahui banyak orang. Sejak lama masyarakat
Mandailing tidak mau disebut sebagai orang Batak. Beberapa bukti berupa data dan penelitian tentang asal usul Mandailing semakin memperkuat kepercayaan tersebut dan melahirkan
pernyataan baru yang mengatakan bahwa sebenarnya orang-orang Batak yang ada sekarang ini justru berasal dari Mandailing. Data yang dijadikan bukti ketidakbenaran informasi bahwa orang
Mandailing termasuk orang Batak adalah 1 Tonggotonggo Siboru Deak Parujar dari orang Toba; 2 Pupuh Negarakertagama syair ke13 oleh Mpu Prapanca; 3 Adat Dalihan Na Tolu; 4
Bahasa dan Aksara Mandailing; 5 Perkataan Gordang Nasution, 1991 : 14.
3.5. Permukiman Mandailing
Permukiman penduduk di Mandailing terdiri atas beberapa desa yang letaknya tersebar di wilayah Mandailing Julu dan Mandailing Godang. Desa-desa tersebut pada awalnya merupakan
huta adat yang dalam perkembangan selanjutnya disebut desa. Pola hidup yang menetap sudah lama ada di Mandailing sejak bermukimnya orang-orang yang pertama datang ke daerah ini.
Universitas Sumatera Utara
40 Dengan adanya pola hidup menetap, maka terbentuklah kampung-kampung perkampungan
yang disebut huta. Huta yang terbentuk dapat berubah menjadi sebuah huta adat melalui horja yang ditandai dengan diangkatnya seorang raja dan dibangunnya Bagas Godang sebagai tempat
tinggal raja berdampingan dengan Sopo Godang sebagai balai sidang adat dan Sopo Eme sebagai lumbung desa. Huta adat di Mandailing selain memiliki Bagas Godang, Sopo Godang, Sopo Eme
sebagai bangunan adat juga harus memiliki halaman tempat dilakukannya segala aktivitas adat yang terletak di depan Bagas Godang yaitu Alaman Bolak Selangseutang Lubis, 1999 : VI, 82.
Kawasan permukiman masyarakat Mandailing pada sekarang ini dapat dicapai melalui jalan utama yang terdapat di tiap desa. Fenomena fisik yang menarik pada lokasi amatan, di
sepanjang sisi jalan terdapat rumahrumah yang orientasinya berbeda-beda. Walaupun berada di dekat jalan, rumah-rumah tersebut banyak yang tidak menghadap ke jalan tetapi saling
berhadapan. Di beberapa desa, apabila jalan tersebut terus ditelusuri, maka di satu tempat akan ditemukan sebidang tanah yang cukup luas. Tanah yang relatif lebih luas dibandingkan dengan
area lain di dalam desa disebut penduduknya Alaman Bolak yang artinya halaman yang luas.
3.6. Arsitektur Mandailing
Arsitektur Mandailing Julu dibentuk oleh sejarah dan kebudayaan dengan menerapkan konsepsi Banua, sistem kepercayaan sekaligus juga kondisi geografis setempat. Konsep Banua,
system kepercayaan dan kondisi geografis setempat merupakan tiga unsur yang sangat mempengaruhi terbentuknya arsitektur Mandailing Julu.
Elemen-elemen arsitektur yang berkaitan dengan pola tatabangunan yang terdapat di Mandailing Julu terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok bangunanbangunan biasa dan
kelompok bangunan-bangunan utama. a.
Kelompok bangunan-bangunan biasa Merupakan bangunan hunian masyarakat yang terdapat di sekitar Alaman Bolak dan
membentuk 3 pola, yaitu pola yang saling berhadapan dan berlapis, pola searah dan membentuk lapisan, serta pola berhadapan dan membelakangi. Semua pola yang ada terletak pada zona
Banua Partonga dengan orientasi yang berbedabeda.
Universitas Sumatera Utara
41 b.
Kelompok bangunan-bangunan utama Merupakan bangunan hunian raja dan pelengkapnya yang terdapat di sekitar Alaman
Bolak dan membentuk dua pola, yaitu pola yang saling berhadapan dengan posisi Alaman Bolak berada di antara bangunanbangunan utama dan pola yang berdampingan dengan posisi Alaman
Bolak sebagai perangkai bangunan-bangunan utama. Alaman Bolak dan Sopo Godang diletakkan pada zona Banua Partonga sedangkan Bagas Godang diletakkan pada zona Banua Parginjang
dengan orientasi dan konfigurasi yang berbedabeda. Perletakan tiap elemen juga berpengaruh terhadap pola tata bangunan yang ada.
Bangunan-bangunan dan elemen-elemen fisik lainnya yang berada di sepanjang sisi sungai harus dibangun sedemikian rupa sehingga harus sesuai dengan kondisi alam sekitarnya. Pembagian
wilayah huta dan perletakan elemen-elemennya sesuai dengan konsep kosmologi tentang banua. Jae, julu dan tonga merupakan bagian dari zona Partonga, dolok merupakan bagian dari Partoru
dan lombang merupakan bagian dari Parginjang. Peran penting sungai juga dapat dilihat pada kedudukannya dalam konsep kosmologi
banua yang selalu berada pada zona Banua Parginjang. Sungai yang berada di lombang hanya menunjukkan letaknya sedangkan makna sungai sesungguhnya merupakan elemen yang suci dan
mulia, sehingga sesuatu yang nista yaitu makam di partoru harus dijauhkan dari sungai.
3.8. Studi Banding Tema Sejenis
3.8.1. Adi Dharma Hotel, Bali